Senin, 14 Agustus 2017

Sejarah Kota Depok (38): Raimuna Nasional dan SEJARAH PRAMUKA INDONESIA SEBENARNYA; Dari Padang Sidempuan ke Cibubur Depok

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini


Pada hari ini, tanggal 14 Agustus 2017 adalah Hari Pramuka. Pada pagi hari ini juga akan digelar pembukaan Raimuna Nasional XI yang diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur yang akan dibuka Presiden RI, Joko Widodo. Satu hal yang menarik, Kontingen Kota Depok akan memimpin pembukaan Raimuna Nasional. Yang lebih menarik lagi, dari Kontingen Kota Depok yang memimpin upacara pembukaan, Anna Balqish adalah warga Kecamatan Tapos, kecamatan yang langsung bersentuhan dengan Kecamatan Ciracas. Ini berarti rumah dari pemimpin upacara, Anna Balqish tidak jauh dari tempat upacara pembukaan Raimuna Nasional XI/2017 diselenggarakan.

Ketua (topi) dan Sekretaris DKC TS (1982)
Saya teringat ke masa lampau, Raimuna Nasional tahun 1982 yang diselenggarakan di tempat yang sama dengan yang sekarang, saya memimpin regu putra Kontingen Tapanuli Selatan, kontingen terjauh dari Kontingen Provinsi Sumatera Utara. Saya kini tinggal di Kota Depok, sebagai pengajar di Universitas Indonesia. Anak-anak saya bersekolah di tempat dimana Anna Balqish sebagai siswa SMA Negeri 1 Kota Depok (dua alumni dan dua masih aktif sebagai siswa). Ini berarti kisah saya ini sudah terjadi 35 tahun yang lalu pada saat Raimuna IV., saat kali pertama Raimuna dilakukan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur (kala itu masih banyak pohon-pohon karet di sekitar perkemahan).

Selain itu saya akan kontribusi sedikit tentang sejarah kepanduan/pramuka di Indonesia. Sejarah pramuka, sejatinya, memiliki sejarah yang panjang, bahkan jauh sebelum tahun 1961. Garis patah sejarah pramuka Indonesia bermula ketika tahun 1961 Presiden RI, Soekarno coba mengubah ‘mindset’ pramuka Indonesia dengan ‘mindset’ yang baru sebagaimana terus diikuti hingga ini hari. Lantas kapan pramuka di Indonesia dimulai sebelum Soekarno mengubahnya? Ini pertanyaannya. Mari kita telusuri sejarah pramuka sejak era Hindia Belanda.
Untuk sekadar catatan awal, sumber rujukan sejarah pramuka di Indonesia sudah seharusnya yang ditulis oleh Kwarnas. Namun di dalam situs Kwarnas sejarah kepramukaan di Indonesia tidak mencerminkan fakta kronologis yang sebenarnya. Anehnya, penulisan sejarah kepramukaan dunia yang ditampilkan tampak ‘lebih mengena’ jika dibandingkan penulisan sejarah kepramukaan Indonesia sendiri. Satu hal yang penting yang tidak dideskripsikan adalah kepanduan di era Hindia Belanda, padahal era ini adalah mata rantai terpenting antara sejarah kepanduan dunia dengan sejarah kepramukaan Indonesia. Sebab di era Hindia Belanda sendiri kepanduan di kalangan pribumi sudah tumbuh dan berkembang. Oleh karenanya, sejarah kepramukaan Indonesia di dalam situs Kwarnas seakan ingin menulis sejarah kepramukaan Indonesia yang disajikan justru sejarah kepanduan pihak lain saja dan lupa dengan sejarah kepanduan sendiri. Dengan kata lain penulisan sejarah kepramukaan Indonesia lebih bersifar asesoris daripada hal yang bersifat esensial yang justru ini sangat diperlukan sebagai latar belakang dalam membangun karakter anak-anak dan generasi muda dalam dunia kepramukaan Indonesia.
Soekarno Ubah Kepanduan Menjadi Pramuka, 1961

Sejarah kepanduan di Indonesia sudah sejak lama ada. Sebagaimana diketahui kegiatan kepanduan adalah kegiatan siswa-siswi/pemuda yang diimpor yang berkembang di Eropa/Inggris yang awalnya bermula dari pengalaman Mr. Baden Powell. Organisasi kepanduan kemudian muncul di berbagai tempat dan terus berkembang hingga di Hindia Belanda (baca: Indonesia), tidak hanya orang-orang Eropa/Belanda tetapi juga di kalangan pribumi. Presiden Soekarno tampaknya mengetahui persis apa itu kepanduan (scouting atau padvinders) dan apa yang dilakukan oleh organisasi kepanduan.

Leeuwarder courant, 10-03-1961
Pada tahun 1961 Presiden RI, Soekarno merasa perlu mengubah dan membubarkan organisasi kepanduan yang ada dan kemudian membuat organisasi yang baru yang disebut gerakan Pramuka atau pelopor (voorhoede). Maklumat ini diumumkan Presiden Soekarno di istana di hadapan 150 pemimpin kepanduan Indonesia. Presdien beralasan ada yang salah dalam gerakan kepanduan di Indonesia, hanya setengah juta anggota dari penduduk yang jumlahnya 92 juta jiwa. Menurut Presiden, seharusnya minimal 23 juta anggota pramuka. Organisasi kepanduan yang ada tidak mengajarkan generasi muda tentang penderitaan rakyat. Presiden menambhakan, salah satu putranya keluar dari gerakan kepanduan setelah setengah tahun, karena organisasi kepanduan yang ada hanya belajar tali temali dan melakukan perjalanan di hutan (lihat Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 10-03-1961).   

Sejak perubahan kepanduan tersebut menjadi gerakan pramuka, organisasi kepramukaan yang dibagi ke dalam kelompok (umur) berlaku hingga ini hari. Meski demikian, kegiatan tali temali dan gerak jalan (hiking) masih tetap dipertahankan sebagai bagian dari kurikulum pada tingkat organisasi terkecil (gugus depan atau Gudep). Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) yang pertama adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Ragam dan bobot kurikulum kepramukaan Indonesia terus dikembangkan yang disesuaikan dengan tingkat pengelompokan organisasi yang dibagi ke dalam kelompok usia 7-10 tahun (Siaga), 11-15 tahun (Penggalang), 16-20 tahun (Penegak), dan kelompok usia 21-25 tahun (Pandega). Pengelompokkan ini adakalanya dipersepsikan salah bahwa Siaga (SD), Penggalang (SMP), Penegak (SMA) dan Pandega (PT). Untuk jelasnya dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 tentang Kepramukaan.

Setiap anggota pramuka diharapkan dapat mengikuti pertemuan pramuka. Pertemuan pramuka nasional untuk Penggalang disebut Jambore dan untuk Penegak/Pandega disebut Raimuna yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali. Bagi anggota pramuka yang tidak memenuhi syarat ke tingkat nasional, Kwartir Daerah (Provinsi) atau Kwartir Cabang (Kabupaten/Kota) dapat menyelenggarakan Jambore/Raimuna untuk memfasilitasi anggota pramuka di daerah masing-masing. Biasanya, setiap pertemuan pramuka nasional (Jambore/Raimuna) Kwartir Cabang (Kwarcab) dapat mengirim satu regu putra dan satu regu putri. Saat ini, pada tahun 2017 adalah penyelenggaraan Raimuna Nasional yang kesebelas dan diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur.

Saya mengikuti Raimuna pada tahun 1982 (Raimuna-IV) yang diadakan di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur. Awalnya saya tidak dplot untuk peserta Raimuna Nasional, karena jatah DKC (Dewan Kerja Cabang) hanya untuk Ketua (putra) dan Wakil Ketua (putri) yang akan diplot untuk Ketua Regu Putra dan Ketua Regu Putri. Saya sendiri adalah Sekretatis DKC (yang diplot untuk panitia Raimuna di Kwarcab. Anggota regu putra-putri diseleksi berdasarkan ‘jatah’ satu anggota setiap Gudep SMA di seluruh Kabupaten Tapnuli Selatan (sekarang menjadi lima kabupaten/kota). Namun seminggu sebelum berangkat, Ketua DKC, Zulfan Effendi Harahap terpilih sebagai siswa teladan Sumatera Utara dan akan menghadiri Upacara 17 Agustus di Istana Negara di Jakarta. Ketua Kwarcab meminta saya untuk menggantikan posisi Ketua Regu Putra ke Raimuna Nasional. Saya siap! Kami berangkat dari Kota Padang Sidempuan dengan diantar mobil Pemerintah Daerah menuju Medan dan langsung ke pelabuhan Belawan untuk bersama-sama dengan semua regu Kontingan Provinsi Sumatera Utara menuju Jakarta. Dari pelabuhan Tanjung Priok kontingen diangkut truk militer ke Bumi Perkemahan Cibubur. Setelah tamat SMA tahun 1983 saya berpisah dengan Zulham Effendi Harahap: Saya diterima di IPB Bogor, Zulham Effendi Harahap diterima di ITB Bandung. Saat meninggalkan kampung halaman (Padang Sidempuan) ini kami tidak pernah bertemu muka hingga ini hari. Namun demikian, semasa kuliah masih sempat kirim-kirim surat. Setelah lulus perguruan tinggi, saya ke Depok dan Zulham Effendi Harahap ke Houston, Amerika Serikat. Pada tahun 2010 masih sempat email-emailan. Sahabat saya itu di Houston menjadi Presiden IAMC, organisasi yang membangun masjid Indonesia. Masjid Istiqlal di Houston.  

Kepanduan di Era Hindia Belanda

Het nieuws van den dag voor NI, 31-01-1918
Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda mengesahkan statuta Serikat Kepanduan Hindia Belanda (Vereeniging De Nederlandsch-Indische Padvinders). Dengan demikian serikat itu diakui sebagai badan hukum (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 31-01-1918).

De Preanger-bode, 12-09-1912
Serikat kepanduan Hindia Belanda merupakan serikat yang dibedakan dengan Organisasi Kepanduan Belanda. Sebelum adanya Serikat Kepanduan Hindia Belanda sudah eksis Serikat Kepanduan Belanda (Nederlandsche Padvinders Organisatie) di Batavia, yang merupakan cabang (afdeeling) induknya di Belanda yang di Batavia diperkirakan muncul tahun 1912 (De Preanger-bode, 12-09-1912). Di negeri Belanda sendiri eksistensi (organisasi) kepanduan ini belum lama. Menjamurnya organisasi kepanduan di Belanda seiring dengan berkembangnya organisasi kepanduan di Amerika Serikat dan Inggris (Arnhemsche courant, 20-03-1911). Sebagai hal yang baru, istilah kepanduan sendiri di Belanda masih diperdebatkan apakah dengan menggunakan kata ‘padvinders’ atau kata ‘verkenners’ (lihat Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant, 23-02-1911). Hal serupa ini juga akan muncul di era Indonesia merdeka apakah menggunakan kata ‘kepanduan’ atau ‘kepramukaan’. Penyebutan kepanduan sudah diperkenalkan sejak era Hindia Belanda.    

Organisasi kepanduan yang ada di Hindia Belanda dapat dikatakan organisasi kepanduan yang umurnya relatif sejaman dengan organisasi kepanduan yang ada di Belanda, Amerika Serikat dan Inggris. Sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak, apalagi dengan seragam yang khas, kegiatan ini mudah mengundang minat termasuk di kalangan pribumi sendiri. Di Hindia Belanda sejak diperkenalkan oleh Kapten Pouchez cepat menyebar karena eksebisi yang dilakukan Kapten Pouchez di Batavia diberitakan surat kabar seperti di Soerabaja, Bandoeng, dan Medan. Lalu kemudian dibentuk perhimpunan kepanduan yang disebut Ned. Ind. Padvinders Organisatie (NOPI) yang diketuai oleh Mr. P. Joh. Smits (Bataviaasch nieuwsblad, 18-01-1913).

Algemeen Handelsblad, 17-01-1914
Organisasi kepanduan ini yang sudah tersebar di berbagai tempat terutama di Jawa mulai menginisiasi organisasi tunggal se Hindia Belanda. Kemudian organisasi kepanduan dibentuk di Medan setelah terkumpul anggota 18 orang dari syarat minimal 16 orang (Algemeen Handelsblad, 17-01-1914). Organisasi kepanduan yang telah bersatu ini dalam bentuk perserikatan (vereeniging) yang disebut NOPI kemudian disahkan pmerintah pada tahun 1918.

Soekarno: Kepanduan di Kalangan Pribumi

Presiden Soekarno bukanlah awam soal kepanduan ketika organisasi kepanduan Indonesia yang lama dibubarkan dan dibentuk organisasi kepanduan yang baru dengan nama baru, Pramuka, pada tahun 1961. Kehadiran Soekarno di tengah kepanduan diketahui di organisasi kepanduan cabang (afdeeling) Bandoeng pada tahun 1929. Dalam suatu pertemuan kepanduan di tengah acara api unggun Soekarno berpesan untuk memikirkan kembali pahlawan bangsa seperti Diponegoro. Kemudian Soekarno memimpin untuk mengheningkan cipta. Acara api unggun tersebut diakhiri dengan penghormatan terhadap bendera nasional. Peserta yang hadir dalam acara kepanduan tersebut  adalah siswa-siswa Indonesia (pribumi) dengan mengenakan seragam sekolah (Aneta).

Pandu bangsa Indonesia, 1920
Berita ini dengan cepat menggelinding kemana-mana. Semua surat kabar di Hindia Belanda melansirnya demikian juga di negeri Belanda, seperti Sumatra post, 08-02-1929; Bataviaasch nieuwsblad, 08-02-1929; Het Vaderland : staat- en letterkundig nieuwsblad, 09-02-1929; Nieuwe Rotterdamsche Courant, 09-02-1929.

Kepanduan menjadi bagian dari perjuangan bangsa. Karena kepanduan tumbuh dan berkembang di era kebangkitan bangsa. Boleh jadi Soekarno yang pertama berbica kebangkitan bangsa di tengah kepanduan. Sebagaimana diketahui organisasi kepanduan di kalangan pribumi sudah berkembang dimana-mana. Soekarno boleh jadi merasa perlu memperkenalkan kebangkitan sejak awal dan menanamkannya bagi generasi muda yang dimulai dari organisasi kepanduan.

Sinar Merdeka di Padang Sidempoean, 1919
Soekarno adalah tokoh muda yang bersifat revolusioner yang lahir dari kalangan kampus (clubstudie) sebagaimana M. Hatta di Belanda. M. Hatta semasih SMA di Padang sudah berkenalan politik di Sumatranen Bond. Saat itu Sumatranen Bond telah berkembang pesat dan akan melakukan Kongres Pertama di Padang tahun 1919. Ketua Sumatranen Bond Tapanoeli adalah Parada Harahap seorang revolusioner pendiri surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempuan tahun 1919. Sumatranen Bond digagas oleh Sorip Tagor di Leiden, Belanda tahun 1917 dengan sekretaris Soetan Goenoeng Moelia yang salah satu anggotanya Tan Malaka.  Sumatranen Bond muncul karena Indisch Vereeninging semakin loyo sepeninggal Soetan Casajangan yang pulang ke tanah air setelah selesai studi. Sorip Tagor Harahap adalah kelahiran Padang Sidempoean (yang kini lebih dikenal sebagai ompung/kakek Inez/Risty Tagor).


Het nieuws van den dag voor NI, 02-09-1919
Darimana Soekarno mendapat dukungan ini? Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 05-03-1929 melaporkan bahwa PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia) telah membeli satu persil lahan seharga 22 Gulden di Gang Kenari (Kramat) yang diatasnya dibangun gedung sendiri. Di dalam gedung ini terdapat perpustakaan, kamar belajar dan ruang pertemuan. Bangunan ini dihiasi dengan bendera merah-putih dan beberapa potret pemimpin nasional seperti Diponegoro, Kiaj Modjo.

Trio revolusioner: Parada Harahap diapit Soekarno dan Hatta
PPPKI digagas oleh Parada Harahap pada tahun 1927. Parada Harahap menghubungi berbagai pihak, tokoh-tokoh Indisch Vereeniging seperti Soetan Casajangan (Presiden pertama) dan Husein Djajadiningrat (sekretaris pertama) dan tokoh terkenal di parlemen (MH Thamrin dan Mangaradja Soangkoepon yang juga tokoh Indisch Vereeniging yang didirikan di Leiden, 1908) serta para pemimpin organisasi kebangsaan seperti Sumatranen Bond, Boedi Oetomo, Pasoendan, Kaoem Betawi. Pertemuan awal dilakukan di rumah Husein Djajadiningrat dengan mengambil keputusan mendirikan PPPKI dan mendapuk MH Thamrin sebagai ketua dan sekretaris dijabat Parada Harahap. Organisasi inilah organisasi pertama yang menyatukan seluruh organisasi-organisasi bangsa Indonesia. Siapa Parada Harahap? Memulai karir politik di Medan lalu mendirikan surat kabar di Padang Sidempoean tahun 1919 yang diberi nama Sinar Merdeka. Pada tahun 1919 bergabung dengan Sumatranen Bond dan menjadi ketuanya di Tapanoeli. Pada tahun 1923 Parada Harahap hijrah ke Batavia dan lalu mendirikan surat kabar Bintang Hindia, pada tahu 1925 mendirikan kantor berita Alpena dengan wartawannya WR Supratman lalu kemudian mendirikan surat kabar Bintang Timoer pada tahun 1926 yang langsung memiliki tiras tertinggi di Batavia (total Parada Harahap sudah memiliki tujuh media dan percetakan). Ke surat kabar inilah Soekarno dari Bandoeng kerap mengirim tulisan-tulisan politiknya. Boleh dikata Parada Harahap adalah mentor politik praktis Soekarno. Pada tahun 1927 Parada Harahap menggagas mendidirikan perhimpoenan pengusaha pribumi (semacam Kadin) di Batavia. Masih pada tahun ini, Parada Harahap menggagas terbentuknya PPPKI. Untuk sekadar diketahui, keberanian Parada Harahap mendapat kawalan dua seniornya: Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, pendiri Indische Vereeniging yang saat itu menjabat sebagai Direktur Normaal School di Meester Cornelis dan Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon, anggota parlemen Volksraad dari dapil Sumatra’s Oostkust (dari dapil Tapanolei sendiri adalah Dr. Alimoesa). Parada Harahap, Soetan Casajangan, Mangaradja Soangkoepon dan Alimoesa adalah sama-sama kelahiran Padang Sidempoean. Setelah berdiri PPPKI, pada tahun 1928 Parada Harahap menggagas diadakannya Kongres Pemoeda yang bersamaan dengan Kongres Pertama PPPKI (De Indische courant, 01-09-1928). Untuk menyebarluaskan hajatan nasional ini Parada Harahap telah menerbitkan surat kabar Bintang Timoer edisi Semarang untuk Midden Java dan edisi Soerabaja untuk Oost Java (De Indische courant, 13-09-1928). Dengan demikian surat kabar Bintang Timoer (yang menjadi corong Parada Harahap) sudah meliputi seluruh Jawa. Panitia Kongres Pemuda ini duduk sebagai ketua Soegondo dengan bendahara Amir Sjarifoeddin Harahap. Pembina panitia kongres ini adalah Parada Harahap, sekretaris PPPKI yang juga sebagai ketua Kadin pribumi Batavia. Inilah alasan mengapa Amir ditempatkan sebagai bendahara yang pendanaan kongrses disokong oleh Kadin Batavia. Soekarno dari Bandoeng yang masih junior diundang berpidato dalam Kongres PPPKI sedangkan M. Hatta berhalangan hadir karena tengah sibuk skripsi di Belanda tetapi mengutus wakilnya Ali Sastroamidjojo.

Di gedung PPPKI (yang situsnya masi ada hingga ini hari) inilah Soekarno kerap bertandang di akhir pekan dari Bandoeng pasca Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda untuk berdiskusi dengan ‘De Pionier” revolusionir, Parada Harahap (yang menjadi mentor politik praktis dari tiga tokoh muda: Soekarno, Hatta dan Amir). Parada Harahap sejak 1919 sudah kenyang dengan delik pers dan penjara. Parada Harahap sudah puluhan kali dimejahijaukan dan beberapa kali harus dibui.

Boleh jadi foto-foto yang dipajang di dinding oleh Parada Harahap (kapala kantor) gedung PPPKI ini seperti Soeltan Agoeng dan Diponegoro yang menjadi inspirasi Soekarno untuk menggelitik agar anggota kepanduan di Bandoeng pada tahun 1929 selalu mengingat para pahlawan terdahulu. Sebagaimana kita ketahui nanti, pada tahun 1931 foto-foto ini telah diturunkan oleh orang yang tidak dikenal dan menyembunyikannya termasuk foto Soekarno dan Hatta (yang dipajang di dinding kemudian oleh Parada Harahap). Kehilangan foto-foto ini terungkap dalam editorial Bintang Timoer yang ditulis sendiri oleh Parada Harahap. De Indische courant, 27-11-1931: ’Di antara pemimpin muda cemerlang, Hatta, seorang Sumatra, dianggap oleh banyak kalangan, setelah Ir Soekarno sebagai yang paling sesuai sebagai pemimpin Inlandsch baik saat ini maupun masa datang. Di dalam gedung pertemuan permufakatan (PPPKI) di gang Kenari potret Ir. Soekarno dan Diponegoro telah dipajang bertahun-tahun, telah diambil dari dinding dan disembunyikan di bawah. Tindakan ini telah membawa banyak keributan di antara penduduk pribumi, bahkan wartawan Parada Harahap di dalam surat kabarnya menulis dalam ‘Surat Terbuka’ (surat pembaca) telah menginformasikan bahwa, saat melihat tempat pajangan telah kosong, air mata menangis dan pelaku diduga telah melakukan tindakan kejahatan keji ini akan dicari. Dan sekarang bahkan potret Hatta telah berdebu di bawah meja’.

Sejak PPPKI berdiri, organisasi supra kebangsaan Indonesia, semua organisasi kebangsaan semakin menyatu, satu sama lain saling bahu membahu mengobarkan semangat kebangkitan bangsa, semangat untuk mencapai cita-cita seluruh bangsa, seperti nama surat kabar Parada Harahap di Padang Sidempuan: Sinar Merdeka. PPPKI telah menyinari semua elemen bangsa. Tidak hanya Soekarno yang bicara di tengah kepanduan, Dr. Soetomo juga bicara di tengah kepanduan. Kepanduan sudah berkembang dimana-mana; PPPKI akan melakukan kongres kedua di Solo tahun 1929. Kepanduan juga melakukan kongres pertama di Jogjakarta. Pada tahun sebelumnya (1928) PPPKI berkongres, pemuda juga berkongres. Kini (1929) PPPKI berkongres lagi dimana organisasi kepanduan yang akan melakukan kongres. Dengan kata lain pada tahun sebelumnya (1928) Kongres PPPKI (senior) diintegrasikan dengan Kongres Pemuda (junior) dan kini di tahun 1929 Kongres PPPKI (senior/orangtua) diintegrasikan dengan Kongres Kepanduan (pemuda/pelajar.anak). Ini mengindikasikan bahwa kepanduan juga telah rurut berjuang sejak awal pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Soerabaijasch handelsblad, 04-07-1929: ‘"Kongres kepanduan pribumi diadakan di Jogja dan memperdengarkan lagu Indonesia Raya. Harapannya (dari kongres ini) bahwa pemuda akan membentuk gerakan nasional kepanduan yang akan didukung terus orang tua dan mengambil jalan untuk kemerdekaan’.

Nieuwe Rotterdamsche Courant, 02-09-1929
De Sumatra post, 07-08-1929: ‘Dalam acara pembukaan Clubstudie di Soerabaja, pembukaan dilakukan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia yang dinyanyikan oleh anggota kepanduan. Rupanya banyak tamu yang tidak berdiri saat lagu kebangsaan Indonesia dinyanyikan. Sempat terjadi insiden. Dr. Soetomo naik ke mimbar, sebelum lagu Indonesia Raya diulang kembali: ‘yang tidak berdiri adalah kerbou’. Yang turut hadir dalam acara itu datang dari berbagai lapisan, termasuk orang-orang Belanda. Bupati Soerabaja juga turut hadir’

Sindiran Dr. Soetomo ini besoknya menjadi heboh di semua surat kabar di Hindia Belanda dan juga di Belanda. Soetomo beralasan ini adalah acara yang terhormat dan beradab, semua orang harus merespon dengan cara beradap dan karena itu semua tamu yang hadir harus berdiri ketika lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan (Nieuwe Rotterdamsche Courant, 02-09-1929). Kehebohan ini menjadi isu nasional kedua tahun ini setelah yang pertama di Bandoeng meminta anggota kepanduan mengingat kembali (hening cipta) untuk para pahlawan dan mengajak untuk mengheningkan cipta untuk para pahlawan yang telah gugur.
Lagu Indonesia Raya kali pertama dikumandangkan di publik adalah ketika berlangsung Kongres Pemuda (28 Oktober 1928). Lagu ini digubah oleh Wage Rudolf Supratman. Seperti diketahui, Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda berlangsung di bulan yang sama. Ketua Pembina Kongres PPPKI adalah Parada Harahap, sedangkan Bendahara Panitia Kongres Pemuda adalah Amir Sjarifoeddin. Parada Harahap yang juga ketua Kadin pribumi Batavia adalah Pembina Panitia Kongres Pemuda. Sokongan dana Kongres Pemuda bersumber dari Parada Harahap dan Kadin Batavia. WR Supratman adalah 'anak buah' kesayangan Parada Harahap karena bisa bermain musik. WR Supratman awalnya adalah koresponden surat kabar Bintang Hindia (pemilik Parada Hatahap) di Bandoeng. Ketika Parada Harahap mendirikan kantor berita pribumi (pertama) Alpena tahun 1925, WR Supratman direkrut Parada Harahap untuk menjadi wartawan sekaligus editor. WR Supratman yang masih lajang tinggal di rumah Parada Harahap. Koneksi Parada Harahap, Amir Sjarifoeddin dan WR Supratman bukan serba kebetulan, tetapi by design.
Fusi Kepanduan Indonesia

Organisasi adalah mesin. Mengorganisasikan orang-orang pribumi di era kolonial Belanda adalah membangkitkan energi yakni energi kebangkitan bangsa. Pada tahun 1908 didirikan Boedi Oetomo untuk mengorganisasikan penduduk dengan salah satu misi untuk meningkatkan pendidikan di (pulau Jawa). Masih pada tahun yang sama mahasiswa di Leiden mendirikan organisasi mahasiswa Indisch Vereeniging. Pengusaha, guru, wartawan dan sebagainya juga membentuk organisasi sendiri-sendiri. Itu syarat perlunya, tetapi belum cukup. Supra organisasi masih diperlukan untuk menggalang energi yang lebih besar. Supra organisasi pertama adalah PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia) dan supra organisasi pemuda yang tahun 1928 melakukan Kongres Pemuda yang menghasilkan Sumpah Pemuda: Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa.

Saat Medan masih kampung, Padang Sidempoean sudah kota
Organisasi kebangkitan bangsa pertama didirikan di Padang tahun 1900 yang diberi nama Medan Perdamaian (delapan tahun lebih awal dari Boedi Oetomo: lihat Soerabaijasch handelsblad, 20-10-1908). Organisasi multi etnik ini digagas oleh Dja Endar Moeda yang sekaligus menjadi Direktur pertama (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 20-02-1900). Pada tahun 1902 organisasi ini telah memberikan bantuan pendidikan untuk sekolah di Semarang sebanyak f14.000 (lihat De Locomotief, 21-08-1902). Dja Endar Moeda adalah pribumi pertama pemilik sekolah swasta di Padang (1895), editor surat kabar pribumi pertama (1897), dan memiliki tiga media, toko buku dan percetakan (1900). Media tersebut surat kabar Pertja Barat, surat kabar berbahasa Melayu Tapian Na Oeli dan majalah Insulinde. Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah alumni sekolah guru (Kweekschool) Padang Sidempoean tahun 1884, kakak kelas dari Soetan Casajangan, pendiri Indisch Vereeninging di Leiden, 1908. Dja Endar Moeda tahun 1905 terkena delik pers dan dihukum di Padang dengan cambuk, denda dan diusir dari Kota Padang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 30-11-1905). Lalu pengelolaan usaha diserahkan kepada adiknya Dja Endar Bongsoe dan kemudian Dja Endar Moeda hijrah ke Medan. Di Medan, Dja Endar Moeda mendirikan organisasi dagang Sarikat Tapanoeli tahun 1907 (empat tahun lebih awal dari Sarikat Dagang Islam di Solo). Di bawah NV Sarikat Tapanoeli didirikan klub sepakbola Tapanoeli Voetbal Club (1907) yang berkompetisi di DVB dan mendirikan surat kabar Pewarta Deli (1909). Motto surat kabat Pertja Barat di Padang dan Pewarta Deli di Medan persis sama: Ontoek Segala Bangsa (pribumi). Untuk sekadar catatan kembali: Dja Endar Moeda (Medan Perdamaian, 1900), Soetan Casajangan (Indisch Vereeniging, 1908), Sorip Tagor (Sumatranen Bond, 1917) dan Parada Harahap (PPPKI, 1927) bukan serba kebetulan, tetapi kebetulan keempat tokoh pendiri organisasi kebangsaan ini sama-sama lahir di Padang Sidempoean. Daftar ini akan menjadi panjang pada nantinya. Pada bulan Januari 1947 Lafran Pane (adik Armijn Pane dan Sanoesi Pane) mendirikan organisasi mahasiswa Himpoenan Mahasiswa Islam (HMI) di Jogjakarta dan pada bulan November 1947 Ida Nasoetion dan G. Harahap di Djakarta mendirikan organisasi mahasiswa di dalam kampus yang disebut Persatoean Mahasiswa Universiteit van Indonesie (Djakarta, Bogor, Bandoeng, Soerabaja dan Makassar) yang kelak di fakultas masing-masing menjadi Dewan Mahasiswa (Dema) UI, Dema IPB, Dema ITB, Dema Unair dan Dema Unhas dengan tokoh sentral Hariman Siregar. Untuk sekadar catatan kembali: Lafran Pane, Ida Nasution, G. Harahap dan Hariman Siregar serba kebetulan sama-sama lahir di Padang Sidempoean.   

Kini gilirannya organisasi-organisasi kepanduan yang telah dididirikan begitu banyak mulai diinisiasi untuk bersatu (fusi). Organisasi kepanduan dalam hal ini terbilang awal yang menyatukan diri jika dibandingkan dengan organisasi di bidang lainnya, seperti pendidikan/guru, jurnalistik/wartawan, sepakbola/klub. Fusi organisasi kepanduan ini  pada saat kongres kepanduan pertama tahun 1929 sepakat memberi nama dengan memilih identitas Indonesia (Indonesiasche) daripada nasional (nationale).

Het nieuws van den dag voor NI, 17-12-1929
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 17-12-1929: ‘Fusion Kepanduan Pribumi. Inisiatif Jong Java Padvindery (Pandoe Kebangsaan) pada hari Minggu pagi tanggal 15 ini di gedung sekolah Moehammadijah di Kramat, mengadakan konferensi antara Dewan Utama berbagai organisasi kepanduan seperti INPO, Natipij (Nationale Indonesische Padvinderij), Siap, PPS, JIPO dan pengurus pusat JJP (Pandoe Kebangsaan). Hisboelwathon dan JPO, masing-masing dari Djogjakarta dan Solo telah mengirimkan telegram ucapan selamat sehubungan dengan pembentukan fusi padvinder (pribumi) yang ada di negeri ini. Organisasi-organisasi kepanduan ini terbagi dua golongan yang bersifat nasionalis dan yang bersifat agamis. Yang menyatakan fusi adalah INPO, PPS dan JJP (Pandoe Kebangsaan), sedangkan JIPO di dalam konferensi ini belum bisa membuat keputusan tetapi akan mempertimbangkan keputusannya. Merger/fusi ini juga termasuk Natipy dan Siap. Untuk komite pembentukan adalah sebagai berikut: Pintor ST, Soepardan dari INPO, Nazif, Bahder dan Yahya dari PPS, Soeratno, Moewardi dan Soegandi dari JJP. Pelantikan pengurus akan dilakukan pada pertengahan Januari tahun depan (1930) dengan api unggun’.

Pandu bangsa Indonesia, 1930
Demikianlah terbentuknya supra organisasi kepanduan dengan menggunakan identitas Indonesia seperti halnya PPPKI. Dalam konferensi sempat timbul kekhawatiran Pemerintah Hindia Belanda akan menghambat jika menggunakan identitas Indonesia. Namun dengan keyakinan peserta konferensi menyepakati identitas Indonesia. Ini berarti kepanduan pribumi Indonesia memulai babak baru yang menjadi elemen penting dalam proses kebangkitan bangsa (dalam menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia).

Kepanduan di Era Pergerakan Politik Indonesia

Sejak Indonesia bersatu (sejak organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia) bersatu, energi bangsa Indonesia semakin menguat. Setiap orang berjuang (melawan kolonialisme) menjadi atas nama kesatuan dan persatuan. Dengan demikian setiap orang memainkan peran masing-masing menjadi lebih percaya diri. Setiap orang tidak sendirian lagi, tetapi telah terjalin rangkaian yang saling bahu membahu baik antar individu maupun antar kelompok (organisasi). Itulah fungsi organisasi yang menjadi kekuatan bangsa (melawan organisasi Pemerintah Kolonial Belanda). Organisasi kepanduan Indonesia yang sudah lahir mulai merapatkan barisan dalam kongres (konferensi) kedua yang akan diselenggarakan di Bandoeng.

De Indische courant, 30-05-1930
De Indische courant, 30-05-1930: ‘Kongres Kepanduan. Hari Selasa di Club Mardi Hardjo di Kepatihanweg Bandung, terbentuk panitia untuk menjalankan kongres kedua dari Organisasi Kepanduan Nasional Indonesia, dari tanggal 21 dan akan berlangsung sampai 28 Juni di Bandung. Sebagai Ketua Komite yang telah dipilih Mr. Soetopo, Sekretaris A. Rachim, bendahara Soegondo, sedangkan anggota Dr. Soekimin, Soewarso, Soendjojo A. Tirtosoewirjo, Sardjono, Soehatmo, Soewar dan S. Tirtisoepono. Pemerintah kota Bandoeng telah memberikan izin sebidang tanah yang diberikan pinjaman gratis kepada komite, yang terletak di Huygensweg, tepat di belakang Sekolah Tinggi Teknik, Technische Hoogeschool (almamater Soekarno). Panitia menetapkan bahwa tidak ada peserta selama kongres yang dapat meninggalkan kamp tanpa izin dari pimpinan kamp. bantuan medis akan disediakan oleh Dr. Soekimin, sedangkan bagi peserta akan diadakan absen dua kali sehari. Peserta akan melakukan  kunjungan dan akan diselenggarakan, termasuk di Tangkoeban Prahoe, Observatory, Stasiun Radio Malabar, Museum Geologi, dll. Selain demonstrasi dan kompetisi pengetahuan dan keterampilan kepanduan juga akan diadakan acara olahraga, seperti basket dan atletik. Segera, panitia konferensi akan mengeluarkan program yang komprehensif. Sampai dengan tanggal 23 ini telah terdapat  tidak kurang dari 300 kontingen kepanduan untuk mengambil bagian dalam konferensi tersebut’. Catatan: tentu saja pertemuan kepanduan saat ini disebut konferensi yang pada masa ini pertemuan pramuka disebut Jambore dan Raimuna.

Organisasi terus tumbuh dan berkembang. Kegiatan kepanduan Indonesia juga termasuk didalamnya. Parada Harahap terus memanaskan mesin perjuangan melalui media. Parada Harahap sudah memiliki enam media tidak termasuk surat kabar Bintang Timoer edisi Jawa Tengah dan edisi Jawa Timur (internal untuk ke pelosok). Parada Harahap juga kini telah memiliki surat kabar berbahasa Belanda. Mungkin biar pesan-pesan perjuangan dapat dibaca kalangan elite pribumi yang terbiasa dengan bahasa Belanda dan tentu saja biar bisa dibaca sendiri oleh intel dan polisi Belanda.

De Indische courant, 25-09-1930: ‘Volkscourant di Batavia, seperti yang kita baca di AID dijual kepada Mr. Parada Harahap. Sehubungan dengan ini maka Java Express (edisi Belanda Bintang Timoer) berhenti beroperasi. Volkscourant sekarang berpindah ke Krekot. Aneta, 25 September melaporkan bahwa kemitraan baru Volkscourant di Weltevreden akan terbit 1 Oktober dalam format yang lebih besar’. [Volkscourant adalah nama baru dari De Courant yang sebelumnya kepala redakturnya adalah A. Weeber].

Bataviaasch nieuwsblad, 26-11-1930 (persdelict): ‘Mr. Parada Harahap dan Kontjo Soengkono masing-masing CEO dan editor Bintang Timoer kontra Mr. CW Wormser, directeur editor Alg. Ind. Dagblad di pengadilan kemarin. Koran edisi Belanda, Bintang Timoer digugat yang dalam hal ini Koentjosoengkono, asisten editor karena dianggap menghina Mr Wormser. Mr. Kontjosoengkono didenda f 20 dan penjara kurungan selama 10 hari’.

Setelah insan sepakbola pribumi bersatu dengan membentuk PSSI (1930), lalu giliran para jurnalis bersatu. Peran Parada Harahap cukup besar dalam pendirian sarikat wartawan yang baru-baru ini melangsungkan kongres pertama (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 18-07-1931) Sementara itu, sosok pahlawan terus diapungkan sebagai suatu referensi dalam memupuk semangat perjuangan bagi organisasi-organisasi yang terus bertambah. Pahlawan-pahlawan itu antara lain Soeltan Agoeng dan Diponegoro. Nama-nama pahlawan ini sejak 1927 sudah diabadikan Parada Harahap di kantor PPPKI, yang juga menjadi rujukan Soekarno ketika membawakan hening cipta pada pertemuan kepanduan di Bandoeng tahun 1929. Anggota pandu Indonesia mulai menyebarkan semangat bahwa penduduk Indonesia juga memiliki pahlawan sendiri.

Bataviaasch nieuwsblad, 09-02-1933
Bataviaasch nieuwsblad, 09-02-1933: ‘Pangeran Diponegoro. Pada hari Selasa malam, seseorang mencoba menyebarkan pamflet pada suatu acara di Waterlooplein. Pamflet ini berasal dari Pandu Nasional Indonesia, yang meminta para pandu yang terkait dengannya untuk demonstrasi publik (pawai) pada hari Minggu tanggal 12, untuk memperingati hari wafatnya pahlawan nasional, Diponegoro’.

Semangat pemuda terus meningkat, termasuk semangat pada anggota pandu Indonesia. Pers juga semakin mengebu-gebu. Di mata Pemerintah Hindia Belanda pers di satu sisi sebagai alat pemersatu dan di sisi lain sebagai penyebar provokasi. Karena itu sejumlah media dibreidel termasuk Bintang Timoer (De Sumatra post, 13-06-1932). Parada Harahap terus tanpa henti memprovokasi Belanda (sejak 1919 dengan surat kabarnya yang sengaja diberi nama Sinar Merdeka). Akibat pembreidelan pers ini, lantas Parada Harahap melakukan manuver politik dengan memimpin tujuh revoluisoner Indonesia pertama berangkat ke Jepang.

De Sumatra post, 16-10-1933: ‘Pada 16 Oct. (Aneta). Pemimpin Bintang Timoer, Mr. Parada Harahap berangkat 7 November disertai sejumlah guru pribumi dan pengusaha ke Jepang. Rombongan akan kembali melalui Manila’.[Bataviaasch nieuwsblad, 24-10-1933: ‘Jumlah yang berangkat ke Jepang sebanyak tujuh orang. Tiga wartawan, satu orang guru, satu orang  kartunis dan dua pengusaha (Batavia da Solo). Tiga orang diantaranya dari pulau-pulau luar (Jawa).

Berita rencana keberangkatan masih dianggap dingin oleh pers Belanda dan pemerintah  Hindia Belanda. Mungkin dianggap hanya sekadar gertak sambal dari Parada Harahap. Yang justru isu bagi pers Belanda adalah kedatangan komisi dari Mesir. Tokoh-tokoh pribumi mulai menjalin koneksi dengan luar negeri, selain Mesir juga Jepang.

Volksraad 1935: Soangkoepon (kiri) dan SG Moelia (kanan)
De Sumatra post, 08-11-1933 (national dinner): ‘Pada tanggal 8 di rumah Mr. Thamrin diadakan jamuan makan malam untuk menghormati Komisi Mesir. Yang hadir adalah atas nama Liga Bupati (Bond van Regenten) yang dipimpin Mr. Soejono; atas nama Vereeniging dari Akademisi, Dr Soeratmo dan Dr. Ratulangi; atas nama Nationale Fractie, Mochtar dan Soeangkoepon; atas nama pers Melayu, Mr Parada Harahap; dan atas nama masyarakat Arab, Mr Alatas’

Parada Harahap tidak punya hutang terhadap Belanda, maka pilihan Parada Harahap tidak ada pilihan lain lagi dan harus bekerja sama dengan luar negeri. Soekarno masih terkait dengan Belanda (sekolah teknik di Bandoeng) dan Hatta dengan sekolah ekonomi di Belanda. Parada Harahap nol persen hubungannya dengan Belanda. Mungkin bagi Parada Harahap, inilah saatnya politik luar negeri Indonesia dikembangkan dan bekerjasama dengan Mesir dan Jepang. Selama ini gerakan politik anak-anak pribumi hanya terbatas politik dalam negeri (di dalam lingkup Nederlansch Indie dan Nederland). Ini ibarat anak-anak pribumi dipaksa harus memilih: blok barat (Nederland/Europe) atau blok timur (Japan/Asia). Parada Harahap (senior/jurnalistik) dan Mohamad Hatta (junior/mahasiswa) memainkan peran penting. Kunjungan ke Jepang benar-benar terjadi.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 17-11-1933 (Gratis Reisje. Inlanders naar Japan): ‘Dua jurnalis, satu pedagang dan satu guru telah meninggalkan [Tandjong] Priok dengan kapal Jepang, Nagoya Maru yang dipimpin Mr. Parada Harahap, editor dari Bintang Timoer. Disamping itu, seorang mahasiswa jurnalis akan tiba di Jepang secara terpisah untuk merekam situasi politik dan ekonomi, di Jepang’. De Gooi- en Eemlander : nieuws- en advertentieblad, 28-11-1933: ‘Hatta, yang dikenal sebagai Gandhi ‘Indonesia’ disambut di Jepang, pergi ke sana untuk mendapatkan hubungan Commerciale. Sekarang pergi ke Jepang sebagai tokoh politik muda’. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 05-12-1933: ‘Inlanders ke Jepang. Aneta-Iwaki mentransmisikan tanggal 4 kelompok yang dipimpin oleh direktur BintangTimoer, Mr. Parada Harahap, telah tiba di Kobe’

Pamdu di stadion Jogjakarta, 1938
Berita ini membuat gempar, tidak hanya di Hindia Belanda (baca: Indonesia) tetapi juga di Belanda. Semua surat kabar sontak memberitakan sepak terjang Parada Harahap ini. Dalam hal ini Parada Harahap oleh pers asing dianggap sebagai ‘menteri luar negeri’ yang membuka ruang bagi tokoh-tokoh penting lainnya, utamanya Soekarno, Hatta dan Amir. Salah satu dari rombongan itu adalah M. Hatta yang baru lulus studi di Belanda.

Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 28-12-1933: ‘Unsur-unsur eksentrik revolusioner Indonesia ke Jepang dengan dalih kunjungan komersial’. Bataviaasch nieuwsblad, 29-12-1933 (Java in Japan: The King of the Java Press): ‘The King of the Java Press’ telah tiba di Jepang. Dan ada resepsi diberikan, dia dijamu layaknya seorang raja, Mr Parada Harahap dari Bintang Timoer dan rombongannya’. De Indische courant, 29-12-1933 (Harahap in Japan: The King of the Java Press): ‘Sebagai salah satu di kalangan luas di negeri ini, Parada Harahap dengan perusahaan dari editor kepala Bintang Timur telah pergi yang membuat perjalanan ke Jepang. Menurut surat kabar Jepang mereka diterima dengan kehangatan dan kehormatan, yang jauh melebihi pentingnya tamu-tamu sebelumnya. The Osaka Mainichi, sebuah koran yang memiliki sirkulasi tetap terhadap jutaan, Parada Harahap menggambarkan sebagai ‘Raja pers Java’. Dia adalah kepala dari lima surat kabar pribumi, termasuk Bintang Timur, mengatakan: 'Kami ingin membangun antara masyarakat Jepang dan penduduk Indonesia hubungan baik’. Catatan: saat tujuh revolusioner ini di Jepang, Ir. Soekarno sedang di tahanan dan Gubernur Jenderal telah menyetujui untuk diasingkan. Selain Parada Harahap dan Mohamad Hatta dalam tujuh revolusioner ke Jepang ini adalah Abdullah Lubis (pemimpin surat kabar Pewarta Deli di Medan) dan Dr. Samsi Sastrawidagda (guru di Bandoeng, salah satu pendiri PNI bersama dengan Ir. Soekarno). Saya masih terus mencari siapa yang tiga revolusioner lainnya. Saat itu Amir Sjarofoedin tengah menjalani mejahijau di pengadilan.

Dimana Soekarno? Tokoh muda yang telah menanamkan politik dan kebangkitan bangsa di kalangan kepanduan. Awalnya, Soekarno yang diminta Parada Harahap untuk ke Jepang, namun sebelum rencana ke Jepang terealisasi Soekarno telah ditangkap dan diadili menyusul pembreidelan pers pribumi. Untuk menggantikan Soekarno, Parada Harahap meminta M. Hatta yang memang sedang bersiap-siap pulang ke tanah air setelah lulus studi di Belanda. Lantas dimana Amir? Masih tengah sibuk kuliah di sekolah hukum Recht School di Batavia dan pada waktu-waktu yang dijadwalkan harus hadir di pengadilan dalam kasus yang sama dengan yang dituduhkan kepada Ir. Soekarno. Dakwaan terhadap Ir. Soekarno sudah diputuskan pengadilan..

Mengapa melihat timur ke Jepang? Dan mengapa Parada Harahap begitu baik diterima di Jepang? Tunggu deskripsi lengkapnya (Bagaimana kiprah kepanduan Indonesia menjelang berakhirnya kolonial Belanda, selama masa pendudukan Jepang, seputar kemerdekaan dan semasa perang kemerdekaan. Tentu saja di dalamnya termasuk kiprah putra-putra terbaik Padang Sidempoean, yang menjadi pembina pramuka: Abdul Hakim Nasution (Wali Kota pertama Kota Padang), Radjamin Nasution (Wali Kota pertama Kota Surabaya dan Loeat Siregar, Wali Kota Pertama Kota Medan. Tokoh-tokoh lainnya yang lahir dari kepanduan seperti Adam Malik (kelak menjadi Menteri Luar Negeri dan Wakil Presiden), Mochtar Lubis (pendiri dan pemilik surat kabar Indonesia Raya di Djakarta) dan Sakti Alamsjah Siregar (pendiri surat kabar Pikiran Rakyat di Bandoeng). Seperti halnya surat kabar Pertja Barat di Padang dan Pewarta Deli di Medan memiliki motto yang sama, maka surat kabar Indonesia Raya dan surat kabar Pikiran Rakyat juga memiliki motto yang sama: Dari Rakjat, Oleh Rakjat dan Oentoek Rakjat (hanya yang memiliki kedekatan dan memiliki visi yang sama yang malakukan kesepakatan motto yang sama).

Jambore Nasional Pertama di Pasar Minggu 1955

Sejak era Belanda, pertemuan kepanduan sudah kerap dilakukan namun masih terbatas. Setelah Indonesia merdeka, baru pada tahun 1955 pertemuan kepanduan secara nasional yang disebut Jambore dapat dilaksanakan. Jambore nasional pertama ini yang bertepatan dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang kesepuluh dilaksanakan di Kecamatan Pasar Minggu, Djakarta.

Java-bode, 05-06-1954
Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-06-1954: ‘Jambore Nasional 1955 di Pasar Minggu. Tahun depan Agustus akan digelar di Pasar Minggu (Djakarta) jambore nasional pertama. Diharapkan lebih dari 5.000 pandu dari semua provinsi akan berpartisipasi dalam jambore ini. Perwakilan organisasi  negara lain juga akan diundang. Bagian dari Bandara Halim Perdanakusuma tersedia untuk para awak pesawat. Dalam persiapan untuk acara besar Indonesia ini telah dibentuk, sebuah dewan harian terdiri dari Wali Kota Djakarta, Sudiro (ketua), Prof. Sutarman (Wakil Ketua) dan Kolonel Dr. Azis (Sekretaris)’.

Jambore nasional pertama ini akan diselenggarakan pada tanggal 10-20 Agustus 1955. Tanggal ini dipilih sehubungan dengan perayaan ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang kesepuluh  (De nieuwsgier, 14-07-1954). Jambore nasional ini diselenggarakan di bawah naungan Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO), suatu organisasi dimana sebagian besar organisasi kepanduan Indonesia bergabung, seperti: Pandoe Rakjat Indonesia, Pandoe Islam Indonesia, Hizbul Wathan, Pandu Katholik, Pandu Kristen Indonesia, Perserikatan Pandu-Pandu, Pekerti, Al Irsjad, Surya Wirawan, KAMI, SIAP, Pandu Anshor, KBI dan Pandu Al Waslijah. Komite Nasional Jambore. Komite Jambore Nasional pertama adalah: voorzitter burgemeester Sudiro, vice-voorzitter Prof. dr. Sutarman (KBI), secretaris Dr. Aziz Saleh en penningmeester Sumanang’.

De nieuwsgier, 09-11-1954
Jambore nasional diselenggarakan di bawah naungan Ikatan Pandu Indonesia (lpindo), sebuah federasi dari 14 padvindcrsorgnnisaties di Indonesia dengan keanggotaan total 100.000 pandu. Indonesia sendiri memiliki total 67 organisasi pandu, 14 di antaranya berada di Ipindo. Lebih dari 50.000 pandu anggota dari 53 organisasi lainnya diluar Ipindo. Dalam jambore ini mereka diajak mengikuti jambore, juga dari luar negeri, terutama dari negara tetangga, akan diajak ke pesta pandu ini. Penyelenggaraan ini juga pada jambore dunia diadakan pada bulan yang sama di Kanada (De nieuwsgier, 09-11-1954).

Perkemahan Ragunan (De nieuwsgier, 15-08-1955)
Akhirnya Jambore Nasional Pertama terselenggara yang dibuka oleh Wali Kota Djakarta. Jambore Nasional ini diadakan di bumi perkemahan Karang Taroena, Desa Ragoenan, Kecamatan Pasar Minggu yang dihadiri sekitar 6.000 pandu yang berasal dari 42 onderafdelingen di Indonesia. Juga delegaties uit Singapore (12) Malakka (14) en Amerika Serikat). Dalam pembukaan ini turut hadir secretarisgeneraal Kementerian Pendidikan, M. Hutasoit, chef-staf van de luchtmacht commodore Suryadarma, het hoofd van de politie Sukamto, juga perwakilan luar negeri dari kedutaan Inggris dan Saudi Arabia. Lagu kebangsaan dibawakan oleh muziekcorps van de ALRI (De nieuwsgier, 15-08-1955)

Dimana lokasi tepatnya (gps) Jambore Nasional pertama ini diduga di komplek olahraga Ragunan yang sekarang (dekat Kebun Binatang Ragunan). Berdasarkan keterangan De nieuwsgier, 15-08-1955 lokasi ini berada di suatu ketinggian di desa Ragoenan, Pasar Minggoe dengan lahan yang datar. Ketika hujan besar tergenang bagaikan sawah yang luas (tidak ada drainase). Jalan menuju lokasi sangat berlumpur yang diduga jalan Jati Padang dan Jalan Kebagusan yang sekarang (terpotong jalan tol TB Simatupang). Motto jambore pertama ini adalah Persaudaraan, Persatuan dan Disiplin.

Harapan dari jambore pertama ini akan disusul segera jambore nasional kedua yang lebih besar. Namun sayang, tidak segera terwujud. Antara tahun 1956 hingga tahun 1972 banyak peristiwa yang terjadi seperti PRRI/Permesta (1956-1958), Konfrontasi dengan Malaysia, DI/TII (1960an), G30 S/PKI 1965 dan peralihan dari rezim orla ke rezim orba. Seperti diketahui baru terlaksana jambore nasional berikutnya (setelah yang pertama tahun 1955) yakni pada tahun 1973 di Situ Baru, Tjisalak (Cibubur Depok) dan kemudian jambore selanjutnya diadakan di Sibolangit, Sumatera Utara tahun 1977.

Lantas mengapa begitu lama jarak jambore nasional pertama (1955) dengan jambore nasional berikutnya (1973). Selain peristiwa-persitiwa politik nasional, hal ini juga karena belum semua organisasi kepanduan di Indonesia bersatu (disatukan). Semua organisasi kepanduan di Indonesia baru benar-benar bersatu seluruh organisasi kepanduan Indonesia setelah disatukan Presiden Soekarno pada tahun 1961 (lihat kembali di atas: Leeuwarder courant: hoofdblad van Friesland, 10-03-1961).

Yang menyelenggarakan Jambore Nasional tahun 1955 adalah Ipindo, federasi dari 14 organisasi kepanduan di Indonesia. Saat itu masih ada sebanyak 53 organisasi kepanduan lainnya yang berada diluar Ipindo. Salah satu anggota federasi kepanduan Ipindo adalah organisasi kepanduan KBI (Kepandoean Bangsa Indonesia). Organisasi kepanduan KBI adalah organisasi kepanduan bangsa Indonesia tertua. Tepat sebulan setelah usai Jambore Nasional di Pasa Minggu, KBI melakukan peringatan 25 tahun berdirinya organisasi (Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 22-09-1955).

KBI adalah federasi organisasi kepanduan pertama di Indonesia yang melakukan fusi dan diresmikan pada tahun 1930. Fusi ini menjadi kali pertama organisasi kepanduan untuk menyatukan diri ke dalam satu organisasi besar (federasi). Penyatuan organisasi kepanduan Indonesia merupakan respon terhadap bersatunya organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang digagas Parada Harahap dan diresmikan pada tahun 1927. Kepengurusan PPPKI yang pertama adalah MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap sebagai sekretaris. Sebelum terjadinya fusi organisasi kepanduan ini, pada bulan Februari 1929, Soekarno berpidato di tengah acara kepanduan di Bandoeng yang meminta untuk mengingat para pahlawan bangsa dan mengheningkan cipta. Pidato Soekarno ini diduga kuat yang menyebabkan organisasi kepanduan juga turut bersatu setelah organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia bersatu dalam wadah PPPKI. Foto-foto yang terdapat di kantor PPPKI diduga menjadi inspirasi Soekarno untuk meminta para pandu mengingat para pahlawan terdahulu. Boleh jadi Soekarno yang kali pertama memperkenalkan hening cipta di tengah bangsa Indonesia. Last but not least: Soekarno yang benar-benar menyatukan seluruh organisasi kepanduan di Indonesia tahun 1961, yang telah mengikuti seniornya, Parada Harahap pada tahun 1927 berupaya menyatukan seluruh organisasi-organisasi kebangsaan Indonesia. Itulah kisah awal penyatuan bangsa Indonesia.

Baca juga: Artikel tentang pramuka dalam blog ini klik disini


*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar