Kota Depok pada masa ini berada diantara Jakarta dan Bogor yang di masa doeloe Gemeente Depok berada diantara Batavia dan Buitenzorg. Pada masa sebelumnya di masa lampau, kampong Depok berada diantara (pelabuhan) Soenda Kalapa dan (kerajaan) Pakwan-Padjadjaran.
Peta, 1755 |
Nama-nama tempat yang dicatat sejak pembelian lahan oleh Cornelis
Chastelein di Sringsing, Depok dan Mampang bersumber dari laporan ekspedisi yang
dilakukan oleh Abraham van Riebeek tahun 1703 yang melalui rute sisi barat
sungai Tjiliwong: Tjililitan, Tandjong, Pondok Tjina, Depok, Pondok Terong,
Bodjonggede, Tjiliboet dan Paroeng Angsana.
Ekspedisi ke
Pakuan-Padjadjaran kali pertama dilakukan tahun 1687 yang dipimpin Sersan
Scipio. Ekspedisi ini berawal dari selatan (pulau) Djawa di Pelabuhan Ratu yang
sekarang. Setelah dari Pakuan-Padjadjaran tim Scipio mengikuti rute sisi timur
sungai Tjiliwong. Ekspedisi kedua oleh Michiel Ram dan Cornelis Coops, Agustus
1701 dari Batavia ke Pakuan-Padjadjaran melalui sisi timur sungai Tjiliwong.
Ekspedisi ketiga dilakukan oleh Abraham van Riebeek tahun 1703 dari sisi barat
sungai Tjiliwong.
Pada saat Abraham van Riebeek melakukan ekspedisi tahun 1703, tentu saja
Cornelis Chastelein sudah mengusahakan lahan pertanian di Sringsing, Depok dan
Mampang. Boleh jadi di Depok merupakan tempat keberadaan orang-orang sipil Eropa/Belanda
terjauh dari Batavia. Cornelis Chastelein berani membuka lahan sejauh hingga ke
Depok karena tim Sersan Scipio sejak 1687 telah mendirikan benteng (Fort
Padjadjaran) di satu titik persinggungan terdekat antara sungai Tjiliwong dan
sungai Tjisadane (di lokasi Istana Bogor yang sekarang).
Jalan Kuno Era Padjadjaran
Jalan kuno semasa era Padjadjaran dari Pakuan ke Soenda Kalapa besar
dugaan mengikuti rute sisi barat sungai Tjiliwong. Hal ini karena tidak akan
pernah menyeberangi sungai Tjiliwong. Pelabuhan Soenda Kalapa sendiri berada di
sisi barat sungai Tjiliwong. Sementara Kota Batavia berada di sisi timur sungai
Tjiliwong.
Dari sisi timur
sungai Tjiliwong di Weltevreden (kini Gambir) Cornelis Chastelein dan Abraham
van Riebeek dengan kuda mengikuti sisi timur sungai Tjiliwong hingga ke
Tjililitan (atau dengan perahu mengikuti sungai Tjiliwong ke Tjililitan). Dari
(pelabuhan) Tjililitan dengan kuda atau perahu ke pelabuhan terjauh di pedalaman
di Pondok Tjina. Tidak jauh dari pelabuhan di Pondok Tjina terdapat lahan Cornelis
Chastelein di Depok. Abraham van Riebeek mulai dari Pondok Tjina melanjutkan
ekspedisi sepanjang sisi barat sungai Tjiliwong hingga ke Fort Padjadjaran.
Jalan kuno (sejak era Padjadjaran) dari sisi barat sungai Tjiliwong besar
kemungkinan mengikuti jalan raya yang sekarang. Jalan kuno ini melewati
tempat-tempat sebagai berikut: Pakuan, Kedoeng Badak, Tjiliboet, Bodjong Gede,
Pondok Terong, Depok, Pondok Tjina, K(lenteng) Agoeng, Pasar Minggoe, Tjikinie
dan Soenda Kalapa. Sedangkan jalan kuno dari sisi timur sungai Tjiliwong besar
kemungkinan jalan raya yang sekarang. Jalan kuno ini melewati tempat-tempat
sebagai berikut: Tadjoer, Parakan (kini Bantar Jati), Baranang Siang, Babakan,
Kedong Halang, Tjiloear, Tjibinong, Tjimanggis, Tandjoeng (Pasar Rebo) dan
Tjililitan.
Titik interchange
sungai Tjiliwong diantara Soenda Kalapa (pelabuhan) dan Pakuan-Padjadjaran (di
Katoelampa/Tadjoer) adalah di Moeara Beres di Bodjong Gede (Arab/Moor), Pondok
Tjina (Tionghoa) dan Tjililitan (Tionghoa). Interchange Pondok Tjina juga besar
kemungkinan adalah pertemuan jalan kuno timur-barat. Ke arah barat melalui jalan Stasion Pondok Tjina sekarang
ke Tjinere (lalu ke Tangerang/Banten).
Perkembangan Jalan Sisi Timur
Tjiliwong
Sejak Cornelis Chastelein dengan status kepemilikan lahan pribadi atau
tanah partikelir (landerien) dan membuka lahan di Depok, kepemilikan lahan-lahan
pribadi semakin meluas di sepanjang sisi barat maupun timur sungai Tjiliwong
hingga ke Pakuan-Padjadjaran. Perkembangan moda transportasi lebih baik di sisi
timur sungai Tjiliwong apalagi setelah villa Gubernur Jenderal VOC dibangun di
Pakuan-Padjadjaran.
Gubernur Jenderal
VOC van Imhoff pada tahun 1745 membangun villa di lokasi dimana Fort
Padjadjaran berada (Istana Bogor yang sekarang). Sejak itu kualitas jalan kuno
sisi timur sungai Tjiliwong semakin baik. Jembatan yang dibangun pertama dibuat
di atas sungai Tjiliwong di Warung Jambu yang sekarang. Dari jembatan ini
menanjak melalui jalan Ahmad Yani yang sekarang hingga ke Air Mancur dan
kemudian menuju Fort Padjadjaran (villa Gubernur Jenderal VOC).
Jalan kuno sisi barat Tjiliwong semakin tertinggal. Semakin tertinggal
karena sisi barat lebih tidak aman dibanding sisi timur (sebab pada tahun 1750
(kerajaan) Banten menyerang villa Gubernur Jenderal VOC di Buitenzorg dan menghancurkannya). Villa dibangun kembali,
pertahanan semakin diperkuat dengan meningkatkan status benteng (fort) untuk fungsi pertahanan menjadi
garnisun militer (fungsi eksplorasi) di Pakuan Padjadjaran. Prospek pengembangan koffikultuur ke
lereng gunung Salak, gunung Pangrango (dan kelak ke Preanger) menyebabkab sisi
timur sungai Tjliwong terus berkembang. Jalan raya sisi timur sungai Tjiliwong
terus meningkat kualitasnya.
Peta 1818 |
Sejak
adanya jalan pos trans-Java, sisi barat sungai Tjiliwong hampir tidak tersentuh dan para tuan
tanah (landerien) tetap mengandalkan jalan-jalan kuno yang masih ada. Mungkin
ada perbaikan kualitas tetapi tidak sebaik di sisi timur. Rute jalan sisi barat
sungai Tjiliwong ini dapat kita sebut lagi sebagai berikut: Batavia, Bidara
Tjina, Tjililitan, Pasar Minggoe, Lenteng Agoeng, Sringsing, Pondok Tjina,
Depok, Pondok Terong, Paboearan, Bamboe Koening, Bodjonggede, Tjiliboet,
Kedongbadak, Air Mancur dan Buitenzorg.
Peta 1840 |
Jalan kuno (eks Pakuan-Soenda
Kalapa) di sisi barat Tjiliwong semakin tertinggal lagi seiring dengan
perkembangan perkebunan di sisi barat sungai Tjiliwong. Interchange yang baru
di Parong dan Pasar Minggoe menjadi pusat keramaian yang baru, tempatnya strategis
dan kedua tempat ini terhubung. Akibatnya jalan kuno yang melalui Tandjoeng
Barat, Lenteng Agoeng, Srengseng, Pondok Tjina, Depok, Pondok Terong, Bojong
Gede dan Tjiliboet semakin terbenam dan sepi. Jalan arteri sudah bergeser dari
Buitenzorg ke Parong; dari Parong ke
Pasar Minggi dan dari Parong ke Tangerang.
Pembangunan Kereta Api Sisi Barat Tjiliwong
Industri perkebunan yang bermula
pada tanah-tanah partikelir antara Batavia dan Buitenzorg sudah semakin meluas
di seluruh Jawa termasuk di Preanger. Komoditi perkebunan semakin beragam.
Komoditi ekspor utama seperti gula, kemudian kopi lalu diikuti teh dan kina
(secara khusus di Preanger) semakin pentingnya peran plantation (onderneming). Peningkatan
ekspor dan volume produksi yang semakin cepat membuat keuntungan ekonomi pemerintah
makin kuat. Untuk mengoptimalkan volume produksi dengan sentra-sentra yang
berjauhan untuk memenuhi kebutuhan ekspor yang tinggi angkutan massal dan cepat
menjadi solusi. Pilihannya hanya satu: eksploitasi kereta api.
Peta proyeksi eksploitasi kereta api (pulau) Jawa, 1865 |
Eksploitasi kereta api
Batavia-Buitenzorg ternyata tidak segera dioperasikan. Apa pasal? Proyeksi
jalur kereta api yang dirilis tahun 1864 tidak menguntungkan bagi investor. Yang
menarik bagi investor adalah eksploitasi jalur keretap api Batavia-Tandjong
Priok. Jalur inilah yang pertama di eksplitasi di West Java. Pada tahun-tahun
berikutnya, bukannya jalur Batavia-Buitenzorg via Tjilengsi yang diincar para
investor tetapi justru jalur pendek antara Batavia ke Meester Cornelis
(Djatinegara).
Pada tahun 1870 muncul keputusan dari Gubernur Jenderal
bahwa jalur kereta api Batavia-Buitenzorg diputuskan untuk meneruskan jalur
kereta api yang sudah diekploitasi dan dioperasikan dari Batavia ke Meester
Cornelis (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 02-07-1870). Proposal baru ini mendapat respon positif dari
para investor. Akhirnya jalur eksploitasi Batavia-Buitenzorg via Depok semakin
menguat.
Dengan adanya proyeksi jalur
eksploitasi yang baru antara Batavia-Buitenzorg via Depok, maka tidak hanya
orang-orang Eropa/Belanda yang populasinya cukup banyak di Depok yang
tersenyum, tetapi para pengusaha perkebunan di sisi barat sungai Tjiliwong juga
antusias. Proyeksi awal pemerintah untuk eksploitasi kereta api di sisi timur
sungai Tjiliwong gagal total. Proyeksi yang baru berdasarkan animo para
investor ternyata lebih memilih jalur sisi barat sungai Tjiliwong.
Proyeksi jalur eksploitasi kereta api di sisi barat
sungai Tjiliwong dengan sendirinya akan membuka isolasi Depok yang selama ini
dalam urusan moda transportasi selalu tertinggal. Dengan adanya jalur baru
kereta api, Depok akan memulai babak baru. Hal yang penting dari ini adalah
bahwa jalur baru kereta api via Depok ini seakan kembali ke awal mengikuti
jalan kuno yang telah dirintis sejak era Padjadjaran dari Pakuan ke Soenda
Kalapa.
Bersambung:
Sejarah Kota Depok (5): Pembangunan Jalur Kereta Api
Batavia-Buitenzorg via Depok; Menyatukan Kembali Orang Eropa/Belanda
Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber
utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber
disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar