Rabu, 11 Januari 2023

Sejarah Surakarta (30): Sejarawan Surakarta dan Ahli Sejarah Berbasis Data;Perang Jawa 1746-1755 dan Perang Jawa 1825-1830


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini   

Sejarawan adalah ahli sejarah atau sarjana sejarah. Di luar itu ada yang disebut peminat sejarah, seperti saya. Saya sendiri adalah seorang ekonom, seorang ahli ekonomi, sarjana ekonomi dan bisnis. Oleh karena bidang ekonomi memerlukan aspek sejarah, maka saya menjadi peminat sejarah. Lantas apakah ada sejarawan (misalnya di Indonesa) yang memfokuskan sejarah ekonomi dan bisnis? Dalam hal inilah para peminat sejarah dapat membantu para sejarawan dan sarjana sejarah. 


Sejarawan adalah orang yang mempelajari dan menulis mengenai masa lalu. Sebagian sejarawan diakui berdasarkan publikasi atau pelatihan dan pengalamannya. "Sejarawan" menjadi pekerjaan profesional pada akhir abad ke-19 setelah universitas riset bermunculan. Sejarawan pertama yang diketahui berpikir kritis adalah Thukidides. Dalam menulis sejarah, ia bersifat kritis karena menceritakan caranya mengumpulkan bahan-bahan kesejarahan dan memisahkan daya khayal. Pidato-pidato para tokoh sejarah yang ditulisnya dibuat semirip mungkin dengan ucapan aslinya. Permasalahan utama di dalam sejarah adalah waktu dan peristiwa. Kecenderungan utama dari sejarawan adalah membuat daftar periode waktu dimana sejarawan cenderung mengurangi kebenaran sejarah ketika berkaitan dengan penulisan sejarah perkembangan negaranya. Sejarah yang ditulis sejarawan pada masa-masa ini diubah dan disesuaikan sehingga dapat menimbulkan rasa bangga dari warga negara atas kaum pahlawan dari negaranya dan juga kecenderungan melakukan penyesuaian khususnya pada pengajaran sejarah. Pekerjaan utama sejarawan adalah menyusun ulang peristiwa-peristiwa yang terjadi, dengan menggunakan metode sejarah dan historiografi namun sejarawan tetap mengalami kesulitan dalam menetapkan sejarah, karena kejadian-kejadian di masa lampau sama sekali tidak dapat diceritakan sama persis seperti aslinya. Sejarawan berusaha menafsirkan mengenai apa dan bagaimana suatu peristiwa sejarah dapat terjadi, membedakan antara yang menjadi dan yang terjadi. Oleh karenanya tiap sejarawan dapat mengisahkan sebuah peristiwa sejarah yang sama dengan kisah yang berbeda. Perbedaan ini tidak terletak pada sumber-sumber data sejarah yang digunakan, namun berbeda pada cara penafsiran dan penyimpulan dari sumber-sumber data. Sejarawan akademis dan sejarawan informal semakin jelas perbedaannya sejak tahun 1960. Aturan: bersikap kritis dan keyakinan atas saksi. Prosedur kerja: penemuan jejak-jejak sejarah dan pengumpulan sumber sekunder (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah sejarawan Soerakarta dan ahli sejarah berbasis data? Seperti disebut di atas, sejarawan adalah ahli/sarjana sejarah dan pihak lain yang berminat sejarah (pengetahuan dan metodologinya) disebut peminat sejarah. Okelah, itu satu hal. Dalam hal ini kita berbicara siapa sejarawan/peminat sejarah di Soerakarta? Ada satu nama yang perlu disebut pada era Pemerintah Hindia Belanda yang menulis sejarah Perang Jawa 1746-1755 dan sejarah Perang Jawa 1825-1830. Lalu bagaimana sejarah sejarawan Soerakarta dan ahli sejarah berbasis data? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (29): Awal Surat Kabar di Soerakarta dan Surat Kabar Bromartani; Pers Berbahasa Belanda, Berbahasa Melayu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Surat kabar sudah ada sejak era VOC, tetapi kesinambungannya baru terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda. Sejak era Gubernur Jenderal Daendels (1809-1811) surat kabar berbahasa Belanda terus eksis, hanya disela beberapa tahun pada era pendudukan Inggris (1811-1816) dengan surat kabar berbahasa Inggris. Artikel-artikel dalam blog ini banyak menggunakan data dan informasi yang berasal dari surat kabar berbahasa Belanda/Inggris tersebut. Tentu saja kemudian surat kabar berbahasa Melayu. Bagaimana dengan surat kabar berbahasa daerah seperti bahasa Jawa? 


Terbit 1855 dan Beraksara Jawa, Inilah Surat Kabar Pertama di Kota Solo. Solopos.com, SOLO — Solo menjadi salah satu daerah yang memiliki peran penting dalam sejarah pers nasional. Kota Solo disebut sebagai kota pertama yang memunculkan koran lokal modern. Hal tersebut disampaikan penulis buku Sarekat Islam Surakarta 1912-1923, Adityawan Suharto. Dia mengatakan sekitar 1849, sudah muncul surat kabar Bromartani. Ada pula yang menyebutkan, surat kabar berbahasa dan beraksara Jawa tersebut terbit kali pertama di Solo pada 1855. “Tapi masih ada campur tangan Belanda. Kemudian di Batavia ada Bintang Timoer, Bintang Barat. Kemudian mulai tumbuh subur sejak kemunculan Djawi Kando pada sekitar 1895. Pertama milik orang Belanda tapi sudah mulai berbahasa Melayu”. “Kalau koran pribumi asli, ya semenjak Sarekat Islam itu, yang pertama adalah [surat kabar] Sarotomo milik SI [Sarekat Islam] yang kantornya di Purwosari,” kata dia, Sabtu (16/10/2021). Dia mengatakan untuk menunjukkan eksistensi SI saat itu, munculah koran Sarotomo. “Itu adalah koran pertama kali SI sekitar April 1912, sayangnya saya tidak menemukan bukti [terbitan] perdana yang asli dari Sarotomo. Saya hanya menemukan di 1914,” lanjut dia. Baru setelah itu muncul surat kabar lain seperti Doenia Bergerak, Islam Bergerak dan sebagainya. Bukan hanya itu, menurut Adityawan, Solo menjadi kota yang memunculkan koran Islam modern, yakni Medan Moeslimin. Menurut Adityawan, koran atau surat kabar saat itu memiliki dua bentuk. Ada yang bentuknya sebagai opini, bukan seperti berita pada umumnya. Kemudian kedua koran dengan sasaran pembaca adalah para tokoh di zaman itu. Saat itu koran merupakan bentuk identitas kelompok. Bahkan saat itu di Solo juga ada kelompok wartawan Indlandsche Journalisten Bond (IJB) yang berkantor di daerah Purwosari. Kelompok tersebut mengumpulkan wartawan-wartawan dari berbagai surat kabar untuk mengkritisi pemerintah dengan nama anonym (https://www.solopos.com/)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar di Soerakarta dan surat kabar Bromartani? Seperti disebut di atas, kehadiran surat kabar di Indonesia (baca: Hindia Belanda) sudah ada sejak era VOC. Seperti kita lihat nanti, pada tahun 1897 seorang jurnalis pribumi Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda menyatakan bahwa pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Lalu bagaimana sejarah surat kabar di Soerakarta dan surat kabar Bromartani? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 10 Januari 2023

Sejarah Surakarta (28): Telekomunikasi di Surakarta, Sejak Telegraf, Telepon, Radio; Pedalaman Terisolasi Jadi Terkoneksi Cepat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Pada era teknologi informasi yang sekarang (berbasis computer/internet), semua orang menjadi terhubung. Ini menjadi puncak terakhir dalam perjalanan sejarah telekomunikasi. Pada era Pemerintah Hindia Belanda cara berkomunikasi melakukan lompatan dengan pengoperasian penggunaan telegraf termasuk di Soerakarta. Sejak itu teknologi komunikasi terus berkembang menjadi teknologi radio dan telepon hingga teknologi internet yang sekarang.   


Agresi Militer II dilancarkan Belanda ke Kota Surakarta/Solo, Jawa Tengah, pada Desember 1948. Kota Solo kala itu menjadi basis pertahanan militer Indonesia yang sementara beribu kota di Yogyakarta. Belanda baru memasuki Kota Solo (beberapa sumber menyebutkan masuk Klaten) pada pagi pukul 09.00 tanggal 21 Desember 1948. Kolonel A.H. Nasution, yang ditugaskan Jenderal Sudirman untuk mengerahkan TNI dan Tentara Pelajar, kemudian memunculkan siasat bumi hangus Kota Solo untuk memperlambat gerak musuh. Tentara Belanda pun baru bisa memasuki Solo setelah dua hari seusai mencari jalan masuk yang lebih aman. Segala bangunan umum dan militer pun banyak yang hancur akibat taktik itu, salah satunya Kantor Telepon Otomat Solo. Jauh setelah masa perang revolusi atau beberapa tahun setelah Indonesia meraih kedaulatan dari Belanda, Kota Solo berbenah. Kantor Telepon Otomat yang sebelumnya terkena taktik bumi hangus kembali dibangun dan diresmikan pada 21 Desember 1957 atau 9 tahun setelah Belanda menyerang kota tersebut. Star Weekly keluaran 28 Desember 1957 menyebut, sebelum bangunan ini diresmikan kembali ada 450 pelanggan yang berlangganan jejaring telepon di Kota Solo. Namun, setelah peresmian gedung baru, jumlah pelanggan melonjak hingga 3 ribu sambungan. Dilihat dari bentuk struktur bangunannya, Kantor Telepon Otomat ini sepertinya menjadi kantor perusahaan BUMN, Telkom Indonesia, yang letaknya di Jl. Mayor Kusmanto (https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/)

Lantas bagaimana sejarah telekomunikasi di Surakarta, sejak telegraf hingga telepon dan radio? Seperti disebut di atas, sejarah telekomonikasi telah mengalami lompatan pada era Pemerintah Hindia Belanda dengan pengoperasian telekomunkasi telegraf. Lalu bagaimana sejarah telekomunikasi di Surakarta, sejak telegraf hingga telepon dan radio? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (27):Zending di Surakarta, Misionaris di Jawa Sejak Kapan? Permulaan Gereja-Gereja di Wilayah Tengah P Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Pada masa ini, gereja Katolik Santo Antonius di Surakarta disebut merupakan gereja tertua di Surakarta, didirikan tahun 1905. Bangunan yang terbilang besar ini disebut belum pernah berubah bentuk dan fungsinya hingga hari ini. Bagaimana dengan jemaatnya sendiri? Sejak kapan kegiatan zending dimulai di wilayah Jawa khususnya di bagian pedalaman seperti di Soerakarta. Tentu saja sudah ada para misionaris sejak awal, sejak awal dibentuknya pemerintahan (Pemerintah Hindia Belanda).


GKJ Margoyudan Surakarta, Penyebaran Agama. Bangunan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Margoyudan sekalipun lebih dekat dengan kehidupan Komunitas Kristen Jawa, tetapi secara arsitektural masih dengan jelas menampakkan jejak sebagai bangunan kolonial. Bangunan ini mempunyai sejarah yang unik selaras dengan kondisi sosio-kultural yang dipegang teguh oleh Kerajaan Kasunanan Surakarta pada abad XVIII. Gereja GKJ Margoyudan didirikan pada 1916. Perkembangannya dirintis melalui kegiatan rohani Kristen yang awalnya berada di bangunan milik seorang Belanda bernama Stegerhoek yang berupa bengkel kerja. Kemudian perkembangan komunitas rohani ini terwujud dalam bentuk pendirian sekolah Kristen pada 1909 atas prakarsa Dr. D. Bakker Sr. Untuk selanjutnya di sekolah itulah ibadah dan proses pendidikan dilakukan. Karena terpengaruh oleh Komunitas Kristen Jawa di Yogyakarta yang telah berhasil mendirikan Rumah Sakit Zending bernama Petronela Hospital pada 1897 (sekarang RS Bethesda), kaum Zending Surakarta berhasil mendirikan Zending Hospital pada 1912. Sejak berkembangnya pengaruh Zending di Surakarta, maka Komunitas Kristen Jawa selanjutnya berhasil menghimpun diri membentuk sebuah majelis dan meresmikan berdirinya Gereja Kristen Jawa pada 30 April 1916. Akibat perkembangan umat yang semakin banyak maka atas peran Pendeta Dr. H.A. van Andel diusahakan pembangunan gereja yang direncanakan mampu menampung umat sebanyak 400 orang. Gedung Gereja itu dibangun di tempat bengkel milik Stegerhoek dan secara resmi dibuka pada 1921 (sekarang Jalan Wolter Monginsidi). Keberadaan GKJ Margoyudan akhirnya mengilhami perkembangan Komunitas Kristen Jawa di Kota Surakarta maupun daerah di luar kota. Wilayah yang terilhami antara lain Sragen, Wonogiri, Delanggu, Kartasura, dan Karanganyar (http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/).

Lantas bagaimana sejarah zending di Surakarta, misionaris di Jawa sejak kapan? Seperti disebut di atas, seiring dengan pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda, kegiatan zending mulai secara intens dilakukan di berbagai wilayah termasuk di (pedalaman) Jawa. Dalam hal inilah yang menjadi prakondisi permulaan gereja-gereja di wilayah pulau Jawa. Lalu bagaimana sejarah zending di Surakarta, misionaris di Jawa sejak kapan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 09 Januari 2023

Sejarah Surakarta (26): CF Winter Sr, Ahli Bahasa Jawa di Soerakarta; Perkembangan Bahasa dan Aksara Jawa dari Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Siapa CF Winter? Mungkin masih ada yang ingat Namanya tetapi lebih banyak yang melupakan atau tidak mengetahui sama sekali. Okelah. Sejarah tetaplah sejarah. Nama CF Winter haruslah dihubungkan dengan sejarah di Jawa, khusunya di Jogjakarta dan Soerakarta. Namun siapa CF Winter, sejauh ini kurang terinformasikan. Hanya diketahui sayup-sayup saja dan narasi sejarahnya terbilang masih minim.


Carel Frederik Winter, Sr. (1799-1859) atau lebih dikenal dengan C.F. Winter adalah linguis Hindia Belanda yang banyak bekerja sama dengan Ranggawarsita dalam menulis berbagai kitab pertama yang menghubungkan kesusasteraan Jawa dan Barat. Winter adalah seorang Indo yang ditugaskan untuk mendalami sastra Jawa oleh pemerintah kolonial. Pada gilirannya, ia bersahabat dengan Ranggawarsita, pujangga dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Hubungan keduanya kemudian bersifat mutualis. Karya abadinya adalah Kawi-Javaansch woordenboek (Kamus Kawi-Jawa), yang versi terjemahan ke dalam bahasa Indonesianya diterbitkan tahun 1983 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah CF Winter Sr di Soerakarta, ahli bahasa Jawa? Seperti disebut di atas, nama CF Winter sangat penting dalam sejarah Jawa di Soerakarta, sebagaimana pada generasi berikutnya Dr Isaac Groneman di Jogjkarta. Dua nama ini, dengan menyebut secara khusus CF Winter dapat memahami lebihj lanjut perkembangan bahasa Jawa dan aksara Jawa masa ke masa. Lalu bagaimana sejarah CF Winter Sr di Soerakarta, ahli bahasa Jawa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (25): Masjid di Surakarta, Masjid Laweyan dan Masjid Agung Kraton Surakarta;Awal Mula Siar Islam di Surakarta


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Di berbagai tempat, masjid menjadi salah satu situs sejarah yang penting. Seperti halnya prasasti dan bangunan candi di era Hindoe Boedha, masjid juga memiliki riwayat yang panjang di masa lampau. Disebutkan masjid Laweyan di Surakarta dibangun pada masa Djoko Tingkir sekitar tahun 1546 yang merupakan masjid pertama di Kerajaan Pajang, yang awalnya merupakan pura, namun seiring dengan banyaknya rakyat yang mulai memeluk agama Islam, bangunan diubah fungsinya menjadi masjid. Tentu saja masih ada ada masjid yang berumur tua di Suarakarta seperti masjid agung kraton Surakart.a


Sejarah Masjid Laweyan, Tertua di Kota Solo yang Bercorak Hindu-Jawa. Senin, 4 April 2022. Solo Kompas. TV. Masjid Laweyan merupakan bangunan bersejarah. Dilansir dari situs Kemdikbud, Masjid Laweyan yang berusia hampir lima abad. masjid tertua di Solo. Gaya bangunan masjid mirip seperti kelenteng Jawa. Letak masjid yang berada di atas bahu jalan menjadi turut menjadi ciri utama Masjid Laweyan yang dulunya pura Hindu. Pura tersebut kemudian beralih menjadi masjid yang awalnya berbentuk rumah panggung bertingkat dari kayu. Pengaruh Hindu lain turut terlihat dari posisi masjid yang lebih tinggi dibandingkan bangunan di sekitarnya. Saat ini, sejumlah ornamen Hindu tidak lagi terpasang di masjid tapi ornamen seperti hiasan ukiran batu masih menghiasi makam kuno yang ada di kompleks masjid. Sedangkan dari pengaruh Jawa, tata ruang Masjid Laweyan merupakan tipologi masjid Jawa pada umumnya. Pengaruh dari Kerajaan Surakarta terlihat dari ruangan yang dibagi menjadi tiga bagian, yakni ruang induk (utama) dan serambi yang dibagi menjadi serambi kanan dan serambi kiri. Bentuk atap menggunakan tajuk atau bersusun juga menjadi ciri lain kuatnya pengaruh Jawa di Masjid Laweyan. Penggunaan batu bata sebagai bahan dinding ini sebenarnya baru digunakan masyarakat sekitar tahun 1800. Kompleks Masjid Laweyan juga menjadi satu dengan makam kerabat Keraton Pajang, Kartasura, dan Kasunanan Surakarta. Salah satu makam yang paling banyak dikunjungi ialah makam Kiai Ageng Henis, seorang tokoh dari Sela yang hijrah ke Pengging. Ia juga dikenal dengan sebutan Ki Ageng Laweyan.  Selama hidup di Laweyan, ia pernah menjadi guru spiritual Jaka Tingkir saat belum naik takhta menjadi raja Pajang atau masih bernama Mas Karebet.

Lantas bagaimana sejarah masjid di Surakarta, masjid Laweyan dan masjid Agung kraton Surakarta? Seperti disebut di atas, masjid memiliki sejarah panjang, yang secara fisik telah melalui berbagai era. Dalam hal ini menarik memahami awal mula siar Islam di Surakarta. Lalu bagaimana sejarah masjid di Surakarta, masjid Laweyan dan masjid Agung kraton Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.