Rabu, 29 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (322): Pahlawan-Pahlawan Indonesia, Soekarno Ahli Sejarah; Bung Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ir Soekarno, yang kemudian menjadi Presiden Republik Indonesia adalah seorang insinyur yang sangat piawai dalam pengetahuan sejarah. Jelas Ir Soekarno bukan ahli sejarah (sejarawan) tetapi Ir Soekarno adalah peminat sejarah, yang secara intens selalu memperhatikan sejarah. Katanya: Bung! Jangan sekali-kali melupakan sejarah.

Pada tahun 1957 Ir Soekarno, Presiden Indonesia mendapat hadiah pesawat dari pemerintah Rusia.. (Wikipedia). Saat pesawat mendarat di lapangan terbang Tjililitan, 24 Januari 1957, Presiden Soekarno segera melihat pesawat tersebut. Setelah penyerahan, Presiden Soekarno memberi kata sambutan dan pada akhir pidatonya, Presiden Soekarno memberi nama pesawat itu dengan nama Dolok Martimbang. Semua orang molohok, sebab semua orang berpikir akan dinamai Gatotkatja. Bahkan orang-orang pers bingung nama apa itu atau apa arti Dolok Martimbang. Beberapa hari kemudian, Kementerian Pendidikan membentuk tim penelitian untuk berkunjung ke Tapanoeli untuk menyelidiki sejarah Dolok Martimbang. Pemerintah Residentie Tapanoeli yang beribukota di Sibolga aktif membantu tim peneliti pusat. Dolok Martimbang dalam hal ini adalah suatu bukit/gunung (dolok) di wilayah kabupaten Tapanuli Utara yang disebut Martimbang. Gunung Martimbang ini kerap dijadikan sebagai tempat bermusyawarah para pemimpin lokal yang saat itu tengah berperang terhadap kehadiran Belanda. Dengan katan lain, arti martimbang adalah riil, nyata yang timbul dari arti maimbang, menimbang, mempertimbangkan dan lalu memutuskan untuk dijadikan ketetatapn. Pertanyaananya: Mengapa Ir Soekarno mengetahui sejarah Dolok Martimbang? (lihat sejarah pesawat Dolok Martimbang dalam blog ini). Dolok Martimbang adalah nama pesawat kepresidenan RI pertama.

Lantas bagaimana sejarah Ir Soekarno menjadi peminat sejarah dan intens mempelajari sejarah? Seperti disebut di atas, Ir Soekarno mengetahui persis sejarah Dolok Martimbang. Pada era pergerakan kemerdekaan Indonesia (tahun 1927-1933) Ir Soekarno sering merjuk nama tokoh sejarah Soeltan Agoeng dan Pangeran Diponegoro. Demikian juga ujarannta seklama perang kemerdekaan hingga era pengakuaan kedaulatan Indonesia di setipa daerah Presiden Soekarno mengingatkan sejarah lokal dan sejarah nasional. Bagaimana itu bisa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 28 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (321): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Sultan Hamid II di Pontionak; Tentara KNIL atau Tetap KNIL

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Beberapa waktu lalu muncul pertanyaan apakah Sultan Hamid II seorang pahlawan atau seorang penghianat. Bagaimana seseorang disebut pahlawan Indonesia, apalagi Pahlawan Nasiional tidaklah mudah. Demikian juga bagaimana seseorang disebut penghianat bangsa tidak pula mudah. Tim Peneliti, Pengkaji Gelar Pusat (TP2GP) hanya menentukan dan menetapkan pahlawan Indonesia menjadi Pahlawan Nasional, TP2GP tidak menetapkan seseorang sebagai penghianat bangsa.

Syarif Abdul Hamid Alkadrie gelar Sultan Hamid II (12 Juli 1913 – 30 Maret 1978) adalah putra sulung Sultan Pontianak ke-6 berdarah Arab-Indonesia. Sultan Hamid II beristrikan wanita Belanda kelahiran Surabaya. Sultan Hamid II lahir di Pontianak dari pasangan Syarif Muhammad al-Qadri dan Syecha Jamilah Syarwani. Sampai usia 12 tahun, Hamid dibesarkan oleh ibu angkat asal Skotlandia Salome Catherine Fox dan rekan ekspatriatnya asal Inggris Edith Maud Curteis. Salome Fox adalah adik dari kepala sebuah firma perdagangan Inggris yang berbasis di Singapura. Di bawah asuhan mereka, Hamid menjadi fasih berbahasa Inggris. Pada tahun 1933, Salome Fox meninggal namun Hamid masih tetap berhubungan dengan rekannya Curteis. Sultan Hamid II menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, lulus dengan pangkat letnan (1937) dan kemudian aingkat sebagai perwira KNIL dengan pangkat Letnan Dua. Dalam karier militernya, ia pernah bertugas di Malang, Bandung, Balikpapan, dan beberapa tempat lain di Pulau Jawa. Pada masa pendudukan Jepang diinternir dan pada era Belanda/NICA menjadi kolonel. Ayahnya mangkat pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak dengan gelar Sultan Hamid II. Sebagai anggota BFO, Sultan Hamid II adalah pendukung negara federalis dan penentang NKRI. Dalam konfresnsi KMB di Den Haag, 1949 Sultan Hamid II sebagai pimpinan delegasi BFO dan delegasi RI dipimpin Perdana Menteri Mohamad Hatta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Syarif Abdul Hamid Alkadrie gelar Sultan Hamid II? Seperti disebut di atas, Syarif Abdul Hamid Alkadrie adalah seorang sultan dengan gelar Sultan Hamid II di Pontianak. Lalu bagaimana sejarah Sultan Hamin II? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (320): Pahlawan-Pahlawan Indonesia dan Dewan Nasional; Kabinet Zaken, Kabinet Djoeanda (1957)

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dewan Nasional adalah satu hal dan Kabinet Zaken adalah hal lain namun beririsan. Kedua konsepsi ini lahir pada tahun 1957. Konsepsi ini diajukan Presiden Soekarno sebagai respon banyaknya masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti adanya pemberontkan di Jawa Barat (Kartosuwirjo) dan Sulawesi (Kahar Muzakkar) dan di Sumatra (dewan) ditambah lagi permasalahan parlemen. Dewan Nasional dalam hal ini untuk memberikan masukan yang secapat kepada kabinet. Sebelum terbentuk dewan ini sudah terbetuk kabinet zaken yang dipimpin oleh Ir Djoeanda (yang porsi orang-orang profesional ditingkatkan jumlahnya).

Konsepsi Presiden Soekarno disampaikan Presiden Soekarno dalam pidatonya ‘Menyelamatkan Republik Indonesia’ yang diumumkan tanggal 21 Februari 1957. Konsepsi ini menghendaki dan mendorong penerapan sistem demokrasi yang baru yaitu Demokrasi Terpimpin. Konsepsi ini dianggap lebih sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia. Demokrasi Liberal ala barat digantikan Demokrasi Terpimpin, suatu demokrasi dengan pimpinan, suatu yang dipimpin tetap demokrasi. Dengan kata lain, pemerintahan yang dipimpin dan dijalankan oleh Presiden Soekarno (pada  Demokrasi Liberal, Presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dijalankan oleh seorang Perdana Menteri). Dewan Nasional terdiri dari golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Fungsi dari adanya Dewan Nasional ini adalah mendampingi, membantu, memberi kewibawaan kabinet, dan menjadi jembatan antara Pemerintah dan masyarakat. Selain itu tugasnya dewan nasional adalah memberi nasehat kepada kabinet, diminta atau tanpa diminta oleh Kabinet (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Dewan Nasional? Seperti disebut di atas, Dewan Nasional tidak terpisahkan dengan Kabinet Zaken sebagai keseluruhan konsepsi Presiden Soekarno untuk mengatasi banyaknya permasalahan bangsa terutama masalah pemberontakan yang juga memperlambat laju pembangunan nasional. Lalu Apakah Dewan Nasional akan efektif mendukung Kabinet Zaken? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.