Selasa, 03 Januari 2023

Sejarah Surakarta (14): Dr Moewardi dan Perguruan Tinggi di Hindia Belanda; Nama Moewardi Jadi Nama Rumah Sakit Daerah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Dr Moewardi dan perguruan tinggi di Hindia Belanda adalah satu hal. Rumah sakit di Soerakarta adalah hal lain lagi. Bagaimana keduanya terhubung sehingga nama rumah sakit daerah di Surakarta diberi nama RSUD Dr Moewardi. Yang jelas di berbagai kota di Indonesia pada masa ini nama-nama tokoh penting yang bergelar dokter dijadikan nama rumah sakit pusat maupun daerah seperti di Jogjakarta (RSUP Dr Sardjito) dan di Semarang (RSUP Dr Kariadi).


Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi disingkat RSDM adalah rumah sakit pemerintah provinsi Jawa Tengah di Surakarta juga berfungsi sebagai RS pendidikan. Di masa lalu, di Surakarta, selain Rumah Sakit zending Jebres yang didirikan 1912 oleh Gereja Gereformeerd Delft dan Gereja-gereja Zuid Holland ten Noorden, terdapat dua rumah sakit lain Rumah sakit Ziekenzorg, yang berkedudukan di Mangkubumen dengan nama Partikelir Inslandscziekenhuis der verregniging ziekenzorg. Pada tahun 1907 rumah sakit yang dikelola oleh Vereeniging voor zieken verpleging in Nederlandsch-Indie (VZNI) ini sudah mendapatkan subsidi. Panti Rogo ini pada masa awalnya merupakan tempat perawatan yang dikhususkan untuk kerabat Keraton Surakarta, seiring dengan seringnya terjadi wabah penyakit yang dialami oleh masyarakat di Surakarta maka rumah sakit ini kemudian menerima pasien dari kalangan umum. Diperkirakan rumah sakit ini didirkan pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono X. Singkatnya pada tanggal 1 Februari 1949 rumah sakit ini diserahkan kembali kepada pemilik semula yaitu partikelir Inslandscziekenhuis der vereeniging ziekenzorg yang pada waktu itu berganti nama menjadi Perhimpunan Bale Kusolo. Sejak saat itu rumah sakit ini bernama rumah sakit Bale Kusolo. Sementara itu rumah sakit milik Keraton Kasunanan (Rumah Sakit Pantirogo) pada periode ini seiring dengan berubahnya orientasi masyarakat pemakainya, berganti nama menjadi Rumah Sakit Kadipolo. Rumah sakit ini diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia untuk keperluan perjuangan pada masa revolusi. Singkatnya lagi, kemudian muncul suatu rencana untuk mendirikan suatu Rumah Sakit Pusat di Surakarta akhirnya nama Bale Kusolo dinilai layak untuk dijadikan nama sekaligus identitas bagi rumah sakit di Surakarta. Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 2 Maret 1950. menetapkan nama Rumah Sakit Bale Kusolo diganti dengan nama Rumah Sakit Pusat Surakarta. Akhirnya Keputusan Gubernur Kepala daerah Tingkat I Jawa Tengah tanggal 24 Oktober 1988 ditetapkan nama menjadi RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Dr Moewardi dan perguruan tinggi di Hindia Belanda? Seperti disebut di atas nama Dr Moewardi menjadi nama rumah sakit daerah di Soerakarta. Moewardi sendiri adalah lulusan dari sekolah kedokteran (STOVIA) di Batavia. Lalu bagaimana sejarah Dr Moewardi dan perguruan tinggi di Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Dr Moewardi dan Perguruan Tinggi di Hindia Belanda; Nama Dr Moewardi Menjadi Nama Rumah Sakit Daerah 

Nama Moewardi kali pertama diketahui pada tahun 1922 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-05-1922). Disebutkan di STOVIA lulus ujian pada tingkat persiapan tahun pertama antara lain Abdoel Moerad dan Moewardi. Sedangkan yang lulus ujian tahun kedua antara lain Slamet, Gindo Siregar dan Pamenan Harahap. Ini mengindikasikan bahwa Moewardi masuk di STOVIA pada tahun 1921.


Pada tahun berikutnya yang lulus ujian tahun kedua naiik ke kelas tiga antara lain M. Moerad, Ali Besar Harahap, Abdoel Moerad. Sementara di bawah mereka yang lulus ujian tahun pertama antara lain Ouw Eng Liang, Haroen al Rasjid dan Soleman Siregar (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-05-1923).

M. Moewardi juga aktif dalam kepemudaan. Ini dapat diketahui dari afiliasi M Moewardi dengan organisasi pemuda Jong Java (lihat De locomotief, 25-01-1927). Disebutkan kemarin di gedung bioscop Oost Java di Batavia organisasi mahasiswa dari Jong Java mengadakan rapat umum anggota yang antara lain dibicarakan antara lain laporan tahunan dan juga hasil Kongres Jong Java belum lama ini di Solo dimana dewan pusat terpilih Goelarso, Sockardjo, Sarwono, Soegiono (STOVIA), Sawarno dan Moeskinoen (Reehtshoogeschool) sementara untuk pemilihan dewan departemen (afdeeling) Batavia Moewardi (STOVIA) telah terpilih sebagai ketua. Dalam hal ini Moewardi baru diangkat sebagai ketua Jong Java di afdeeling Batavia.


Organisasi kebangsaan Boedi Oetomo dan organisasi kepemudaan Jong Java adalah dua hal yang berbeda. Namun keduanya terkait. Jong Java adalah bagian (onderbouw) Boedi Oetomo. Boedi Oetomo adalah senior umumnya yang memimpin adalah lulusan STOVIA sedangkan Jong Java umumnya dipimpin oleh yang maasih mahasiswa seperti STOVIA. Salah satu pimpinan Boedi Oetomo afdeeling Batavia terkenal tahun 1915 adalah Dr Sardjito. Saat itu Dr Soetomo (yang dianggap inisiator pendirian Boedi Oetomo pada tahun 1908) baru pulang bertugas di Deli selama tiga tahun. Dr Soetomo meminta Dr Sardjito untuk diadakan rapat umum. Dalam rapat umum itu Dr Soetomo berpidato yang salah satu yang penting dinyatakannya adalah ‘bahwa kita kini tidak berdiri sendiri lagi (bersifat kedaerahan), banyak orang muda di luar sana yang pintar-pintar terutama Tapanoeli. Apa yang dimaksud Dr Soetomo ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Boedi Oetomo sejak Kongres pertama di Djogjakarta 1908 terlah bergeser dari misi nasional menjadi misi daerah terbatas di Jawa dab Madura. Dr Soetomo melihat di Deli banyak koeli asal Djawa sangat menderita di perkebunan-perkebunan Deli yang dikuasai para planter Eropa/Belanda (poenalie sanctie). Dr Soetomo menyadari untuk mengatasi di Deli tidak bisa dilakukan oleh Boedi Oetomo/Jong Java semata tetapi diperlukan kerjasama dengan organisasi lain seperti Sajarikat Tapanoeli di Medan. Dr Soetomo tampaknya ingin mengarahkan Boedi Oetomo/Jiava khususnya afdeeling Batavia harus bervisi nasional (misi origin Boedi Oetomo). Pada era kepemimpinan Boedi Oetomo/Jong Java afdeeling Batavia pada era Moewardi sudah pada track misi nasional (tetapi afdeeling-afdeeling lain dan badan pusat Boedi Oetomo/Jong Java di Djogjakarta masih bersifat kedaerahan). Pada tahun 1927 Dr Soetomo (sudah lama) tidak berafiliasi lagi dengan Boedi Oetomo tetapi sebagai pimpinan dari Studiclub di Soerabaja. 

Pada saar Moewardi sebagai ketua Jong Java afdeeeling Batavia, saat itu sudah cukup banyak organisasi kepemudaan seperti Jong Islamieten Bond, Pemoeda Betawi, Jong Sumatranenbond, Jong Batak dan Jong Celebes serta Jong Ambon. Ketua Jong Sumatreanenbond adalah Mohamad Jamin (mahasiswa Rechthoogeschool) dan salah satu pimpinan Jong Batak adalah Amir Sjarifoeddin Harahap. Dalam hal ini Jong Java afdeeling Batavia adalah afdeeling khusus di dalam organisasi Jong Java yang mana Jong Java afd Batavia misi nasional yang banyak beriteraksi denga organisasi pemuda bermisi nasional seperti Pemoerda Indonesia, Jong Sumatranenbond dan Jong Batak.


Meski Moewardi aktif di organisasi kepemudaan, Moewardi juga sukses di kuliah (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-05-1927). Disebutkan di STOVIA lulus ujian tahun ketiga tingkat medik antara lain Moewardi dan Ali Besar Harahap sedangkan kelas di bawahnya lulus antara lain Ouw Eng Liang dan Soleman Siregar. Catatan: STOVIA lama studi 11 tahun dimana tiga tahun pertama tingkat persiapan dan delapan tahun berikut tingkat medik. Dalam hal ini Moewardi di STOVIA berada pada tahun keenam (tanpa pernah tinggal kelas).

Pada tahun 1928 di Batavia akan diadakan Kongres Pemuda yang dilaksanakan pada bulan Oktober 1928 yang dilaksanakan federasi organisasi kepemudaan (PPPI). Dalam kepanitiaan antara lain adalah sebagai ketua Soegondo (Jong Java ), sekretaris M Jamin (Jong Sumatranenbond) dan bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap.(Jong Batak) yang mana anggota antara lain J Leimena dari Jong Ambon dan Roebini dari Pemoeda Betawi serta Senduk dari Jong Celebes (lihat De Indische courant, 08-09-1928). Tiga yang pertama dari Rechthoogeschool dan dua yang terakhir dari STOVIA. Dalam hal ini ketua Jong Java afdeeling Batavia tidak lagi Moewardi tetapi Soegondo.  Tentu saja Moewardi berpartisipasi dalam kongres pemuda ini.


Pada tahun 1929 di STOVIA lulus ujian tahun keempat naik ke kelas lima (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 08-05-1929). Disebutkan mereka yang naik ke kelas lima antara lain Moewardi dan  Ouw Eng Liang, Soleman Siregar, Pang. Siregar dan Senduk. Sementara yang lulus di atasnya naik ke kelas enam antara lain Ali Besar Harahap dan Kasmir Harahap. Sedangkan yang naik ke kelas tujuh antara lain Slamet, Gindo Siregar dan Pamenan Harahap. Dalam hal ini Moewardi tertinggal setahun sementara rekannya Ali Besar Harahap naik kelas. Kini, Moewardi satu kelas dengan Ouw Eng Liang dan Soleman Siregar yang sebelumnya berada di kelas di bawah Moewardi. Lantas apa yang menyebabkan Moewari ketinggalan kelas? Apakah karena sibu berorganisasi sebagai ketua Jong Java afdeeling Batavia? Dalam hal ini Slamet juga adalah salah satu yang pernah menjadi pengurus Jong Java afd. Batavia. 

Moewardi juga termasuk aktif di kepanduan (kini pramuka). Moewardi ikut berpartisipasi pada saat fusi organisasi kepanduan pribumi (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-12-1929). Fusi ini tampaknya merupakan dampak dari hasil Kongres Pemuda yang berlangsung pada tahun sebelumnya.


Dalam fusi (penggabungan) kepanduan tidak semua organisasi yang ada ikut bergabung (masih menunggu keputusan sendiri). Yang ikut bergabung secara nasional (Indonesia) telah membentuk badan pusat yang mana di dalamnya terdapat nama-nama Pintor, S Tirtosopepono (INPO), Mr Dr Nazif, Dr Bahder Djohan (PPS), Soeratno Sastroamidjojo dan Moewardi (JJP).

Pada tahun 1930 Moewardi lulus ujian tahun kelima tingkat medik naik ke kelas enam (lihat  Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 03-05-1930). Yang bersamaan denga Moewardi lulus adalah Ouw Eng Liang, Soleman Siregar, Pang. Siregar, Slamet dan Senduk. Yang naik ke kelas tujuh antara lain Gindo Siregar dan JC Kapitan Leimena. Dalam Kongres Kepnanduan di Djogjakarta Moewardi turut hadir.


Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 23-12-1930: ‘Dalam kongres Kepanduan Bangsa Indonesia yang pertama yang diselenggarakan di Djokdjakarta, di rumah RM Djojodipoero yang juga turut dihadiri PSI dan PNI. Disebutkan pemimpin umum Moewardi menyarakan acara kongres ini tidak bisa dilaksanakan di Kalioerang karena erupsi gunung Merapi dan dipindahkan ke di Ambar Winangoen, dekat rumah pedesaan Sultan Djokja. Dalam kongres ini juga turut hadir RM Soeawrdi Soerjadiningrat alias Ki Adjar Dewantoro, seorang nasionalis terkenal dan pemimpin gerakan Taman Siswo.

Pada tahun 1931 Moewardi di tahun keenam lulus ujian naik ke kelas tujuh (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 04-05-1931). Yang juga naik ke kelas tujuh adalah Ouw Eng Liang, Soleman Siregar, Pangariboean Siregar, Slamet Iman Santoso, Slamat Soeminto dan RCL Senduk.


Sementara yang lulus ujian medik pertama antara lain Pamenan Harahap, Aboe Hanifah, Kasmir Harahap dan Ali Besar Harahap. Sedangkan yang lulus dan mendapat gelar dokter antara lain Gindo Siregar, JC Kapitan Leimena, Roebini, Daliloeddin Lubis dan Johannes Leimena, M Iljas dan Auskarani.

Moewardi akhirnya lulus dengan mendapat gelar dokter pada tahun 1933 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 11-11-1933). Disebutkan Mas Moewardi (dari Pati) lulus dengan gelar Indische Arts. Ini mengiudikasikan bahwa Moewardi harus menyelesaikan studi selama 12 tahun. Tampaknya Moewardi hanya terganggung masa kuliah ketika menjabat sebagai ketua Jong Java afd Batavia tahun 1927.. Dr Moewardi langsung buka praktek (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 04-12-1933). Dalam iklan disebutkan Dokter Moeeardi membuka praktek umum kedokteran, bedah dan kebidanan di jalan Tamarinel Lama hari Senin dan Kamis, tarif khusus untuk yang kurang mampu.


Dr Moewardi mrenjadi salah satu kandidat untuk dewan kota (Gemeenteraad) Batavia (lihat De locomotief, 20-06-1934). Nama-nama lain untuk memperebutkan beberap kursi bagi anggota pribumi antara lain Dahlan Abdoellah, Zainoel Arifin Pohan, Ir Djoeanda, Emir Soetan Harahap, R Iskandar Brata, , Y Kajadoe, F Laoh, Abdoel Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon, Mr Dr Raden Soeripto, dan MH Thamrin.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Dr Moewardi Menjadi Nama Rumah Sakit Daerah: Riwayat Dr Moewardi

Dr Moewardi dengan gelar Indische Arts (Dokter Hindia). Gelar ini diberikan sejak dibentuk STOVIA tahun 1902. STOVIA sebenarnya dapat dikatakan sebagai transformasi dari sekolah Docter Djawa School. Lulusan Docter Djawa School sendiri disebut dengan gelar Inlandsch Arts (Dokter Pribumi). Gelar Indische Arts juga diberikan kepada lulusan sekolah kedokteran NIAS di Soerabaja (dibuka sejak 1915). Gelar dokter (Arts) baru diberikan kepada lulusan sekolah tinggi kedokteran GHS (dibuka sejak 1827). Pada saat Dr Moewardi lulus dari STOVIA tahun 1933 belum ada lulusan GHS. Gelar dokter Arts adalah setara dokter di Eropa/Belanda.


Meski hingga tahun 1933 belum ada lulusan bergelar dokter Arts di Hindia Belanda, tetapi orang pribumi sudah banyak yang bergelar dokter Arts lulusan Universiteit di Belanda dan bahkan sudah ada dokter yang bergelar doctor (Ph.D). Para pribumi yang mendapat gelar dokter Arts di Belanda, ada yang lulusan Docter Djawa School, ada yang lulusan STOVIA yang melanjutkan studi di Belanda seperti Dr Sardjito Ph.D (lulus tahun 1927). Pribumi yang melanjutkan langsung ke Belanda (lulusan HBS di Batavia) dan mendapat gelar dokter di Utrecht Universiteit adalah Nona Ida Loemongga Nasoetion (lulus tahun 1927) dan mendapat gelar doctor di bidang kedokteran (Ph.D) di Universiteiy Asmsterdalam tahun 1931 (dokter wanita pertama Indonesia, dan wanita Indonesia pertama meraih gelar doctor/Ph.D).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar