Senin, 11 Januari 2021

Sejarah Banten (12): Sejarah Kota Anyer Kota Kuno; Trans-Java Anyer Panarukan dan Gunung Krakatau Meletus Tahun 1883

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kota Anyer, bukanlah kota yang baru (nu anyar), kota Anyer adalah kota kuno yang berada di pantai barat pulau Jawa. Kota Anyer diduga kuat sudah eksis sejak era Boedha-Hindoe. Dari sudut geografis, kota Anyer tempo doeloe seakan bagian dari (pulau) Sumatra di (pulau) Jawa (bukan sebaliknya). Hal ini karena nama tepat Anyer menjadi pintu masuk (gateway) penduduk Sumatra ke Jawa (sebelum terbentuknya kerajaan Banten). Nah, lho!

Sebagaimana diketahui kota (pelabuhan) Banten direbut oleh (kerajaan) Deak pada tahun 1526. Dua tahun sebelumnya Sunan Gunung Jati bersama anaknya, Maulana Hasanuddin mulai menyebarkan agama Islam untuk penduduk (asli) Banten, Proses Islamisasi di Banten menyebabkan pengaruh Hindoe secara perlahan menghilang di Banten. Pengaruh Islam yang kuat di Banten, seiring dengan tumbuh berkembangkanya kota Banten di muara sungai sebagai pelabuhan perdagangan kemudian wilayah Hindoe yang berpusat di hulu sungai Tjiliwong diokupasi. Era Hindoe di bagian barat Jawa dapat dikatakan berakhir pada tahun 1579 (setelah jatuhnya kerajaan Pakwan-Padjadjaran). Pada masa ini nama Anyer dijadikan sebagai nama kecamatan di kabupaten Serang (Provinsi Banten).

Lantas bagaimana sejarah Anyer? Seperti disebut di atas, nama tempat Anyer sudah eksis jauh sebelum terbentuknya kerajaan (kesultanan) Banten. Oleh karena itu sejarah Anyer haruslah diulai dari era Hindoe. Namun bagaimana memulainya? Mulailah dari namanya sebagai Anyer. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Anyer di Era Hindoe: Anier

Pada peta-peta Portugis, di pantai barat pulau Jawa didintifikasi nama-nama tempat seperti Charita dan Anier. Dua nama tempat tersebut diduga kuat adalah Carita dan sebelah utaranya adalah Anyer. Pada peta-peta Portugis tersebut di ujung selatan pulau Sumatra diidentifikasi nama tampat Dampin dan Lampoan. Nama Dampin pada masa ini diduga sudah punah, sedangkan nama Lampoan adalah Lanpung.

Di antara pulau Sumatra dan pulau Jawa (selat) diidentifikasi nama pulau Carcata yang diduga adalah pulau Karakatau. Semua nama-nama geografis tersebur merujuk pada nama-nama India: Charita, Anir, Dampi, Lampong dan Karakata. Pada peta-peta Portugis dan juga peta-peta VOC, nama selat itu diidentifikasi sebagai selat Zunda (nama yang juga merujuk pada India). Satu lagi nama yang sudah ada sejak lama adalah Banta yang juga merujuk pada nama India yang kemudian diidentifikasi sebagai Bantan, Bantam dan lalu Banten.

Dalam konteks spasial, di selat antara pulau Sumatra dan pulau Jawa adalah wilayah geografis yang hadir peradaban India. Anir atau Anier yang kini menjadi Anyer adalah kota yang sudah eksis sejak lama (era Hindoe). Pada zaman kuno tersebut tentu saja belum membedakan mana Lampung dan mana Banten (perbedaan itu baru muncul pada era Pemerintah Hindia Belanda). Dalam konteks zaman kuno inilah Anier sebagai pintu masuk dari pulau Sumatra ke pulau Jawa menyeberangi selat Zunda.

Secara historis, peradaban India (Hindoe) haruslah lebih dahulu eksis di (pulau) Sumatra daripada di (pulau) Jawa. Tidak hanya karena faktor kedekatan geografis, para pedagang-pedagang India di zaman kuno sudah menemukan komoditi-komoditi kuno di pulau Sumatra seperti emas, gading, kamper, kemenyan dan sebagainya yang dipertukarkan dengan penduduk asli berupa produk industri seperti garam, besi dan kain. Wilayah pedalaman (pulau) Sumatra juga memberikan situs yang penting bagi pedagang-pedagang India untuk membentuk koloni di pedalaman karena keberadaan danau-danau di tempat sentra produksi. Dari utara ke selatan terdapat danau-danau Tangse dan Takengon (Aceh), Toba dan Siais (Sumatra Utara), Maninjau dan Singkarak (Sumatra Barat), Kerinci (Jambi) dan Ranau (Sumatra Selatan dan Lampung). Semua nama-nama danau (termasuk gunung-gunung di dekatnya) merujuk pada nama-nama India. Untuk sekadar catatan: pulau Sumatra di zaman kuno (era Hindoe) masih sangat ramping dan tidak selebar yang sekarang. Pantai timur (pulau) Sumatra masih berada di Martapura atau Manggala, di Palembang (muara sungai Musi), di Telainapura atau Jambi (di muara sungai Hari), di Indragisi (muara sungai Kampar) dan Indarapoera (muara sungai Siak). Semua nama-nama geografis tersebut merujuk pada nama-nama India. Uniknya di Banten terdapat suatu danau pegunungan (danau Dano).

Pada era VOC (Belanda) nama Anier dan Banta atau Bantan telah mengalami pergeseran penulisan (lihat Peta 1660). Nama Anier sudah dieja sebagai Anjer dan nama Bantan dieja dengan Bantam. Jika membandingkan antara peta Portugis dan peta Belanda (VOC) ada perbedaan. Orang-orang Portugis menulis sesuai dengan nama-nama aslinya (di India), Mengapa?

Orang-orang Portugis satu abad lebih dahulu daripada orang-orang Belanda. Orang-orang Portugis sudah sejak lama di India seperti Surate dan Goa. Sementara orang-orang Belanda tidak pernah di India, tetapi dari Afrika Selatan dan Madagaskar langsung ke Sumatra dan Jawa (melalui lautan Hindia). Baru di akhir abad ke-17 orang-orang Belanda berada di India (seperti Malabar). Hal itulah mengapa orang-orang Portugis menulis nama-nama geografis di Sumatra dan Jawa hampir sesuai asilinya (merujuk pada nama India). Orang-orang Belanda yang awalnya merujuk pada peta-peta Portugis, dalam pembuatan peta-pata VOC nama-nama geografis banyak yang bergeser seperti yang disebut di atas seperti Banta menjadi Bantan atau Bantam dan Anir atau Anier menjadi Anjer. Jadi bukan soal lafal tetapi karena perbedaan pengetahuan.

Besar dugaan Anir atau Anier berasal dari bahasa Tamil. Orang-orang Portugis menulis sesuai nama aslinya. Sedangkan orang-orang Belanda menyesuaikannya dengan fonetik mereka yang ditulis menjadi Anjer. Nama Anjer dala bahasa Belanda adalah (nama bunga) Anyelir. Besar dugaan nama bunga Anyelir telah terserap dalam bahasa Belanda sebagai bunga anyelir. Anii, Anier atau Anjer dalam bahasa Tamil (India) adalah (bunga) anyelir.

Bagaimana dengan nama Banten. Seperti halnya tentang Anjer, orang-orang Portugis mencatat sesuai nama aslinya Banta atau Bantan. Sedangkan orang-orang Belanda kemudian mengejanya menjadi Bantam. Nama Bantam terserap dalam bahasa Latin. Akan tetapi dalam perkembangannya penulisan Bantam bergeser menjadi Banten (hingga sekarang). Banta (India, Portugis), Bantan atau Bantam (Belanda dan Latin) adalah hanya sekadar nama tempat (tidak seperti anyer yang juga merujuk pada nama bunga). Pada masa kini bantam digunakan sebagai salah satu kategori berat badan dala tunju profesional, entah apa ada kaitanya atau tidak dengan nama Bantam yang dibicarakan. Anyer dan Banten adalah nama yang unik (tunggal) di Indonesia. Oleh karena itu anyer haruslah dibedakan dengan anyar (baru dalam bahasa Jawa maupun Sunda). Untuk sekadar tambahan, sama seperti nama Banta, nama Bata (yang berifat unik) juga terserap ke dalam bahasa Latin sebagai nama tempat yang merujuk pada India. Namun dalam perkembangannya nama Bata telah bergeser menjadi Batah, Bateh, Batac atau Batak. Nama Bata zaman kuno adalah nama tempat, tetapi pada masa ini bata diartikan sebagai jenis batu (bata) dan nama batak diartikan lain lagi (seperti halnya bantam).

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota Anyer: Trans-Java Anyer-Panarukan dan Gunung Krakatau 1883

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

1 komentar:

  1. Alhamdulilah terimakasih banget klo toh sejarah yg tertulis ini benar..saya PEMUDA ANJER tambah wawasan sejarah tempat saya berada, terimakasih min..

    BalasHapus