Rabu, 04 Januari 2023

Sejarah Surakarta (16): Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, Residen di Soerakarta Masa ke Masa;Seberapa Penting Surakarta di Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Dalam struktur pemerintah khususnya era Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal adalah kekuasaan tertinggi di Hindia Belanda, membawahi beberapa gubernur dan sejumlah residen. Gubernur Jenderal kurang lebih setara dengan gubernur tetapi sedikit ditinggikan, demikian juga gubernur setara dengan residen, tetapi gubernur sedikit ditinggikan. Dalam hubungan inilah terdapat relasi antara Gubernur Jenderal dengan Gubernur/Residen, termasuk Residen di Residentie Soerakarta. Jabatan di bawah Residen nada Asisten residen dan Controeleur..


Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Gouverneur-generaal van Nederlandsch-Indie) adalah jabatan tertinggi dalam pemerintahan Hindia Belanda. Konon, jabatan ini baru dibentuk pada tahun 1691. Sebelumnya gelar jabatan ini lain istilahnya. Penguasa Hindia Belanda sebelumnya berarti hanya duta VOC saja di Jakarta dan kemudian Batavia. Setelah bangkrutnya VOC pada tahun 1799, aset-aset VOC di Hindia Belanda diserahkan kepada pemerintahan Belanda, sehingga mulai saat itu seorang Gubernur Jenderal benar-benar menjadi wakil daripada pemerintahan Belanda. Jabatan Gubernur Jenderal hanya ada di jajahan Belanda di Hindia Belanda. Di Suriname dan jajahan Belanda yang lain, gelar ini hanya disebut Gubernur saja. Gubernur Jenderal Hindia Belanda terakhir Jhr. Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, ditangkap Jepang tahun 1942. Setelah itu, yang memakai gelar Gubernur Jenderal yaitu Hubertus Johannes van Mook, tetapi jabatannya sebagai Gubernur Jenderal secara legal diragukan. Gubernur Jenderal pertama diangkat oleh Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) tetapi pada era Pemerintah Hindia Belanda Gubernur Jenderal diangkat oleh kerajaan Belanda. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, sebagian besar Gubernur Jenderal adalah Belanda, sedangkan pada era VOC sebagian besar Gubernur Jenderal adalah pemukim yang menetap di Hindia Timur. Di masa pendudukan Inggris (1811–1816), posisi yang setara adalah Letnan-Gubernur (Thomas Stamford Raffles). Antara tahun 1942 dan 1945, di saat Hubertus Johannes van Mook menjabat sebagai Gubernur Jenderal (nominal), wilayah Indonesia berada di bawah kendali Jepang. Setelah tahun 1948, dalam negosiasi kemerdekaan, posisi yang setara diangkat sebagai komisaris tinggi kemahkotaan di Hindia Belanda (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Residen Soerakarta masa ke masa? Seperti disebut di atas, wilayah Soerakarta adalah salah satu wilayah yang sangat khusus sejaka era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda. Hal itulah mengapa Gubernur Jenderal Hindia Belanda terbilang kerap ke Soerakarta. Lalu bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Residen Soerakarta masa ke masa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (15): Kraton Soerakarta dan Soesoehoenan Soerakarta; Riwayat Raja Raja Tempo Doeloe Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Riwayat kraton dan raja-raja tempo doeloe antara satu dengan yang lain berbeda-beda. Kraton-kraton dan raja-raja sudah eksis sejak zaman kuno hingga kehadiran orang Belanda ke Indonesia (baca: Hindia Timur). Orang Belanda sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda sangat mengutamakan arti penting kraton dan raja-raja, terutama para pangeran yang memiliki kekinginan untuk bekerjasama. Dalam hal ini kraton dan raja-raja di Soerakarta salah satu yang terpenting sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda.


