*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini
Jika kita datang
ke Bogor, kini kita disambut dengan satu monumen ‘pintu gerbang’ yang menempel
pada latar belakang Kebun Raya Bogor. Monumen ini terdiri dari sembilan pilar ‘paku
alam’ yang sejajar, yang menopang satu batang besar sebgai plakat yang
bertuliskan ‘Dinu Kiwari Ngancik Nu
Bihari, Seja Ayeuna Sampeureun Jaga’. Arti harfiahnya adalah yang ada
sekarang adalah hasil masa lampau dan yang dilakukan sekarang buat masa datang.
Semboyan ini saya paham betul artinya
dari sudut sejarah, dan saya juga paham betul geografi Kota Bogor secara rinci.
sebagai sebuuah lanskap dimana semboyan itu melekat. Saya pernah menjadi warga kota
yang indah ini dengan KTP Kota Bogor selama sepuluh tahun. Ketika saya datang
ke Kota Bogor baru-baru ini, saya tidak kaget melihat semboyan ini tetapi
justru saya menggugatnya: Mengapa monumen semacam itu tidak sejak dulu dibuat?.
Titik singgung sungai Ciliwung dan Cisadane |
Kota Bogor masa
kini adalah kota yang di masa lampau yang dipilih oleh para pendahulu sesuai
dengan anugerah alam untuk kebutuhan pertahanan, panorama dan religi. Pilihan
lanskap kota alam ini sejauh yang saya tahu terbaik di nusantara. Titik origin
kota Bogor (sebelumnya bernama Buitenzorg) yang sekarang adalah titik
persinggungan antara sungai Ciliwung dan sungai Cisadane.
Bayangkan kita
berada di tengah kota (titik origin) di masa lampau. Kita berada diantara dua
sungai besar yang sejajar yang merupakan jarak terdekat dua sungai ini (titik
singgung) yakni sungai Ciliwung dan sungai Cisadane. Diantara dua sungai besar
ini terdapat sungai kecil bernama Cipakancilan. Ke arah selatan (sisi sungai
Cisadane) terdapat panorama gunung Salak, ke arah utara panorama melandai
menuju ke laut. Ke hulu arah timur menuju pusat ibukota kerajaan Pakuan dan ke hilir
arah barat persawahan dan berbelok ke utara mengikuti aliran sungai Ciliwung
menuju laut. Titik singgung inilah pusat kota Bogor yang sekarang (Bazaar/Pasar
Bogor). Dari titik origin ini ke arah
hulu adalah kota lama (Pakuan Pajajaran) dan ke arah hilir terbentuk kota
Buitenzorg. Batas itu kini berada di Pasar Bogor dimana di pangkal jalan
Suryakencana kini dibuat gapura dengan bertuliskan ‘Lawang Suryakancana’
(lawang=pintu gerbang).
Untuk mudahnya
kita dapat membagi periode kota ini: masa kini (Kiwari), masa lalu (Bihari) dan
masa datang. Kita mulai dari nama Buitenzorg sebagai hasil kearifan lokal masa
lampau dan memproyeksi ke masa datang.
Buitenzorg, Belanda Manfaatkan Kearifan Lokal
Nama Buitenzorg
sudah ada sebelumnya, namun secara resmi nama Buitenzorg baru berlaku tahun
1810 (lihat Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810). Meski demikian, nama
lama, Bogor juga tetap dipertahankan. Nama Buitenzorg ditujukan kepada
orang-orang Eropa/Belanda dan nama Bogor untuk menjaga eksistensi pribumi.
Nama Bogor muncul setelah era Pakuan
Pajajaran. Letak nama tempat itu tidak diketahui secara jelas (diperdebatkan).
Namun tetap perlu dibuktikan.
Dalam hubungan
tersebut, Belanda tidak pernah menghilangkan (menghapus) nama lokal apalagi
mendudukinya. Malah berusaha menjaganya. Strategi penamaan kota dengan strategi
membangun kota baru tidak jauh dari kampong/kota lama yang kemudian memberikan nama
dengan dua cara: mengadopsi nama lama atau memberi nama baru. Di Bogor Belanda
memberi nama baru seperti halnya di Jakarta (Batavia yang eksis bersama Sunda
Kelapa dan Iacatra). Medan dan Bandoeng sama-sama mengadopsi nama lama.
Penamaan resmi ini dimulai sejak adanya
rencana strategis Gubernur Jenderal Daendles dalam pembangunan jalan pos
trans-Jawa. Dengan adanya pembangunan ruas jalan pos Batavia-Buitenzorg,
wilayah yang dulunya bekas Pakuan-Pajajaran (ibukota Kerajaan Pajajaran) tersebut,
Buitenzorg berkembang pesat. Salah satu pemicu perkembangan itu adalah
keberadaan istana Buitenzorg yang dibangun tahun 1744. Buitenzorg berasal dari kata
rumah peristirahatan (istana peristirahatan) di luar kota (buiten) sebagaimana
umumnya ditemukan di Eropa pada masa lampau. Ide istana ini muncul untuk tempat
tinggal alternative bagi Gubernur Jenderal yang menganggap Batavia sudah dianggap
tidak sehat (kanal-kanal semakin dangkal dan kotor dan tidak aman setelah
peristiwa pembantaian orang-orang Cina di Batavia tahun 1740).
Istana yang
menjadi rumah peristirahatan yang disebut Istana Buitenzorg menjadi origin kota
Buitenzorg. Istana ini dibangun saat Gubernur Jenderal masih berkantor di
Istana Batavia (Stadhuis/Balai Kota Batavia). Istana Buitenzorg lalu kemudian
digunakan Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Inggris) sebagai ibukota dan
menjadi kediaman resminya antara tahun 1811-1816.
Istana Gubernur Jenderal yang baru
(menggantikan Stadhuis Batavia) berada di tempat Istana Merdeka yang sekarang
namun hadapnya masih ke utara (ke arah Jalan Juanda yang sekarang) dan dalam
perkembangannya diubah posisinya menghadap ke selatan (Koningsplein. Lapangan
Monas yang sekarang). Untuk melengkapi Istana Buitenzorg
dibangun Kebun Raya oleh Baron Van der Capellen pada tahun 1817 segera setelah
Inggris hengkang dari Buitenzorg.
Oleh karena itu,
Batavia termasuk Buitenzorg. Pada awal pembentukan administrasi di Jawa dan
Madoera, Batavia termasuk salah satu Residentie (Province), yakni: Bantam,
Batavia, Preanger, Tjeribon dan sebagainya. Pada masa iitu Residentie Batavia
terdiri dari tujuh afdeeling (semacam kabupaten): Tangerang, Batavia, Weltevreden,
Meester Cornelis, Tandjong, Tjibinoeng dan Buitenzorg.
Afdeeling Stad
en voorsteden: Batavia, de hoofdstad der
Residentie en van geheel Nederlandsch Indië, in 1619 door den Gouverneur
Generaal J. P. Koen gesticht op de plaats van het oude Jakatra, aan de Baai van
Batavia, en sedert dien tijd steeds meer Zuidwaarts uitgebreid, zoodat zich aan
die zijde een aantal voorsteden gevormd hebben, waar de meeste Europeanen
wonen. De voornaamste van deze voorsteden zijn : Molenvliet; Noordwijk,
Rijswijk, met het hôtel van den Gouverneur Generaal; Konings plein; Batoe
toelis; Pasar baroe; Parapattan; Tanah-abang (Tanabang); Weltevreden, met het
Paleis van Weltevreden en het Plein van Waterloo; Kramat: Struiswijk; Goenoeng
Sari; Tanah njonja, en andere meer door Inlanders bewoond. De stad met hare
voorsteden telt 63.000 inwoners, waaronder ongeveer 3.000 Europeanen en 17.000
Chinezen, welke laatsten in eene afzonderlijke wijk, de Chinesche kampong, in
het Zuid-Westen der stad wonen. Afdeeling
Tangërang : Tangërang, de hoofdplaats der Afd. Aan den Grooten weg en de
rivier Tji-Dani. Afdeeling Meester Cornelis:
Meester Cornelis, hoofdplaats der Afd., ruim een uur ten Zuiden van
Weltevreden: Bekassi, aan de Tji-Lingsi en den Krawangschen weg. Afdeeling Buitenzorg: Buitenzorg, de
hoofdplaats der Afd. met een buitenverblijf van den Gouverneur Generaal en een Gouvernements
plantentuin. Op eenigen afstand van deze plaats vindt men nog enkele
overblijfselen der hoofdstad van het oude rijk Padjadjaran (lihat Dr.
Hollander, 1869).
Pembagian Administratif dan Penduduk Buitenzoeg
Nama-nama land di district Buitenzorg |
District
Buitenzorg terdiri dari 12 landerien dengan jumlah kampong sebanyak 262 buah
dari Cisarua hingga Dermaga. Jumlah penduduk sebanyak 78.607 jiwa. Jumlah
penduduk yang terbilang banyak (di atas 10.000 jiwa) berada di land Tjiawi,
Land Tjidjeroek en Srogol, Land Bloeboer dan Land Tjiomas.
.
Pada tahun 1930 informasi mengenai pembagian wilayah administratif secara lengkap di Jawa dan Madoera ditemukan dalam buku Alphabetisch Register van de Administratieve-(Bestuurs-) en Adatrechtelijk Indeeling van Nederlandsch-Indie. Deel I: Java en Madoera. Door W. F. Schoel. Landsdrukkerij, Batavia, 1931. Data administrative ini didasarkan hasil Sensus tahun 1930. Seluruh Jawa dan Madoera dibagi lima daerah (gewest), yaitu: Djocjakarta, Midden-Java, Oost-Java, Soerakarta dan West-Java. Di West Java sendiri terdapat delapan afdeeling (Residentie), yaitu: Bantam, Batavia, Buitenzorg, Priangan Midden, Cheribon, Priangan Oost, Priangan West, Indramajoe. Afdeeling Batavia terdiri dari dua regentschappen (kabupaten): Batavia dan Meester Cornelis. Sementara Afdeling Buitenzorg terdiri dari hanya satu regentschappen (kabupaten) yakni Buitenzorg. Di dalam regenschappen ini terdapat district (kewedanaan) Buitenzorg, onderdistrict (kecamatan) Buitenzorg.
Pada tahun 1930 informasi mengenai pembagian wilayah administratif secara lengkap di Jawa dan Madoera ditemukan dalam buku Alphabetisch Register van de Administratieve-(Bestuurs-) en Adatrechtelijk Indeeling van Nederlandsch-Indie. Deel I: Java en Madoera. Door W. F. Schoel. Landsdrukkerij, Batavia, 1931. Data administrative ini didasarkan hasil Sensus tahun 1930. Seluruh Jawa dan Madoera dibagi lima daerah (gewest), yaitu: Djocjakarta, Midden-Java, Oost-Java, Soerakarta dan West-Java. Di West Java sendiri terdapat delapan afdeeling (Residentie), yaitu: Bantam, Batavia, Buitenzorg, Priangan Midden, Cheribon, Priangan Oost, Priangan West, Indramajoe. Afdeeling Batavia terdiri dari dua regentschappen (kabupaten): Batavia dan Meester Cornelis. Sementara Afdeling Buitenzorg terdiri dari hanya satu regentschappen (kabupaten) yakni Buitenzorg. Di dalam regenschappen ini terdapat district (kewedanaan) Buitenzorg, onderdistrict (kecamatan) Buitenzorg.
Regentschappen
(kabupaten) Buitenzorg terdiri dari district: Buitenzorg, Djasinga, Leuwiliang,
Paroeng, Tjiawi, Tjibaroesa, Tjibinong. District Buitenzorg terdiri dari empat
onderdistrict: Buitenzorg, Kedoenghalang, Semplak dan Tjiomas. Sedangkan
district Paroeng terdiri dari dua onderdistrict: Paroeng dan Depok.
Kecamatan (onderdistrict) Buitenzorg yang merupakan pusat
dari Kota Buitenzorg terdapat 11 desa, yaitu: Babakan-pasar, Bantardjati, Batoetoelis,
Bondongan, Goedang, Pabaton, Panaragan, Pledang, Tadjoer, Tegallega dan Tjipakoe.
Desa-desa ini jika diperhatikan merupakan desa-desa yang dapat digolongkan ke
dalam kelompok desa. Pertama, desa-desa yang dulunya menjadi area Kerajaan
Pakuan Pajajaran (Batoetoelis, Bondongan, Goedang, Babakan-pasar, Panaragan, Tadjoer
dan Tjipakoe). Desa-desa ini pada masa kini dibatasi oleh pintu gerbang di
Pasar Bogor yang di atas gapura tertulis Lawang Suryakencana.
Sedangkan
empat desa lainnya merupakan area di luar Pakuan Pajajaran yakni Bantardjati, Tegallega,
Pabaton dan Pledang. Dari empat desa ini, tempat utama orang-orang Eropa sejak
awal berada di Istana Buitenzorg dan area yang masuk desa Pledang dan desa
Pabaton.
Ibukota Buitenzorg
dan Orang Eropa/Belanda
Kawasan pecinan di Buitenzorg |
Land Bloeboer
adalah ibukota Buitenzorg dimana juga terdapat banyak Tionghoa. Di ibukota ini
juga jumlah Tionghoa terbanyak yakni sebanyak 2.188 jiwa (jumlah kedua
terbanyak di Tjilengsie sebanyak 1.008 jiwa). Wilayah perkotaan di Bloeboer yang
umumnya dihuni oleh orang-orang Tionghoa disebut wijk (yang dibedakan dengan
kampong). Meski orang-orang Tionghoa tersebar di seluruh Regenschappen Buitenzorg,
namun di setiap land lainnya jumlahnya tidak lebih dari 500 jiwa. Sebagai
tambahan, tidak ditemukan orang Arab namun di Bloeboer terdapat 45 orang timur
asing lainnya.
Berdasarkan Peta 1900 ibukota (hoofdplaats) Buitenzorg
terdiri dari tiga desa, yaitu: desa Paledang, desa Babakan Pasar dan desa
Bondongan. Desa-desa ini terdiri dari subdivisi (nama kampong lama dan nama
pemukiman baru).
Desa Paledang terdiri dari kampong dan area: Kebon Djahe, Djambatan
Merah, Mantarena. Kampong Kramat, Gardoe, Tjiwaringin, Gedong Sawah, Pondok
Asem dan Istal Gedong Besar. Desa
Babakan Pasar: Tjingtjauw, Tengah, Rawa sedek, Poelau pasar, Jalan Roda dan
Bong. Desa Bandongan: Kaoem Hilir,
Empang, Kaoem Oedik, Kebon Gede, Sindang Rasmi, Kampung Apoe dan Lajong Sari.
Land Bloeboer yang merupakan tempat dimana ibukota
Buitenzorg berada diduga telah berubah nama menjadi Onderdistrict Buitenzorg
(1930). Ini dikaitkan dengan didirikannya kantor/rumah Asisten Residentie
Buitenzorg. Kantor asisten residen ini mengacu pada lokasi Istana Buitenzorg
(yang sudah lama dibangun). Kantor
Asisten Resident ini berhadapan dengan Istana Buitenzorg. Ruang antara Istana Buitenzorg dan kantor
Asisten Residen kemudian dibuat menjadi aloen-aloen kota.
Istana Buitenzorg
sejak dibangun tahun 1744 telah mengalami renovasi pada tahun 1809 oleh Daendles
dan kemudian direnovasi lagi pada tahun 1819 oleh Baron van der Capellen. Sementara
itu kebun raya Buitenzorg dibangun oleh Baron Van der Capellen pada tahun 1817.
Seluruh taman menawarkan berbagai macam lansekap yang indah, cukup jalan kaki,
rumput, kolam (kelak di dalam kebon raya ditemukan makam fisikawan Heinrich
Kuhlen Johan Coenraad van Hasselt). Oleh karena gempa tanggal 10 Oktober 1834
menyebabkan istana runtuh, lalu kemudian Istana ini dibangun kembali.
Garnisun di depan Istana Buitenzorg (foto 1870) |
Alun-alun
kota pada waktu itu jika diperhatikan dari sudut pandang yang sekarang adalah
lahan yang berada antara jalan Kapten Muslihat, Jalan Juanda depan Istana,
Jalan Salak (samping Hotel Salak dan jalan Pasar Anyar. Sementara itu, jalan
pos (sebelum dibangun Kebun Raya) adalah Jalan Sudirman yang sekarang menuju
halaman Istana Buitenzorg, berbelok ke kanan sedikit lalu lurus melewati tengah
kebun raya dan Jalan Suryakencana yang sekarang.
Kantor Asisten Residen Buitenzorg (foto 1870) |
Masjid di Empang (foto 1880) |
Perkembangan
lebih lanjut terdapat situs-situs baru seperti rumah sakit militer (lampu merah
Istana) yang kini dibawahnya terletak Lebak Kantin (berasal dari kantin militer).
Rumah sakit ini merupakan lokasi garnisun lama yang telah dipindahkan ke lokasi
baru (di Zeni AD dekat air mancur yang sekarang).
Alun-alun kota Buitenzorg semakin sempit |
Sementara
itu sudah dibangun gedung Sekretariat (Algemene Secretariat) kemudian
disampingnya dibangun gedung Landraad (kini Kantor Perbendaharaan Negara) lalu
disampingnya direnovasi Hotel Bellevue (panorama ke Gunung Salak yang kini
menjadi Pasar Ramayana).
Setelah
itu muncul hotel di stasion yang disebut Stasion Hotel atau juga disebut
Railway Hotel tidak lama setelah pembangunan stasion Buitenzorg pada tahun
1873. Hotel ini berada di supermarket Matahari/Kantor Polisi yang sekarang.
Juga dibangun library dengan museum. Libarary ini kini menjadi SMA N 1 Bogor / SMP
N 1 Bogor. Kemudian dibangun Museum (depan Kantor Pos sekarang), Zoological
Museum (dekat AKA) dan Depart. Agriculture (di seberangnya). Race, tempat
pacuan kuda di stadion Pajajaran yang sekarang. Sekolah rakyat (lokasi sekolah dasar
Polisi yang sekarang) dan sekolah Eropa (jalan Paledang).
Gedung-gedung lainnya selain stasion kereta
api (sekarang Taman Topi) juga terdapat Post dan Telegraaf (Mesjid yang
sekarang) dan City Cinema (bangunan Pasar Anyar yang sekarang). Bioskop lainnya
di belakang stasion dekat Jembatan Merah. Juga sekolah HIS/MULO di seberang
Cinema (yang kini menjadi komplek sekolah dasar Pengadilan).
Jalan Baru dan Kali
Baru
Jalan menuju Buitenzorg dari Batavia adalah melalui sisi
timur sungai Ciliwung. Jalan ini adalah jalan yang dirintis setelah adanya
Belanda (berdasarkan rute jalan lama). Jalan rintisan ini kemudian semasa
Daendles ditetapkan sebagai jalan pos. Jalan pos itu dari Batavia melalui
Bidara Tjina, Tandjong (kini pasar Rebo), Tjimanggis, Tjibinong dan Tjiloear.
Bidara
Tjina dan Tjiloear adalah dua pusat perdagangan yang diduga setelah era
Fatahillah (Iacatra). Bidara Tjina adalah tempat utama yang menjadi bazaar yang
didominasi oleh Tionghoa. Sedangkan Tjiloear adalah tempat utama yang menjadi
bazaar yang didominasi oleh penduduk pribumi.
Tugu Prapatan Butenzorg, 1870 (kini Simpang Air Mancur) |
Sebelum
adanya jalan sisi timur Ciliwung ini sudah ada jalan sisi barat sungai Ciliwung
(Westerweg). Jalan ini dari Air Mancur melalui Gedong Badak, Tjiliboet, Depok,
Pasar Minggu terus ke Sunda Kelapa. Jalan ini diduga jalan kuno sejak era
Pakuan Padjajaran. Di era VOC di Depok bercabang ke Tjiniri lalu ke Tangerang.
Lokasi Air Mancur ini merupakan persimpangan menuju ke empat
arah. Jalan lama sebelum adanya istana ini adalah jalan utama menuju timur ke Tadjoer
dan Tjiawi dan menuju ke barat menuju Tiliboet. Dengan kata lain istana
dibangun di sisi jalan utama ini. Sementara dari air Mancur ini menuju ke utara
(Kedoeng Halang) dan menuju ke selatan ke Tjiomas (melalui Jalan Pabaton/RE
Martandiata yang sekarang).
Pada
saat sekarang dengan posisi istana Bogor ke timur menuju jalan Suryakencana,
Jalan ini awalnya persis lokasi istana dan ketika istana dibangun bergeser
seakan mengitari istana lalu dari belakang istana ke Surya Kencana. Sejak kebun
Raya dibangun untuk melengkapi istana, jalan ini bergeser lagi (seperti yang
sekarang). Dengan kata lain di tengah
kebun raya merupakan jalan mmenuju Tadjoer dan Tjiawi melalui jalan Surya
Kencana. Sementara dari istana ke barat melalui jalan Sudirman, Air Mancur,
Good Year (Stadion Pajajaran), Kebon Pedes, terus ke Tjiliboet dan seterusnya.
Dalam perkembanganya ketika afdeeling Buitenzorg dibentuk
ditempatkan Asisten Residen dengan ibukota Buitenzorg. Ibukota ini berada di
depan istana dengan didirikannya bangunan kantor/rumah asisten residen
(replikanya masih tampak hingga sekarang di samping Hotel Salak yang sekarang).
Antara istana Buitenzorg dan gedong asisten residen dibuat jalan (sesuai dengan
perkembangan kebun raya), yaitu jalan Juanda yang sekarang.
Alun-alun
kota dibuat mengikuti arah pandangan dari istana Buitenzorg dan gedong asisten
Residen. Alun-alun ini pada saat sekarang adalah area diantara jalan Juanda
(sisi timur), jalan Gedong Sawah (sisi utara), jalan Dewi Sartika (sisi barat)
dan jalan Kapten Muslihat (sisi selatan). Pada sisi selatan alun-alun dibuat
jalan menuju Jembatan Merah (Panaragan) (kelak dibangun jembatan menuju ke
Goenoeng Batoe, Dermaga dan seterusnya ke Djasinga. Sementara itu di Jembatan
Merah menuju ke JTjiwaringin (bertemu jalan dari Pabaton/Air Mancur) ke Tjilendek,
Semplak dan terus ke Paroeng. Satu lagi di Semplak ke arah barat menuju
Leuwiliang.
Jauh sebelum pemerintah Hindia Belanda membentuk asisten
residen di Buitenzorg, VOC melakukan kerjasama dengan pemimpin di Bogor, dibuat
kali baru (River New) atau Slokkan.
Pekerjaan kali baru ini dimulai tahun 1739 oleh Martidiwangsa dan kemudian
diteruskan dan diselesaikan pada tahun 1753 oleh Gubernur Jenderal Baron van Imhoff.
Kali baru ini terdiri dari dua yakni kali
baru barat dan kali baru timur. Kali baru barat airnya bersumber dari pembuatan
bendungan di Empang (sungai Cisadane) yang airnya diteruskan ke sungai
Cipakancilan dan alirannya diteruskan untuk mengairi sawah dan kebutuhan
perkebunan Land Gedong Badak, Land Tjiliboet dan Land Bodjong Gede (lalu
Tjitajam, Depok, Pondok Tjina Sringsing terus ke Batavia). Hal yang sama juga
dengan membuat bendungan (di Katulampa) untuk pengairan sawah dan kebutuhan
perkebunan di Tjikao dan Tjitrap melelaui Ningewer yang
kemudian dibuang ke kali kecil Tjipamangies,
dekat desa Brengkok di Land Tjipamangies.
Ketika lahan-lahan antara Batavia dan Buitenzorg terus
berkembang, kebutuhan tenaga kerja semakin intensif. Tenaga kerja lokal tidak
cukup memadai. Sejumlah kuli Cina didatangkan dari Tiongkok (yang kira-kira
bersamaan waktunya dengan kedatangan kuli Cina di Deli). Jumlah tenaga kerja
itu sebelumnya hanya mengandalkan budak-budak belian yang diperdagangkan di Batavia.
Penggunaan tenaga budak secara massif ditemukan di Land Tjiawi, Land Pondok
Gede, Tjidjeroek, Tjiomas, Dermaga dan
Sindang Barang, Kampong Baru, Bloeboer, Tjiseroa dan Tjikoppo. Perbudakan ini kelak
dihapuskan pada tahun 1885 berdasarkan Keputusan Umum Gouvernor tanggal 22
November 1855 (Staatsblad No. 75).
Kuli-kuli
Tjina ini setelah kontrak mereka habis banyak yang tidak pulang (tidak kembali)
melainkan menetap dengan usaha budidaya di sekitar Buitenzorg. Kuli-kuli Cina
ini dengan sendirinya memperbesar komunitas Tionghoa yang sebelumnya terpencar-pencar
dan menyebar sejak terjadinya pembantaian Cina di Batavia (1740) mengumpul dan
terbentuk komunitas Cina di jalan Surya Kencana yang sekarang. Komunitas Cina
ini ada yang pedagang, petani dan kuli di perkebunan-perkebunan sekitar
Buitenzorg.
Batas Wilayah Ibukota
Buitenzorg dan Akuisisi Tanah Partikelir
Sebagaimana diketahui VOC Hindia Timur digantikan
Pemerintah Hindian Belanda 1799 dimana pemerintah membeli tanah-tanah VOC untuk
tempat pemerintahan seperti di Batavia dan Buitenzorg. Pada tahun 1800, Land
Bloebor dibeli oleh pemerintah dimana land tersebut dijadikan pusat
pemerintahan. Sejak itu Land Bloeboer dianggap
wilayah kekuasaan pemerintah dan nama Bloeboer berganti nama menjadi
Buitenzorg. Dalam pembelian ini tanah tersebut, Daendles memiliki sepersepuluh secara
pribadi dalam 54 persil tanah yang terletak di sejumlah tempat. Persoalan
kemudian muncul karena kepemilikan pemerintah terhadap ibukota Buitenzorg tidak
utuh alias compang-camping serta batas-batas Negara (pemerintah) tidak menentu.
Gugatan kemudian diajukan terhadap tanah kepemilikan di dalam kota yang dulu
menjadi milik Daendles (lihat Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866). Gugatan
dilakukan oleh Kejaksaan Agung mewakili pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1864 gugatan diajukan ke pengadilan di
Batavia. Tanah-tanah swasta (partikelir) harus dibebaskan dari dalam kota dan
akan dibeli oleh pemerintah. Pada tahun 1866 sebagaimana dilaporkan surat kabar
Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866 pengadilan meloloaskan gugatan pemerintah
dan dapat membebaskan tanah pertikelir dengan memberikan ganti rugi kepada para
pemilik. Dengan demikian deklarasi baru dibuat atas tanah pemerintah di
Buitenzorg alias Bloeboer. Disebutkan tanah pemerintah di Buitenzorg dengan
struktur baru adalah sebagai berikut:
Nederlandsche staatscourant, 02-11-1866 |
Di sisi
utara berbatasan dengan Land Kedoeng Badak: mulai dari sungai Tjiliwong, jembatan
sepanjang sungai Pekantjilan oleh tujuh tiang, bersama dan melalui desa
Paledang, tepi kiri sungai Pekantjilan di kompleks Tjiwaringin; di tepi kanan
dari Tjikoman, di Paboearan, kampung Tjilandak, untuk tepi kanan sungai Tjidani
yang lima belas tiang semuanya disemen. Di sisi selatan, mulai dari sungai
Tjiliwong di mulut sungai Tjiboedik, ke arah barat 42 derajat selatan ke sungai
Tjiawi, dan bersama mereka ke utara ke mulut sungai Tollok Pinang; lingkup
barat 9 derajat selatan, ke sungai Tjiretek, sampai sungai Tjidani, pemisahan
dari Land Tjoetak Tjawi. Di sisi timur dikelilingi oleh jalannya sungai
Tjiliwong, membuat pemisahan Land Kampong Baru. Di sisi barat ditentukan sungai
Tjidani, membuat pemisahan antara Land Tjoetak, Tjireroek, Tjiomas dan
Sendang-Barang serta Dermaga.
Perkembangan Lebih Lanjut Buitenzorg: Kesehatan dan Pendidikan
Pengembangan kesehatan dan pendidikan di Butenzorg adalah
dua aspek social terpenting yang muncul sejak awal. Perihal kesehatan adalah
pokok sejak 1850 karena ekonomi (pertanian) Buitenzorg tengah tumbuh pesat.
Pembangunan garnisun untuk pengamanan, mendatangkan budak, kuli dari Tiongkok
dan kuli dari Jawa, kerjasama dengan para pemimpin adat (pribumi). Para
penduduk pribumi diberdayakan untuk menghasilkan pangan (beras, sayur,
buah-buahan, rempah-rempah dan
sebagainya) untuk mendampingi ekonomi perkebunan (kopi, teh, gula dan
sebagainya). Eksesnya muncul berbagai (epidemic) penyakit yang perlu penanganan
agar tetap mampu menjaga produktivitas semua golongan warga (Eropa, Tionghoa
dan pribumi).
Yang pertama dibangun adalah rumah sakit militer (kini
menjadi RS Salak) yang tujuan utama untuk anggota pasukan (terutama jika
mengalami luka dalam bertugas). Rumah sakit itu juga fungsinya untuk melayani
epidemic dan berbagai kalangan (terutama kalangan atas Eropa, Tionghoa dan
pribumi). Tenaga dokter utama didatangkan dari Belanda yang kemudian dibantu
oleh asisten dokter pribumi dari alumni Docter Djawa School di Batavia (di
tempat RSPAD yang sekarang).
Docter
Djawa School dibuka tahun1851 (satu angkatan hanya 8-10 siswa). Dua siswa (Si
Asta dan Si Angan dari Mandailing dan Angkola tahun 1854 diterima di sekolah
dokter ini (kedua siswa ini adalah siswa pertama yang berasal dari luar Jawa).
Dr, Asta ditempatkan di Mandailing dan Dr. Angan ditempatkan di Angkola. Namun
dua siswa berikutnya (Si Napang dan Si Doeri) yang masuk tahun 1856 setelah
lulus tidak pulang kampong, tetapi Dr. Dorie ditempatkan di Padangsch dan Dr,
Napang di rumah sakit militer di Buitenzorg. Demikian seterusnya secara berkala
(setiap dua atau empat tahun dua siswa direkrut dari Mandailing dan Angkola
untuk dilatih dokter dan ditempatkan di berbagai tempat di Hindia Belanda. Ada
yang satu kelas dengan Dr. Wahidin dan juga dengan Dr. Tjipto,
Dalam perkembangannya rumah sakit beri-beri dibangun di
Buitenzorg (apakah karena banyak pribumi kurang gizi?). Rumah sakit ini berada
di hilir Jembatan Merah. Setelah rumah sakit beri-beri ini dianggap tidak
efektif lagi lalu ditutup dengan membangun rumah sakit umum di lokasi yang
tidak jauh dari tempat pemukiman baru (elit) yang dibangun pada tahun 1920an di
onderdstrict Kedoeng Halang (kini sekitar Babakan Gunung Gede). Jalan dan
jembatan di atas sungai Ciluwung dibuka menuju ke lokasi baru ini (kini jalan
Harupat). Dengan demikian kota Buitenzorg terhubung antara dua sisi sungai
Ciliwung (selama ini hanya terhubung di Warung Jambu yang sekarang). Pemukiman
baru ini meniru gaya perumahan Menteng di Batavia (awal 1900an). Rumah sakit umum
yang dimaksud kini dikenal sebagai RS PMI.
Perubahan luas Kebun Raya Bogor |
Pemukiman baru ini dengan poros di Taman Kencana yang
sekarang. Pemukiman baru bersamaan dengan pendirian Veterinary School (sebagai
kelanjutan sekolah kedokteran hewan/pelatihan veteriner yang awalnya didirikan
di Pabaton tidak jauh dari Jl. RE Martadinata (kini menjadi Balai Besar
Veteriner). Tidak lama kemudian di bangun sekolah pertanian (Landbouwschhol)
yang awalnya berlokasi di Pantjasan dan kemudian ke Cimanggu. (kedua istitusi
pendidikan ini kelak menjadi Universiteit van Indonesia di Buitenzorg (cikal
bakal IPB yang sekarang).
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempuan sudah kota |
Pada tahun 1914 datang di Bogor seorang alumni sekolah
guru di Belanda bernama Soetan Casajangan untuk mengajar di sekolah Eropa di
Buitenzorg (pribumi pertama mengajar di sekolah Eropa). Sekolah Eropa di
Bitenzorg sudah ada sejak 1885 yang beralamat di jalan Paledang (Peta 1900).
Soetan Casajangan adalah alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempuan
1887 (murid Charles Adriaan van Ophuijsen). Soetan Casajangan adalah mahasiswa
kedua yang kuliah ke Belanda (1905). Pada tahun 1908 Soetan Casajangan
menggagas Perhimpunan Perlajar Pribumi (Indisch Vereeninging) dimana Soetan
Casajangan sebagai Presiden dan sekretaris Hussein Jayadiningrat. Soetan
Casajangan tahun 1927 Direktur Nomaal School di Meester Cornelis sedangkan Hussein
Jayadiningrat (menjadi dosen di Rechtschool di Batavia).
Hussein
Jayadiningrat adalah pribumi pertama bergelar doctor (Ph.D) tahun 1913. Tiga
dari tujuh pribumi pertama bergelar doctor berasal dari Padang Sidempuan. Yang
ketiga adalah Radja Enda Boemi meraih gelar Ph.D bidang hukum di Leiden tahun
1925. Pada tahun 1927 Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi emnajdi ketua
pengadilan (Landraad) di Buitenzorg yang kantornya berada di Kantor
Perbendaharaan Negara yang sekarang. Gelar doktor keenam adalah Dt. Ida
Loemongga Nasution, Ph.D yang meraih gelar Ph.D di Leiden di bidang kedokteran
tahun 1930 (perempuan pertama bergelar Ph.D). Ibu dari Ida Loemongga adalah
perempuan pribumi pertama yang memiliki pendidikan sekolah Eropa (Europeech
School). Gelar doktor ketujuh adalah Soetan Goenoeng Moelia meraih Ph.D tahun
1933 di bidang Filsafat. Pernah menjadi guru di Buitenzorg dan di awal
kemerdekaan RI, menjadi Menteri Pendidikan yang kedua (setelah Ki Hajar
Dewantara). Mereka yang studi ke Eropa/Belanda di awal pengembangan pribumi
umumnya lulusan sekolah Eropa seperti yang di jalan Paledang.
Di Buitenzorg kemudian juga didirikan sekolah pribumi
(Inlandsch School). Sekolah Inlandsch ini berada di Bantam weg (Peta 1900).
Kira-kira letaknya di seberang pangkal jalan Dewi Sartika yang sekarang. Di
Buitenzorg (kota) hanya satu Sekolah Inlandsch.
Di
afdeeling Mandailing dan Angkola tahun 1870 ada delapan sekolah Inlandsch dan
pada tahun 1892 jumlahnya menjadi 12 dimana tiga diantaranya berada di kota
Padang Sidempuan (ibukota afd. Mandailing dan Angkola). Sekolah guru
(kweekschool) Padang Sidempuan dibuka tahun 1879 dengan gurunya yang terkenal
Charles Adrian van Ophuijsen. Charles adalah penerus guru Willem Iskander yang
pada tahun 1862 mendirikan Kweekschool di Tanobato (setelah pulang studi dari
negeri Belanda). Sati Nasoetion alias Willem Iskander adalah pribumi pertama
studi di Belanda (berangkat tahun 1857). Kweekschool Padang Sidempuan adalah
pengganti Kweekschool Tanobato. Sekolah guru (kweekschool) di Jawa dan Madoera
hanya tiga: Soerakarta, Probolinggo dan Bandoeng.
Dalam perkembangan selanjutnya di Buitenzorg didirikan
HIS dan MULO sebagaimana di tempat lain seperti Padang Sidempuan (1914-1930)
untuk memperluas pendidikan Eropa bagi pribumi (selain ELS yang sudah ada sejak
lama). Sekolah HIS/MULO ini di Buitenzorg beralamat di Hospital weg (yang kini
menjadi lingkungan sekolah-sekolah dasar di Jalan Pengadilan yang sekarang).
Pada pasca kedautalan RI (1950) sekolah HIS/MULO dilikuidasi dan sebagai
penggantinya dididirkan SMA N/SMPN N Bogor (eks gedung library di era
colonial). Gedung HIS/MULO menjadi sekolah dasar negeri (kini SD N Pengadilan
1-5?).
Sekolah lainnya di Buitenzorg adalag Police School. Yang
lokasinya di Panaragan weg (gedung kantor Bupati Bogor). Sekolah Polisi ini
diduga digabung dengan pendirian sekolah polisi di Lido (Tjidjeroek). Pos
Polisi sendiri berada di Bondongan (dekat dengan Pecinan sekitar jalan Surya
Kencana yang sekarang). Pos Polisi Bondongan ini kemudian dipindahkan ke tempat
yang sekarang di jalan Kapten Muslihat yang dulunya bekas Stasion Hotel.
Semasih
era colonial Belanda (sebelum kemerdekaan RI) di Buitenzorg pusat-pusat yang
terkait dengan pertanian cukup banyak. Agriculture School (pertemuan jalan
Merdeka dan jalan Merdeka sekarang), Veterinary College (jalan RE Martadinata
dan Taman Kencana), Experimental Rubber Station (jalan Merdeka), Esperimental
Nursery (Cimanggu), Fisheries laboratory di Tjikaret, Forest Reseach Institute (Simpang
Goenoeng Batoe). Juga terdapat Library and Museum (di kawasan Istana dekat
pangkal jalan Kantor Batu), Bonanical Museum (jalan Kantor Batoe) dan Library
di seberangnya (yang kini menjadi lokasi SMA/SMP), Zoological Museum (di dalam
Kebun Raya), Departmen of Agriculture (seberang Zoological Museum) pasar Bogor.
Lingkungan tempat tinggal penduduk pribumi juga semakin
berkembang dan terjadi urbanisasi. Buitenzorg menjadi tujuan migrant local dari
pedesaan. Perkampungan asli di Buitenzorg semakin dipadati oleh para pendatang.
Area marginal juga menjadi pilihan tempat tinggal, seperti di Lebak Kantin ( di
bawah lingkungan Eropa/Belanda). Juga di sekitar desa Babakan Pasar (di lembah
Pecinan di Surya Kencana) berkembang pemukiman bahkan hingga ke Pulau Pasar
(kini disebut Pulau Geulis).
Universiteit van
Indonesie
Universiteit van Indonesie awalnya digagas tahun 1941 dan
telah memulai perkuliahan. Namun tiba-tiba terjadi pendudukan Jepang. Pada
tahun 1946 universitas ini (setelah Belanda datang kembali) direalisasikan
dimana di Buitenzorg akan ditempatkan Faculteit der Landbouwwetenschap yang
merupakan sekolah tinggi veteriner (Nederlandsch Indiche Veeartsenschool) di
Babakan (Taman Kentjan) dan sekolah menengah pertanian (Middelbare
Landbouwschool) di Pantjasan. Faculteit der Landbouwwetenschap ini akan dipusatkan
di dua kampus lama di Taman Kentjana (veteriner) dan Baranangsiang (landbouw).
Kelak dua fakultas ini menjadi cikal bakal pendirian Institut Pertanian Bogor
tahun 1963.
Algemeen Indisch dagblad, 26-07-1947 |
Het dagblad:..Dagbladpers te Batavia, 16-12-1947 |
Fakultas
Pertanian dan Kedokteran Hewan sudah memulai aktivitas namun secara seremonial baru
diresmikan pada tahun tanggal 20 November 1948. Peresmian Fakultas Pertanian
dan Kedokteran Hewan (faculteiten van landbouwwetenschap en van diergeneeskunde)
ini berlangsung di gedung Umum Balai Penelitian Pertanian yang dihadiri senat
Universiteit Indonesie di Buitenzorg (lihat Het dagblad: uitgave van de
Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 13-11-1948). Namun perkuliahan belum
efektif karena masih terjadi perang di sekitar Buitenzorg (De nieuwsgier, 22-11-1948).
De locomotief, 26-01-1949 |
Hingga
berakhirnya Belanda di Buitenzorg (sebelum pengakuan kedaulatan RI) kebun-kebun
dari perusahaan perkebunan yang tersisa hanya tinggal di beberapa tempat. Kebun
karet di belakang pabrik ban Good Year, kebun teh di sisi utara lapangan pacuan
kuda (kini stadion) yang berbatasan langsung dengan jalan Ahmad Yani yang
sekarang. Kemudian, kebun karet terdapat di Tjiomas dan Pasir Kuda dan di
Sidang Barang. Sementara itu ditemukan perkebunan kopi di sebelah barat Sindang
Barang (area perumahan Yasmin yang sekarang).
Buitenzorg Menjadi
Bogor
Selama pendudukan Jepang, Kota Bogor adalah salah satu
tempat terpenting militer Jepang. Suasana yang berbeda terjadi jika
dibandingkan era Belanda, semua menjadi terpusat dengan ‘mesin pengaman’
Kempetai. Namun setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 situasi dan
kondisi, mulai terjadi pergolakan sehubungan dengan NICA yang disusul Belanda sudah
merangsek hingga ke Kota Bogor.
Perang
Kemerdekaan di Kota Bogor dan sekitarnya dipimpin oleh (Kapten) Moeslihat. Di
Depok dan sekitarnya dilakukan oleh Margonda. tanpa lelah akhirnya berakhir
dengan pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda Desember 1949.
De vrije pers: ochtendbulletin, 21-01-1950 |
Setelah nama resmi Kota
Bogor, lalu nama-nama jalan juga diubah. Namun nama-nama jalan yang diubah
hanya yang berbau Belanda, sedangkan nama yang berbau pribumi tetap
dipertahankan. Nama-nama jalan yang diubah adalah: Handel straat menjadi jalan
Surya Kencana; Hospital weg menjadi jalan Pengadilan; Treub weg menjadi jalan
Otto Iskandardinata, Lingburgstirum weg menjadi jalan Harupat, Groote weg (sekarang
jalan Djuanda); Bataviasch weg (sekarang jalan A. Yani); Park weg menjadi jalan
Dewi Sartika, Station weg (jalan Nyi Raja Permas), Bioscop weg (jalan Mayor
Oking), Gang Vander Wyk (jalan Pabaton), Museum weg (jalan Kantor Batoe), Koepel
weg (jalan Lawang Gintung), Bantam mbr weg (sekarang jalan Kapten Muslihat), Landbouw
weg (jalan Cimanggu), Gasebriek weg (jalan MA Salamun).
Tampaknya hanya ada satu ‘pahlawan’ Belanda di
Buiutenzorg yang perlu diabadikan namanya yakni Prof. Dr. Melchior Treub. Anehnya,
tidak ada nama-nama yang berbau keluarga kerjaan Belanda atau nama-nama
pahlawan Belanda di Hindia Belanda. Nama-nama jalan di Buitenzorg hampir semuanya
menggunakan nama-nama situs. Treub adalah mantan Direktur Kebun Raya. Pada saat
ini Direktur Kebun Raya periode 2009-2014 dijabat oleh Mustaid Siregar (alumni
Padang Sidempuan).
Sedangkan nama-nama local
yang ada sebelumnya adalah Gang Kebon Djahe, Tjiwaringin weg, Tjikeumeh weg
(jalan Merdeka), Boeboelak weg (jalan RE Martadinata), Paledang weg, Panaragan
weg, Pantjasan weg, Lolongok weg, Sadang weg, Lajongsari weg, Bondongan weg
(jalan Pahlawan), Batoetoelis weg, Soekasari weg (jalan Siliwangi), Tjiliboet
weg (Kebon Pedes), Tjimanggoe weg, Tjilendek weg. Jalan Pajajaran belum ada
(ruas jalan baru sepanjang Lampu Merah Gunung Gede dan Tugu Kujang yang
sekarang).
Tentu saja nama-nama situs seperti gedung, taman dan
sebagainya diubah atau namanya disesuaikan dengan bahasa Indonesia: Goevernor
Generals Palace (Istana Bogor), Botanical Garden (Kebun Raya), Mil. Hospital
(RS Salak), Mil. Kamp, (Pusat Zeni AD), Dibbets Hotel (jalan Salak), Hotel
Belleveu (menjadi pasar Ramayana/bioskop), Post Office (Kantor Pos).
Buitenzorg dan
Bogor: Melihat Prospek Masa Datang
Kota Bogor yang sekarang adalah secara kronologis, Pakuan Pajajaran
kemudian dibangun istana Buitenzorg (1744) dan nama resmi Buitenzorg (1810)
yang parallel dengan nama Bogor (yang juga sudah ada sebelumnya setelag era
Pakuan). Nama Resmi Kota Bogor sejak 1950 berarti usianya baru berlangsung
selama 66 tahun (hingga pada tahun 2016).
Sehubungan dengan itu, Pemerintah Kota Bogor telah
membangun pintu gerbang kota Bogor dengan Sembilan pilar (salapan lawang) yang
bertuliskan ‘Dinu Kiwari Ngancik Nu
Bihari, Seja Ayeuna Sampeureun Jaga’. Kemudian di pangkal jalan
Surjakencana sudah dibangun gapura bertuliskan ‘Lawang Suryakancana’, suatu
lawang (pintu gerbang) menuju Pakuan Pajajaran. Pemerintah Kota Bogor
menerjemahkan sembolayan ini di dalam rencana strategis Kota Bogor sebagai
‘Preserving The Heritage, Serving The People, Facing The Future’
Masa
lampau adalah nilai masa lalu yang masih hadir pada masa kini seperti lansekap
Pakuan Pajajaran, Istana Buitenzorg, Kebun Raya. Bangunan-bangunan lainnya
seperti Empang, Masjid, Gereja, Garnisun, Pengadilan, Penjara, Pasar, Stasion,
Hotel, Balai Kota, Kantor Residen masih berada di tempat masing-masing. Semua
itu adalah heritage yang dimiliki Kota Bogor.
Kota Bogor adalah salah satu destinasi wisata di
Indonesia. Heritage yang hadir semasa era Belanda dan yang hadir semasa era
Pakuan Pajajaran perlu dijaga agar bisa member nilai komersil bagi wisatawan
yang datang. Memasarkan wisata Kota Bogor adalah juga menggali dan melestarikan
nilai-nilai masa lampau yang ada di Kota Bogor.
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.
Regentschappen Buitenzorg (1861)
|
|||
District
|
Nama Landerien
|
Jumlah Kampong
|
Jumlah Penduduk
|
Buitenzorg
|
Тjiseroea
|
13
|
7.054
|
Кlein Pondok Gedeh
|
16
|
-
|
|
Тjicoppo
|
7.789
|
||
Роndok Gedeh (huis)
|
49
|
-
|
|
Тjawie
|
14.264
|
||
Тjidjeroek en Srogol
|
39
|
10.786
|
|
Вloeboer
|
23
|
10.831
|
|
Soekasarie
|
1
|
394
|
|
Тjomas
|
72
|
15.474
|
|
Каmpong baroe
|
30
|
5.643
|
|
Dermaga
|
18
|
6.352
|
|
Кlein Pondok Gedeh
|
1
|
20
|
|
Paroeng
|
Тjampea
|
29
|
32.053
|
Тjiboenboelan
|
|||
Sadeng
of Pandjoewangan
|
12
|
9.282
|
|
Кedong Badak
|
6
|
6.399
|
|
Тjileboet
|
16
|
4.926
|
|
Вodjong Gedeh
|
27
|
5.493
|
|
Роndok Terrong
|
11
|
2.071
|
|
Ratoe Djaija
|
|||
Depok
|
7
|
1.442
|
|
Роndok Тjina
|
7
|
1.309
|
|
Мampang
|
2
|
465
|
|
Тапа Аgong
|
4
|
2.196
|
|
Тjinere
|
|||
Sawangan
|
23
|
6.228
|
|
Роndok Тjabé Оedik
|
5
|
432
|
|
Роndok Тjabé Нier
|
2
|
431
|
|
Рamoelang Pondok Веnda
|
23
|
4.683
|
|
Коeripan. (of Zorgvliet
|
57
|
10.984
|
|
Goenoeng Sindoer
|
31
|
4.626
|
|
Тjibodas
|
10
|
6.147
|
|
Roemping
|
5
|
3.216
|
|
Janlapa Parong
|
10
|
1.991
|
|
Тemangoengan
|
13
|
3.332
|
|
Тjikolean
|
9
|
1.744
|
|
Тrogong
|
4
|
723
|
|
Jassinga
|
Тjoeroek Вitoeng
|
14
|
4.889
|
Sadeng Jamboe
|
8
|
3.660
|
|
Вollang
|
31
|
13.862
|
|
Jassinga
|
29
|
10.216
|
|
Тjicopро Маijak
|
2
|
690
|
|
Janlappa
|
19
|
4.877
|
|
Раrong Pandiang
|
20
|
6.959
|
|
Тjikadoe
|
8
|
3.580
|
|
Tjibaroessa
|
Тjibaroessa
|
45
|
7.483
|
Таmа baroe of Nambo
|
-
|
-
|
|
Tjipanningkies
of Tjimapak
|
69
|
29.790
|
|
Tjilengsie
|
55
|
20.329
|
|
Klappa Noengal
|
15
|
9.009
|
Friend,
BalasHapusinfonya cukup lengkap ini. Kalau ada peta persebaran kebun kopi, kebun karet dll bisa melengkapi sejarah kota bogor.
terima kasih