Selasa, 03 Januari 2023

Sejarah Surakarta (13): Studi ke Belanda dan Perkembangan Pendidikan di Surakarta; Sekolah HBS Semarang, AMS di Surakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Pribumi pertama yang melanjutkan studi ke universitas adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini), Raden Kartono lulus HBS 5 tahun Semarang (setingkat SMA sekarang) pada tahun 1896 dan langsung berangkat ke Belanda di Universiteit te Delft. Salah satu putra kelahiran Surakarta terkenal yang studi ke Belanda adalah Soepomo (meraih gelar doktor di bidang hukum di Universiteit Leiden tahun 1927. Sebagaimana pada artikel sebelumnya, kota Soerakarta terbilang awal untuk urusan pendidikan, tetapi untuk urusan pendidikan tinggi berada diantara Jogjakarta dan Semarang.  


Pada tanggal 11 Maret 1976, resmi berdiri sebagai perguruan tinggi negeri di Surakarta. Ini bermula pada 1953, timbul keinginan mewujudkan universitas kembali. Hal ini mengingat Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa asli, serta terdapat potensi yang besar di lapangan perguruan, baik tenaga pengajar dan siswanya. Panitia pendirian universitas pun dibentuk, namun usaha ini gagal. Sepuluh tahun kemudian, pada tahun 1963, didirikan Universitas Kota Praja Surakarta (UKPS). Universitas ini diinisiasi oleh pemerintah daerah. Umur universitas ini juga tidak lama. Gagasan pendirian universitas muncul lagi pada 11 Januari 1968, saat R. Kusnandar menjadi Wali Kota membentuk panitia pendirian universitas, namun gagal lagi. Di saat yang hampir bersamaan, pada 1966, Universitas Nasional Saraswati mengajukan dirinya untuk menjadi universitas negeri. Kemudian, beserta universitas swasta dan kedinasan lainnya, sekumpulan universitas ini menjadi satu universitas baru bernama Universitas Gabungan Surakarta (UGS). Pada 1 Juni 1975, delapan universitas yang tergabung dalam UGS resmi didirikan. Kedelapan universitas itu adalah: STO Negeri, PTPN Veteran, AAN Saraswati, Universitas Cokroaminoto, Universitas Nasional Saraswati, Universitas Islam Indonesia, Universitas 17 Agustus 1945, dan Institut Jurnalistik Indonesia. Desember 1975, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan meninjau UGS dan memastikan bahwa pada 11 Maret 1976, UGS akan dinegerikan. Selanjutnya, UGS akan digabung dengan perguruan tinggi negeri dan swasta lain untuk membentuk universitas negeri di Surakarta. Perguruan tinggi tersebut adalah: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri, Sekolah Tinggi Olahraga, Akademi Administrasi Niaga Negeri yang sudah diintegrasikan ke Akademi Administrasi Niaga Negeri di Yogyakarta, Universitas Gabungan Surakarta, Fakultas Kedokteran PTPN Veteran cabang Surakarta. Universitas tersebut terdiri atas 9 fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan, Fakultas Sastra Budaya, Fakultas Sosial Politik, Fakultas Hukum, Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Teknik. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah studi ke Belanda dan perkembangan pendidikan di Soerakarta? Seperti disebut di atas, sebelum ada perguruan tinggi di Hindia, para siswa pribumi juga melanjutkan ke universitas di Belanda. Seiring dengan itu, sekolah menengah didirikan di Soerakarta dimana sebelumnya sudah ada sejak lama HBS di Semarang. Lalu bagaimana sejarah studi ke Belanda dan perkembangan pendidikan di Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Studi ke Belanda dan Perkembangan Pendidikan di Soerakarta; Sekolah HBS di Semarang, AMS di Soerakarta

Pribumi pertama studi ke Belanda, bukan dari Soerakarta, tetapi dari Jogjakarta. Mengapa? Fakta bahwa Pendidikan modern (aksara Latin) bermula di Soerakarta. Guru-guru asal Soerakartalah yang mengajar di Jogjakarta (lulusan sekolah guru Kwekschool Soerakarta yang dibuka tahun 1852). Akan tetapi kemudian, yang melanjutkan pendidikan tinggi (dan hanya ada)di Belanda justru sebaliknya putra dari Jogjakarta.


Pada tahun 1857 seorang pemuda belia Batak dari afdeeling Angkola Mandailing (residentie) Tapanoeli Sati Nasoetion berangkat studi ke Belanda. Sati Nasoetion didampingi Asisten Residen Angkola Mandailing AP Godon yang mendapat cuti dua tahun ke Eropa/Belanda. Sati Nasoetion alias Willem Iskander lulus sekolah guru di Haarlem tahun 1860. Pada tahun 1861 Willem Iskander Kembali ke tanah air. Willem Iskander pada tahun 1862 mendirikan sekolah guru di kampongnya di Tanobato, onderafdeeling Mandailing. Sekolah guru Kweekschool Tanobato ini merupakan sekolag guru ketiga di Hindia Belanda setelah yang pertama di Soerakarta (1852) dan di Fort de Kock (1856). Willem Iskander, pribumi pertama studi ke Belanda kelak dikenal sebagai kakek buyut Prof Andi Hakim Nasoetion (Rektor IPB Bogor 1978-1987).

Pada tahun 1864 Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen mendapat cuti dua tahun ke Eropa (lihat  De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 01-06-1864). Cuti dua tahun ke Eropa biasanya diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah melakukan tugas sekitar delapan tahun. Pada tanggal 18 Juni di Solo diadakan perpisahan dengan Residen. Dilakukan persta beberapa kali. Sangat meriah dan banyak yang menangisi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1864). Ini menunjukkan FN Nieuwenhuijzen sangat diterima di Solo. Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen pada usia 39 tahun menjadi Residen Soeracarta sejak tahun 1858.


Hal serupa ini pernah terjadi di Afdeeling Mandailing en Angkola, Residentie Tapanoeli saat Asisten Residen berangkat cuti dua tahun ke Eropa tahun 1857. Banyak yang menangisi, sebab Asisten Residen AP Godon sudah cukup lama sebagai asisten residen di Afdeeling Mandailing en Angkola yakni selama sembilan tahun (sejak 1848), AP Godon ketika berangkat ke Berlanda membawa seorang pemuda pribumi yang masih berumut 17 tahun untuk ikut ke Belanda. Itu juga yang membuat semakin banyak penduduk yang menangis. Pemuda itu yang bernama Sati Nasution kelak dikenal sebagai Willem Iskander kembali ke kampungnya di Mandailing dengan membawa akte guru dan membuka sekolah guru di Tanobato tahun 1862. Pada tahun 1864 Inspektur Pendidikan Pribumi CA van Chjis mengunjungi sekolah guru yang diasuh Willem Iskander tersebut. Chjis menilai sekolah ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan dua sekolah guru yang sudah didirikan sebelumnya yakni di Soeracarta (tahun 1852) dan di Fort de Kock (1856).

Keberangkatan FN Nieuwenhuijzen dan keluarga ke Belanda (1864) turut seorang pemuda seperti halnya tahun 1857 ketika Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon berangkat ke Belanda turut seorang pemuda belia. Pemuda yang dibawa FN Nieuwenhuijzen tersebut lahir di Jogjakarta tahun 1850 yang terbilang sebagai cucu dari Soeltan Djocjacarta. Pemuda ini kelak dikenal sebagai Ismangoen Danoe Winoto.


Mengapa yang dibawa Residen Soeracarta putra dari Djocjocarta. Sejak usai Perang Jawa (1825-1830) Soeracarta dan Djocjocarta sejatinya tidak pernah kondusif hingga akhirnya FN Nieuwenhuijzen datang di Solo tahun 1858. FN Nieuwenhuijzen adalah seorang ‘diplomat ulung’ yang sebelumnya sebagai Residen Riaouw mampu ‘menjinakkan’ Soeltan Siak. Pada tahun 1861 seorang pangeran Solo didudukkan FN Nieuwenhuijzen untuk menggantikan pamannya. Sejak itu situasi di Soeracarta makin kondusif, FN Nieuwenhuijzen juga dapat bekerja dengan tenang. FN Nieuwenhuijzen sendiri adalah seorang yang adil. Beberapa tahun pernah menjadi Ketua Landraad di Soerabaja, setiap keputusannya nyaris tidak ada yang naik banding. Setelah 30 tahun mengabdi sebagai pegawai pemerintah tahun 1864 FN Nieuwenhuijzen cuti dua tahun ke Belanda. Membawa putra dari Djocjocarta, cucu dari Soeltan Jogja diduga sebagai strategi FN Nieuwenhuijzen untuk membuat lebih adil dan Djocjocarta diharapkan menjadi lebih kondusif?

Rombongan (termasuk yang mangantar hingga ke pos pertama) berangkat dari Solo tanggal 21 menuju Semarang lalu menuju Batavia. Pada tanggal 24 Juni 1864 FN Nieuwenhuijzen dan keluarga serta Ismangoen Danoe Winoto berangkat dari Batavia dengan kapal uap ss Java menuju Belanda via Singapoera (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-06-1864). Perjalanan ini dapat dibayangkan begitu lama karena pelayaran dilakukan melalui Afrika Selatan selama hampir dua bulan (Terusan Suez baru dubuka pada tahun 1869). Dalam manifes kapal yang membawa mereka dari Batavia menujui Singapoera nama Ismangoen Danoe Winoto dicatat sebagai Radhen Maas Hidmangoon (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 16-08-1864). Berita ini diperoleh dari telegram yang diterima dari Prancis (Marseille). Mereka tiba di Rotterdam dengan selamat sebagaimana daftar manifes kapal yang diberitakan (Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 29-08-1864).


Dalam beberapa tulisan Ismangoen Danoe Winoto disebut lahir tahun 1850. Saat berangkat dari Soeracarta Ismangoen Danoe Winoto berusian 14 tahun. Usia ini adalah kira-kira usia lulus sekolah dasar. Juga disebut Ismangoen Danoe Winoto menempuh sekolah HBS di Belanda. HBS ditempuh selama lima tahun (tiga tahun sekolah menengah pertama dan dua tahun sekolah menengah atas). Besar dugaan Ismangoen Danoe Winoto menempuh ujian persamaan sekolah dasar di Belanda sebelum lanjut ke HBS.

Setelah sekian lama, nama Ismangoen Danoe Winoto kembali terdeteksi di Delft (lihat Delftsche courant, 12-07-1871). Disebutkan dalam ujian  ambtenaren Oost Indie (pegawai pemerintah Hindia Belanda) untuk bagian A dari 54 orang yang mendaftar dan hanya 48 yang mengikuti ujian dimana 29 diantaranya dinyatakan lulus termasuk Ismangoen Danoe Winoto yang dicatat sebagai Raden Mas Ismangoen. Berita ini juga dilansir surat kabar lain di Hindia yang mana disebutkan Radhen Maas Ismangoen adalah cucu kaisar (Soeltan) Djokdjokarta (Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 21-08-1871). Salah satu penguji dalam ujian ini adalah Nieuwenhuijzen (Nederlandsche staatscourant, 12-01-1872).


Ismangoen Danoe Winoto tampaknya tidak menemui kesulitan dalam studi. Hal serupa ini juga dulu pernah dialami oleh Willem Iskander. Ismangoen Danoe Winoto juga berhasil dalam pergaulan. Ini terbaca dari seseorang temannya di Leiden yang menulis di surat pembaca tentang dirinya (Algemeen Handelsblad, 18-05-1873). Boleh jadi karena cukup waktu bagi Ismangoen Danoe Winoto untuk berinteraksi. Ismangoen Danoe Winoto tumbuh dan berkembang hampir sembilan tahun di Belanda.

Sementara Ismangoen Danoe Winoto terus bergiat studi di Belanda, di Hindia banyak hal yang telah terjadi. Sejauh ini (1873) Ismangoen Danoe Winoto sudah hampir sembilan tahun berada di Belanda tanpa pernah pulang kampung halaman. Tentu saja Ismangoen Danoe Winoto sudah cukup dewasa karena umurnya kira-kira 23 tahun. Di Hindia Belanda, nama Willem Iskander begitu sangat terkenal.


Sekolah guru yang didirikannya di Tanobato (Tapanoeli) banyak mendapat pujian, karena dianggap sekolah guru yang terbaik. Adanya desakan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pendidikan pribumi, akhirnya Pemerintah memutuskan mengirim tiga guru muda untuk studi ke Belanda sebagaimana pernah dilakukan oleh Willem Iskander (1857-1861). Lalu dipilih tiga guru muda berbakat yakni Banas Lubis dari Tapanoeli, Raden Soerono dari Soeracarta dan Raden Adi Sasmita dari Preanger.  Untuk membimbing tiga guru muda ini Pemerintah menunjuk Willem Iskander dengan memberikan beasiswa untuk melanjutkan studi di Belanda untuk mendapatkan akta kepala sekolah. Selama Willem Iskander ke Belanda sekolah guru di Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya akan dibuka sekolah guru (kweekschool) yang lebih besar di Padang Sidempoean pada tahun 1879. Saat kebarangkatan yang kedua ini ke Belanda, Willem Iskander sudah berumur 33 tahun (saat berangkat yang pertama tahun 1857 masih berumur 17 tahun). Diharapkan, setelah selesai studi di Belanda, Willem Iskander diproyeksikan sebagai direktur Kweekschool Padang Sidempuan (ibukota Afdeeling Mandailing dan Angkola). Lalu pada bulan April 1874 Willem Iskander bersama tiga guru muda tersebut berangkat dari Batavia menuju Belanda. Sudah barang tentu ketiga guru pribumi ini akan bertemu Ismangoen Danoe Winoto di Belanda. Tiga guru muda ini studi ke Belanda untuk mendapatkan akta guru (setara SMP/SGB), sementara Willem Iskander yang akan mengambil akta kepala sekolah (setara SMA/SGA). Ismangoen Danoe Winoto sendiri sudah berada di pendidikan setara Akademi/perguruan tinggi (pasca SMA/HBS). Pendidikan yang diikuti oleh Ismangoen Danoe Winoto ini mirip seperti Akademi Pemerintahan Dalam Negeri yang sekarang (APDN).

Akhirnya tahun 1875 Ismangoen Danoe Winoto lulus studi (lihat De standaard, 15-07-1875). Lulusan akademi ini berhak diangkat sebagai pejabat pemerintah (Ambtenar) di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto dan kawan-kawan diangkat Menteri Koloni sebagai pegawai pemerintah di Hindia Belanda berdasarkan tanggal 28 Agustus (lihat Algemeen Handelsblad, 02-09-1875).


Namun seiring dengan kelulusan Ismangoen Danoe Winoto dan penempatannya muncul isu yang mana Ismangoen Danoe Winoto yang berpendidikan lisensi Eropa/Belanda tetapi tidak bisa menjadi pejabat di lingkungan Eropa/Belanda di Hindia Belanda (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-12-1875). Ismangoen Danoe Winoto, sesuai kebijakan pemerintah yang berlaku, pejabat pemerintahan hanya diperuntukkan untuk orang Eropa/Belanda. Orang pribumi di Hindia Belanda meski memiliki pendidikan lisensi Eropa/Belanda hanya dapat diangkat di pengadilan (Landraad) atau pejabat di lingkungan penduduk pribumi. Ismangoen Danoe Winoto meradang. Ismangoen Danoe Winoto kembali ke tanah air.

Ismangoen Danoe Winoto setelah 10 tahun meninggalkan kampung halaman kembali ke kampung halaman di Hindia Belanda. Ismangoen Danoe Winoto berlayar dengan kapal ss Amalia (lihat Het nieuws van den dag : kleine courant, 20-03-1876). Surat kabar yang terbit di Semarang De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-05-1876 mengutip berita dari surat kabar di Singapoera The Strait Times bahwa yang mendapat pesan telegram dari Prancis bahwa kapal Amalia yang mana diantara penumpang terdapat Ismangoen Danoe Winoto berlayar dari Prancis (Marseille) menuju Batavia via Terusan Suez dan Singapoera. Disebutkan di dalam manifes kapal ini Ismangoen Danoe Winoto tidak sendiri tetapi dengan istri.  Ismangoen Danoe Winoto menikah dengan CH van Steeden tanggal 28 Januari di Borculoo(Algemeen Handelsblad, 29-01-1876)


Seperti halnya dulu, ketika Willem Iskander pulang studi dari Belanda tahun 1861 langsung ke Batavia untuk menemui Gubernur Jenderal, Ismangoen Danoe Winoto juga melakukannya. Mereka membawa surat dari Menteri Koloni di Belanda. Dengan berbekal akta/diploma pemerintah menempatkan dimana. Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan sebagai pejabat di Sekretaris Jenderal (Algemenen Secretarie) (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 30-06-1876). Ismangoen Danoe Winoto ditempatkan bersamaan dengan van Boetzelaar (teman yang sama-sama lulus di Belanda).

Setelah segala sesuatunya selesai urusan di Batavia, Ismangoen Danoe Winoto bersama istri melanjutkan perjalanan ke kampung di Djocjocarta (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 10-07-1876). Tidak lama karena harus kembali ke Batavia untuk memulai tugas baru. Ismangoen Danoe Winoto dan istri pada awal bulan Agustus kembali ke Batavia melalui pelabuhan Semarang dengan kapal uap ss Baros Bentinck (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 07-08-1876). 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sekolah HBS di Semarang, AMS di Soerakarta: Putra-Putra Solo di Universitas

Siapa putra Soerakarta yang pertama melanjutkan studi ke Belanda? Gampang-gam[pang susah ditemukan. Satu yang jelas Yap Tjwan Bing, lahir di Soerakarta tanggal 31 Oktober 1910. Yap Tjwan Bing  diterima di sekolah Emma School Batavia, Afdeeeling Technische School pada tahun 1924 (lihat De Indische courant, 17-05-1924). Akan tetap Yap, setelah satu tahun tidak meneruskannya dan kemudian masuk di sekolah menengah umum MULO. Pada tahun 1928 Yap Tjwan Bing lulus ujian akhir di sekolah MULO di Malang (lihat De Indische courant, 18-05-1928).


Siswa yang diterima di Emma School Batavia adalah lulusan sekolah dasar berbahasa Belanda HIS dan sekolah Eropa (ELS). Emma School Batavia semacam SMK pada masa ini. Sementara itu siswa yang diterima di MULO adalah lulusan HIS dan ELS. Lulusan MULO dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi seperti HBS 5 tahun dan AMS 6 tahun.

Setelah lulus MULO, Yap Tjwan Bing melanjutkan studi ke AMS. Pada tahun 1931 Yap di AMS-Salemba, Afdeeling B (Batavia) lulus ujian transisi naik dari kelas lima ke kelas enam (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 29-04-1931). Satu kelas dengan Yap antara lain M Goenawan dan Sanoesi. Satu kelas di bawah mereka antara lain R Loemban Tobing dan RKE Djajadiningrat.


Sekolah menengah AMS lama studi enam tahun (berbeda dengan HBS yang hanya lima tahun). Lulusan MULO di kedua jenis sekolah ini diterima di kelas empat. Yap Tjwan Bing, sebagai lulusan MULO tahun 1928, ditempatkan di kelas empat. Pada tahun 1931 Yap naik ke kelas enam.

Pada tahun 1932 Yap Tjwan Bing lulus ujian akhir di AMS Salemba Afdeeeling B (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 10-05-1932). AMS/HBS terdiri dari dua atau tiga afdeeling. Yap di Afdeeeling B artinya jurusan Matetamatika dan Ilmu Pengertahuan Alam (MIPA). Yap Tjwan Bing kemudian melanjutkan studi ke Belanda.


Lulusan AMS pada dasarnya banyak pilihan untuk meningkatkan studi ke perguruan tinggi seperti fakultas teknik THS Bandoeng, fakultas hukum RHS Batavia dan fakultas kedokteran GHS Batavia. Namun banyak juga diantara lulusan AMS di Hindia Belanda yang melanjutkan studi ke Belanda. THS dibuka tahun 1920, RHS dibuka tahun 1924 dan GHS dibuka tahun 1927. Seperti halnya HBS, sekolah menengah AMS juga terdapat di sejumlah kota seperti di Soerakarta, Batavia dan Malang. Salah satu siswa pertama di AMS Soerakarta adalah Armijn Pane (adik dari Sanoesi Pane). AMS Soerakarta kemudian diintegrasikan dengan AMS di Jogjakarta.

Yap Tjwan Bing berangkat ke Belanda pada bulan Agustus (lihat De locomotief, 15-08-1932). Yap Tjwan Bing berangkat dengan kapal ss Baloeran dari Batavia tanggal 17 Agustus dengan tujuan akhir Rotterdam. Yap Tjwan Bing belum diketahui studi dimana di Belanda. Namun yang jelas di Belanda, para mahasiswa asal Indonesia (baca: Hindia Belanda) tengah memanas, karena di Hindia Belanda sendiri juga politik tengah memanas.


Mahasiswa-mahasiswa asal Hindia Belanda memiliki organisasi sendiri. Ada organisasi mahasiwa Indo (Belana), organisasi orang Cina dan organisasi pribumi. Organisasi pribumi adalah Perhimpoenan Indonesia.

Yap Tjwan Bing lulus ujian dan mendapat gelar sarjana pada tahun 1939 (lihat De standaard, 10-06-1939). Disebutkan di Gem, Universiteit Amsterdam lulus ujian dengan gelar apotheker, Yap Tjwan Bing. Setelah mendapat gelar sarjana, Yap Tjwan Bing kembali ke tanah air.


Yang Tjwan kembali ke tanah air pada bulan Agustus 1939 (lihat Algemeen Handelsblad, 03-08-1939), Jika tujuh tahun lalu berangkat dengan kapal ss Baloeran, Yap Tjwan Bing juga pulang dengan kapal ss Baloeran, berangkat dari Rotterdam tanggal 2 Agustus dengan tujuan akhir Batavia.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar