Minggu, 09 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (37): Geopark di Kepulauan Belitung dan Destinasi Wisata Pulau; Kelayang, Lebong, Seliu, Lengkuas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Geopark adalah bentang bumi pada suatu wilayah yang diduga berasal dari masa lampau yang bentuknya tidak banyak berubah hingga masa ini. Geopark dalam hal ini adalah warisan local di suatu daerah yang menjadi warisan dunia. Oleh karenanya PBB (UNESCO) perlu memperhatikan kawasan geopark di seluruh dunia. Lantas, apakah kepulauan Belitung memiliki kawasan geopark?


Paris, 15 April 2021: Geopark Belitong ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark pada Sidang ke-211 Dewan Eksekutif tanggal 15 April 2021. Geopark Belitong salah satu dari 7 nominasi yang direkomendasikan oleh UNESCO Global Geopark Council (UGGC) sebagai geopark baru. UNESCO mengakui keberagaman geologis di Pulau Belitung dan kepulauan di sekitarnya. Keberagaman tersebut termasuk lanskap, bebatuan, mineral, proses geologis dan tektonik, serta evolusi bumi di Belitung.​ Geopark Belitong juga dinilai memiliki keunikan dengan adanya keterkaitan kuat antara aspek geologis, biologis, dan budaya. Lanskap geologi Pulau Belitung yang unik, menjadi rumah bagi berbagai flora dan fauna yang di antaranya hanya ditemukan di Belitung, seperti ikan Hampala dan ikan Toman. Keanekaragaman hayati tersebut digunakan oleh masyarakat Belitung di antaranya dengan pemanfaatan tanaman herbal. Penetapan Geopark Belitong sebagai UNESCO Global Geopark, merupakan upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan baik Pemerintah Pusat dan Daerah maupun akademisi, pemuda dan masyarakat lokal, khususnya dalam menyusun dokumen nominasi yang menggambarkan nilai-nilai universal, rencana pengelolaan, visibilitas dan jejaring kerja sama geopark Belitong. Geopark Belitong, merupakan geopark nasional Indonesia ke-6 yang masuk ke dalam daftar UNESCO Global Geopark. Sebelumnya, Indonesia telah berhasil mendaftarkan Kaldera Toba, Batur, Ciletuh, Gunung Sewu dan Rinjani (https://kemlu.go.id/).

Lantas bagaimana sejarah Geopark di kepulauan Belitung? Seperti disebut di atas, dikepulauan Belitung pada masa kini banyak sestinasi wisata eksotik seperti pulau-pulau Burung, Kelayang dan Lengkuas. Lalu bagaimana sejarah Geopark di kepulauan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (36): Asal Usul Nama Belitung, Billiton Sejak Era Portugis; Gunung Blitong, Kampong Batang, Kundur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya nama-nama lainnya seperti Sumatra, Jawa, Nias dan Bali, nama pulau Belitung juga bersifat unik (tidak ada di tempat lain). Nama-nama unik tersebut diduga adalah nama-nama lama yang berasal dari masa lampau, zaman kuno. Jika nama desa/sungai Bangka menjadi nama pulau Bangka, lalu bagaimana dengan nama pulau Belitung? Seperti kita lihat nanti, nama pulau Belitung diduga kuat berawal dari nama kampong kemudian menjadi gunung Blitong. Nama gunung/kampong awal inilah yang menjadi nama pulau.


Sejarah asal usul nama Belitung tentu saja sudah ada yang menulis. Satu tulisan yang secara khusus menulis hal tersebut menyebut nama Pulau Belitung sudah dikenal oleh para pelaut dunia setidaknya sudah dikenal sejak abad ke-16. Rujukannya yakni Peta Giacomo Gastaldi berjudul ‘Il Disegno Della Terza Parte Dell' Asia’. Peta ini diterbitkan di Roma, Italia pada tahun 1580. Namun penyusunan peta ini sudah berlangsung jauh sebelumnya yakni pada tahun 1565 dimana Pulau Belitung ditulis dengan nama ‘Beleiton’. Sedangkan rujukan di abad ke-17 adalah sebuah peta Indonesia karya Nicholas Sanson yang dipublikasikan di Paris, Prancis pada 1657. Dalam peta tersebut, Pulau Belitung ditulis dengan nama ‘Billeton’. Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada 1668 Jan de Harde menjadi Orang Belanda pertama yang melakukan ekspedisi ke Pulau Belitung. Dalam catatan perjalanannya, Pulau Belitung ditulis dengan nama Billitongh, Billitong, dan Blitongh. Pada 1687, sebuah peta yang menggambarkan Indonesia bagian barat karya Jean Baptiste Nolin menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billiton’. Baru setelah memasuki abad ke-18, gambaran mengenai bentuk asli Pulau Belitung mulai disajikan lebih baik. Salah satunya terlihat dari peta Laut Jawa karya Johannes van Keulen yang diterbitkan di Amsterdam Belanda pada 1728. Dalam peta itu Keulen menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billeton’. Keulen juga mencantumkan dua nama tempat yang hingga saat ini masih dikenal yakni Lenggang dan Balok. Buku terbitan 1887, Herinneringen aan Blitong: historisch, lithologisch, mineralogisch, geographisch, geologisch en mijnbouwkundig karya Cornelis de Groot memberikan pandangan baru terhadap penyebutan nama Pulau Belitung. De Groot mengatakan kurun 1745-1765 Pulau Belitung dikenal dengan nama ‘Bliton’. Ia menjelaskan, penulisan kata ‘Bliton’ secara umum dipraktekkan dalam surat menyurat atau surat keputusan (besluit) Pemerintah Hindia-Belanda, Dewan Negeri Belanda, dan Direksi VOC di Amsterdam. Kemudian pada 1815-1851, secara umum nama pulau ini ditulis Billiton dan sebagian lagi Biliton. De Groot menjadi orang pertama yang mengoreksi cara penulisan tersebut. Menurut dia, penduduk Pulau Belitung menyebut pulau tempat mereka tinggal dengan nama ‘Blitong’ yang dalam penulisan atau informasi lainnya tidak pernah sekalipun diubah. Pada 1856, Pieter Baron Melvill van Carnbee membuat peta Pulau Belitung dengan bentuk yang hampir sempurna. Peta tersebut diberi judul ‘Kaart van de afdeeling Billiton (of Blitong)’. Tahun 1892, Dr. I. Dornseiffen merilis Atlas van Nederlandsch Oost- en West-Indie di Amsterdam, Belanda. Dalam peta tersebut, Dornseiffen menulis peta Pulau Belitong dengan tulisan ‘Blitong’. Namun setahun kemudian yakni pada 1893, Peta Indonesia yang dirilis oleh Witkamp telah menuliskan nama Pulau Belitung dengan tulisan ‘Belitoeng’. Merujuk pada ejaan Belanda, cara penulisan Witkamp tersebut akan membuat pulau ini dibaca dengan bunyi ‘Belitung’. Penyebutan ini terus bertahan hingga kini (Wahyu Kurniawan)

Lantas bagaimana sejarah asal usul nama Belitung, Billiton sejak era Portugis? Seperti disebut di atas, soal itu sudah ada yang menulis. Namun yang tetap menyisakan pertanyaan, bagaimana nama pulau disebut pulau Belitung. Besar dugaan itu bermula dari nama Blitong sebagai nama gunung, yang mana mana nama kampong Blitong kemudian menjadi Kundur. Nama Belitung sebagai nama kampong dan nama gunung telah menghilang, tetapi tetap lestari sebagai nama pulau. Lalu bagaimana sejarah asal usul nama Belitung, Billiton sejak era Portugis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 08 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (35): Mendanau Tempo Doeloe, Pulau Diantara Selat Stolze- Pulau Billiton; Adakah Hubungan Mindanau


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Ada apa di Pulau Mendanau tempo doeloe? Suatu pulau diantara Selat Stolze dengan pulau Belitung. Lantas apakah ada hubungan nama pulau Mendanau di Belitung dengan nama pulau Mindanau di Filipina? Satu terminologi sejaman dengan itu adalah Ilano. Namun apakah ada kaitannya dengan terminology yang muncul di Kawasan sebagai (orang) Lanun? Hasil penelitian sejarah kerap mengejutkan (lepas soal benar atau salah). Ada kalanya kesalahan sejarah atau kebohongan sejarah, jika diulang-ulang dan terus diulang, ada yang menganggap menjadi kebenaran sejarah. Bagaimana dengan pulau Mendanau?


Mendanau is an island in the Bangka Belitung province of Indonesia. Located about 6 km off the west coast of Belitung and 20 km from the town of Tanjung Pandan, it is the fourth largest island in the province after Bangka, Belitung and Lepar. Administratively it forms - with about 27 satellite islands - the Selat Nasik District of Belitung Regency, and it is home to 5,674 people at the 2020 Census, mostly spread in 3 settlements. The island is located in the Gaspar Strait separating the two large islands. Being the largest island in its archipelagic district, Due to its small size, the island consists of a long coastline with a forested interior. Mostly having a flat terrain, the highest elevation of the island reaches about 179 m. The coastline of the whole island is fringed by a fringing reef from the Holocene, measuring about 75 km. The island comprises the majority of the populations and territory of 3 out of 4 villages within the Selat Nasik District: Suak Gual, Petaling and Selat Nasik. The district office is located in the latter. During the Indonesian Revolution, as NICA forces retook Tanjung Pandan, local members of the TKR engaged them in a brief armed clash which killed several in both sides before the pemuda surrendered unconditionally. As with other islands in the area, agriculture and fisheries dominate the island's economy. In 2016, local fishermen landed 4,601 tonnes of fish. Rubber, pepper and coconut are important cash crops with palm oil plantations beginning to grow within the island. About 30 kilometers of paved road are present in the island (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Mendanau tempo doeloe, antara Selat Stolze dan Pulau Billiton? Seperti disebut di atas, pulau Mendanau adalah pulau terbesar kedua di kepulauan Belitung. Namanya Mendanau mirip dengan Minadanau, apakah ada hubungan keduanya? Lalu bagaimana sejarah Pulau Mendanau tempo doeloe, antara Selat Stolze dan Pulau Billiton? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (34):Geomorfologi Pulau Belitung, Antara Selat Karimata-Selat Gaspar; Tanah Aluvial, Kwarsa dan Granit


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Kepulauan Belitung, pulau besar Billiton diantara pulau Mendanau di barat dan pulau Nangka di utara. Pulau Mendanau Sebagian besar daratannya terbentuk dari tanah alluvial, sedangkan pulau Nangka awalnya merupakan pulau karang. Seperti halnya pulau Bangka dan pulau Karimata, secara geomorfologis, pulau Belitung haruslah menjadi perhatian dalam perjalanan sejarah.


Geomorfologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari tentang bentuk alam dan proses yang membentuknya. Para ahli geomorfologi mencoba untuk memahami kenapa sebuah bentang alam terlihat seperti itu, untuk memahami sejarah dan dinamika bentang alam. Geomorfologi dipejari di geografi, geologi, geodesi, arkeologi, dan teknik kebumian. Geomorfologi telah menjadi sebuah disiplin ilmiah sebelum abad ke-17 Masehi. Pada dasarnya ruang lingkup kajian dari geomorfologi adalah bentuk permukaan Bumi. Dalam pembahasan ilmiah, bentuk permukaan Bumi ini meliputi penemuan dan pengenalan bentuk lahan dan faktor-faktor pembentuknya. Geomorfologi juga membahas tentang sejarah dan asal-usul bentuk lahan. Geomorfologi menetapkan objek kajiannya adalah bentuk lahan. Proses pembentuk utama yang bertanggung jawab terhadap pembentukan topografi adalah angin, ombak, cuaca, pergerakan tanah, aliran air, gletser, tektonik, dan vulkanik. Geomorfologi memiliki keterkaitan dengan geografi. Kedua jenis keilmuan ini saling membutuhkan satu sama lain. Keterkaitan antara geomorfologi dan geografi berkaitan dengan ilmu geografi yang disebut geomorfologi geografi. Ruang lingkup ilmunya meliputui hubungan antara geomorfologi dengan objek material dalam geografi. Kajian geomorfologi geografi menghasilakan ilmu bentang lahan, bentang alam dan bentang geografi (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi Pulau Belitung, antara Selat Karimata dan Selat Gaspar?  Seperti disebut di atas, pendekatan geomorfologis dalam sejarah masih kurang mendapat perhatian, lebih-lebih dalam hal ini perhatian terhadap geomorfologis kepulauan Belitung. Pulau Belitung sendiri terdiri dari tanah aluvial, kwarsa dan granit. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi Pulau Belitung, antara Selat Karimata dan Selat Gaspar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 07 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (33): Teks 1365 M Negarakertagama Tidak Ada Nama Bangka Belitung; Mengapa Hanya Nama Palembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Banyak sumber sejarah pada era Pemerintah Hindia Belanda bahkan yang berasal dari era Portugis dan era VOC. Namun sangat minim sumber sejarah era sebelumnya. Dari sumber yang terbatas, selain dari catatan Tiongkok dan Arab, ada teks prasasti dan teks Negarakertagama. Satu yang menjadi pertanyaan dalam teks Negarakertagama yang ditulis pada tahun 1365 tidak ada nama yang menyebutkan di Bangka dan Belitung. Di Sumatra Selatan sendiri hanya menyebut nama Palembang saja. Mengapa?


Kakawin Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama) karya Empu Prapañca bisa dikatakan merupakan kakawin Jawa Kuno yang paling termasyhur. Kakawin ini adalah yang paling banyak diteliti pula. Kakawin yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Dia menyelamatkan isi perpustakaan Raja Lombok di Cakranagara sebelum istana sang raja itu dibakar oleh tentara KNIL. Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi (Agama) yang suci". Nama "Nagarakretagama" sendiri tidak disebut dalam kakawin tersebut. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut malah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon naskah yang digarap Dr. J.L.A. Brandes: "Iti Nagarakretagama Samapta". Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali di Kancana. Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra, bekas pembesar urusan agama Buddha di istana Majapahit. Dia adalah putra dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan (pejabat negara urusan agama Buddha). Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama di usia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga "Mpu Prapanca" adalah penulis Nagarakretagama (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah teks 1365 Negarakertagama tetapi tidak ada nama disebut di Bangka Belitung? Seperti disebut di atas, teks Negarakerragama dapat dianggap sumber sejarah diantara minimnya sumber sejarah yang ada pada zaman itu. Dalam hal ini di Sumatera Selatan bahkan hanya nama Palembang saja yang disebut. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah teks 1365 Negarakertagama tetapi tidak ada nama disebut di Bangka Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (32): Perusahaan Tambang Timah, Billiton Maatschappij pada Era Hindia Belanda: Inggris versus Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya berbicara perkebunan (plantation) di (afdeeling) Deli, nama Deli Maatschappij selalu di depan. Demikian juga di pulau (afdeeling) Belitung, nama Billiton Maatschappij dalam bidang pertambangan timah harus dibicarakan di depan. Kedua perusahaan besar ini dapat bertahan lama, yang juga merupakan dua diantara perusahaan semasa era Hindia Belanda yang berada di papan atas.


De Billiton Maatschappij was een Nederlandse mijnbouwmaatschappij die in de 19de en 20ste eeuw een belangrijke rol speelde in de tin- en ertswinning in Nederlands-Indië en later Indonesië. Deze industrie was in die periode een van de belangrijkste exportindustrieën in het gebied. Billiton's eerste ondernemingen omvatten het smelten van tin en lood in Nederland, gevolgd in de jaren 1940 door bauxietwinning in Nederlands-Indië en Suriname. Billiton opende een tinsmelterij en raffinagefabriek in Phuket, genaamd Thaisarco (Thailand Smelting and Refining Company, Limited). Tot aan haar vertrek uit Indonesië in 1958 werkte het bedrijf nauw samen met de nationale regering. Eerst was dit het Gouvernement van Nederlands-Indië, en na de Indonesische Onafhankelijkheidsoorlog (1945-1949) werd dit de regering van de staat Indonesië. Van 1972 tot 2001 stond het bedrijf bekend als Billiton International Metals BV, waarna het hernoemd werd naar BHP Billiton. De Billiton Maatschappij was tot 1972 onafhankelijk. In 1972 werd het onderdeel van Royal Dutch Shell, en in 1994 werd de maatschappij van Shell overgenomen door het mijnbouwbedrijf Gencor. De Billiton Maatschappij in Nederlands-Indië (1852-1942). Werknemers van de Billiton Maatschappij in de centrale werkplaats op Lipat Kadjang. Vóór de dekolonisatie van Nederlands-Indië vormde tinwinning op de eilanden Belitung en Singkep het hart van de activiteiten van de Billiton Maatschappij. Op 29 september 1860 werden haar statuten goedgekeurd door een vergadering van aandeelhouders in het hotel Groot Keizershof in Den Haag. Twee maanden later verwierf het bedrijf minerale rechten op de Billiton (Belitung) en Bangka-eilanden in de Nederlands-Indische archipel voor de oostkust van Sumatra. De firma werd in 1860 omgezet naar een naamloze vennootschap met de naam "Billiton Maatschappij" (BM). Aandeelhouders van deze nieuwe firma waren veelal familie van de oprichters en vertegenwoordigers van de Nederlandse adel (Wikipedia)

Lntas bagaimana sejarah perusahaan tambang timah, Billiton Maatschappij, era Hindia Belanda fo pulau Belitung? Seperti disebut di atas, persuahaan ini bertahan cukup lama karena deposit timah yang benyak di pulau Belitung. Wilayah ini awalnya diincar Inggris, tetapi Pemerintah Hindia Belanda ‘ngotot’ untuk mengusir Inggris dan tetap mempertahannkannya. Lntas bagaimana sejarah perusahaan tambang timah, Billiton Maatschappij, era Hindia Belanda fo pulau Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.