Selasa, 12 Januari 2021

Sejarah Banten (14): Sejarah Asal Usul Kota Serang, Nama Baru Kota Kecil Menjadi Kota Besar; Kini Ibu Kota Provinsi Banten

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kota Banten adalah kota kuno di masa lampau, Kota Banten adalah kota baru di masa depan. Nama Banten diduga kuat sudah eksis sejak era Hindoe dengan nama Banta (kemudian menjadi Bantan atau Bantam lalu terakhir menjadi Banten). Lantas bagaimana dengan nama Serang? Nama Serang sebagai suatu nama tempat di Banten (yang kini menjadi kota besar, ibu kota Provinsi Banten). Nama Serang diduga kuat bukan nama kuno, tetapi suatu nama baru.

Pada tahun 1813 di era pendudukan Inggris, status Kesultanan Banten dihapuskan. Tamat sudah kesultanan Banten, kesultanan yang di masa lampau begitu berjaya dan selalu menyusahkan Belanda (VOC). Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, era Gubernur Jenderal Daendels, untuk mendukung perdagangan dan pengembangan pertanian, dibangun jalan utama Trans-Java dari Batavia ke Panaroekan via Buitenzorg dan dari Batavia ke Anjer via Tangerang. Para bupati di Batavia dan Preanger mendukung program tersebut, tetapi tidak dengan Sultan Banten. Pemerintah Hindia Belanda menganeksasi Kesultanan Banten. Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris yang yang dipimpin Letnan Gubernur Rafless. Pada tahun 1812 terjadi perlawanan di Kesultanan Jogjakarta.

Lantas bagaimana sejarah (kota) Serang? Apakah sudah ada yang menulisnya? Lepas dari itu, apa pentingnya Sejarah Serang? Sudah barang tentu karena pada era Pemerintah Hindia Belanda, ibu kota Residentie Banten berkedudukan di Serang (dan kini menjadi ibu kota Provinsi Banten). Lalu bagaimana sejarah (kota) Serang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (13): Kesultanan Banten dan Kerajaan Landak di Barat Borneo Era VOC; Kesultanan Pontianak dan Kerajaan Jakarta

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kesultanan Banten tidak hanya terhubung di timur (kerajaan Jacatra), kesultanan Banten juga terhubung ke barat (Lampung). Kesultanan Banten juga diketahui terhubung dengan pantai barat Borneo. Bagaimana bisa sejauh itu? Apakah kesultanan Banten juga pelaut, memiliki armada maritim? Pada masa lampau yang terbilang pelaut adalah kerajaan Demak, Pedagang-pedagang Demak beragang hingga mencapai kota (pelabuhan) Malaka.

Kerajaan Banten terkenal infanteri, Iti terbukti karena kedigdayaannya mampu menjatuhkan kerajaan Pakwan-Padjadjaran di hulu sungai Tjiliwong. Sebelum itu, jarak yang jauh dengan (kerajaan) Demak, kerajaan Jacatra (Sunda Kalapa) didelegasikan di bawah kendali (kerajaan) Banten. Pada awal kehadiran Belanda, kerajaan Banten berperang dengan Portugis di teluk. Teluk jelas bukan lautan. Ketika Belanda (VOC) membuat koloni di Jacatra (Batavia), beberapa kali kerajaan (kesultanan) Banten menyerang kepentingan VOC. Kecuali perang dengan Portugis di teluk, kerajaan Banten melancarkan perang selalu di darat.

Lantas bagaimana sejarah relasi (kerajaan) Banten dengan pantai barat Borneo? Yang kerajaan Landak di pantai barat Borneo lambat laut makin khawatir dengan semakin menguatnya (kesahbandaran) Pontianak dan karena jarak antara Banten dan Landak begitu jauh, kesultanan Banten menyerahkan perlindungannya kepada pemerintah VOC. Dalam perkembangannya diketahui bahwa kerajaan Pontianak membuat kontrak dengan VOC pada tahun 1779 yang dengan demikian kerajaan Landak terdegradasi dan kerajaan Pontianak mengalami promosi. Lalu bagaimana sejarah relasi (kerajaan) Banten dengan kerajaan Landak di pantai barat Borneo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 11 Januari 2021

Sejarah Banten (12): Sejarah Kota Anyer Kota Kuno; Trans-Java Anyer Panarukan dan Gunung Krakatau Meletus Tahun 1883

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kota Anyer, bukanlah kota yang baru (nu anyar), kota Anyer adalah kota kuno yang berada di pantai barat pulau Jawa. Kota Anyer diduga kuat sudah eksis sejak era Boedha-Hindoe. Dari sudut geografis, kota Anyer tempo doeloe seakan bagian dari (pulau) Sumatra di (pulau) Jawa (bukan sebaliknya). Hal ini karena nama tepat Anyer menjadi pintu masuk (gateway) penduduk Sumatra ke Jawa (sebelum terbentuknya kerajaan Banten). Nah, lho!

Sebagaimana diketahui kota (pelabuhan) Banten direbut oleh (kerajaan) Deak pada tahun 1526. Dua tahun sebelumnya Sunan Gunung Jati bersama anaknya, Maulana Hasanuddin mulai menyebarkan agama Islam untuk penduduk (asli) Banten, Proses Islamisasi di Banten menyebabkan pengaruh Hindoe secara perlahan menghilang di Banten. Pengaruh Islam yang kuat di Banten, seiring dengan tumbuh berkembangkanya kota Banten di muara sungai sebagai pelabuhan perdagangan kemudian wilayah Hindoe yang berpusat di hulu sungai Tjiliwong diokupasi. Era Hindoe di bagian barat Jawa dapat dikatakan berakhir pada tahun 1579 (setelah jatuhnya kerajaan Pakwan-Padjadjaran). Pada masa ini nama Anyer dijadikan sebagai nama kecamatan di kabupaten Serang (Provinsi Banten).

Lantas bagaimana sejarah Anyer? Seperti disebut di atas, nama tempat Anyer sudah eksis jauh sebelum terbentuknya kerajaan (kesultanan) Banten. Oleh karena itu sejarah Anyer haruslah diulai dari era Hindoe. Namun bagaimana memulainya? Mulailah dari namanya sebagai Anyer. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (11): Pulau-Pulau di Utara Tangerang, Lokasi Jatuh Pesawat Sriwijaya Air; Antara Pulau Lancang dan Pulau Laki

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kemarin terjadi kecelakaan pesawat (Sriwijaya Air) di pantai utara Banten, di sekitar pantai Tangerang. Posisi jatuhnya pesawat hari ini diidentifikasi di sekitar peraiaran antara pulau Laki dan pulau Lancang. Posisi GPS kecelakaan tidak jauh dari titik awal jalur navigasi di bandara Soekarno-Hatta. Sambil menunggu proses pencarian dan penyelamatan para korban dan mengupulkan serpihan-serpihan pesawat maupun barang-barang penumpang ada baiknya kita merecall kembali sejarah kawasan perairan tersebut.

Pada zaman lampau (awal era VOC), muara sungai Tjisadane tepat berada di Teluknaga yang sekarang. Perairan di depan muara sungai Tjisadane (sungai Tangerang) karena proses sedimentasi jangka panjang mernjadi daratan (seluruh wilayah kecaatan Teluknaga di masa lampau adalah perairan-laut). Oleh karena itu kini muara sungai Tjisadane-Tangerang berada di Tanjung Pasir. Pada era VOC, tidak jauh dari muara sungai ini terdapat pulau yang disebut pulau Ontong Java, yang kemudian oleh VOC disebut pulau Amsterdam (kini pulau Rabut) dan pulau Middleberg (kini pulau Bokor). Pada gugus pulau-pulau ini di sebelah barat terdapat pulau-pulau yang belum bernama yang kini dikenal sebagai pulau Lancang (Besar dan Kecil) dan pulau Laki. Seperti disebut di atas, perairan di antara pulau Lancang dan pulau Laki inilah terjadi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air. Jaraknya tentu saja belum begitu jauh dari bandara Soekarno-Hatta.

Lantas bagaimana sejarah perairan di area tersebut? Tentu saja hal ini tidak penting-penting amat, Namun setelah adanya berita kecelakaan jatuhnya pesawat, kawasan perairan ini menjadi penting. Hal itulah mengapa penting untuk menarasaikan sejarah perairan tersebut. Lalu bagaimana sejarahnya berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 10 Januari 2021

Sejarah Banten (10): Sejarah Cilegon, Sejak Era Hindu hingga Kijai Hadji Wasid; Kota Cilegon Kini Jadi Kota Industri di Banten

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kota Cilegon adalah kota yang tumbuh baru sebagai kota industri. Pada era Hindia Belanda nama Tjilegon tidak setenar kota Serang dan kota Tangerang. Nama Tjilegon juga tidak setenar kota Banten (dimana terdapat kraton Sultan Banten). Ibarat rumah, Banten adalah pintu depan dan Tjiligon hanya sekadar pintu samping (pintu belakang adalah Serang). Namun zaman telah berubah, nama Tjilegon pelan tapi pasti kini menjadi kota terdepan (jauh membelakangi kota Banten). Nama Tjilegon mulai menarik perhatian ketika KH Wasid pada tahun 1888 menarik garis dengan Pemerintah Hindia Belanda (lima tahun setelah meletus gunung Krakatau).

Seperti halnya kota Serang, kota Tjilegon sedikit lebih beruntung ketika terjadi letusan gunung Krakatau pada tahun 1883. Namun ada perbedaan antara kota Tjilegon dengan kota Serang dimana kota Tjilegon semuanya tertutup tebal debu vulkanik. Nama Anjer dan nama Banten saat itu masih lebih terkenal dibanding nama Tjilegon dan Serang, Namun tsunami yang terjadi selepas meletus gunung Krakatai kota Anjer dan kota Banten tersapu habis. Dalam upaya pembangunan kota kembali, Pemerintah Hindia Belanda lebih memperhatikan Tjilegon dan Serang karena masih trauma dengan tsunami. Saat itu sudah terbentuk jalur trans-Java ruas Batavia Anjer melalui Serang dan Tjilegon,

Lantas bagaimana Sejarah Cilegon? Tidak ada kaitannya dengan nama Cirebon. Sejarah Tjilegon terkait dengan sejarah Anjer. Kedua nama ini sudah eksis sejak zaman kuno, era Hindoe. Lalu apa hubungannya kota Tjilegon dengan KH Wasid? Apakah ada kaitannya dengan pemberontakan 1869? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (9): Tetangga Banten Tidak Hanya Zunda Kalapa; Dampin, Lampong dan Toulang Bawang di Pulau Sumatra

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Pada peta-peta kuno (Peta Portugis), ada nama tempat disebut Dampin. Letaknya berada di suatu teluk di ujung selatan pulau Sumatra. Di belakang pantai (pedalaman) dari teluk ini disebut Lampong. Pada era VOC (Daghregister) masih di ujung selatan pulau Sumatra disebut nama tempat Toelang Bawang. Nama-nama tempat ini begitu dekat dengan Banten (di pulau Jawa). Hanya dibatasi oleh selat sempit yang disebut Selat Zunda. Nama Zunda juga dikenal sebagai nama tempat di arah timur kota (pelabuhan) Banten. Kota tersebut kemudian disebut Zunda Kalapa.

Pada masa ini, nama Dampin kurang dikenal alias tidak terinfotrmasikan. Yang dikenal luas adalah nama Lampong yang kini menjadi nama provinsi (Provinsi Lampung). Nama Toelang Bawang juga cukup dikenal pada masa ini. Nama Toeloeng Bawang kini dijadikan sebagai nama kabupaten di provinsi Lampung (Kabupaten Tulang Bawang). Ibu kota Kabupaten Tulang Bawang adalah Menggala (tepo doeloe Manggala). Provinsi Lampung sendiri, sebelumnya beribukota di Telok Betong (Teluk Betung) lalu kemudian dipindahkan ke suatu tempat yang disebut Bandar Lampung. Lantas pertanyaannya apakah di masa lampau Bandar Lampung adalah Dampin?

Lalu bagaimana sejarah hubungan antara Banten dengan nama-nama tempat di ujung selatan pulau Sumatra? Sudah barang tentu telah ditulis. Namun bagaimana sejarah Dampin kurang terinformasikan. Secara khusus bagaimana sejarah hubungan antara Banten dengan Dampin? Apa pentingnya dipelajari? Pertanyaannya sama pentingnya tentang hubungan Banten dengan Zunda Kalapa. Okelah, kalau begitu. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.