*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Apakah ada Sejarah Rao? Tentu saja ada, bahkan lebih banyak dari yang diketahui selama ini. Sejarah Rao sudah ada sejak era Hindu bahkan sejak era jaman kuno. Nama Rao sendiri terhubung dengan India (Budha-Hindu). Sebagai wilayah interchange tiga budaya (Batak Mandailing dan Padang Lawas, Melayu Rokan dan Air Bangis, Minangkabau Agam dan Lima Poeloeh Kota), sejarah Rao semakin kaya.
Apakah ada Sejarah Rao? Tentu saja ada, bahkan lebih banyak dari yang diketahui selama ini. Sejarah Rao sudah ada sejak era Hindu bahkan sejak era jaman kuno. Nama Rao sendiri terhubung dengan India (Budha-Hindu). Sebagai wilayah interchange tiga budaya (Batak Mandailing dan Padang Lawas, Melayu Rokan dan Air Bangis, Minangkabau Agam dan Lima Poeloeh Kota), sejarah Rao semakin kaya.
Sekitar Rao (Peta 1750) |
Namun kekayaan sejarah Rao yang sejatinya sangat
berlimpah kurang terinformasikan dengan baik. Penggalian data-data sejarah Rao
juga kurang intens. Sejarah Rao tentu tidak hanya sekadar sejarah Toankoe Rao,
sejarah Rao sudah berlangsung sebelumnya dan juga sejarah Rao terus hidup
sesudahnya. Untuk menambah pengetahuan dari kekayaan sejarah Rao, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Nama Rao
Kapan nama Rao kali pertama terinformasikan? Dalam peta-peta lama (Peta 1540-1598) nama Rao
belum teridentifikasi. Nama-nama yang sudah diidentifikasi antara lain adalah
Aroe, Baros, Batahan, Tikoe, Bengkalis dan Indragiri. Tentu saja nama-nama
Natal, Air Bangis, Padang belum ada. Pada Peta yang lebih baru (Peta 1750) juga
nama Rao belum teridentifikasi. Yang sudah teridentifikasi adalah nama sungai
Rokan.
Kota-kota pantai (Peta Portugis 1540-1598) |
Nama tempat dan nama sungai adalah penanda
navigasi terpenting pada jaman kuno. Sungai adalah infrastruktur alam dari nama-nama
tempat (kota-kota pantai) ke pedalaman (pegunungan). Dalam hal ini, sebelum
terbentuk kota-kota di pantai sudah batang tentu di pedalaman sudah terdapat
populasi, apakah sebagai sumber produksi atau tujuan akhir produk industri oleh
para pedagang-pedagang yang melakukan transaksi perdagangan (exchange).
Komodi-komoditi kuno dalam perdagangan kuno antara lain emas, kamper, kemenyan,
damar dan gading. Sedangkan produk industri yang datang dari jauh melalui laut
adalah garam, besi, kain dan keramik. Transaksi perdaganan inilah yang kemudian
asal-usul terbentuknya kota-kota di pantai sebagai pusat perdagangan
(mempertemukan pedagangan dari segala penjuru lautan dan para penduduk dari
berbagai tempat di pedalaman). Dalam tahap berikutnya untuk mendekatkan diri ke
TKP, tempat-tempat yang potensial di pedalaman menjadi asal usul orang luar
membuat koloni di pedalaman (seperti pada era Budha-Hindu yang cenderung
membentuk koloni di pedalaman). Candi-candi adalah bukti peninggalan mereka
yang dalam banyak hal muncul dalam perilaku penduduk apakah sebagai agama,
bahasa, budaya dan sebagainya.
Nama Rao sudah diidentifikasi pada Peta 1830.
Nama Rao sebelumnya sudah terinformasikan pada surat kabar (lihat Javasche
courant, 14-01-1830). Disebutkan bahwa perdagangan orang-orang Rau, Mandahiling
dan selatan Batta (baca: Angkola) telah meningkat akhir-akhir ini karena
berhasil mengusir kaum Padri (bergeser ke Padang Lawas dan Rokan). Sementara
itu Natal dan Air Bangis selama adanya Padri telah menghalangi perdagangan
mereka dari tiga wilayah ini, terutama perdagangan emas dan kamper. Akhir-akhir
ini perdagangan di Natal dan Air Bangis telah meningkat kembali.
Rao (Peta 1830) |
Sejak
1819 Pemerintah Hindia Belanda (setelah kekuasaan beralih kembali ke Belanda ri
Inggris) telah menempatkan sejumlah pejabat di pantai barat Sumatra. Sementara
masih ada aktivitas Inggris di Padang dan sekitar maka ibu kota ditempatkan di Tapanoeli.
Di Natal ditempatkan seorang pejabat militer berpangkat Majoor dan pejabar
militer berpangkat Kaptein di Padangsche Bovenlanden. Sebagaimana diketahui
Raffles pada tahun 1918 melakukan ekspedisi ke Padangsche Bovenlanden. Para
pejabat Belanda ini mendapat resistensi dari (kaum) Padri. Untuk menormalisasi
situasi, Pemerintah Hindia Belanda di Batvia pada bulan Desember 1822 mengirim
ekspedisi militer ke Padangsche Bovenlanden (via Solok ke Tanah
Datar-Pagaroejoeng) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Raaf. Sejak inilah perang
antara Padari dengan militer Belanda dimulai.
Pada
tahun 1826 (pasca tukar guling Bengkoelen dan Malaka) Pemerintah Hindia Belanda
menata dan membentuk cabang-cabang pemerintahan baru di pantai barat Sumatra.
Dalam penataan ini sudah dibentuk pemerintahan lokal di Natal, Air Bangis dan
Linggabajo. Pemerintahan lokal juga sudah diterapkan di Tapanoeli dan Sibolga.
Dalam perkembangannya pejabat Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra
mengalami pergeseran dengan Padang sebagai pusat. Pejabat pemerintah
ditempatkan di Tanah Datar (Fort van der Capellen). Pejabat yang lebih rendah
ditempatkan di Pariaman, Agam (Fort de Kock) dan Air Bangis. Pejabat-pejabat
inilah yang diduga telah memberikan laporan tentang situasi dan kondisi umum di
pedalaman termasuk di Mandailing, Rao dan Angkola.
Meski pengaruh Belanda semakin meluas, namun nama
Rao belum terinformasikan. Hal ini di satu sisi karena di pedalaman masih
bestatus DOM dan di sisi lain Pemerintah Hindia Belanda lebih mengembangkan
pengadministrasian wilayah ke utara hingga Tapanoeli dan Baros serta ke wilayah
barat di lautan (pulau-pulau seperti pulau Nias). Baru pada tahun 1834 lanskap
Rao disertakan dalam administrasi wilayah Pemerintah Hindia Belanda.
Dalam
perkembangannya lanskap-lanskap di utara (kota) Padang dipisahkan dari
Afdeeling Padang dan kemudian disatukan dengan membentuk pemerintahan afdeeling
yang baru: Afdeeling Noordelijke (lihat Almanak 1833). Afdeeling ini terdiri
dari Natal, Tapanoelo, Air Bangis dan Poelo Batoe. Ibu kota Noordelijke
Afdeeling di Natal. Pada tahun 1834 status Noordelijke Afdeeling ditingkatkan
yang semula dipimpin seorang militer (pangkat letnan) menjadi Asisten Residen
(JA Moser). Sehubungan dengan peningkatan status ini karena wilayah Mandailing
dan wilayah Rao telah bergabung yang mana asisten (setingkat Controleur)
ditempatkan di Mandailing (Kotanopan) dan di Rao.
Suatu wilayah tergabung di dalam (administrasi)
Pemerintah Hindia Belanda melalui proses politik. Pemerintah Hindia Belanda
mempertimbangkan lanskap mana yang diterima dan lanskap mana yang kemungkinan
dijajaki. Jika pihak pemerintah yang berinisiatif berarti ada suatu potensi
ekonomi yang diperhatikannya; sebaliknya jika ada lanskap yang menawarkan untuk
bergabung, pemerintah mempertimbangkan potensi ekonoinya (lalu kemudian
dilanjutkan pada perjanjian hak dan kewajiban masing-masing). Jadi, tidak semua
lanskap diminati dan juga tidak semua lanskap diterima dalam pembentukan
administrasi Pemerintah Hindia Belanda. Perjanjian (plakat) ini menjadi dasar
legitimasi Pemerintah Hindia Belanda.
Lanskap
Rao dan lanskap Mandailing bergabung dan diterima (atau bisa sebaliknya ditawarkan
dan diterima) mengindikasikan penduduk Mandailing dan penduduk Rao
berseberangan dengan (kaum Padri) yang kekuatannya berpusat di Bondjol.
Sebagaimana penduduk Pagaroejoeng (Minangkabau) tidak tahan dengan rezim Padri
(yang menggantikan rezim Pagaroejoeng) lalu menjalin aliansi dengan Pemerintah
Hindia Belanda, hal serupa itu juga diduga menjadi faktor lanskap Mandailing
dan lanskap Rao bergabung. Dalam hal ini, lanskap-lanskap Melayu (kota-kota di
pantai seperti Padang, Pariaman dan Air Bangis) dan lanskap-lanskap di
Minangkabau (Pagaroejoeng) serta lanskap-lanskap Mandailing dan Rao telah
menjadi satu aliansi politi di dalam administrasi Pemerintah Hindia Belanda dalam
menghadapi musuh yang sama: Padri yang berpusat di Bondjol.
Bergabungnya lanskap Mandailing dan lanskap Rao
secara bersamaan mengindikasikan dua lanskap ini tidak hanya berada dalam satu
teritorial tetapi juga diduga satu kesatuan politik, ekonomi dan bahkan satu
kesatuan budaya. Jelas dalam hal ini dua lanskap ini memiliki musuh yang sama
dan sukarela bergabung dengan Pemerintah Hindia Belanda. Secara ekonomi antara
lanskap pantai (Natal dan Air Bangis) dan lanskap pedalaman (Mandailing dan
Rao) saling tergantung (lihat kembali Javasche courant, 14-01-1830).
Javasche courant, 14-01-1830 |
Yang menjadi pertanyaan mengapa nama Rao tidak
terientifikasi sejak awal? Sudah barang tentu karena lanskap Rao berada di pedalaman. Wilayah
pedalaman Minangkabau (Pagaroejoeng) tidak secara intens dikunjungi oleh orang
asing. Sebagaimana di ketahui orang Eropa pertama ke pedalaman adalah Raffles
yang melakukan ekspedisi ke Padangsche Bovenlanden pada tahun 1818. Jauh di
masa lampau satu ekspedisi VOC ke Pagaroejoeng dari arah timur (sungai Siak)
dilakukan pada tahun 1684. Rentang waktu
ini hampir dua abad sehingga informasi tentang Minangkabau (Pagaroejoeng) tidak
berkesinambungan. Kunjungan Raffles 1818 dianggap satu-satunya keterangan
mengenai pedalaman Minangkabau yang dianggap valid.
Rao pada perang Padri (Peta 1835-1837) |
Eskpedisi orang Eropa ke pedalaman (di Minangkabau
di Pagaroejoeng dan di Tanah Batak di Angkola-Padang Lawas) jelas tidak cukup
untuk menggambarkan situasi dan kondisi di Rao dan Mandailing. Oleh karena itu
gambaran dua lanskap ini sebelum kehadiran orang-orang Belanda dapat dikatakan
tidak terinformasikan. Rao tetap menjadi suatu misteri. Meski demikian, diduga bahwa
orang Eropa telah memasuki pedalaman di Rao di era VOC. Hal ini karena ada nama
suatu distrik yang disebut Loender (kini wilayah Panti). Loender adalah nama
suatu district di Belanda yang sudah sejak lama diketahui. Loender diduga
adalah pos perdagangan orang Eropa/Belanda di era VOC yang menghubungkan kota
pelabuhan Air Bangis dengan kota-kota di pedalaman seperti Rao, Limaumanis,
Tamiang dan Kotanopan (dan bahkan Loeboeksikaping dan Bondjol). Dalam hal ini
Loender adalah interchange terpenting di pedalaman (yang lokasinya tidak jauh
dari Rao).
Rao di Jaman Kuno
Rao diduga adalah nama India. Banyak lagi, antara
lain Air Bangis, Pasaman, Tiku, Agam dan Talu. Tentu saja nama Tamiang berasal
dari India. Kota Tamiang dan pulau Tamang juga berasal dari India. Wilayah
sekitar candi juga ditemukan banyak nama yang terkait dengan India, Di
Tapanoeli seperti di seputar candi Padang Lawas terdapat nama-nama India seperti
Binanga, Portibi, Sunggam, Angkola, gunung Malea.
Percandian lintas Rao |
Rao adalah suatu nama kuno, suatu lanskap kuno,
lanskap yang sejak jaman kuno sudah didiami oleh penduduk. Ada yang menulis
asal-usul nama Rao berasal dari rawa (Rawa, Raw. Rao), sudah barang tentu
keliru (hanya mengandalkan metode toponimi). Rao adalah suatu kawasan ekonomi
tempo doeloe, kawasan yang terkait dengan pedagang-pedagang yang berasal dari
India.
Tunggu deskripsi
lengkapnya
NV Mijnbouw Maatschappij Lakapa
Tunggu deskripsi
lengkapnya
Salut buat pak harahap, kalau boleh bertanya ,sejak tahun berapa Sumatra’s Westkust dibagi menjadi tiga residentie: Padangsche Benelanden, dengan ibu kota di Padang, Residentie Padangsche Bovenlanden , ibu kota di Fort de Kock, dan Tapanoeli ber ibu kota di Sibolga .
BalasHapusSebenarnya sudah dideskripsikan di serial artikel Sejarah Air Bangis, saya lupa di artikel-artikel nomor berapa. Kronologis sebagai berikut Awalnya dua residentie Padangsche Benelanden dan Bengkoelen. Sehubungan dengan eskalasi politik yang meningkat (Perang Padri) dibentuk Residentie Padangsche Bovenlanden. Pasca Perang Padri (1838)residentie Bengkoelen dipisahkan dan kemudian dibentuk Residentie Air Bangis (Air Bangis, Natal, Rao serta Mandailing en Angkola). Namun tidak lama kemudian dibentuk residentie Tapanoeli, Pada tahun 8144 Afdeeling andailing en Angkola dipisahkan dari residentie Air Bangis dan dimasukkan ke residentie Tapanoeli dan setahun kemudian menyusul Afd. Natal. Pada tahun 1846 residentie Air Bangis dilikuidasi yang mana afd Air Bangis dan Afd, Rao dimasukkan ke residentie Padangsche Benelanaden. Untuk lebih lengkapnya silahkan dirangkum dari informasi dari beberapa artikel di serial artikel Sejarah Air Bangis. Selamat belajar sejarah.
Hapus