Keraton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kesunanan Surakarta Hadiningrat di Kota Surakarta, didirikan Sri Susuhunan Pakubuwana II tahun 1744, pengganti Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat Geger Pecinan tahun 1743. Secara tradisional Dinasti Mataram diteruskan oleh kerajaan Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Wilayah keseluruhan keraton Surakarta 147 hektar, meliputi seluruh area di dalam benteng Baluwarti, Alun-Alun Lor, Alun-Alun Kidul, Gapura Gladag, dan kompleks Masjid Agung Surakarta. Sementara luas dari kedhaton (inti keraton) 15 hektar. Ini bermula Kesultanan Mataram kacau akibat pemberontakan Trunajaya tahun 1677 ibu kotanya oleh Sri Susuhunan Amangkurat II dipindahkan di Keraton Kartasura. Pada masa Sri Susuhunan Pakubuwana II, Mataram mendapat serbuan pemberontakan orang-orang Cina yang mendapat dukungan dari orang Jawa anti VOC tahun 1742, dan Mataram yang berpusat di Kartasura saat itu mengalami keruntuhan. Kota Kartasura berhasil direbut kembali berkat bantuan Adipati Cakraningrat IV, penguasa Madura Barat (Bangkalan) sekutu VOC. Sri Susuhunan Pakubuwana II yang menyingkir ke Ponorogo, memutuskan untuk membangun istana baru sebagai ibu kota Mataram yang baru. Dalam hal ini Sri Susuhunan Pakubuwana II lalu memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa bersama Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan pasukan VOC, JAB van Hohendorff, untuk mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru, di desa Sala berjarak 20 km ke arah tenggara dari Kartasura, dekat Bengawan Solo. Nama desa Sala kemudian diubah menjadi Surakarta Hadiningrat. Di istana ini penyerahan kedaulatan Kesultanan Mataram oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II kepada VOC tahun 1749. Setelah Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, keraton ini kemudian dijadikan istana resmi bagi Kesunanan Surakarta (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah kraton Soerakarta dan Soesoehoenan Soerakarta? Seperti disebut di atas, kraton Soerakarta terbilang salah satu kraton di Indonesia yang masih eksis dan terawatt dengan baik hingga masa ini. Kraton Soerakarta juga terbilang kraton tua. Dalam hubungan kraton ini di masa lampau riwayat raja-raja khususnya pada era Pemerintah Hindia Belanda berbeda-beda. Lalu bagaimana sejarah kraton Soerakarta dan Soesoehoenan Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 03 Januari 2023

Sejarah Surakarta (14): Dr Moewardi dan Perguruan Tinggi di Hindia Belanda; Nama Moewardi Jadi Nama Rumah Sakit Daerah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Dr Moewardi dan perguruan tinggi di Hindia Belanda adalah satu hal. Rumah sakit di Soerakarta adalah hal lain lagi. Bagaimana keduanya terhubung sehingga nama rumah sakit daerah di Surakarta diberi nama RSUD Dr Moewardi. Yang jelas di berbagai kota di Indonesia pada masa ini nama-nama tokoh penting yang bergelar dokter dijadikan nama rumah sakit pusat maupun daerah seperti di Jogjakarta (RSUP Dr Sardjito) dan di Semarang (RSUP Dr Kariadi).


Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi disingkat RSDM adalah rumah sakit pemerintah provinsi Jawa Tengah di Surakarta juga berfungsi sebagai RS pendidikan. Di masa lalu, di Surakarta, selain Rumah Sakit zending Jebres yang didirikan 1912 oleh Gereja Gereformeerd Delft dan Gereja-gereja Zuid Holland ten Noorden, terdapat dua rumah sakit lain Rumah sakit Ziekenzorg, yang berkedudukan di Mangkubumen dengan nama Partikelir Inslandscziekenhuis der verregniging ziekenzorg. Pada tahun 1907 rumah sakit yang dikelola oleh Vereeniging voor zieken verpleging in Nederlandsch-Indie (VZNI) ini sudah mendapatkan subsidi. Panti Rogo ini pada masa awalnya merupakan tempat perawatan yang dikhususkan untuk kerabat Keraton Surakarta, seiring dengan seringnya terjadi wabah penyakit yang dialami oleh masyarakat di Surakarta maka rumah sakit ini kemudian menerima pasien dari kalangan umum. Diperkirakan rumah sakit ini didirkan pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono X. Singkatnya pada tanggal 1 Februari 1949 rumah sakit ini diserahkan kembali kepada pemilik semula yaitu partikelir Inslandscziekenhuis der vereeniging ziekenzorg yang pada waktu itu berganti nama menjadi Perhimpunan Bale Kusolo. Sejak saat itu rumah sakit ini bernama rumah sakit Bale Kusolo. Sementara itu rumah sakit milik Keraton Kasunanan (Rumah Sakit Pantirogo) pada periode ini seiring dengan berubahnya orientasi masyarakat pemakainya, berganti nama menjadi Rumah Sakit Kadipolo. Rumah sakit ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia untuk keperluan perjuangan pada masa revolusi. Singkatnya lagi, kemudian muncul suatu rencana untuk mendirikan suatu Rumah Sakit Pusat di Surakarta akhirnya nama Bale Kusolo dinilai layak untuk dijadikan nama sekaligus identitas bagi rumah sakit di Surakarta. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 2 Maret 1950. menetapkan nama Rumah Sakit Bale Kusolo diganti dengan nama Rumah Sakit Pusat Surakarta. Akhirnya Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Jawa Tengah tanggal 24 Oktober 1988 ditetapkan nama menjadi RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Dr Moewardi dan perguruan tinggi di Hindia Belanda? Seperti disebut di atas nama Dr Moewardi menjadi nama rumah sakit daerah di Soerakarta. Moewardi sendiri adalah lulusan dari sekolah kedokteran (STOVIA) di Batavia. Lalu bagaimana sejarah Dr Moewardi dan perguruan tinggi di Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (13): Studi ke Belanda dan Perkembangan Pendidikan di Surakarta; Sekolah HBS Semarang, AMS di Surakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Pribumi pertama yang melanjutkan studi ke universitas adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini), Raden Kartono lulus HBS 5 tahun Semarang (setingkat SMA sekarang) pada tahun 1896 dan langsung berangkat ke Belanda di Universiteit te Delft. Salah satu putra kelahiran Surakarta terkenal yang studi ke Belanda adalah Soepomo (meraih gelar doktor di bidang hukum di Universiteit Leiden tahun 1927. Sebagaimana pada artikel sebelumnya, kota Soerakarta terbilang awal untuk urusan pendidikan, tetapi untuk urusan pendidikan tinggi berada diantara Jogjakarta dan Semarang.  


Pada tanggal 11 Maret 1976, resmi berdiri sebagai perguruan tinggi negeri di Surakarta. Ini bermula pada 1953, timbul keinginan mewujudkan universitas kembali. Hal ini mengingat Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa asli, serta terdapat potensi yang besar di lapangan perguruan, baik tenaga pengajar dan siswanya. Panitia pendirian universitas pun dibentuk, namun usaha ini gagal. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1963, didirikan Universitas Kota Praja Surakarta (UKPS). Universitas ini diinisiasi oleh pemerintah daerah. Umur universitas ini juga tidak lama. Gagasan pendirian universitas muncul lagi pada 11 Januari 1968, saat R. Kusnandar menjadi Wali Kota membentuk panitia pendirian universitas, namun gagal lagi. Di saat yang hampir bersamaan, pada 1966, Universitas Nasional Saraswati mengajukan dirinya untuk menjadi universitas negeri. Kemudian, beserta universitas swasta dan kedinasan lainnya, sekumpulan universitas ini menjadi satu universitas baru bernama Universitas Gabungan Surakarta (UGS). Pada 1 Juni 1975, delapan universitas yang tergabung dalam UGS resmi didirikan. Kedelapan universitas itu adalah: STO Negeri, PTPN Veteran, AAN Saraswati, Universitas Cokroaminoto, Universitas Nasional Saraswati, Universitas Islam Indonesia, Universitas 17 Agustus 1945, dan Institut Jurnalistik Indonesia. Desember 1975, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meninjau UGS dan memastikan bahwa pada 11 Maret 1976, UGS akan dinegerikan. Selanjutnya, UGS akan digabung dengan perguruan tinggi negeri dan swasta lain untuk membentuk universitas negeri di Surakarta. Perguruan tinggi tersebut adalah: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri, Sekolah Tinggi Olahraga, Akademi Administrasi Niaga Negeri yang sudah diintegrasikan ke Akademi Administrasi Niaga Negeri di Yogyakarta, Universitas Gabungan Surakarta, Fakultas Kedokteran PTPN Veteran cabang Surakarta. Universitas tersebut terdiri atas 9 fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan, Fakultas Sastra Budaya, Fakultas Sosial Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Teknik. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah studi ke Belanda dan perkembangan pendidikan di Soerakarta? Seperti disebut di atas, sebelum ada perguruan tinggi di Hindia, para siswa pribumi juga melanjutkan ke universitas di Belanda. Seiring dengan itu, sekolah menengah didirikan di Soerakarta dimana sebelumnya sudah ada sejak lama HBS di Semarang. Lalu bagaimana sejarah studi ke Belanda dan perkembangan pendidikan di Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 02 Januari 2023

Sejarah Surakarta (12): Kesehatan - Dokter di Surakarta, Sejak Kapan? Sekolah Dokter Pribumi di Batavia (Docter Djawa School)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Status kesehatan di suatu wilayah/kota sejak awal Pemerintah Hindia Belanda menjadi salah satu prioritas pembangunan dan pengembangan. Hal ini tidak hanya berguna bagi orang-orang Eropa/Belanda sendiri, tetapi juga abai terhadap status kesehatan penduduk akan berisiko kepada warga Eropa/Belanda sendiri. Sebab penyakit tidak memandang ras, status kesehatan penduduk yang baik akan meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya memacu pertumbuhan ekonomi dan keuntungan pemerintah. 


Latar belakang didirikannya Sekolah Dokter Djawa adalah pertimbangan Gubernur Jenderal Duymaer van Twist untuk mendirikan sekolah khusus petugas vaksin guna menangani wabah cacar di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan di wilayah Banyumas. Wabah ini, kematian di Pulau Jawa mencapai 1/3 penduduk yang dikhawatirkan akan berdampak pada hasil panen. Dokter Willem Bosch usul mendidik pemuda pribumi untuk menangani masalah kesehatan di wilayahnya. Pendidikan kedokteran ini diselenggarakan 1 Januari 1851, dengan nama Onderwijs van Inlandsche èléves voor de geneeskunde en vaccine di rumah sakit militer di Weltevreden (kini RSPAD). Dokter Pieter Bleeker ditunjuk sebagai direktur sekolah, yang diikuti 12 pemuda dari Jawa dengan lama pendidikan 2 tahun dengan materi prinsip-prinsip berhitung, ilmu ukur, geografi, astrologi, ilmu kimia anorganik, ilmu alam, ilmu perkakas, geologi, ilmu tanaman, ilmu hewan, anatomi dan fisiologi, patologi, kebianan dan ilmu bedah. Bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar. Pendidikan ini bernama Dokter Djawa, karena hingga 1854 hanya menerima siswa dari pulau Jawa. Baru pada 1856, menerima siswa di luar Jawa, yakni 2 pemuda dari Pantai Barat Sumatera, dan 2 pemuda dari Minahasa. Reorganisasi pendidikan dilakukan 1864, lama studi menjadi 3 tahun (persiapan 2 tahun dan 1 tahun kedokteran). Reorganisasi dilakukan kembali 1875 masa pendidikan menjadi 7 tahun (2 tahun persiapan, dan 5 tahun kedokteran). Reorganisasi kembali 1881, masa pendidikan menjadi 3 tahun persiapan dan 6 tahun kedokteran. Sejak 1890 hanya menerima siswa tamatan sekolah dasar Eropa (ELS) (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Surakarta, sejak kapan? Seperti disebutkan di atas, kehadiran Pemerintah Hindia Belanda dan keberadaan garnisun militer sudah lama di Surakarta, seiring dengan itu status kesehatan di Surakarta mulai ditingkatkan dengan mengembangkan fasilitas kesehatan. Untuk lebih meningkatkan intensitas kea rah pengembangan itu mulai diselenggarakan Sekolah Kedokteran Pribumi di Batavia (Docter Djawa. Lalu bagaimana sejarah kesehatan dan dokter di Surakarta, sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (11): Pendidikan di Kota Surakarta, Bagaimana Bermula? Sekolah Guru (Kweekschool) di Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Selain situasi dan kondusi keamanan yang kondusuf dan ketersediaan infrastruktur dasar terutama jalan dan jembatan, pada era Pemerintah Hindia Belanda, masalah status kesehatan dan penyebaran pendidikan modern (aksara Latin) termasuk yang diprioritaskan. Secara khusus dalam bidang pendidikan penyelenggaraan pendidikan modern (aksara Latin) dan pembangunan sekolah menjadi sangat penting. Pendidikan yang kita miliki sekarang bermula dari situ.   


Kweekschool adalah salah satu jenjang pendidikan resmi untuk menjadi guru pada zaman Hindia Belanda dengan pengantar Bahasa Belanda (sejak 1865). Di Belanda sendiri, lembaga tersebut kini dijuluki Pedagogische academie voor het basisonderwijs ("akademi pedagogis untuk pendidikan dasar"). Pada 1834, berdiri sekolah pendidikan guru (kweekschool) diselenggarakan di Ambon (hingga 1864). Sekolah serupa didirikan zending di Minahasa tahun 1852 dan 1855 di Tanahwangko (Minahasa). Bahasa pengantar yang digunakan sekolah di Ambon dan Minahasa adalah bahasa Melayu. Keputusan Raja, 30 September 1848, tentang pembukaan sekolah dasar negeri maka untuk memenuhi kebutuhan guru dibuka sekolah guru pertama 1852 di Surakarta atas keputusan pemerintah 30 Agustus 1851. Sebelumnya, pemerintah telah menyelenggarakan kursus-kursus guru (Normaal Cursus). Sekolah guru di Surakarta bahasa pengantarnya bahasa Jawa dan Melayu. Setelah pendirian Sekolah guru di Surakarta berturut-turut didirikan sekolah sejenis di Bukittinggi (Fort de Kock) pada 1856, Tanah Baru (Tanobato), Tapanuli 1864 (dan kemudian tahun 1866 di Bandoeng) dan selanjutnya di berbagai tempat. Pada tahun 1873 dibuka sekolah guru di Tondano, Ambon 1874, Probolinggo 1875, Banjarmasin 1875, Magelang 1875, Makassar 1876, dan Padang Sidempuan 1879. Seiring dengan itu tahun 1874 sekolah guru di Tanobato ditutup 1874 (digantikan di Padang Sidempoean) dan 1875 di Soerakarta ditutup (penggantinya di Magelang). Lalu kemudian kweekschool ditutup di Tondano 1875, Padang Sidempuan (1891), Banjarmasin (1893), dan Makassar (1895) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di kota Surakarta, bagaimana bermula? Seperti disebut di atas, sekolah guru untuk pribumi (kweekschool) yang pertama didirikan di Soerakarta pada era Pemerintah Hindia Belanda. Apakah hal itu memiliki relasi dengan awal introduksi pendidikan modern (aksara Latin)? Lalu bagaimana sejarah pendidikan di kota Surakarta, bagaimana bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.