Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini
Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah ujung perjalanan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda. Perjuangan itu jangan membayangkan hanya dilakukan oleh Soekarno dan Mohamad Hatta, tetapi dilakukan secara bersama-sama oleh semua elemen bangsa yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Proklamasi kemerdekaan ternyata tidak cukup, perjuangan harus dilakukan dengan mengangkat senjata (perang kemerdekaan). Ketika Soekarno dan Mohamaad Hatta tidak hadir, semua elemen bangsa mampu menyelesaikannya hingga Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia.
Proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah ujung perjalanan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah Belanda. Perjuangan itu jangan membayangkan hanya dilakukan oleh Soekarno dan Mohamad Hatta, tetapi dilakukan secara bersama-sama oleh semua elemen bangsa yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan. Proklamasi kemerdekaan ternyata tidak cukup, perjuangan harus dilakukan dengan mengangkat senjata (perang kemerdekaan). Ketika Soekarno dan Mohamaad Hatta tidak hadir, semua elemen bangsa mampu menyelesaikannya hingga Belanda mengakui kedaulatan bangsa Indonesia.
Indische courant, 14-07-1924 |
Perjuangan bangsa
melalui organisasi telah memperkuat persatuan. Perjuangan bangsa dengan
membentuk klub studi telah mempertajam tujuan dan metode untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia. Dalam hal ini, perlu kiranya ditulis kembali bagaimana organisasi-organisasi
dan klub-klub studi yang didirikan bersinergi hingga pada akhirnya terbentuk
partai-partai politik di Indonesia: partai yang secara terang-terangan
mengusung non-cooperative dan berusaha mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia.
Pendirian organisasi-organisasi kebangsaan
tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lainnya bersinergi. Demikian juga
pembentukan klub-klub studi tidak berdiri sendiri tetapi suatu aksi-reaksi yang
satu sama lain mengkristal. Dalam hal ini kemudian pembentukan partai-partai
politik tidak berdiri sendiri tetapi aksi bersama dari seluruh elemen bangsa.
Studieclub: Dr.
Soetomo di Soerabaja
Pada
bulan Juli 1924 di Soerabaja dibentuk klub studi (studieclub). Pembentukan klub
studi tersebut dilakukan di rumah RM Soekono (De Indische courant, 14-07-1924).
Dalam pertemuan yang dihadiri sekitar 30 orang tersebut, Dr. Soetomo berbicara.
Tujuan dari pertemuan itu adalah pembentukan klub studi yang menjadi wadah untuk
membahas isu-isu kepentingan umum. Pertemuan ini metetapkan dewan yang terdiri
dari Dr. Soetomo, RM Soejono dan Soenario. Sebagai ketua dewan studieclub
adalah Dr. Soetomo.
Indische courant,
14-07-1924: ‘Zaterdagavond had ten huize van den heer RM. Soejono, in de
Palmenlaan, een bijeenkomst plaats van ontwikkelde inlanders, die
bijeengeroepen waren door dr. Soetomo. Het doel der bijeenkomst was de
stichting van een studieclub ter bespreking van vraagstukken van algemeen
belang. Een dertigtal belangstellenden had aan den oproep gehoor gegeven. Dr.
Soetomo zette zijn bedoelingen en die zijner mede-oprichters uiteen. De club
zal zijn een debatingclub, ter gezamenlijke verheldering van de inzichten
omtrent belangrijke kwesties en problemen. Besloten werd. de club te stichten ;
alle aanwezigen traden als lid toe. In het bestuur wer den gekozen dr. Soetomo,
R. M. Soejono en de heer Soenario, eerstgenoemde als voorzitter. De heer
Soetomo hield vervolgens een lezing over nationalisme, die verscheidene aanwezigen
aanleiding gaf lot het stellen van vragen en het maken van opmerkingen. Er
bleek een levendige belangstelling voor het vraagstuk te bestaan ; door alle
sprekers werd nadruk gelegd op de noodzakelijkheid van wederzijdsche
verdraagzaamheid tusschen de verschillende godsdienstige groepen. Het was een
geslaagde avond’.
Studieclub di Soerabaja awalnya disebut di
publik sebagai Javaansche studieclub (De Indische courant, 08-01-1925). Hal ini
besar dugaan pengaruh lembaga-lembaga kajian yang dibentuk oleh orang-orang
Belanda masih berpengaruh. Lembaga-lembaga bentukan oleh orang-orang Belanda
tersebut berdasarkan etnik atau wilayah tertentu, misalnya Batak Instituut, Java-
Instituut, Minangkabaoe Instituut dan Oostkust Sumatra Instituut.
Pada tahun 1923, sepulang Soetomo dari Belanda mendirikan
klub studi Neu-Orientierung namun gagal karena kurang keberanian. Pada tanggal
12 Juli 1924 akhirnya RMH Soejono klub studi intelektual tersebut diganti nama
Studieclub yang memiliki karakter Indonesia. Dalam pertemuan tersebut juga dilakukan
pengabadian nama-nama dengan menggantung potret sejumlah orang di dinding,
yakni potret orang-orang terkenal Diponegoro, Mangkoenegoro IV, Mangkoenegoro
VI, Raden Adjeng Kartini, Dr. Wahidin, juga potret Doewes Dekker, Dr. Tjipto,
Dr. Soewardi dan Tjokroaminoto.
Dr. Soetomo
telah menjadi nasionalis, berjalan dan berlari sendiri di depan orang-orang
Boedi Oetomo. Meski Dr. Soetomo bukan muda lagi tetapi sangat menyayangkan
orang-orang Boedi Oetomo tidak terlalu memperhatikan orang mudanya. Tampaknya
Dr. Soetomo sudah lama berada di luar Boedi Oetomo. Dr. Soetomo di dalam
studieclub di Soerabaja telah mengidentifikasi bahwa partai politik adalah
tempat bersatu (bukan Boedi Oetomo). Pada kongres ke-16 Boedi Oetomo di Solo
bulan Apri 1925 masih kental dengan suara-suara yang bersifat kedaerah dibandingkan
dengan suara-suara yang lebih bersifat nasionalis (lihat De Indische courant, 17-04-1925).
Dalam satu sesi di kongres hari kedua bahwa ada pembicara yang mangatakan bahwa
Boedi Oetomo menentang penjajahan di Jawa, tetapi akan menyetujui kolonisasi di
Sumatra. Namun statement itu menimbulkan reaksi dari yang lain bahwa
(seharusny) tidak hanya berkaitan dengan Jawa tetapi (juga) berkaitan dengan
seluruh Indonesia. Satu pembicara lain menggarisbawahi bahwa banyak orang-orang
menonjol Sumatera. Kuncinya adalah gerakan Boedi Oetomo (harsulah) menentang penjajahan
dimana saja di Indie (baca: Indonesia).
Perubahan
misi studieclub di Soerabaja lalu kemudian direspon di Batavia yang mana pada
tanggal 30 Oktober dibentuk studieclub di Batavia sebagaimana dilaporkan oleh
surat kabar De Indische courant edisi 04-11-1925. Disebutkan bahwa studieclub
di Batavia terbentuk dalam suatu rapat yang diadakan di rumah Soeriadirdja di
Meester Cornelis. Tujuan rapat itu untuk membuat persiapan dalam pendiria
studieclub meniru yang sudah didirikan di Soerabaja. Pertemuan ini dihadiri
oleh banyak intelektual pribumi dari Meester Cornelis dan daerah-daerah lain
juga beberapa orang Eropa hadir. Semua yang hadir telah mendukung proposal
tersebut. Selanjutnya, dewan sementara dipilih dan diputuskan untuk mengadakan
pertemuan publik dalam beberapa hari, untuk membahas pembentukan definitif dari
Studieclub Batavia dan untuk menentukan program kerja, yang akan mengkiti
platfoorm studieclub di Soerabaja. Dewan terdiri dari: Poeradisastra, sebagai ketua,
Soetan Pamoentjak, sekretaris, Achmad Wongsosewojo sebagai bendahara. Anggota
adalah Dr. Kajadoe dan Tupamahu.
Dalam pertemuan
tanggal 30 Oktober 1925 tersebut sudah barang tentu turut dihadiri Mr. Soetan
Casajangan dan Husein Djajadiningrat. Mereka inilah tokoh senior. Soetan
Casajangan adalah penggagas Indisch Vereeninging (Perhimpoenan Mahasiswa
Indonesia) di Belanda tahun 1908. Soetan Casajangan adalah presiden pertama
Indisch Vereeniging dan Husein Djajadiningrat kemudian menjadi sekretarisnya.
Saat pertemuan studiclub di Batavia tersebut, Mr. Soetan Casajangan adalah
direktur Normaal School di Meester Cornelis dan Dr. Husein Djajadinibgrat, Ph.D
adalah dosen di Rechts School Batavia.
Orang-orang
di dalam studieclub di Batavia sangat beragam, ada Pasoendan, ada Jawa, ada Minangkabau,
ada Batak dan yang lainnya. Singkat
kata: Bhinneka Tunggal Ika. Boleh jadi inilah yang mendasari mengapa muncul
studieclub di Batavia yang secara terbuka menyatakan meniru studieclub yang ada
di Soerabaja. Studieclub di Soerabaja yang digagas Dr. Soetomo telah bergeser
dari Java sentris menjadi Indonesia.
Dr. Soetomo
sebagai penganut paham Indonesia bukanlah baru. Dr. Soetomo, alumni STOVIA
tahun 1911 adalah salah satu pengurus perhimpunan mahasiswa Indonesia di
Belanda. Pada era kepengurusan Dr. Soetomo, Indisch Vereeniging telah diubah
namanya menjadi Indonesiasch Vereeniging. Namun yang menjadi soal adalah Dr.
Soetomo masih melihat mindset yang ada di dalam Boedi Oetomo masih bersifat
Jawa sentris. Permasalahan ini sejatinya tidak sepenuhnya dibebankan kepada
orang-orang Jawa yang lain tetapi juga kepada Soetomo sendiri. Ini bermula pada
tahun 1908 ketika Boedi Oetomo didirikan oleh Soetomo dan kawan-kawan di STOVIA
di Batavia tanggal 20 Mei 1908. Saat itu sudah sejak 1900 telah didirikan
organisasi kebangsaan di Padang yang bersifat nasional yang diberi nama Medan
Perdamaian. Bahkan pada tahun 1902 Medan Perdamaian melalui ketuanya Dja Endar
Moeda telah memberikan bantuan sebesar f14.000 untuk membantu peningkatan pendidikan
di Semarang. Dalam kongres Boedi Oetomo yang pertama di Solo bulan Oktober 1908
organisasi Boedi Oetomo mengakui copy paste dari Medan Perdamaian di Sumatra.
Namun antara tanggal pendirian dan tanggal kongres Boedi Oetomo, Soetan
Casajangan merasakan Boedi Oetomo lebih bersifat kedaerahan (di Jawa saja).
Karena itu, Soetan Casajangan menggagas didirikannya Indisch Vereeniging yang
bersifat nasional di Leiden pada tanggal 25 Oktober 1908. Untuk sekadar
mengingatkan kembali Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda adalah kakak kelas
Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di sekolah guru (Kweekschool) Padang
Sidempoean.
Orang-orang di dalam studieclub di Batavia
sangat beragam, ada Pasoendan, ada Jawa, ada Minangkabau, ada Batak dan yang
lainnya. Singkat kata: Bhinneka Tunggal
Ika. Boleh jadi inilah yang mendasari mengapa muncul studieclub di Batavia yang
secara terbuka menyatakan meniru studieclub yang ada di Soerabaja. Studieclub
di Soerabaja yang digagas Dr. Soetomo telah bergeser dari Java sentris menjadi
Indonesia.
Dr. Soetomo sebagai penganut paham Indonesia bukanlah baru.
Dr. Soetomo, alumni STOVIA tahun 1911 adalah salah satu pengurus perhimpunan
mahasiswa Indonesia di Belanda. Pada era kepengurusan Dr. Soetomo, Indisch
Vereeniging telah diubah namanya menjadi Indonesiasch Vereeniging. Namun yang
menjadi soal adalah Dr. Soetomo masih melihat mindset yang ada di dalam Boedi
Oetomo masih bersifat Jawa sentris. Permasalahan ini sejatinya tidak sepenuhnya
dibebankan kepada orang-orang Jawa yang lain tetapi juga kepada Soetomo
sendiri. Ini bermula pada tahun 1908 ketika Boedi Oetomo didirikan oleh Soetomo
dan kawan-kawan di STOVIA di Batavia tanggal 20 Mei 1908. Saat itu sudah sejak
1900 telah didirikan organisasi kebangsaan di Padang yang bersifat nasional
yang diberi nama Medan Perdamaian. Bahkan pada tahun 1902 Medan Perdamaian
melalui ketuanya Dja Endar Moeda telah memberikan bantuan sebesar f14.000 untuk
membantu peningkatan pendidikan di Semarang. Dalam kongres Boedi Oetomo yang
pertama di Solo bulan Oktober 1908 organisasi Boedi Oetomo mengakui copy paste
dari Medan Perdamaian di Sumatra. Namun antara tanggal pendirian dan tanggal
kongres Boedi Oetomo, Soetan Casajangan merasakan Boedi Oetomo lebih bersifat
kedaerahan (di Jawa saja). Karena itu, Soetan Casajangan menggagas didirikannya
Indisch Vereeniging yang bersifat nasional di Leiden pada tanggal 25 Oktober
1908. Untuk sekadar mengingatkan kembali Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda
adalah kakak kelas Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan di sekolah guru
(Kweekschool) Padang Sidempoean.
Dr. Soetomo di studieclub di Soerabaja telah
mendapat sokongan berarti dari pihak lain yan bukan Jawa. Sebaliknya Dr.
Soetomo telah menyadari, boleh jadi ketika kuliah di Belanda, bahwa persatuan
Indonesia adalah tujuan setiap anak bangsa. Meski demikian, Dr. Soetomo sudah
kadung menjadi Indonesia, tetapi harus berhadapan dengan orang-orang Jawa sentris
di sekitarnya yang berafiliasi dengan Boedi Oetomo. Dr. Soetomo terus berjuang
menuju Indonesia.
Pada tahun 1925 Parada Harahap, pemimpin dan editor surat
kabar Bintang Hindia di Batavia mendirikan kantor berita pribumi untuk
mengimbangi kantor berita Eropa/Belanda Atena. Kantor berita pribumi ini disebut
Alpena. Parada Harahap merekrut WR Supratman sebagai editor kantor berita
Alpena. Setelah melakukan kunjungan jurnalistik ke kota-kota di Sumatra dan
Semenanjung, pada tahun 1926 Parada Harahap mendirikan lagi surat kabar yang
lebih radikal yang diberi nama Bintang Timoer. Surat kabar ini langsung melejit
sebagai surat kabar pribumi dengan tiras paling tinggi di Batavia. Hasil
kunjungan jurnalistik tahun sebelumnya telah dibukukan dan diterbitkan oleh
Pertjetakan Bintang Hindia pada tahun 1926. Sementara itu, Soekarno lulus pada
tahun 1926 (Bataviaasch nieuwsblad, 05-05-1926). Ada empat nama pribumi yang
lulus dalam daftar kelulusan yakni Anwari, Ondang, Soekarno dan Sutedjo.
Soekarno melamar atau tidak bekerja untuk pemerintah. Soekarno, Dermawan dan Anwari membuka Sekolah
MULO di kampung Astana Anjar di Bandoeng. MULO ini buka setiap hari untuk
anak-anak dan orang dewasa dari pukul 4 hingga 8 pagi kecuali hari Sabtu dan
Minggu (De Indische courant, 26-08-1926). Tentu saja Soekarno sangat dikenal di
kalangan orang Jawa dan kerana itu Soekarno diajukan oleh Boedi Oetomo sebagai
salah satu dari tiga kandidat untuk Volksraad di dapil West Java (De Indische courant, 23-09-1926). Saat itu,
banyak pribumi yang giat untuk mencerdaskan bangsa dengan inisiatif sendiri.
Sekolah MULO milik pemerintah tidak cukup. Partisipasi ini yang dilakukan di
Bandoeng oleh Soekarno dan kawan-kawan. Hal ini juga muncul di kota-kota lain
seperti di Medan.
Di Bandoeng, pada tahun 1926 Soekarno dan
kawan-kawan juga berinisiatif mendirikan studieclub yang diberi nama Algemeene
Studie Club. Pada tanggal 7 November 1926 di Bandoeng diadakan pertemuan publik
pertama Algenieene Studieclub dengan tema ‘Politiek en Economie in de Koloniale
Overheersching’ (Politik dan Ekonomi di dominasi kolonial). Pertemuan ini
dilakukan di balairung yang dipenuhi sekitar 600 orang, termasuk 6 Belanda dan
3 Eropa serta 15 orang perempuan pribumi (Bataviaasch nieuwsblad, 08-11-1926).
Pembicara antara lain Mr Stokvis.
Dalam pertemuan ini juga turut hadir Goenawan, Mohamad
Sanoessi, Soeprodjo, Soediro, Darmoprawiró Dr Tjipto dan Dr. Douwes Dekker.
pertemuan itu dipimpin oleh Ir. Darmawan Mangun Koesoemo. Sementara pada panel
duduk Ir. Anwari, Ir. Soekarno dan guru Kadmirah. Pidato Stokvis diterjemahkan
Soekarno ke dalam bahasa Melayu. Pada intinya Stokvis memberikan gambaran
tentang masa lalu dan kehadiran politik etika dan ekonomi terkait dengan
dominansi Belanda dan pribumi masih tahap belajar. Srokvis berpendapat bahwa
pribumi belum matang untuk menerapkan hukum dan prinsip tersebut, bahkan
setengah kedewasaan belum bisa dikatakan. Dalam tanya jawab, Mohammad Sanoesi
tidak sependapat. Dr. Douwe Dekker mengatakan klaim tentang ketidakdewasaan
(hijau) atau kedewasaan (kuning) dari penduduk Hindia benar, kasusnya
menurutnya, penduduk itu tidak merah. Soekarno mengibaratkan pinang ketika
matang berwarna merah. Pertemuan ditutup pukul 12 oleh Ir. Darmawan
Mangoenkoesoemo. Semuanya berakhir dengan lancar berkat kehadiran Komisaris.
Stein dan wakil pembantu polisi R. Machmoed.
Parada
Harahap mulai kenal Soekarno ketika Soekarno mengirim tulisan ke Bintang Timoer
(didirikan 1926; pemilik dan editor Parada Harahap). Ini sehubungan dengan
semakin intensnya aktivitas Soekarno di Algemeene Studie Club di Bandung.
Parada Harahap mulai melihat sosok dua pemimpin muda yakni Mohammad Hatta di
Belanda (ketua Perhimpoenan Indonesia sejak 1926) dan Ir. Soekarno di Bandoeng
(anggota Algemeene Studie Club sejak 1926). Hubungam antara Mohammad Hatta dan
Soekarno belum terlihat. Parada Harahap sudah lama kenal dengan Mohammad Hatta,
sementara Parada Harahap baru mulai kenal Soekarno.
Dalam konteks ini, Parada Harahap mulai
menggalang persatuan tidak hanya diantara organisasi-organisasi kebangsaan
(Sumatranen Bond, Boedi Oetomo, Kaoem Betawi, Pasoendan dan lainnya), Parada
Harahap juga ingin organisasi-organisasi mahasiswa yang menjadi organ
organisasi kebangsaan untuk menyatukan langkah menuju Indonesia Merdeka. Inilah
yang mendasari, mengapa Parada Harahap berambisi segera mewujudkan persatuan.
Lalu digagasnya dan terbentuk PPPKI tahun 1927. Singkat kata: Mohammad Hatta di
Belanda, Soekarno di Bandoeng dan Soetomo di Soerabaja. Parada Harahap sendiri
berada di Batavia. Sebagaimana kita lihat nanti, di Batavia Parada Harahap
‘mengarahkan’ Amir Sjarifoeddin dan Mohammad Jamin.
Parada
Harahap pada satu sisi terus aktif membangun PPPKI, namun di sisi lain Parada
Harahap terus membendung serangan pers
Belanda soal tanah air milik nenek moyang, soal persatoean dan munculnya partai
politik. Anehnya, sebagian wartawan dari pers pribumi turut mendiskreditkan
Parada Harahap dan lebih memihak pers Belanda. Parada Harahap tentu tidak
sendiri, masih banyak orang-orang revolusioner seperti Soekarno dan Mohammad
Hatta yang berani bertarung dan bersuara garang di publik. Musuh utama yang
menjadi seteru polemik Parada Harahap adalah Karel Wijbrand (mantan editor
Sumatra post yang kini, seperti Parada Harahap berkarir/hijrah ke Batavia). Pers
Belanda terus menggarisbawahi statement-statement para revolusioner baik
terdapat di media (seperti Bintang Timoer) maupun di rapat-rapat besar.
Algemeen Handelsblad, 01-10-1927:
‘Pekalongan, 1 Oktober (Aneta.) Dalam pertemuan lanjutan partai Sarekat Islam
mengenai [sindirian dari pers Belanda] pembentukan ‘front kosong’, Ir. Soekarno
berbicara atas nama Komite Sentral Perserikatan ‘Nasional Indonesia’ juga
merespon tindakan itu di dalam pidatonya yang mangatakan ‘ingat bahwa itu oleh
bagian pers putih ditolak’, Soekarno memiliki kesimpulan bahwa orang-orang itu
[pers Belanda] takut untuk pembentukan wajah coklat, dan itu adalah tugas yang membentuk
[baris] depan [kulit] coklat’...(sementara itu) dalam pertemuan itu, salah satu
topik yang paling penting adalah apakah PSI akan bergabung dengan Liga melawan
imperialisme dan pemerintahan kolonial...’..
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië,
08-11-1927 (Wat Gisteren in de Krant stond!...): ‘diskusi tentang mayoritas
Indonesia, bahwa Indonesia adalah warisan nenek moyang, sebagai protes keras
Parada Harahap dari Bintang Timur. ‘Jika Indonesia warisan nenek moyang, KW cs
menganggap sebagai pemberontakan.. Jadi saya memahami komunikasi yang dilakukan
oleh Pemerintah, bermain aman! Dan Anda? K.W’.
Parada
Harahap tidak hanya diserang oleh Karel Wijbrand dan kawan-kawan dari depan,
Parada Harahap juga, sebagian individu dari pers pribumi ‘menyerang’ dan
mendiskreditkan dari belakang. Hal ini karena Parada Harahap dianggap sebagai
wartawan terlalu jauh terlibat dalam urusan politik. Parada Harahap tidak
peduli. Parada Harahap sudah sejak lama memulainya dengan mendirikan surat
kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean tahun 1919.
Gang Kenari menjadi pusat perjuangan
Indonesia. Di gang inilah terdapat gedung tempat pertemuan dan kantor PPPKI.
Gedung gang Kenari ini kerap disebut Indonesia Club. Kepala kantornya adalah
Parada Harahap. Di gedung pertemuan ini hanya ada tiga foto yang dipajang di
dinding: Soeltan Agoeng, Soekarno dan Mohammad Hatta. Ke gedung inilah setiap
akhir pekan datang Soekarno dari Bandoeng. Sejauh ini, setelah berdirinya
PPPKI, perlawanan hampir serentak terjadi di Belanda (Mohammad Hatta dkk),
Bandoeng (Soekarno dkk) dan Medan (Abdullah Lubis dkk). Catatan: Abdullah Lubis
adalah salah satu pendiri surat kabar Benih Mardeka di Medan tahun 1916. Dan
sebagaimana kita lihat nanti di Soerabaja (Dr. Soetomo, Dr. Radjamin Nasution
dkk).
Dalam
urusan politik, Parada Harahap tidak sendiri. Senior para mahasiswa yang juga
cendekiawan ada di belakangnya, seperti Dr. Abdoel Rivai, Soetan Casajangan dan
Husein Djajadiningrat, Juga terdapat anggota Volksraad yang cukup vokal
diantara para anggota Volksraad pribumi, yakni Mangaradja Soangkoepon, MH
Thamrin dan Alimoesa Harahap. Mangaradja Soangkopen kerap berseberangan dengan
anggota Volksraad JE Stokvis. Corong politik Parada Harahap tidak hanya Bintang
Timoer di Batavia, tetapi juga Benih Timoer di Medan.
Pembentukan Partai Politik
Di Bandoeng muncul panitia Rapat Besar yang
akan mempersiapkan kongres nasionalis di Bandoeng. Promotor adalah Ir. Soekarno
dan Mr. Iskaq (Algemeen Handelsblad, 24-06-1927).
Dalam fase inilah, didirikan Perserikatan Nasional
Indonesia disingkat PNI, suatu organisasi kebangsaan yang diketuai oleh Ir. Soekarno
yang juga masih anggota Algemeene Studieclub yang telah berubah nama menjadi
Indonesische Studieclub.
Dalam kerangka itu, Parada Harahap di Batavia
mempersiapkan pertemuan antara para pemimpin organisasi/partai kebangsaan Indonesia.
Dalam mempertemukan semua organisasi kebangsaan tersebut, hanya Boedi Oetomo
yang sedikit agak sulit, karena para pemimpin Boedi Oetomo adalah organisasi
kebangsaan paling besar. Melalui lobi Parada Harahap melalui Dr. Radjamin
Nasution terhadap Dr. Soetomo maka Boedi Oetomo dapat mencair. Dr. Soetomo di
Boedi Oetomo masih memiliki pengaruh besar, sebagaimana Dr. Abdul Rivai, Soetan
Casajangan dan Husein Djajadiningrat masih memiliki pengaruh besar pada perhimpunan
pelajar di Belanda. Lalu hari Minggu 25 Juni 1927 di rumah Husein
Djajadiningrat dibentuk PPPKI (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1927).
Rapat Besar yang rencananya diadakan pada Minggu pagi 15
Agustus 1927 di bioskop Oriental terpaksa batal karena bersamaan ada festival
(Bataviaasch nieuwsblad, 10-08-1927). Rapat Besar sedianya akan dipimpin oleh
Ir. Soekarno yang telah disepakati oleh sebuah komite yang berasal dari PNI,
PSI, Boedi Oetomo dan Pasoendan. Rapat Besar ini disebut inisiatif PNI. Para
pembicara sudah dilist seperti Dr. Tjipto, Ir. Soekarno, Ir. Anwari dan banyak
anggota dewan lainnya dari Indonesische Studieclub dan organisasi kebangsaan
lain yang turut hadir. Gagasan Rapat Besar ini muncul sehubungan dengan
investigasi rumah-rumah mahasiswa di Belanda (lihat Nieuwsblad van het Noorden,
15-08-1927). Dilaporkan bahwa rapat
besar itu akan turut dihadiri oleh van der Plas van Inlandsche zaken dan
Stokvis, inspecteur van het middelbaar onderwijs (Bataviaasch nieuwsblad,
15-08-1927).
Dalam fase inilah spirit non-cooperative
semakin menguat diantara para revolusioner. PNI secara terang-terang menyebut
non-cooperative. Sejarah kolonial telah berevolusi. Pada awal VOC perdagagan
bebas (diawali di Banten), lalu kerjasama perdagangan (di Maluku), kemudian
menginisiasi penduduk (di Jawa) lalu penduduk dijadikan subjek (di Sumatra’s Westkust).
Pada era pemerintah Hindia Belanda (1800), sejak Daendels dan van de Bosch,
eksploitasi Belanda sampai ke tulang sumsum. Pada awal 1900 muncul politik etik
(terutama di Boedi Oetomo), Lalu muncul ide kerjasama West en Oost yang
dipelopori oleh Soetan Casajangan (Indisch Vereeniging) yang kemudian melakukan
protes coklat-putih. Setelah itu muncul spirit non-cooperative (gerakan
kemerdekaan): Parada Harahap, Mohamamd Hatta dan Soekarno.
Selama Rapat Besar di Bandung ditunda (sampai waktu yang
ditetapkan), PNI terus melebarkan sayap. Pada bulan September diadakan
pertemuan PNI di Djogjakarta (De Indische courant, 13-09-1927). Dalam pertemuan
ini Soekarno menjadi salah satu pembicara. Apa yang menjadi tujuan PNI mulai
terbuka. Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 26-09-1927 melaporkan
bahwa Mr. Iskaq telah secara luas menjelaskan bahwa tujuan dari PNI adalah
untuk memperoleh Kebebasan Hindia (Vryheid van Indie te verkrijgen).
Ini berarti Soekarno tidak (lagi) mewakili
Boedi Oetomo (kedaerahan) tetapi telah mewakili PNI sendiri (yang bersifat
nasionalis). Jalan inilah yang menyebabkan kemudian antara Parada Harahap di
satu pihak, Soekarno, Mohammad Hatta dan Soetomo di pihak lain yang memiliki
visi sama yang berada di barisan paling depan. Parada Harahap sebagai
sekretaris Sumatranen Bond, Soekarno sebagai Ketua Perserikatan Nasional
Indonesia, Mohammaad Hatta sebagai Ketua Perhimpoenan Indonesia (di Belanda)
dan Dr. Soetomo sebagai ketua Indonesische Studieclub di Soerabaja.
Parada Harahap sebagai sekretaris PPPKI kemudian
melakukan konsolidasi di dalam internal dalam kepengurusan PPPKI (supar
organisasi yang baru). Konsolidasi tersebut termasuk mempformalkan administrasi
organisasi (ke pemerintah), penyiapan gedung/kantor PPPKI (di Gang Kenari),
kampanye PPPKI di media, serta mempersiapkan agenda besar pada tahun 1928.
Sementara itu, Perserikatan Nasional
Indonesia (PNI) terus berupaya untuk melebarkan sayap ke berbagai tempat,
seperti Batavia, Djogjakarta, Pekalongan, Soerabaja dan lainnya. Bataviaasch
nieuwsblad, 02-12-1927: ‘Minggu pagi pukul sembilan, Afdeeling Jacatra
Perserikatan Nasional Indonesia mengadakan rapat propaganda publik di Cinema
Palace di Krekot. Pembicara adalah Ir. Soekarno, Mr. Boediarto dan Mr.
Sartono’.
Pengurus dan anggota studieclub di Batavia hampir
seluruhnya menjadi anggota organisasi kebangsaan Perserikatan Nasional
Indonesia. Di Soerabaja juga dibentuk cabang dari Perserikatan Nasional
Indonesia (De Indische courant, 06-02-1928), Sebagaimana di Batavia, cabang
dari Perserikatan Nasional Indonesia di Soerabaja juga berasal dari studieclub
Soerabaja.
PNI terus menggebu-gebu meski pengawasan
terhadap Soekarno dkk oleh intel/polisi Hindia Belanda semakin intens. De
Indische courant, 06-02-1928 di gedung Indonesische Studieclub diadakan
pertemuan propaganda Perserikatan Nasional Indonesia yang dihadiri sekitar 600
orang. Sejumlah pembicara tampil ke podium. Ir. Soekarno berbicara menjelaskan
gagasan Indonesia tentang persatuan dan dalam hubungan ini merujuk pada PPPKI
yang baru dibentuk. Dalam berita ini disebut PPPKI adalah Permoefakatan Partai
Politiek Kebangsaan Indonesia dimana berbagai partai politik bergabung,
termasuk PNI. Ir. Soekarno memulai pembicaraan yang dimulai dengan memberikan
gambaran tentang perkembangan politik di Indonesia, dari pendirian Boedi Oetomo
pada tahun 1908 hingga termasuk pembentukan serikat baru ini [PNI] dimana PNI
memohon [kepada Boedi Oetomo] untuk bekerja sendiri. untuk melayani eksistensi
Indonesia.
Ini mengindikasikan bahwa Soekarno yang berasal dari
Boedi Oetomo/Jong Java (Jawa) menuju Indonesia (PNI), sebagaimana halnya
Mohammad Hatta dari Sumatranen Bond (Sumatra) menuju Indonesia (PI) dan juga
Parada Harahap dari Sumatranen Bond menuju Indonesia (PPPKI). Sebagaimana kita
lihat segera, Amir Sjarifoeddin Harahap dari Bataksch Bond dari Tapanoeli
menuju Indonesia (PPI=Pemoeda Peladjar Indonesia) di Batavia. Ini seakan
kembali ke kittah, bahwa persatuan nasional (baca: Indonesia) adalah cita-cita
semua anak bangsa dalam wadah organisasi tunggal (bersifat nasional): Medan
Perdamaian yang didirikan oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda di Padang
pada tahun 1900 dan Indisch Vereeniging yang didirikan oleh Radjioen gelar
Soetan Casajangan di Leiden pada tahun 1908.
PNI
tampak seakan berpacu dengan waktu. PNI melakukan pertemuan awal dengan
membicarakannya dengan PPPKI yang
dilakukan di Bandung. Dalam pertemuan ini dihasilkan suatu manifesto yang akan
dibicarakan pada kongres pertama PNI di Soerabaja pada 27 hingga 30 Mei (De
Indische courant, 02-05-1928). Manifesto yang telah disiapkan oleh Ir.
Soekarno dan Mr. Iskaq, masing-masing presiden dan sekretaris Perserikatan
Nasional Indonesia terdiri dari sejumlah isu krusial. Manifesto tersebut adalah
sebagai berikut:
Kami meminta (1) kebebasan bergerak dari mesin
cetak (media). Kebebasan berserikat dan berkumpul. Penghapusan hak luar biasa
yang diberikan kepada gubernur. Penghapusan sistem mata-mata politik. Pemisahan
administrasi, polisi dan keadilan. Pemisahan agama dan negara. Pembebasan
orang-orang buangan politik. (2) Mempromosikan eksistensi bebas. Mempromosikan
perdagangan domestik dan bisnis. Pengenalan peraturan pajak yang lebih adil.
Undang-undang tenaga kerja yang lebih baik. Promosi irigasi. Pembentukan bank
nasional. Pembentukan perkumpulan koperasi. Perlindungan tani terhadap
perusahaan asing. Pelonggaran kemungkinan eksploitasi tidak ada lagi lahan oleh
penduduk asli yang tidak mampu melakukannya. Mempromosikan eksodus orang Jawa
ke bagian lain di Indonesia. Penghapusan sanksi hukuman, menurunkan tingkat
gadai. Melawan riba. (3) Membangun sekolah nasional dan memerangi buta huruf.
Memperbaiki nasib wanita. Administrasi peradilan yang lebih cepat dan lebih
baik. Kompensasi untuk tersangka yang dilakukan secara salah. Peningkatan kualitas
penjara dan reklasifikasi orang yang dihukum. Penghapusan hukuman mati.
Penentuan gaji minimum dan pengenalan hari kerja delapan jam. Bagi hasil bagi
pekerja di perusahaan besar. Dukungan dan penempatan kerja untuk orang yang
menganggur. Perawatan pensiun orang tua dan miskin. Promosi pemantauan
kesehatan. Penghapusan layanan opium dan pelarangan roh. Larangan pernikahan
anak, mempromosikan pernikahan monogami.
De
Indische courant, 02-05-1928 menyebut bahwa butir-butir (program) manifesto itu
tampaknya ditulis oleh seseorang yang tidak pernah melihat-lihat di Hindia
(terutama luar Jawa). Hal ini menjelaskan bahwa beberapa item yang tercantum,
sudah periode puluhan tahun itu telah menjadi perhatian pemerintah, sementara
yang lain ingin diajukan yang jika dipenuhimereka, untuk anggota PNI, itu akan
sangat fatal. Orang yang dimaksud tersebut sudah tentu menuju kepada Soekarno
(selain belum pernah ke luar negeri juga belum pernah ke luar Jawa).
Mungkin editor De Indische courant tidak
memahami atau tidak mengetahui hubungan antara Parada Harahap dan Soekarno.
Mungkin tidak sempat membaca buku laporan jurnalistik Parada Harahap ke
Sumatra. Padahal di dalam buku ini puncak-puncak kemajuan pribumi dan
kemerosotan penduduk dan sebab-sebab mengapa demikian disajikan secara
berimbang. Isu-isu yang terdapat dalam maifesto itu banyak diantaranya merupakan
isu-isu yang selama ini sering disuarakan oleh Parada Harahap baik di medianya
Bintang Timoer maupun buku yang diterbitkannnya tahun 1926 berjudul Dari Pantai
ke Pantai.. Ketidaktahuan sang editor (pers Belanda) menjadi pengetahuan di
pihak lain (pers pribumi yang revolusioner).
Sehubungan dengan jelang kongres pertama PNI
yang akan diadakan di gedung klub studi Indonesia di Soerabaja yang dimulai
hari Minggu tanggal 27 Mei sejumlah agenda telah dirilis yang mana agenda
pertama adalah pengesahan beberapa afdeeling baru di Sumatra, Kaliman dan
Sulawesi (De Indische courant, 25-05-1928). Dalam agenda juga ada pertemuan
tertutup di rumah Dr. Soetomo di Simpang Doekoeh 12. Agenda juga termasuk
penting adalah penentuan posisi PNI dalam hubungannya dengan PPPKI. Sebagaimana
diketahui PPPKI adalah organisasi kebangsaan, bukan organisasi politik. Lantas
apakah PNI akan berubah menjadi partai politik?
Hasil kongres PNI di Soerabaja telah memutuskan bahwa Perserikatan Nasional Indonesia (organisasi
kebangsaan) menjadi Partai Nasional Indonesia (partai politik) (De Indische
courant, 20-06-1928). Meski demikian, singkatan namanya tetap PNI. Ini adalah
suatu kemajuan, setelah sebelumnya Partai Komunis Indonesia dilarang, maka PNI
sejauh ini menjadi satu-satu partai di Indonesia. Partai Komunis Indonesia pada
awalnya bernama ISDV yang dibentuk 1914 dan pada tahun 1920 diubah namanya
menjadi Perserikatan Komunis Hindia (pengurusnya kombinas Belanda dan pribumi).
Pada tahun 1921 berkurang anggotanya karena SI melarang anggotanya menjadi
anggota PKI. Pemerintah lalu membatasi kegiatan politik yang lalu mengakibatkan
SI hanya fokus di bidang keagamaan. Pada tahun 1922 memimpin pemogokan nasional
untuk semua sarikat buruh. Atas kejadian ini Tan Malaka ditangkap dan
diasingkan ke luar negeri. Lalu partai komunis ini dilanjutkan oleh Semaun yang
baru pulang dari luar negeri. Pada tahun 1924 nama Perserikatan Komunis Hindia
diubah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 melancarkan
tujuan PKI untuk melawan pemerintah Hindia Belanda. Pada November 1926 PKI
memimpin pemberontakan melawan pemerintahan kolonial di Jawa Barat dan Sumatera
Barat. Pemberontakan ini terjadi ketika pimpinan Ailimin dan Muso tengah berada
di luar negeri untuk membicarakan dengan Tan Malaka. Pemberontakan ini dapat
dilumpuhkan pemerintah dan menangkap para kadernya dan mengasingkannya ke Boven
Digoel. Pada 1927 PKI dinyatakan terlarang oleh pemerintahan Belanda. Nama PKI
sempat muncul mengubah namanya menjadi Partai Rakjat Indonesia namun gagal karena
kurang pengikut, sementara para pemimpinnya banyak yang dipenjara/diasingkan
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 06-10-1927). Pada jelang ujung kisah PKI ini muncul
gagasan Parada Harahap membentuk PPPKI yang mana kemudian anggota PPPKI yakni
Perserikatan Nasional Indonesia berubah menjadi Partai Nasional Indonesia. Pada
saat keberangkatan interniran PKI ke Digoel di Bandoeng tahun 1926 para anggota
Algemeene Studieclub masih sempat menyaksikannya. Anggota klub studi yang
menyaksikannya termasuk diantaranya Ir. Soekarno, Ir. Anwari dan Dr. Tjipto
Mangoenkoesomo. Sejak itulah, para anggota klub studi memberuk organisasi
kebangsaan PNI yang kemudian menjadi partai PNI. Catatan: Tan Malaka adalah
salah satu pendiri Sumatranen Bond di Belanda tahun 1917 yang mana sebagai
ketua Sorip Tagor, wakil ketua Dahlan Abdullah serta Soetan Goenoeng Moelia
sebagai sekretaris. Saat Parada Harahap sebagai sekretaris Sumatranen Bond
tahun 1927 terbentuk PPPKI.
De
Indische courant, 20-06-1928: ‘dalam pertemuan Partai Nasional Indonesia di
Bandoeng, bendera baru PNl: merah dan putih, dua jaring horisontal, dengan
kepala kerbau liar di tengah hitam. Partai PNI sekarang memiliki lima divisi
(afdeeling), yaitu Batavia (Jacatra), Bandoeng, Jogja (Mataram), Soerabaja dan
Chirebon, Dalam pertemuan itu Ir. Soekarno menjelaskan perubahan perserikan
menjadi partai berbasis politik agar lebih jelas dan gamblang dalam
pertimbangan panjang dominasi kolonial Indonesia oleh Belanda, Dan untuk
mengakhiri ini, PNI menghendaki orang Indonesia untuk terampil dalam politik,
sosial dan ekonomi. PNI untuk kemerdekaan dan kebebasan. Sama seperti di
negara-negara Asia yang dominan lainnya, orang-orang disini juga merasa bahwa
tindakan melawan sistem penindasan imperialis harus dilakukan dengan lebih giat
dan lebih disengaja. Menurut Soekarno bahwa Belanda ingin menyebarkan peradaban
Barat adalah bohong. Jika ingin menyebarkan peradaban, mengapa mereka tidak
pergi ke kafirland, ke sebuah negara dimana orang-orang biadab yang membutuhkan
peradaban, atau ke negara-negara di mana tidak ada penduduk yang tinggal.
Negara ini tidak membutuhkan apa pun dari Barat! PNI secara langsung
mempromosikan kebebasan Indonesia. Kami tidak percaya pada dewan sesuai dengan
sistem pemerintahan saat ini, jadi tidak kooperatif adalah motto kami.
Menekankan bahwa kesatuan semua bangsa di negara Indonesia ini diperlukan untuk
mewujudkan rekonstruksi nasional yang diinginkan. Disebutkan Kongres berikutnya
akan diadakan di Djokja pada 29 Juli. Pada tanggal 4 Juli ini, PNI genap satu
tahun. Ini menandakan dalam satu tahun, boleh dikatakan Soekarno dan
kawan-kawan telah menjadi Partai Nasional Indonesia yang diawal mula sebagai
organisasi kebangsaan Perserikatan Nasional Indonesia.
Situasi yang dikemukakan oleh Soekarno inilah
yang diinginkan oleh Parada Harahap ketika mengawali membentuk persatuan
diantara oraganisasi-organisasi kebangsaan yang lahirnya PPPKI. Boleh jadi
dalam hal ini Parada Harahap merasa PPPKI telah melahirkan anaknya yang disebut
partai politik. Cita-cita Parada Harahap sejak membongkar poenale sacntie di
Deli, mendirikan surat kabar Sinar Merdeka kini telah beralih ke tangan
Soekarno, seorang revolusioner yang memang secara terbuka digadang-gadangnya
sejak awal. Ini terlihat di kantor PPPKI hanya da tiga foto, yakni Soeltan
Agoeng, Soekarno dan Mohammad Hatta.
Sementara itu Parada Harahap dan kawan-kawan
di Batavia terus mengolah program PPPKI. Agenda terdekat PPPKI adalah melakukan
kongres pertama yang akan diadakan bulan September 1928. Sebagaimana kita lihat
segera, rangkaian proses kongres PPPKI ini juga berjalan rangkaian proses
persatuan pemuda yang diagendakan akan melakukan kongres pada bulan Oktober
1928 di Jakarta.
De Indische courant, 08-09-1928: ‘Organisasi pemuda.
Surat kabar Bintang Timoer melaporkan bahwa PPP1, federasi organisasi pemuda,
terdiri dari Jong lslamieten Bond, Pemoeda Indonesia, Jong Java, Jong
Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Batak dan Kaoem Pemuda Betawi, dalam
pertemuan di Weltevreden, memutuskan pada bulan Oktober untuk mengadakan
kongres pemuda di sana [Batavia] untuk membahas tentang isu-isu mengenai
organisasi pemuda’. Catatan: PPPI dikteuai oleh Soegondo, Jong Sumatranen
diketuai oleh Mohamad Jamin dan Jong Batak diketuai oleh Amir Sjarifoeddin.
Parada Harahap dalam bulan-bulan ke depan
akan sangat sibuk. Tidak hanya menyiapkan agendea konges PPPKI tetapi juga
mengkoordinasikan dengan pemuda yang juga akan melakukan kongres pada bulan
Oktober 1928. Parada Harahap juga sangat sibuk sebagai editor surat kabar
Bintang Timoer yang beralamat di Welteverden untuk mengarahkan setiap editorial
dan pemberitaan dalam menggaungkan kongres senior yang disebut Kongres PPPKI
(PPPKI) dan kongres junior yang disebut Kongres Pemuda (PPPI).
Manifesto Bandoeng, kongres PNI di Soerabaja telah
mengubah PNI menjadi sebuah partai yang revolusioner. Dalam hubungan ini, di
Belanda Perhimpoenan Indonesia mengaktifkan kembali organ organisasi, majalah
Indonesia Merdeka (De tribune : soc. dem. Weekblad, 27-06-1928). Edisi majalah
yang terbit (kembali) ini berisi ulasan politik, ulasan kerjasama dan non
kerjasama. Disebutkan dalam editorial, sudah waktunya bergerak lebih cepat. Ini bukan politik pasif Gandhi,
tetapi kebijakan yang aktif, Gerakan nasionalis bergerak menjauh dari kebijakan
kerjasama dengan pemerintah dan kelompok. Dr. Soetomo, yang menempati posisi
ambigu pada titik ini, kemudian dengan tajam mengkritik organ mahasiswa
Indonesia.
Dalam fase ini sudah ada tiga matahari yang
baru di Indonesia daerah tropis: Parada Harahap di Batavia, Mohammad Hatta di
Amsterdam dan Soekarno di Bandoeng. Tiga matahari sudah menerangi penduduk
pribumi, tetapi sangat menyengat di panas terik bagi orang Belanda. Di antara
Parada Harahap ada dua tokoh revolusioner muda yang memiliki ilmu di perguruan
tinggi: Mohammad Hatta di luar negeri dan Soekarno di dalam negeri. Meski
antara Soekarno dan Mohammad Hatta tidak terhubung secara intens (jika tidak
mau dikatakan belum pernah terhubung), tetapi peran Parada Harahap membuat
keduanya dapat dihubungkan. Respon baik pertama terhadap Mohammad Hatta adalah
ketika Soekarno di Perserikatan Nasional Indonesia di Bandoeng merencanakan
rapat besar untuk protes terhadap polisi/intel yang menangkap para mahasiswa di
Belanda. Soekarno juga tidak terlalu dekat dengan dunia kampus (mahasiswa
Indonesia) di Batavia (yang jumlahnya cukup banyak di Geneeskundigeschhol,
Rehcthoogeschool dan termasuk Inlandschen Veeartsen School di Buitenzorg). Di
Bandoeng sendiri, mahasiswa Indonesia di Technischhoogeschool, almamaternya
hanya sedikit mahasiswa pribumi. Ketidakdekatan Soekarno dengan mahasiswa ini
diperankan oleh Parada Harahap. Selain dengan mahasiswa, Parada Harahap juga
terkoneksi dengan beberapa dosen.
Di Rechthoogeschool Batavia, sejumlah mahasiswa dan dosen
terkoneksi dengan Parada Harahap. Para mahasiswa antara lain Amir Sjarifoeddin,
Mohamamd Jamin, SM Amin, Hazairin. Sementara dosen antara lain, Prof. Mr.
Husein Djajadiningrat, Ph.D dan Mr. Radja Enda Boemi, Ph.D. Keduanya adalah
dosen di Rechthoogeschool. Husein Djajadiningrat doktor (Ph.D) pribumi pertama
di Belanda (lulus 1913) yang pernah menjadi sekretaris Soetan Casajangan di
Indisch Vereeniging (1908) dan yang menyediakan tempat di Batavia (1927) dalam
pembentukan PPPKI dimana diadaulat sebagai ketua MH Thamrin dan sekretaris
Parada Harahap. Sementara itu, Alinoedin Siregar adalah doktor hukum pertama
pribumi, lulus Ph.D tahun 1925 di Leiden.
PNI
telah melakukan kongres pertama dan perayaan ulang yang pertama. Kini gilirannya kongres PPPKI yang akan
diadakan dan sekaligus perayaan satu tahun berdirinya PPPKI. Kongres PPPKI akan
diadakan pada bulan September 1928 di Batavia. Seiring dengan kongres PPPKI
(senior) ini juga direncanakan akan diadakan kongres perempuan dan kongres
pemuda (junior). Ketua kongres PPPKI adalah Dr. Soetomo. Dalam kongres ini, Ir.
Soekarno hadir dan memberikan pidatonya.
De Indische courant, 01-09-1928: ‘Pertemuan
publik pertama PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politiek
Kebangsaan Indonesia) untuk melakukan kongres di Batavia. Berbagai duta Negara
sudah hadir dalam pertemuan ini. Tjokroaminoto dari PSI sudah hadir. Delegasi
dari Sumatranen Bond, Mr. Parada Harahap, managing editor Bintang Timur, di
sini hari sebelum kemarin tiba dengan mobilnya. Kongres dibuka jam delapan di
tempat terbuka yang dihadiri lebih dari 2000 orang. Di antara mereka yang hadir
kami melihat Mr. Gobee dan van der Plas dari Kantor Urusan Pribumi. Perwakilan
dari asosiasi dan istri kongres perempuan berlangsung di aula tengah bangunan
situs. Untuk membuka sekitar 9:00 Dr Soetomo atas nama panitia menerima
kongres. Soetomo mengatakan bahwa ini hasil dari diskusi pada konferensi PPPKI berlangsung
di Bandoeng pada tanggal 17 Desember 1927. Pada konferensi bahwa rancangan
undang-undang diadopsi dan setujui oleh PSI, PN1., BO, Pasoendan, Sumatranen
Bond, Studi Indonesia, Kaoem Betawi dan Sarekat Madoera sebagai anggota.
Organisasi dalam pembentukan PPPKI berdasarkan nasionalis. Dengan seru: Hidoeplah
Persatoean Indonesia (Hidup unit Indonesia) memutuskan spr. sambutannya.
Kesempatan untuk PPPKI. untuk mengucapkan selamat kongres pertamanya. Ir.
Soekarno, yang berbicara atas nama PNI (Partai Nasional Indonesia), bersukacita
dalam realisasi PPPKI karena pemisahan antara sana dan sini [antara Indonesia
dan Belanda] dan akan ditentukan lebih tajam. Delegasi dari Sumatranen Bond,
Mr. Parada Harahap, menyesalkan sikap pasifnya Minahassiscbe dan Amboineesche
sebangsa..’.
Lantas
bagaimana dengan kongres para pemuda. Kongres pemuda akan diagendakan pada
bulan Oktober 1928. Panitia kongres pemuda sudah dibentuk. Ketua adalah
Soegondo, sekretaris adalah Mohamamd Jamin dan bendahara adalah Amir
Sjarifoeddin (lihat De Indische courant, 08-09-1928). Kongres pemuda ini
diinisiasi oleh PPPI (Perhimpoenan Pemoeda Peladjar Indonesia) yang merupakan
gabungan semua organisasi pemuda. Dalam kepanitiaan ini mayoritas anggotanya
adalah mahasiswa-mahasiswa Rechthoogeschool Batavia.
Pelaksana Kongres Pemuda tahun 27-28 Oktober
1928 adalah gabungan dari organisasi-organisasi pemuda baik yang
mengatasnamakan pelajar maupun yang mengatasnamakan pemuda. Organisasi pemuda
juga terdiri dari pelajar-pelajar. Oleh karena itu, pelaksana Kongres Pemuda
tahun 1928 adalah pemuda dan pelajar yang dalam hal ini disebut Persatoean
Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI). Organisasi PPPI ini adalah federasi
organisasi-organisasi pemuda (lihat De Indische courant, 08-09-1928).
Dalam
hubungan ini, PPPKI menjadi pembina panitia Kongres Pemuda. Husein
Djajadiningrat dan Radja Enda Boemi adalah dua dosen di Rechthoogeschool,
Sementara Parada Harahap adalah sekretaris PPPKI yang juga sekaligus ketua
kamar dagang Batavia. Dugaan besar bahwa yang membiayai kongres pemuda adalah
para pengusaha pribumi di Batavia. Hubungan PPPKI dengan panitia kongres adalah
penempatan Amir Sjarifoeddin sebagai bendahara panitia.
Pada tahun 1927 Parada Harahap mendirikan
organisasi pengusaha pribumi di Batavia yang sekaligus menjadi ketuanya
(semacam KADIN pada masa ini). Susunan pengurus terpilih (1927): Presiden, Mr
Parada Harahap (Bintang 'Timoer), Wakil Presiden Abdul Gani (industry
perabaton), Sekretaris, Harun (Toko Haroen Harahap), bendahara, Dachlan Sapi'ie
(Schoenenmagazijn Sapi'ie). Komisaris: MT Moehamad (Siloengkangwinkel), Tarbin
Moehadjilin (Toko Djokja), Djelami Salihoen (ledikantenhandel). Sedangkan Bapak
Thamrin bertindak sebagai penasihat (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 16-09-1929).
Organisasi-organisasi
yang tergabung dalam PPPI ini antara lain adalah Jong lslamieten Bond, Pemoeda
Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong-Batak dan Kaoem
Pemoeda Betawi.
Jong Sumatra didirikan pada bulan Desember
1917 di Batavia dengan ketua T. Mansoer dan wakil ketua Abdoel Moenir Nasution.
Sebelumnya pada bulan Januari 1917 didierikan di Belanda Sumatra Sepakat yang
diketuai oleh Sorip Tagor. Pada tahun 1918, jelang pemilihan Volksraad, nama
Sumatra Sepakat diubah menjadi Sumatranen Bond. Pada tahun 1919 didirikan
Bataksch Bond oleh Abdoel Rasjid Siregar di Batavia. Pada tahun 1925 didirikan
Jong Bataksch. Ini sejalan dengan perkembangan Boedi Oetomo (yang didirikan
sejak 1908) yang melahirkan Jong Java (1916). Dalam hal ini Sumatra
Sepakat/Sumatranen Bond melahirkan Jong Sumatra dan Bataksch Bond melahirkan
Jong Batak. Pada tahun 1927 Jong Sumatranen Bond dibentuk kembali, tepat 10
tahun kelahirannya dirayakan di Soerabaja (lihat De Indische courant,
19-12-1927). Disebutkan nama asli Kong Sumatranen Bond adalah Persatoean Anak
Sumatera. Tokoh-tokohnya adalah Mansoer, Amir, Mohammad Hatta dan Bahder
Djohan. Masa jaya Jong Sumatranen Bond pada era trio Bahder Djohan, Diapari
Siregar dan Abdul Gafar. Tokoh-tokoh Sumatra Sepakat/Sumatranen Bond yang
paling awal adalah Sorip Tagor, Dahlan Abdoellah, Soetan Goenoeng Moelia dan
Tan Malaka. Sumatranen Bond dibentuk kembali tahun 1927 dimana Parada Harahap
sebagai sekretaris dan Mohammad Zain sebagai ketua. Parada Harahap sendiri
tidak pernah anggota Jong Sumatranen Bond dan Jong Batak tetapi memulai anggota
pada Sumatranen Bond (1919) dan Bataksch Bond (1922). Sebaliknya, Mohammad
Hatta hanya Jong Sumatranen Bond sebelum menjadi Indisch
Vereeniging/Perhimpoenan Indonesia.
Dari
organisasi-organisasi inilah dibentuk komite kongres (lihat De Indische
courant, 08-09-1928).
De Indische courant, 13-09-1928: ‘De Indische
courant, 13-09-1928: ‘Koran Melayu. Oleh NV Percetakan Bintang Hindia, Mr
Parada Harahap direktur dan pemimpin redaksi dari Batavia mengeluarkan surat
kabar Melayu Bintang Timoe, untuk Jawa Tengah di Semarang dan Jawa Timur di
Surabaya sebagai edisi daerah. Mr Parada Harahap telah melakukan pertemuan
lokal dalam rangka tujuan konferensi PPPKI. Selama perjalanan dan tinggal
dengan tokoh terkemuka di daerah sangat antusias. Bintang Timoer sudah datang di
sebuah iklan untuk kebutuhan yang staf diminta untuk kedua edisi tersebut’.
Parada
Harahap selalu bekerja dengan caranya sendiri. Parada Harahap ingin cepat
merdeka, itu saja. Apa pun dilakukan. Tidak hanya di sarikat dan pertemuan
public, juga secara sadar memainkannya melalui media. Kini, Parada Harahap
tidak cukup dengan Bintang Timoer di Batavia, Parada Harahap ingin juga dapat
dibaca di daerah agar pesannya untuk merdeka dapat tertangkap jelas. Namun hal
itu tidak berarti tidak ada tantangan, karena ada para pihak yang tidak senang.
Het nieuws van den dag voor
Nederlandsch-Indië, 08-10-1928: ‘Editor koran Bintang Timur, Mr. Parada
Harahap, dalam beberapa hari terakhir telah banyak berbicara, kata Pr. Bode,
hampir semua dikutip koran/majalah Maleisehe dan menulis segala macam hal yang
tidak menyenangkan baginya. Ada yang bahkan mengatakan bahwa Perserikatan
Joernalis Asia di Djokja akan membahas perilaku ini pada pertemuan pada tanggal
6 bulan mendatang dan bukan tidak mungkin bahwa pertemuan ini akan diputuskan
apakah Mr. Parada disanksi untuk hal yang dilakukannya untuk ditulis secara
khusus perihal pertemuan publik’.
Pelaksana
Kongres Pemuda 1928 adalah Komite Kongres Pemuda yang dibentuk dari gabungan
organisasi-organisasi pemuda (PPPI).
Ketua adalah Soegondo (sekolah hukum), Wakil
Ketua, Djokomarsaid (sekolah hukum), Sekretaris, Mohamad Jamin (Jong Sumatra),
Bendahara, Amir Sjarifoeddin (Jong Batak/sekolah hukum), anggota: Djohan
Mohamad Tjaja (JIB/sekolah hukum), Senduk (Jong Celebes/STOVIA, J. Leimena
(Jong Ambon/STOVIA) dan Robjini (Pemoeda Kaoem Betawi).
Kongres
Pemuda puncaknya dilangsungkan di gedung
Indonesia Club di gang Kenari. Hasil keputusn Kongres Pemuda pada
tanggal 28 Oktober 1928 adalah berisi janji (sumpah) satu nusa, satu bangsa dan
satu bahasa.
Sejatinya, dalam kongres pemuda ini termasuk
PI di Belanda pimpinan Mohammad Hatta. Namun Parada Harahap meminta Mohammad
Hatta untuk berbicara di Kongres PPPKI. Inilah waktunya Parada Harahap melihat
Soekarno dan Mohammad Hatta berbicara dalam satu panggung. Akan tetapi,
Mohammad Hatta berhalangan hadir. Untuk mewakili dirinya, Mohammad Hatta
mengutus Ali Sastroamidjojo.
Dalam kongres pemuda ini tidak hanya
menghasilkan keputusan yang mana para pemuda dalam satu rangkaian nusa, satu
ikatan bangsa dan satu penggunaan bahasa resmi, juga diperdengarkan lagu
Indonesia Raya karya Wage Rudolf Supratman. Kelak, lagu Indonesia Raya ini
menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
Wage Rudolf Supratman adalah ‘anak buah’ Parada Harahap.
Pada tahun 1925, Parada Harahap mengajak WR Supratman dari Bandoeng untuk
membantunya dalam rangka pendirian kantor berita pribumi (pertama), Alpena. WR
Supratman menjadi editor sekaligus merangkap wartawan Alpena. WR Supratman
sendiri tinggal bersama Parada Harahap di rumahnya. Sementara dalam kongres pemuda
ini (1928), Parada Harahap, sekretaris PPPKI yang juga menjadi ketua pembina
Panitia Kongres. Dalam kepanitiaan ini ini juga terdapat Mohamad Jamin
(Sumatranen Bond) dan Amir Sjarifoeddin (Bataksch Bond). Parada Harahap adalah
kader Sumatranen Bond dan juga kader Bataksch Bond. Sumatranen Bond didirikan
di Belanda tagun 1817 oleh Sorip Tagor. Bataksch Bond didirikan di Batavia
tahun 1919 oleh Abdoel Rasjid. Sorip Tagor Harahap, Abdoel Rasjid Siregar
adalah kelahiran Padang Sidempoean yang sekampung dengan Parada Harahap.
Setelah Kongres PPPKI (dan Komgres Pemuda) suhu
politik makin naik, Sukarno semakin percaya diri (karena didukung PPPKI dan
Parada Harahap juga semakin intens memperhatikan dan menyebarluaskan berita.
Sukarno yang telah menjadi ketua PNI (nama Perserikatan Nasional Indonesia
menjadi Partai Nasional Indonesia) semakin gencar bersuara di dalam berbagai
kesempatan untuk berpidato tetapi juga semakin diawasi oleh polisi kolonial
Belanda.
De tribune: soc. dem. Weekblad, 10-04-1929: ‘…telah
terjadi perbedaan paham diantara anggota PPPKI yang mana Partai Sarekat Islam
(PSI) dari golongan tua dengan yang lebih muda, Partai Nasional Indonesia
(PNI). Hal serupa juga telah muncul segera kongres PPPKI yang dipimpin Soetomo
antara PSI dengan Muhammadiyah. Perbedaan paham (keretakan) tersebut dipicu
oleh pembentukan Dewan Dana Nasional yang diketuai oleh MH Tamrin, Sekretaris,
Sartono dari PNI dan anggota Soetomo dari Boedi Oetomo, Singgih dari Kelompok
Studi dan Otto dari Pasundan. Tujuan dari dana nasional ini adalah untuk
bantuan finasial untuk diberikan kepada pemimpin kaum nasionalis. Dewan dana
diberi mandat penuh untuk kebebasan bertindak, kecuali untuk keuangan, yang
tetap bertanggung jawab kepada PPPKI. Selanjutnya, dewan pers akan dibentuk,
dipimpin oleh Mr Thamrin, maksudnya adalah untuk membendung serangan pers
terhadap pribumi, yang kemungkinan akan merugikan kepentingan nasional.
Pembentukan dewan pers diambil keputusan dalam kaitannya dengan serangan yang
akhir-akhir ini terhadap Dr. Soetomo yang menjadi ketua komite kongres PPPKI.
Dalam hubungan ini Perhimpoenan Indonesia di Belanda dilibatkan untuk membuat
propaganda di luar negeri. Liga PPPKI telah menjadi wahana pejuang untuk
dukungan kemerdekaan Indonesia yang efektif. Kaum nasionalis Indonesia dalam
hal ini sebagai tindakan permusuhan dan Perhimpunan Indonesia (di Belanda)
cukup kasar dalam berpolemik’.
Sementara Sukarno semakin kencang suaranya,
Parada Harahap sebaliknya sangat sibuk mengadministrasikan semangat pergerakan.
Parada Harahap ke dalam (semacam kemendagri), MH Tamrin ke luar (kemenlu). MH
Tamrin sebagai ketua PPPKI juga duduk sebagai ketua Dewan Dana Nasional dan
ketua Dewan Pers. Sukarno, yang jago berpidato terus berpidato kemana-mana. Dalam
pertemuan PPPKI di Djogja, tema utama adalah Poenale Sanctie. Sebagaimana
diketahui masalah poenale sanctie kali pertama dibongkar oleh Parada Harahap di
Deli tahun 1918. Dalam beberapa kesempatan perttemuan PPPKI, Parada Harahap
masih menyoroti masalah ini karena ia masih terhubung dengan rekan-rekannya di
Medan.
Soerabaijasch handelsblad, 02-09-1929: ‘Pertemuan PPPKI.
Di Djokja malam Minggu ada pertemuan PPPKI yang dihadiri oleh 1500 orang. Ketua
adalah Mr. Sujoedi, yang juga pembicara pertama. Dia berbicara tentang kontak
antara PPPKI, Perhimpoenan Indonesia dan Liga (oragansiasi-organiasi kebangasaan)
melawan tekanan dibawah imperialisme dan kolonial. Pembicara kedua, Ali
memberikan pendapat hukum tentang poenale sanctie dan menyimpulkan bahwa ini
adalah sisa perbudakan. Pembicara, Dr. Soekiman memberi pendapat politik
tentang poenale sanctie. Sosro Soegondo mengajukan pertanyaan sugestif tentang
imperialisme dan penindasan oleh pemerintah, yang mendorong polisi untuk turun’.
Pidato terakhir Sukarno sebelum ditangkap
untuk kali pertama adalah pada Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 25-27 Desember
1929 (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 02-01-1930).
Pada tanggal 29 Desember 1929 Soekarno dikabarkan
ditangkap di Jogjakarta. Penangkapan ini hanya berselang dua hari setelah usai
Kongres PPPKI kedua di Solo tanggal 27 Desember 1929. Sukarno baru disidang
pada 18 Juni 1930 di pengadilan negara di Bandung. Sukarno dituntut empat tahun
penjara (di Sukamiskin, Bandung). Ada sembilan belas sesi dan permohonan
Sukarno "Indonesia Menggugat" sepotong terkenal, diterbitkan dalam bahasa
Belanda maupun dalam bahasa Indonesia (Nieuwsblad van het Noorden, 11-01-1969).
Sukarno yang menyebut dirinya ‘penyambung
lidah’ rakyat Indonesia, Parada Harahap juga terbilang ‘penyambung lidah’ sepak
terjang Sukarno dan kawan-kawan. Sebagaimana diketahuii Parada Harahap jelang
Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda telah memperluas cakupan pemberitaan dengan
menerbitkan Bintang Timoer edisi daerah Jawa Tengah dan edisi daerah Jawa
Timur.
De Sumatra post, 11-09-1930: ;,,,sejak awal 1929 telah
banyak pihak yang diintrogasi… Pembentukan lembaga Dana Nasional di bawah PPPKI
dipertanyakan pihak Belanda dan Dewan Dana dianggap tidak wajar. Thamrin telah
memainkan peran dalam PPPKI dan sudah mulai berkurang intensitasnya di Kaoem
Betawi meski tidak sedikit anggota Kaoem Betawi yang mulai memprotes kontrak
(keterkaitan Kaoem Betawi) dengan Fonds Nasional…Thamrin sendiri Dewan Dana
Nasional lebih suka diberi nama Fond Oentoek Kaperloean Nasional. Dia mengakui
bahwa Dana Nasional adalah panggilan yang benar-benar umumnya ditujukan
mendukung gerakan Indonesia… (sementara itu) ada penunjukan wakil dari PPPKI
untuk Eropa yang terpilih Perhimpoenan Indonesia?...(selama Sukarno di penjara)
Soetomo ingin berbicara diam-diam dengan Sukarno..’
De Indische courant, 25-09-1930: ‘Volkscourant di
Batavia, seperti yang kita baca di AID telah dijual kepada Mr. Parada Harahap.
Sehubungan dengan ini maka Java Express (edisi Belanda Bintang Timoer) berhenti
beroperasi. Volkscourant sekarang berpindah ke Krekot (markas Bintang Timoer).
Aneta, 25 September melaporkan bahwa manajemen baru Volkscourant di Weltevreden
akan terbit 1 Oktober dalam format yang lebih besar. Volkscourant adalah nama
baru dari De Courant yang sebelumnya kepala redakturnya adalah A. Weeber’.
Kini Parada Harahap menyebarluaskan berita
kebangkitan bangsa ke orang-orang Belanda dengan menerbitkan surat kabar
berbahasa Belanda, Volkscourant. Surat kabar berbahasa Belanda ini tampaknya
dimaksudkan untuk ‘menyerang’ pers untuk mengurangi beban MH Tamrin sebagai
ketua Dewan Pers dalam membendung serangkan pers Belanda kepada orang-orang
pribumi seperti Dr. Soetomo [serangan pers Belanda kepada Dr. Soetomo, karena
selama ini Soetomo dan Boedi Oetomo banyak mendapat dukungan politik dan
sokongan dana dari pemerintah/simpatisan Belanda].
Pers Belanda menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu
(Indonesia) cukup banyak seperti surat kabar Pertja Barat di Padang tahun 1895,
Pertja Timor di Medan 1902 dan Pembrita Betawi di Batavia 1903. Editor pribumi
pertama Dja Endar Moeda (Pertja Barat, 1897); Mangaradja Salamboewe (Pertja
Timor, 1902) dan Tirto Adhi Soerjo (Pembrita Betawi, 1903). Pers pribumi yang
baru tumbuh dimulai oleh Dja Endar Moeda dengan mengakuisisi Pertja Barat dan
percetakannya tahun 1899 dan kemudian menerbitkan dua media lainnya majalah
Insulinde (di Padang) dan surat kabar Tapian Na Oeli (di Sibolga). Bagi Dja
Endar itu tidak cukup, lalu pada tahun 1905 mengakuisisi Sumatra Nieuwsblad (di
Padang). Surat kabar pribumi pertama berbahasa Belanda itu tersandung delik pers
(1907) yang mana Dja Endar Moeda di hokum cambuk dan surat kabar itu akhirnya
ditutup Dja Endar Moeda. Kini (1930), Parada Harahap mengulang success story
seniornya Dja Endar Moeda (sama-sama kelahiran Padang Sidempuan) dengan
menerbitkan Volkscourant di Batavia.
Seperti halnya Sukarno, Parada Harahap juga
menjadi perhatian dan target poisi/pemerintah Belanda. Dua orang ini dianggap
momok dan sangat membayakan. Sukarno memainkan kata-kata orasi yang tajam di
lapangan (forum atau rapat-rapat), Parada Harahap memainkan pena yang tajam di
media. Sebagaimana diketahui saat itu, Parada Harahap adalah radja media di
Jawa (sebagaimana dulu Dja Endar Moeda sebagai radja media di Sumatra).
Jelang Kongres PPPKI dan Kongres Pemuda 1928, Parada
Harahap telah memperluas cakupan surat kabar Bintang Timoer dengan menerbitkan
Bintang Timoer edisi Semarang untuk menjangkau seluruh wilayah Midden Java dan
menerbitkan Bintang Timoer edisi Soerabaja untuk menjangkau seluruh wilayah Oost
Java. Dua surat kabar edisi daerah ini kemudian bertransformasi menjadi surat
kabar Sinar Baroe di Semarang dan surat kabar Soera Oemoem di Soerabaja.
Saat mana Soekarno telah ditangkap dan tengah
berada di penjara, Partai Nasional Indonesia telah menjadi perhatian utama
pemerintah dan gerak-gerik partai terus diawasi oleh intel/polisi. Sikap
kehati-hatian kemudian muncul di kalangan politisi. Suasana hati ini juga
terjadi di dalam diri Dr. Soetomo, pengurus studieclub di Soerabaja.
Radjamin Nasution adalah teman sekelas Soetomo di STOVIA.
Setelah lulus, Radjamin Nasution ditempatkan pada urusan kesehatan di bea dan
cukai lalu berpindah-pindah dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain. Setelah
cukup lama di Medan pada tahun 1927 Radjamin Nasution dipindahkan ke Batavia.
Jelang pembentukan PPPKI, Radjamin Nasution yang diminta Parada Harahap agar
Boedi Oetomo ikut bergabung. Pada bulan September 1929 Radjamin Nasution
dipindahkan ke Soerabaja. Tidak lama setelah kembali berdinas di Surabaya, awal
November, Radjiman Nasution dan kawan-kawan mendirikan Sarikat Pekerja Bea dan
Cukai. Dalam rapat tahunan Oktober 1930 Radjamin Nasution tetap duduk sebagai
bendahara.
Pada bulan yang Oktober 1930 Dr. Soetomo dari studieclub Soerabaja
mendirikan organisasi kebangsaan yang baru yang disebut Partai Bangsa Indonesia
(PBI). Besar dugaan pendirian partai didorong oleh Parada Harahap. Radjamin
Nasution menjadi salah satu pengurus PBI.
Radjamin Nasution dicalonkan menjadi anggota dewan kota
(gemeenteraad) Soerabaja. Pada tanggal 10-03-1931 Radjamin Nasution menang
mutlak dengan jumlah perolehan suara sebanyak 62 (suara perwakilan penduduk
Surabaya). PBI kemudian mendirikan surat kabar Soeara Oemoem sebagai organ
partai. Surat kabar Soeara Oemoem ini mirip dengan Soeara Djawa yang pernah
eksis tempo doeloe yang merilis laporan Parada Harahap tentang poenale sanctie
di surat kabar Benih Mardeka di Medan 1918. Surat kabar Soera Oemoem tidak lain
adalah surat kabar Bintang Timoer edisi Jawa Timur yang diterbitkan oleh Parada
Harahap pada tahun 1928. Edisi Jawa Timur diterbitkan saat itu dimaksudkan
untuk lebih menyebarluaskan propaganda PPPKI (organisasi senior) dan PPPI
(organisasi junior).
Dalam perkembangan selanjutnya di Soerabaja Dr.
Soetomo dan Dr. Radjamin Nasution merasa perlu untuk memperbesar PBI. Cara yang
mungkin dilakukan adalah menggerakkan Boedi Oetomo berafiliasi dengan partai
politik. Lalu muncullah gagasan pembentukan Partai Indonesia Raja.
Dalam pertemuan tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo PBI
dan Boedi Oetomo melakukan fusi dan membentuk partai baru yang diberi nama
Partai Indonesia Raja yang disingkat Parindra. Ketua terpilih adalah Dr. Soetomo.
Untuk kantor pusat Parindra ditetapkan di Soerabaja. Ini dengan sendirinya akan
memperkuat Soerabaja sebagai basis perjuangan politik, sebagaimana Bandoeng
tahun 1927 dengan dibentuknya Partai Nasional Indonesia (PNI).
Parindra memiliki tujuan yang sama dengan
organisasi revolusioner yang lain seperti Partindo dan Pendidikan Nasional
Indonesia (suksesi Partai Nasional Indonesia yang telah dibubarkan tahuan 1931).
Akan tetapi strategi Parindra berbeda dengan mengambil jalan tengah, yakni
tetap mengusung demokrasi dan nasionalisme. Dalam hal ini Parindra bersifat pro-aktif:
Parindra untuk satu hal cooperative tetapi untuk hal lain non-cooperative.
Parindra berjuang lewat parlemen. Hal ini sudah dijalankan oleh Radjamin
Nasution di Soerabaja atas sokongan sobatnya Dr. Soetomo (sejak 1931). Prinsip
demokrasi parlemen ini juga diamini oleh MH Thamrin di Batavia. Boedi Oetomo
telah bergabung dengan barisan nasional Indonesia.
Boedi Oetomo didirikan oleh Soetomo dan kawan-kawan tahun
1908. Oleh karena Boedi Oetomo bersifat kedaerahan lalu muncul berbagai reaksi,
Soetan Casajangan di Belanda menggagas Indisch Vereeniging untuk mengikat para
mahasiswa dari seluruh wilayah terutama mahasiswa dari Jawa untuk tetap dalam
barisan nasional seperti yang telah diusung Medan Perdamaian. Organisasi Medan
Perdamaian didirikan oleh Dja Endar Moeda di Padang sejak tahun 1900. Dja Endar
Moeda sejak 1900 telah mengakuisisi surat kabar dan percetakan Pertja Barat.
Motto surat kabar Pertja Barat di era Dja Endar Moeda adalah ‘Oentoek Segala
Bangsa’ yang dapat diartikan ‘untuk nasional Indonesia’. Surat kabar Pewarta
Deli yang didirikan tahun 1909 (setelah Boedi Oetomo berdiri 1908) juga
mengusung motto yang sama dengan Pertja Barat yakni ‘Oentoek Segala Bangsa’.
Sebagaimana diketahui surat kabar Pewarta Deli didirikan dan dieditori oleh Dja
Endar Moeda, kakak kelas Soetan Casajangan di sekolah guru (kweekschool) Padang
Sidempoean. Kelak hal yang sama terjadi surat kabar Indonesia Raja di Batavia (pimpinan
Mochtar Lubis) dan surat kabar Pikirak Rakjat di Babndoeng (pimpinan Sakti
Alamsjah Siregar) dengan motto yang sama: ‘Dari Rakjat, Oleh Rakjat, Oentoek
Rakjat’.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar