Senin, 23 November 2020

Sejarah Riau (13): SM Amin Nasution, Gubernur Pertama Provinsi Riau di Tanjung Pinang; Kaharuddin Nasution di Pekanbaru

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Riau di blog ini Klik Disini 

Sejarah Riau sejatinya, dari sudut pandang masa lalu, memiliki sejarah yang sudah kuno. Namun dari sudut pandang masa kini, sejumlah pihak memandang Riau seakan baru meiliki sejarah. Dunia sejarah seringkali terbalik sehingga terkesan ada kekacauan sejarah. Hal ini boleh jadi karena sejarah Riau sempat mengalami distorsi, yang mana sejarah lama tidak bersifat kontinu dengan sejarah masa kini. Sejarah kesultanan di (kepulauan) Riau secara defacto telah berakhir pada era kolonial Belanda sejak 1857.

Apa yang terjadi di Riau, sesunggunya juga ditemukan di tempat lain, bahkan juga di (pulau) Jawa. Suksesi (promosi vs degradasi) ini pada era kolonial Belanda sangat intens. Suksesi-suksesi ini juga sejatinya sudah muncul pada era VOC bahkan pada era Portugis. Suksesi-suksesi ini selain di (kepulauan) Riau, juga terjadi di pantai barat dan pantai timur Sumatra (termasuk di pedalaman Tapanoeli). Sebagai contoh, sejarah Bengkalis, nyaris terlupakan sebagai pendahulu (predecesson) Deli, khusunya Kota Medan. Dalam narasi sejarah masa kini, kita tidak temukan sejarah Bengkalis di dalam narasi sejarah Kota Medan atau sebaliknya tidak ditemukan sejarah Kota Medan di dalam narasi sejarah Bengkalis. Oleh karena itu yang muncul adalah reduksi narasi sejarah—akibatnya dari analisis sejarah akan terbentuk pemahaan yang keliru (kekacauan sejarah).

Dalam perspektif sejarah masa kini, dua gubernur Riau yang pertama berasal dari Tapanoeli. Tentu saja, meski sama-sama memiliki marga yang sama, diantara keduanya tidak meiliki relasi keluarga. Namun mengapa dua tokoh ini yang muncul sebagai Gubernur Riau di masa awal provinsi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

SM Amin Nasution di Tanjungpinang

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kaharuddin Nasution di Pekanbaru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar