Minggu, 09 Oktober 2022

Sejarah Bangka Belitung (36): Asal Usul Nama Belitung, Billiton Sejak Era Portugis; Gunung Blitong, Kampong Batang, Kundur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya nama-nama lainnya seperti Sumatra, Jawa, Nias dan Bali, nama pulau Belitung juga bersifat unik (tidak ada di tempat lain). Nama-nama unik tersebut diduga adalah nama-nama lama yang berasal dari masa lampau, zaman kuno. Jika nama desa/sungai Bangka menjadi nama pulau Bangka, lalu bagaimana dengan nama pulau Belitung? Seperti kita lihat nanti, nama pulau Belitung diduga kuat berawal dari nama kampong kemudian menjadi gunung Blitong. Nama gunung/kampong awal inilah yang menjadi nama pulau.


Sejarah asal usul nama Belitung tentu saja sudah ada yang menulis. Satu tulisan yang secara khusus menulis hal tersebut menyebut nama Pulau Belitung sudah dikenal oleh para pelaut dunia setidaknya sudah dikenal sejak abad ke-16. Rujukannya yakni Peta Giacomo Gastaldi berjudul ‘Il Disegno Della Terza Parte Dell' Asia’. Peta ini diterbitkan di Roma, Italia pada tahun 1580. Namun penyusunan peta ini sudah berlangsung jauh sebelumnya yakni pada tahun 1565 dimana Pulau Belitung ditulis dengan nama ‘Beleiton’. Sedangkan rujukan di abad ke-17 adalah sebuah peta Indonesia karya Nicholas Sanson yang dipublikasikan di Paris, Prancis pada 1657. Dalam peta tersebut, Pulau Belitung ditulis dengan nama ‘Billeton’. Sebelas tahun kemudian, tepatnya pada 1668 Jan de Harde menjadi Orang Belanda pertama yang melakukan ekspedisi ke Pulau Belitung. Dalam catatan perjalanannya, Pulau Belitung ditulis dengan nama Billitongh, Billitong, dan Blitongh. Pada 1687, sebuah peta yang menggambarkan Indonesia bagian barat karya Jean Baptiste Nolin menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billiton’. Baru setelah memasuki abad ke-18, gambaran mengenai bentuk asli Pulau Belitung mulai disajikan lebih baik. Salah satunya terlihat dari peta Laut Jawa karya Johannes van Keulen yang diterbitkan di Amsterdam Belanda pada 1728. Dalam peta itu Keulen menulis Pulau Belitung dengan nama ‘Billeton’. Keulen juga mencantumkan dua nama tempat yang hingga saat ini masih dikenal yakni Lenggang dan Balok. Buku terbitan 1887, Herinneringen aan Blitong: historisch, lithologisch, mineralogisch, geographisch, geologisch en mijnbouwkundig karya Cornelis de Groot memberikan pandangan baru terhadap penyebutan nama Pulau Belitung. De Groot mengatakan kurun 1745-1765 Pulau Belitung dikenal dengan nama ‘Bliton’. Ia menjelaskan, penulisan kata ‘Bliton’ secara umum dipraktekkan dalam surat menyurat atau surat keputusan (besluit) Pemerintah Hindia-Belanda, Dewan Negeri Belanda, dan Direksi VOC di Amsterdam. Kemudian pada 1815-1851, secara umum nama pulau ini ditulis Billiton dan sebagian lagi Biliton. De Groot menjadi orang pertama yang mengoreksi cara penulisan tersebut. Menurut dia, penduduk Pulau Belitung menyebut pulau tempat mereka tinggal dengan nama ‘Blitong’ yang dalam penulisan atau informasi lainnya tidak pernah sekalipun diubah. Pada 1856, Pieter Baron Melvill van Carnbee membuat peta Pulau Belitung dengan bentuk yang hampir sempurna. Peta tersebut diberi judul ‘Kaart van de afdeeling Billiton (of Blitong)’. Tahun 1892, Dr. I. Dornseiffen merilis Atlas van Nederlandsch Oost- en West-Indie di Amsterdam, Belanda. Dalam peta tersebut, Dornseiffen menulis peta Pulau Belitong dengan tulisan ‘Blitong’. Namun setahun kemudian yakni pada 1893, Peta Indonesia yang dirilis oleh Witkamp telah menuliskan nama Pulau Belitung dengan tulisan ‘Belitoeng’. Merujuk pada ejaan Belanda, cara penulisan Witkamp tersebut akan membuat pulau ini dibaca dengan bunyi ‘Belitung’. Penyebutan ini terus bertahan hingga kini (Wahyu Kurniawan)

Lantas bagaimana sejarah asal usul nama Belitung, Billiton sejak era Portugis? Seperti disebut di atas, soal itu sudah ada yang menulis. Namun yang tetap menyisakan pertanyaan, bagaimana nama pulau disebut pulau Belitung. Besar dugaan itu bermula dari nama Blitong sebagai nama gunung, yang mana mana nama kampong Blitong kemudian menjadi Kundur. Nama Belitung sebagai nama kampong dan nama gunung telah menghilang, tetapi tetap lestari sebagai nama pulau. Lalu bagaimana sejarah asal usul nama Belitung, Billiton sejak era Portugis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Asal Usul Nama Belitung, Billiton Sejak Era Portugis; Blitong Nama Gunung, Kampong Batang di Kundur

Asal usul nama geografis tentulah penting. Karena nama menunjukkan tempatnya. Nama geografis itu menjadi penanda navigasi yang penting, baik dalam pelayaran, wilayah administrative maupun dalam penyelidikan sejarah. Mengabaikan nama geografis, hanya akan mengecilkan arti nama geografis itu, dan mengabaikan nama geografis akan mengurangi pemahaman dalam penyelidikan sejarah dalam hal pengumpulan data dan menarasikannya.


Dalam hal ini nama Billiton adalah nama yang pernah eksis. Tidak hanya eksis dalam peta-peta navigasi pelayaran, juga eksis dalam narasi sejarah dan dokumen yang terkait pada satu zaman yang sama. Sudah barang tentu nama Billiton tidak dikenal pada masa ini, karena yang eksis adalah nama Belitung. Oleh karenanya nama Billiton dan nama Belitung harus dibedakan dalam analisis (data) sejarah.

Hingga tahun 1849 nama pulau secara resmi masih disiebut sebagai pulau Billiton, nama yang diikuti sejak masa lampau. Tahun 1849 dianggap penting karena di satu sisi ada wacana di Belanda agar dimungkinkan perusahaan swasta mengambil bagian di Hindia Belanda (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 07-09-1849). Sementara itu di dalam Almanak 1849 pemerintah telah mengangkat pemimpin local di (pulau) Billiton. Depati Tjakradiningrat. Dalam hal ini di pulau Billiton belum ada kehadiran orang Eropa/Belanda.


Sehubungan dengan pendirian Billiton Maatschappij tahun 1852, orang Eropa/Belanda mulai ditempatkan di pulau Billiton, yakni yang bertindak sebagai adminitratur pertambangan timah swasta, Jhr. C. G. van Haeften dan JF den Dekker. Seiring dengan kehadiran orang Eropa/Belanda di pulau, pemerintah merencanakan akan menempatkan seorang pejabat pemerintah di Billiton setingkat Asisten Residen. Pada tahun 1854 Asisten Residen di Billiton adalah HG Dielwart. Catatan: pengelolaan pertambangan timah di Bangka di bawah pemerintah.

Nama Billiton adalah nama resmi pulau oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sudah barang tentu Billiton adalah nama yang diidentifikasi dan dieja pelaut-pelaut Portugis untuk pulau Belitung. Tentu saja pedagang-pedaganga VOC/Belanda kemudian mengeja dengan penulisan yang lain seperti Billitongh, Billitong, Blitongh dan sebagainya. Nama yang diidentifikasi dan dieja seperti sekarang Belitung muncul pertama pada tahun 1855 dengan diidentifikasi dan dieja Belitoeng (lihat Algemeen Nederduitsch-Maleisch Woordenboek, in de hof-, volks- en lage taal, met aanduiding der woorden, welke uit oostersche en westersche talen ontleend zijn door Philippus Pieter Roorda van Eijsinga, 1855).


Besar dugaan nama Belitoeng ini muncul karena kehadiran Pemerintah Hindia Belanda di pulau Belitung. Seperti disebut di atas, Asisten Residen di pulau Billiton ditempatkan tahun 1854. Meski nomenklatur pemerintah masih menggunakan nama Billiton, tetapi bagaimana penulisan nama pulau yang benar sudah ditemukan. Hal serupa ini ditemukan di tempat lain. Sejak 1855, penulisan nama Belitoeng semakin kerap muncul. Namun dalam hal ini nama resmi untuk pemerintah (nama wilayah) adalah satu hal, sementara penulisan nama yang sebenarnya adalah hal lain lagi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Blitong Nama Gunung, Kampong Batang di Kundur: Geomorfologis Pulau dan Toponimi

Sejak keberadaan Pemerintah Hindia Belanda di pulau Belitung nama wilayah disebut Billiton (mengacu pada nama pulau, nama pulau sejak era Portugis). Hal seperti itu yang terjadi pada nama sungai besar di kota Tandjong Pandan yang sekarang disebut sungai Tjeroepoet (merujuk pada nama kampong). Kota Tandjoeng Pandan sendiri adalah kota baru, kota yang dirintis Pemerintah Hindia Belanda dan kemudian mengembangkannya. Lantas, bagaimana asal usul nama Billiton/Belitoeng?


Sehubungan dengan adanya kerusuhan di Palembang dan pantai barat pulau Bangka pada tahun 1820/1821, pemerintah menempatkan Kapten Motte di pulau Belitoeng di sungai Tjeroepoet sebagai Civielen cn Militairen Kommandant. Kapten Motte dengan pasukannya mendirikan benteng di selatan tanjong, sisi utara sungai Tjeroepoet. Kampong utama di daerah aliran sungai Tjeropeoet ini adalah kampong Tjeroepoet yang namanya diberikan kepada nama sungai. Tanjung Pandan sendiri adalah kampong kecil di dekat benteng, yang mana benteng dinamai fort/redoute Tandjoeng Pandan. Populasi yang mendiami muara sungai ini adalah Orang Laut, yang menjadi mitra penduduk di Tjeroepoet dalam perdagangan. Sejak kehadiran militer di muara sungai 1822 Orang Laut tidak pernah lagi mendatanginya.

Nama Billiton/Belitoeng diduga kuat merujuk pada nama gunung/bukit. Sementarea itu nama pulau Bangka merujuk pada nama kampong dan nama sungai di pantai barat pulau Bangka. Seperti halnya nama Bangka, nama Belitoeng juga adalah nama kuno, nama yang sudah eksis sejak masa lampau (era Hindoe Boedha). Gunung Belitoeng berada di pantai selatan pulau Belitung. Gunung Belitoeng memiliki ketinggian 125 meter (dpl).


Di sebelah barat gunung Belitoeng terdapat beberapa bukit diantaranya gunung Loedai, gunung Parang Boeloeh dan gunung Tambat serta gunung Gadoeng dan gunung Poetat. Tiga gunung yang pertama terbentuk sungai yang mnegalir ke pantai selatan, Dari dua gunung terakhir ini terbentuk sungai Koendoer melalui kampong Koendoer yang kemudian bermuara ke sungai Kembiri.

Di pantai selatan pulau Belitung terdapat satu teluk besar. Teluk tersebut dinamai Teluk Balok. Sungai-sungai yang bermuara ke teluk antara lain sungai Balok (Bolak?), sungai Dendang (Dondong?), sungai Kembiri (Kambiri?), sungai Engkalas (Angkola?). Sungai terbesar adalah sungai Balok yang diduga merujuk pada nama kampong Balok yang kemudian menjadi asal usul nama teluk. Sementara nama kampong Dendang diduga merujuk (atau sebaliknya) pada nama gunung dan nama sungai Dendang. Nama kampong Kembiri merujuk pada nama sungai Kembiri. Sedangkan sungai Engkalas berhulu di gunung Belitoeng, dimana daerah aliran sungai Engkalas terdapat kampong Batang. Nama gunung Belitoeng ini diduga menjadi nama pulau. Mengapa?


Sejarah pulau Belitung diduga bermula dari pulau Bangka. Catatan sejarah pulau Bangka diduga bermula pada abad ke-7 dimana kini ditemukan prasasti di pantai barat pulau Bangka (prasasti Kota Kapoer 686 M). Desa Kota Kapoer sendiri pada masa ini berada di lereng suatu gunung di dekat aliran sungai Mendoe. Besar dugaan antara pulau Bangka dan pulau Belitung di masa lampau terhubung di pantai selatan kedua pulau. Oleh karena itu, sekitar teluk Balok adalah salah satu pusat peradaban di pulau Belitoeng. Dalam hal ini teluk Balok menjadi sangat penting saat itu hingga masa ke masa. Untuk memasuki teluk dari arah barat (pulau Bangka) sebagai penanda navigasi adalah gunung Belitoeng. Boleh jadi dari nama gunung inilah diduga menjadi nama pulau Belitoeng.

Secara geomorfologis, meski kini nama Dendang sebagai nama tempat utama di teluk, tetapi kampong Dendang diduga adalah kampong baru, suatu kampong yang terbentuk baru di pantai yang merujuk pada nama gunung/sungai Dendang (di belakang pantai). Kampong-kampong tua yang diduga kota-kota kuno di kawasan teluk Balok adalah kampong Batang, kampong Koendoer, kampong Balok dan kampong Kembiri. Oleh karena kawasan teluk sejak masa lampau sangat ramai dimana diduga terdapat kerajaan dengan kota-kota utama tersebut, menjadikan gunung Belitoeng sebagai penanda navigasi memasuki teluk, maka dalam navigasi pelayaran zaman kuno, nama pulau kemudian disebut pulau Belitoeng.


Seperti halnya bahasa, nama-nama geografi juga diwariskan. Nama-nama geografis (nama tempat, gunung dan sungai) adalah bahasa permukaan bumi. Pada era pelaut-pelaut Eropa para ahli kartografi meneruskan nama-nama geografi ini dengan menambahkan nama-nama geografis baru seperti nama tanjong, nama teluk dan nama selat. Nama-nama geografi adalah penanda navigasi pelayaran yang penting. Semakin penting nama-nama geografis di masa lampau, nama-nama tersebut sulit diubah. Namun para ahli kartografi Eropa ada alasan tertentu mengubah nama geografi. Nama-nama pulau seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, Lingga, Bangka, Belitung dan Karimata serta Soneda adalah nama-nama tua sejak zaman kuno (era Hindoe Boedha). Nama Soenda adalah nama pulau yang kemudian menjadi nama selat (selat Soenda). Nama pulau Soenda kemudian disebut pulau Sangiang. Demikian juga nama selat Bangka (merujuk pada nama pulau) dan selat Karimata (merujuk pada nama pulau). Nama selat Gaspar merujuk pada nama pulau Gaspar (nama yang diberikan oleh para pelaut era Hindia Belanda).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar