Senin, 20 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (664): Bapak Bahasa Indonesia SANUSI PANE; Bahasa Melayu Tumbuh Kembang Berbeda Zaman

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Melayu dengan Bahasa Indonesia kini sudah sangat jauh berbeda. Memang Bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu, tetapi faktanya Bahasa Indonesia sudah sangat jauh berkembang dibanding bahasa Melayu. Salah satu tokoh lama bahasa Melayu adalah Raja Ali Haji (1808-1875). Nama Bahasa Indonesia sendiri muncul pada tahun 1920an dan namanya ditabalkan dalam Kongres Pemuda 1928. Tokoh di belakang pemberian nama baru dengan nama Indonesia adalah Sanoesi Pane. Dalam Kongres Bahasa Indonesia, Sanusi Pane tidak hanya  pengarah, juga membawkan makalah berjudul ‘Asal-Oesoel dan Sedjarah Bahasa Indonesia (lihat Het nieuws v dag voor Nederlandsch-Indie, 20-06-1938).   

Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad juga dikenal dengan nama penanya Raja Ali Haji (lahir di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1808 - meninggal di Pulau Penyengat, Kesultanan Lingga (masa kini bagian dari Provinsi Kepulauan Riau), ca. 1873) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu. Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar (juga disebut bahasa Melayu baku) itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis. Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Bahasa Melayu Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasehat kerajaan. Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Bahasa Indonesia dan Sanusi Pane sebagai bapaknya? Seperti disebut di atas, sejarah bahasa Melayu tumbuh kembang berbeda zaman bahkan sejak era Sriwijaya (abad ke-7) yang mana salah satu tokoh terkenal kemudian Raja Ali Haji. Namun nama Bahasa Indonesia baru diproklamasikan pada Kongres Pemuda 1928, dimana tokoh bahasa di belakang penamaan Bahasa Indonesia tersebut adalah Sanoesi Pane. Lalu bagaimana sejarah Bahasa Indonesia dan sebagai bapaknya Sanusi Pane? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (663): Deli dan Malaya 1908; Koloni Strait Settlement di Singapura, Indische Vereeniging di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Indonesia dengan Malaysia pada tahun 1908 dapat dibandingkan situasi dan kondisi Deli di pantai timur dengan Selangor di Semenanjung Malaya. Kedua wilayah ini cukup dekat secara geografis. Namun bagaimana membandingkan situasi dan kondisi di Kualalumpur dengan Batavia (kini Jakarta) dapat dibandingkan situasi tahun 1908 antara (wilayah) Strait Settlement berpusat di Singapoera dan bangkitnya kesadaran berbangsa pribumi di Hindia yang berpusat di Belanda (Indische Vereeniging).

Semenanjung Malaka atau Semenanjung Kra, Malay Peninsula; Malacca Peninsula merupakan sebuah daerah semenanjung di wilayah daratan Asia Tenggara yang menjuntai sepanjang kira-kira 1.127 kilometer melewati Tanah Genting Kra menuju Tanjung Piai, titik paling selatan benua Asia; lebar maksimalnya adalah 322 kilometer, dan luasnya kira-kira 70.000 mil persegi. Semenanjung ini berbatasan oleh laut Andaman di Samudra Hindia di arah barat laut, Selat Malaka di arah barat daya, Selat Singapura di selatan, laut Natuna di arah tenggara, dan pulau Sumatra di arah barat. Inggris mendirikan koloni pertamanya di Semenanjung Malaya pada 1786, dengan penyewaan pulau Pinang kepada Perusahaan Hindia Timur Britania oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Bengkulu dan Malaka tukar gulung antara Belanda dan Inggris. Pada 1826, Inggris mendirikan koloni Negeri-Negeri Selat, menyatukan kepemilikannya di Malaya: Pulau Pinang, Melaka, Singapura, dan pulau Labuan. Pada akhirnya Perjanjian Pangkor 1874 menjadi jalan untuk memperluas pengaruh Inggris di Malaya. Lima negeri lainnya di semenanjung, dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu Bersekutu, tidak diperintah langsung dari London, juga menerima para penasihat Inggris. Empat dari lima negeri itu: Perlis, Kedah, Kelantan, dan Terengganu sebelumnya dikuasai Siam. Pada tahun 1880, ibu kota Selangor dipindah dari Klang ke Kuala Lumpur, suatu kota yang telah lama dirintis oleh orang-orang Angkola Mandailing (Tapanuli, pantai timur Sumatra). Pembangunan semakin pesat pada tahun 1890-an, sehingga didirikan sebuah pada tahun 1896, Kuala Lumpur dipilih sebagai ibu kota "Negeri-Negeri Melayu Bersekutu" yang baru. Pada tahun 1905 sekolah kedokteran didirikan di Singapoera dan kedudukan Gubernur dipindahkan dari Taiping ke Kualalumpur (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Semenanjung Malaya dan Deli pada tahun 1908? Seperti disebut di atas, sejarah Semenanjung Malaya dapat dibandingkan dengan Deli dan sejarah Strait Settlement dengan Batavia dan mahasiswa pribumi generasi awal di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Semenanjung Malaya dan Deli pada tahun 1908? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe..

Minggu, 19 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (662): Gugus Pulau Pantai Barat Sumatra; Sinabang, Nias, Siberut, Mentawai, Pagai hingga Enggano

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pulau-pulau di pantai barat bukanlah pulau tertinggal, tetapi justru tempat yang lebih awal di kenal sejak zaman kuno.  Gugus pulau pantai barat Sumatra mulai dari pulau Sinabang di utara (Aceh), Nias (Sumatra Utara(, Siberut, Mentawai/Sipora, Pagai (Sumatra Barat) hingga Enggano (Bengkulu). Jika memperhatikan peta satelit, pulau-pulau di pantai barat Sumatra berada dalam satu garis, garis yang berbeda dengan daratan garis terbentuknya pulau Sumatra.

Pulau Nias sudah dihuni sejak 12.000 tahun yang lalu oleh imigran dari Asia. Namun demikian, penelitian lain menyebutkan kelompok etnis Nias atau yang menamakan diri Ono niha (anak manusia), sudah menetap di wilayah tersebut 700 tahun lalu. Catatan tentang Nias dapat ditemukan dari tulisan tahun 150 Masehi, saat menyebutkan Pulau-pulau Barus, dengan Nias sebagai pulau terbesar. Memasuki abad ke-7 Masehi, pulau di barat Sumatera, termasuk Nias, sudah dikenal oleh pedagang asing baik dari Tiongkok amaupun Arab. Adapun penulisan spesifik tentang Nias berasal dari seorang pedagang Persia bernama Sulayman yang berkunjung ke Nias pada tahun 851 (Kompas.com). Pulau Enggano yang mencatat pertama adalah Marco Polo saat melakukan perjalanan kembali ke Venesia setelah 24 tahun di Asia. Pada 1345 atau 53 tahun setelah Marco Polo, Ibnu Batutah juga mencatat keberadaan "Pulau Telanjang" di selatan Pulau Sumatra. Pelaut Eropa yang tercatat pertama kali mendarat di Pulau Enggano adalah pelaut Portugis di bawah pimpinan Alvaro Talesso atau Alonzo Talesso. Pada 1506, kapalnya terhempas badai sehingga mereka terdampar di Pulau Enggano. Pada 5 Juni 1596, ekspedisi Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman tercatat mendarat di Pulau Enggano. Sejak 1596 hingga 1771, tidak ada orang Eropa yang hadir secara terus menerus di Pulau Enggano. Meski Belanda pernah melakukan ekspedisi dari Batavia pada 1645, Pulau Enggano termasuk pulau yang mereka telantarkan. Pada 1684, Pulau Enggano berada di bawah kekuasaan Inggris bersamaan dengan keberhasilan mereka merebut Bengkulu dari Belanda. Catatan pertama tentang keberadaan masyarakat adat Enggano berasal dari buku catatan pelayaran pelaut Inggris bernama Charles Miller yang berlayar dari Bengkulu ke Pulau Enggano pada 1771. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah gugus pulau pantai barat Sumatra? Seperti disebut di atas, gugus pulau di pantai barat sangat banyak dan yang terbesar Sinabang, Nias, Siberut, Mentawai, Pagai dan Enggano. Lalu bagaimana sejarah peta wilayah Lampung pada zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (661): Gugus Pulau di Utara Sumatra Zaman Kuno; Weh, Nikobar, Andaman Semenanjung Sumatra?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Gugus pulau di utara Sumatra terdiri dari pulau Weh dan pulau Rondo (Aceh, Indonesia) dan kepulauan Andaman dan kepulauan Nikobar (India). Gugus pulau-pulau ini terkesan garis lurus dari ujung utara darata Aceh hingga ujung selatan Myanmar. Apakah gugus pulau ini di masa lampau menjadi penghubung daratan Sumatra dan dararan Burma (Myanmar)? Boleh jadi hal ini benar karena dalam sejarah populasi terdapat orang Negroid di Andaman, Semenanjung Malaya dan pulau Jawa.

Kepulauan Andaman dan Nikobar (India) terdiri atas 2 kelompok, Kepulauan Andaman dan Kepulauan Nikobar yang mana kepulauan Andaman membentang ke utara, dan kepulauan Nikobar ke selatan. Ibu kota teritori ini ialah kota Port Blair di Andaman. Terdapat lebih dari 570 pulau di kepulauan Andaman dan Nikobar dan 38 pulau di kepulauan tersebut dihuni. Kebanyakan kepulauan (sekitar 550) berada dalam grup Andaman, 26 pulau dihuni. Kepulauan ini adalah puncak dari pegunungan laut yang terbentang pada zona tektonik besar yang terbentang dari Himalaya timur di perbatasan Myanmar sampai Sumatra dan Sunda Kecil. Fisiografi kepulauan ini memiliki ciri-ciri topografi yang "berombak". Bukti arkeologi dapat menilik kembali keberadaan manusia hingga ke abad ke-2 SM, tetapi hasil kajian genetik dan linguistik menunjukkan bahwa kepulauan ini sudah dihuni 30.000 - 60.000 tahun yang lalu. Di kepulauan Andaman, bangsa Andaman saat itu saling terpisah, sehingga bahasa dan budaya mereka juga menjadi berbeda. Pada tahun 1850-an, penduduk asli yang berada di Andaman adalah: Andaman Besar, yang memiliki 10 sub-grup dan bahasa; Jarawa, Jangil (atau Jarawa Rutland), Onge, Sentinel (grup yang paling terpencil). Populasi kelompok-kelompok tersebut pada masa kedatangan bangsa Eropa berkisar pada angka 7.000 jiwa. Jumlah pendatang dari pulau utama meningkat, sehingga penduduk asli kehilangan wilayah. Suku Jangil dan Andaman Besar segera punah dan hanya tersisa kira-kira 400-450 jiwa. Terdapat dua kelompok utama: Suku Nikobar, tinggal di banyak pulau; Shompen, terbatas terhadap Nikobar Besar. Bahasa utama yang dituturkan di Andaman dan Nikobar adalah Bahasa Bengali, Hindi, Tamil, Nikobar dan Telugu. Bahasa lain termasuk Bahasa Malayalam dan Inggris. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Gugus pulau di utara Sumatra? Seperti disebut di atas, pulau-pulau Weh dan pulau Rondo (Aceh, Indonesia) dan kepulauan Andaman dan kepulauan Nikobar (India). Apakah pulau-pulau ini di masa lampau menjadi penghubung daratan Sumatra dan dararan Burma (Myanmar)? Lalu bagaimana sejarah sejarah Gugus pulau di utara Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 18 Juni 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (660): Bahasa Indonesia Dialek Malaysia; Para Youtuber Internasional Malaysia dan Penutur Asing

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada Bahasa Indonesia dialek Malaysia? Tentu saja tidak. Namun pada masa ini ada kesan Bahasa Indonesia diucapkan dengan aksen Malaysia. Mereka itu adalah para Youtuber Malaysia yang ingin belajar Bahasa Indonesia yang mereaksi konten-konten video di Youtube yang berbahasa Bahasa Indonesia. Oleh karena para Youtuber itu berasal dari Malaysia (khususnya wilayah Semenanjung), di satu sisi mereka adalah penutur asing Bahasa Indonesia dan di sisi lain aksen mereka ketika bercakap dalam Bahasa Indonesia tampak melekat logat Malaysia.

Berbeda dengan para Youtuber Malaysia yang berbahasa Bahasa Indonesia dengan aksen Malaysia, penutur asing Bahasa Indonesia yang berasal dari negara berbasis Bahasa Inggris yang terekam di video Youtube, mareka juga berbicara Bahasa Indonesia seakan bukan aksen Indonesia, tetapi terkesan aksen Inggris, Amerika atau aksen bahasa lainnya. Para Youtuber yang berasal dari Asia seperti Korea (selatan) terkesan mereka berbicara Bahasa Indonesia dengan logat Korea. Yang cukup mengejutkan adalah para Youtuber berbahasa Indonesia yang berasal dari negara-negara non-Asia dan non-Eropa Barat seperti dari negara-negara di Afrika dan Amerika Latin serta negara-negara Eropa Timur aksen berbahasa Indonesia mereka mirip aksen orang Indonesia. Dalam hal ini dunia Youtube tidak hanya memberi ruang bagi penutur asing Bahasa Indonesia untuk berekspresi/bereaksi juga menjadi laboratorium virtual untuk memahami perkembangan Bahasa Indonesia sendiri.

Lantas bagaimana sejarah Bahasa Indonesia dialek Malaysia? Seperti disebut di atas, pada dasarnya tidak ada Bahasa Indonesia dialek Malaysia. Yang ada adalah bahasa Melayu dialek Riau, dialek Betawi, dialek Semenanjung, dialek Sarawak dan Sabah serta lainnya. Yang jelas para Youtuber internasional yang berasal dari Malaysia (khususnya wilayah Semenanjung) telah memperluas penggunaan Bahasa Melayu, tetapi masih terkesan dengan dialek Malaysia. Lalu bagaimana sejarah Bahasa Indonesia dialek Malaysia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (659): Mengapa Malaysia Tidak Masuk Indonesia? Malaka, Pernah Menjadi Bagian dari Hindia Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Relasi wilayah Malaysia dengan wilayah Indonesia berbeda setiap era dalam kurun waktu 1.000 tahun. Namun ada satu masa yang aneh sejak kehadiran Inggris di Nusantara. Orang di Malaysia sekarang ini merujuk pada sejarah kehadiran Inggris. Sebaliknya orang di Indonesia merujuk pada sejarah kehadiran Belanda. Dalam huibungannya (bahasa) Melayu dan (negara) Malaysia, di Malaysia kerap muncul pertanyaan ‘mengapa Riau dan Kalimantan Barat tidak masuk Malaysia’. Akan tetapi pertanyaan yang seharusnya adalah ‘mengapa Malaysia tidak masuk Indonesia’.

Sumatra, Malaya dan Kalimantan adalah tiga wilayah yang sudah dikenal, dicatat, dipetakan sejak era Ptolomeus (abad ke-2). Sumatra bagian utara sebagai sentra produk kamper dan emas dan jarak geografis yang dekat dengan India/Arab/Eropa, perdagangan internasional memberi kemakmuran bagi penduduk Sumatra bagian utara hingga terbentuknya kerajaan yang besar dan kuat. Pada era pelabuhan Barus (di pantai barat Sumatra) dan pelabuhan Binanga (di pantai timur Sumatra) terbentuk (kerajaan) Sriwijaya yang semakin meluas hingga Sumatra bagian selatan (di Palembang) pada abad ke-7. Pada dekade inilah terbentuk bahasa Melayu (cikal bakal bahasa Sanskerta) di pantai timur Sumatra. Pada abad ke-11 (kerajaan) Chola menyerang Kadaram di Malaya (Kedah) dan kerajaan-kerajaan di Sumatra bagian utara. Pasca pendudukan Chola di selat Malaka muncul kerajaan baru di Jawa, Singhasasi (abad ke-13) yang kemudian (kerajaan) Madjapahit (abad ke-14). Pada era inilah bahasa Melayu yang telah berkembang di pantai timur Sumatra melauas hingga Malaya. Pada abad ke-15 terbentuk (kerajaan) Malaka (merujuk pada nama Malaya). Kerajaan Malaka selalu di bawah dominasi Kerajaan Aru di pantai timur Sumatra (Padang Lawas). Pelaut-pelaut Portugis menaklukkan Malaka tahun 1511 (lalu terbentuk Kerajaan Djohor). Paralel di Jawa Kerajaan Demak menaklukkan Madjapahit, lalu terbentuk Kerajaan Mataram (lihat lebih lanjut di bawah).  

Lantas bagaimana sejarah mengapa Malaysia tidak masuk Indonesia? Seperti disebut di atas, pada masa ini muncul pertanyaan mengapa Riau dan Kalimantan Barat tidak masuk Malaysia, tetapi pertanyaan yang seharunya adalah mengapa Malaysia tidak masuk Indonesia. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Lalu bagaimana sejarah mengapa Malaysia tidak masuk Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.