Senin, 27 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (318): Pahlawan Nasional Tombolotutu di Sulawesi Tengah; Wilayah Peradaban Tertua di Pulau Sulawesi

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Jumlah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional masih terbilang sedikit. Dari jumlah yang sedikit di seluruh Indonesia distibusinya sangat tidak merrata. Di wilayah (pulau) Sulawesi  provinsi Sulawesi Selatan dan provinsi Sulawesi Utara sudah cukup banyak, tetapi baru satu di masing-masing provinsi Sulawesi Barat, provinsi Gorontalo dan provinsi Sulawesi Tenggara dan provinsi Sulawesi Tengah. Pahlawan Indonesia asal provinsi Sulawesi Tengah, Tombolotutu baru ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional belum lama ini (10 November 2021).

Tombolotutu adalah salah satu raja di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Tombolotutu mempunyai gelar Pua Darawati, ia menerima takhta Kerajaan Moutong pada tahun 1877 di umur 20 tahun. Sebagai raja, Tombolotutu turut menjadi garda terdepan dalam garis perlawanan menghadapi penjajah Belanda. Dikutip dari situs Pemkab Parigi Moutong, untuk menghadapi perlawanan Tombolotutu, Belanda sampai harus mengerahkan Marsose. Marsose merupakan pasukan khusus atau pasukan elite Belanda yang pernah diturunkan saat Perang Diponegoro dan Perang Aceh. Kala itu, pasukan Marsose yang diturunkan untuk menumpas perlawanan Tombolotutu kurang lebih berjumlah 170 pasukan. Kisah perjuangan Tombolotutu juga banyak diulas dalam buku Bara Perlawanan di Teluk Tomini. Diketahui, upaya untuk menjadikan Tombolotutu sebagai pahwalan nasional telah disuarakan sejak 1990-an. Namun upaya untuk mencapai hal itu terkendala dokumen resmi sebagai data primer. Pada tanggal 10 November 2021, ia diangkat menjadi Pahlawan Nasional (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Tombolotutu? Seperti disebut di atas, Tombolotutu adalah pahlawan Indonesia yang pertama ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional berasal dari provinsi Sulawesi Tenggara. Padahal banyak pahlawan Indonesia yang berasal dari daerah provinsi Sulawesi Tengah yang layak berstatus Nasional. Siapa saja lagi? Yang jelas wilayah Sulawesi Tengah adalah pusat peradaban terawal di pulau Sulawesi. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 26 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (317): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Kahar Muzakkar; Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan - DI/TII

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti nama Kapten Andi Azis, nama Kahar Muzakkar juga sangat dikenal dalam sejarah di Sulawesi. Permasalahan yang dihadapi sama terkait dengan militer Indonesia (APRIS/TNI). Yang membedakan adalah kesatuan Andi Azis berafiliasi dengan Belanda/NICA, sedangkan kesatuan Kahar Muzakkar (KGSS) kemudian dihubungkan dengan NII-Kartosuwirjo (di Jawa Barat) dalam DI/TII.

Abdul Kahar Muzakkar atau Abdul Qahhar Mudzakkar, nama kecilnya La Domeng (24 Maret 1921 – 3 Februari 1965) adalah pendiri Tentara Islam Indonesia (TII) di Sulawesi. Sekolah di Standarschool (Muhammadiyah), lulus 1935. Ia melanjutkan pendidikan ke Mualimin Solo, sekolah guru (Muhammadiyah). Ia aktif di Hizbul Wathan (HW). Sebagai guru, Kahar memimpin pasukan HW di Palopo. Pada awal 1950-an, memimpin bekas gerilyawan Sulawesi Selatan - Tenggara dan mendirikan TII, yang kemudian bergabung dengan Darul Islam (DI) yang dikenal sebagai DI/TII di Sulawesi Selatan dan Tenggara. Pada tahun 1950 terjadi kenflik APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) dengan pihak gerilyawan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). KGSS menginginkan tempat di APRIS. Pada Juni 1950, Kahar sebagai mantan pemimpin KGSS mengungkapkan di Makasaar agar KGSS diakomodir menjadi Resimen Hasanuddin (TNI), tetapi ditolak. Pada 7 Agustus 1953, bersama pasukan KGSS bergabung NII Kartosuwiryo untuk wilayah Sulawesi Selatan. Pada tanggal 3 Februari 1965, Operasi Tumpas dipimpin M Jusuf, Kahar Muzakkar tertembak mati saat pertempuran antara TNI satuan Divisi Siliwangi Kujang I 330 di Lasolo. Kahar tewas oleh tembakan Kopral Ili Sadeli. Namun makamnya tidak pernah diberitakan. Pada tahun 1965, kabar kematian Kahar Muzakkar itu telat sampai ke Jakarta karena lokasi tertembaknya Kahar sangat sulit dijangkau dan jenazahnya dibawa ke Makassar, Kolonel M Jusuf memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyaksikan dan memastikan sendiri, namun sebagian orang tetap percayai Kahar Muzakkar belum mati. Pemerintah merahasiakan makam demi menghindari pemujaan terhadap Kahar Muzakkar (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Kahar Muzakkar? Seperti disebut di atas, Kahar Muzakkar studi di Jawa dan kembali sebagai guru ke Sulawesi Selatan. Kahar Muzakkar ikut berjuang tetapi eks pasukannya tidak diakomodir dalam militer Indonesia yang kemudian berafiliasi dengan DI/TII.  Lalu bagaimana sejarah Kahar Muzakkar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (316): Pahlawan Nasional Andi Mapanyuki di Bone; Belanda Mengakui Kedaulatan Indonesia 27-12-1949

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Andi Mapanyuki adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan menjadi Pahlawan Nasional (5 November 2004). Andi Mappanyuki adalah ayah Andi Pangeran Petta Rani, Gubernur Sulawesi terakhir (lihat artikel sebelumnya). Andi Mapanyuki adalah Raja Bone yang pernah menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan juga ikut menuntut dibubarkannya negara federal NIT.

Andi Mappanyukki (lahir 1885 - meninggal 18 April 1967)[1] adalah pejuang dan bangsawan di Sulawesi Selatan. Putra dari Raja Gowa ke XXXIV (Somba Ilang) dan I Cella We'tenripadang Arung Alita, putri tertua Raja Bone. Ia memimpin raja raja di Sulawesi Selatan untuk bersatu dan bergabung dengan NKRI tahun 1950. Sejak berusia 20 tahun mengangkat senjata berperang mengusir Belanda tatkala mempertahankan pos pertahanan kerajaan Gowa di daerah Gunung Sari. Pada tahun 1931 atas usulan dewan adat ia diangkat menjadi Raja Bone ke-32 dengan gelar Sultan Ibrahim, sehingga ia bernama lengkap Andi Mappanyukki Sultan Ibrahim. Gelar Sultan Ibrahim sendiri merupakan gelar yang diberikan kepadanya manakala menjabat Raja Bone kala itu (mangkauE Ri Bone). Pada masa Belanda di Celebes Selatan bernama LJJ Karon. Karena menolak bersekutu dengan Belanda Ia “diturunkan” sebagai raja Bone  dan kemudian diasingkan bersama Istri (permaisuri) dan Putra Putrinya selama 3,5 tahun di Rantepao, Tana Toraja. Ia pernah diangkat memimpin kerajaan Suppa tahun 1902 s/d 1906. Pada tanggal 21 Desember 1957, atas usulan Panglima Daerah Militer Sulsel, Andi Mappanyukki dilantik sebagai Kepala Daerah Bone yang juga masih bergelar sebagai Raja Bone. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, Raja Bone yang sekaligus Kepala Daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah yaitu Bupati Andi Patoppoi. Menjelang proklamasi, ia juga bertindak sebagai penasihat BPUPKI. Setelah Indonesia merdeka, ia menyatakan bahwa Kerajaan Bone bagian Republik Indonesia. Pada masa RIS ia ikut menuntut Negara Indonesia Timur ke dalam RI. Keteladanan keteguhan dalam berjuang diikuti putra-putranya, Andi Pangeran Petta Rani dan Andi Abdullah Bau Massepe (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Andi Mapanyuki? Seperti disebut di atas, Andi Mapanyuki adalah Radja Bone yang pernah berjuang menentang otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Sulawesi Selatan dan menuntut agar NIT dibubarkan dan bergabung dengan NKRI. Lalu bagaimana sejarah Andi Mapanyuki? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.