*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini
Perang kemerdekaan di Sumatra Barat awalnya di Kota Padang dan kemudian merangsek ke Agam dan Solok-Sawahlunto. Perang di Sumatra Barat juga berlanjut ke Pasaman. Satu tokoh penting dalam perang kemerdekaan di Pasaman adalah Basjrah Loebis, bupati Pasaman (1947-1949). Nama Basjrah Loebis mengingatkan kembali memori dalam pembebasan daerah Rao dan Ophir dari pengaruh Padri yang mana kakeknya Radja Gadoembang turut memainkan peran.
Perang kemerdekaan di Sumatra Barat awalnya di Kota Padang dan kemudian merangsek ke Agam dan Solok-Sawahlunto. Perang di Sumatra Barat juga berlanjut ke Pasaman. Satu tokoh penting dalam perang kemerdekaan di Pasaman adalah Basjrah Loebis, bupati Pasaman (1947-1949). Nama Basjrah Loebis mengingatkan kembali memori dalam pembebasan daerah Rao dan Ophir dari pengaruh Padri yang mana kakeknya Radja Gadoembang turut memainkan peran.
Peta Perang Kemerdekaan RI (1948-1949) |
Lantas bagaimana situasi dan kondisi Pasaman pada
saat perang kemerdekaan? Tentu saja sangat
jarang diperhatikan. Yang kerap di perhatikan adalah era perang Padri dan era
perang PRRI. Sebagai bagian dari sejarah Menjadi Indonesia, era perang
kemerdekaan di Pasaman termasuk di Air Bangis tetaplah menjadi penting. Untuk
menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang
digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman,
foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding),
karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari
sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan
lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru
yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain
disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*
Pengakuan Kedaulatan Indonesia di Bukittinggi:
Basjrah Lubis
Pada permulaan Pemerintah Republik Indonesia,
dalam pembentukan kabupaten Pasaman adalah memisahkan district Bondjol dan
memasukkan district Bondjol sebagai bagian dari kabupaten yang baru: Kabupaten
Pasaman.
Gambaran
arsitektur wilayah di pantai barat Sumatra ini seakan kembali ke era VOC
(sebelum rezim Padri) yang mana district Bondjol bukan bagian dari district
Agam (Pagaroejoeng-Minangkabau). Namun segera setelah berakhirnya Perang Padri
(ditaklukkannya benteng Bondjol), Pemerintah Hindia Belanda memasukkan district
Bondjol ke Afdeeling Agam (Residentie Padangsche Bovenlanden). Sementara
district Rao en Loeboesikaping, Ophir Districten dan District Air Bangis
dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden.
District Rao en Loeboesikaping, Ophir Districten
dan District Air Bangis yang membentuk kabupaten Pasaman adalah tiga lanskap
(wilayah) yang dipengaruhi oleh budaya Padang (Melayu), Agam (Minangkabau) dan
Mandailing (Batak). Sebagai ‘remote area’ pada era kolonial, Pemerintah Hindia
Belanda sangat sulit menentukan tiga wilayah ini dimasukkan ke Residentie mana
(pantai-Melayu, pedalaman-Minangkabau atau Tapanoeli-Batak). Oleh karena itu
kabupaten Pasaman sangat khas.
Pada
permulaan Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra (sejak 1826)
menetatpkan tiga wilayah remote area ini masuk wilayah Residentie Padangsche
Benelanden (Padang-Melayu). Pada tahun 1939 tiga wilayah remote area ini
dipisahkan dari Residentie Padangsche Benelansen sehubungan dengan pembentukan
residentie yang baru (Tapanoeli) dimana Residen berkedudukan di Air Bangis.
Pada tahun 1846 tiga wilayah remote area ini dikembalikan lagi ke Residentie
Padangsche Benelanden (setelah secara defenitif nama residentie disebut Residentie
Tapanoeli).
Pada
tahun 1890 tiga wilayah remote area ini dipecah. Dua distrik yakni Ophir
Districten dan District Rao en Loeboesikaping dimasukkan ke Residentie
Padangsche Bovenlanden, sementara District Air Bangis secara geografis masuk ke
dalam Residentie Tapanoeli (satu lanskap dengan Batahan dan Natal). Dalam hal
ini, Distrik Air Bangis menjadi terpisah dengan Residentie Padangsche
Benelanden karena Ophir Districten dimasukkan ke Residentie Padangsche
Bovenlanden. Distrik-distrik di Ophir Districten adalah Sikarbou, Pasaman,
Kinali, Taloe dan Tjoebadak en Simpang Tonang.
Pada
tahun 1905 ketika Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra;s
Westkust, District Air Bangis dikembalikan lagi ke Residentie Padangsche
Benelanden. Lalu dalam perkembangannya, pada tahun 1915 Province Sumatra’s
Westkust dilikuidasi dan dua residentie Padangsche ini dilebur menjadi satu
residentie dengan nama baru yakni Residentie West Sumatra. Terakhir, pada era
permulaan Pemerintah Republik Indonesia (1945), dibentuk kabupaten Pasaman yang
terdiri dari tiga wiliayah remote area plus district Bondjol.
Kabupaten Pasaman yang sangat khas ini tidak
terlalu menarik perhatian Belanda/NICA pada era perang kemerdekaan (1945-1949)
karena banyak faktor: Faktor terpenting karena di kabupaten Pasaman properti-aset
Belanda sangat minim. Pemerintah Belanda-NICA lebih fokus di (kota) Padang dan
sekitar. Saat ibu kota RI di Jogjakarta diduduki dan para pemimpin RI
ditangkap, Bukittinggi dijadikan sebagai ibu kota RI yang baru (PDRI). Namun
dalam perkembangannya, Oleh karena kota (benteng) Fort de Kock (Bukittinggi) akhirnya
diduduki Belanda-NICA, maka wilayah kabupaten Pasaman digunakan oleh para
pejuang RI (Republik) sebagai wilayah gerilya (melawan Belanda-NICA). Hal yang
sama juga terjadi ketika kota Sibolga dan kota Padangsidempoean jatuh ke tangan
Belanda-NICA, wilayah Mandailing dijadikan sebagai wilayah gerilya oleh para
pejuang RI.
Dua
wilayah ini (Pasaman dan Mandailing) adalah dua wilayah terpenting di West
Sumatra dan wilayah Tapanoeli sebagai wilayah gerilya yang tidak pernah
dikuasai oleh Belanda-NICA. Tiga wilayah RI yang terpenting yang tidak berhasil
dikuasai oleh Belanda-NICA di Jawa adalah Sukabumi (West Java), selatan Jogjakarta
dan utara Jogjakarta. Di wilayah Soekaboemi pejuang RI (di bawah komando
Kolonel Abdoel Haris Nasution), di wilayah selatan Jogajakarta perjuangan gerilya
dipimpin oleh Kolonel Sudirman dan di utara Jogjakarta gerilya dipimpin oleh
Kolonel TB Simatupang.
Satu tokoh pejuang terpenting di wilayah
Mandailing pada era perang kemerdekaan ini adalah Radja Rjunjungan Lubis.
Sementara satu tokoh pejuang terpenting di wilayah Pasaman adalah Basjrah Lubis.
Uniknya, Radja Djunjungan Lubis dan Basjrah Lubis adalah bersaudara kandung,
cucu raja Mandailing, Radja Gadoembang (yang juga berperan penting dalam
penaklukan benteng Padri di Bondjol). Singkat kata: Akhirnya (kerajaan) Belanda
mengakui kedaulatan Indonesia.
Proses
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda bermula pada perundingan Roem-Royen
di Batavia, Mei 1949. Satu keputusan terpenting perjanjian ini adalah
mengembalikan ibu kota RI ke Jogjakarta dan para pemimpin RI kembali ke
Jogjakarta. Langkah pertama yang dilakukan Soeltan Jogjakarta adalah mencari
Kolonel TB Simatupang di hutan-hutan Banaran (selatan Semarang) untuk
menggantikan posisi komandan militer Belanda-NICA di kota Jogjakarta. Setelah
itu baru menyusul dari pengasingan Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Mohamad
Hatta. Rombongan terakhir yang kembali ke Jogjakarta dipimpin Sjafroedin
Prawiranegara (Presiden PDRI).
Setelah
kembalinya ibu kota RI (pemulihan Pemerintah RI), tahapan selanjutnya adalah
perundingan di Belanda antara kerajaan Belanda dan Pemerintah RI (Konferensi
Menja Bundar-KMB). Dalam perundingan di Belanda ini delegasi RI dipimpin oleh
Perdana Menteri Mohamad Hatta. Sejumlah penasehat disertakan dalam delegasi
ini. Dua penasehat terpenting adalah penasehat ekonomi dan penasehat hubungan
diplomatik. Penasehat ekonomi adalah mantan pejabat ekonomi di era Belanda
(sebelum pendudukan Jepang) adalah Abdoel Hakim Harahap (Resident Tapanoeli). Penasehat
diplomatik adalah Profesor Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia (pendiri
universitas RI pertama di Jogjakarta, Universitas Gadjah Mada) yang saat tengah
berlangsung KMB di Belanda berangkat ke Amerika Serikat untuk menghadiri Sidang
Umum PBB dengan tugas ganda menjalin komunikasi politik dengan negara lain. Duo
Harahap ini kebetulan sama-sama menguasai tiga bahasa: Belanda, Inggris dan
Prancis. Selama berlangsungnya proses konferensi, Soeltan Djogja mengutus
ajudannya Kapten M Karim Loebis untuk berbicara dengan Perdana Menteri Mohamad Hatta
di Belanda. Sebagaimana diketahui komandan intelijen RI di Jogjakarta adalah
Kolonel Zulkifli Loebis. Lalu akhirnya di Belanda hasil keputusan KMB
diratifikasi: Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Dalam penyerahan kedaulatan Indonesia ini di Den
Haag pada tanggal 27 Desember 1949, Perdana Menteri Mohamad Hatta menerima
(plakat) dari Ratu Juliana. Tidak ada penyerahan kedaulatan di Jogjakarta,
penyerahan kedaulatan dilakukan di Djakarta-Batavia antara Lovin dan Soeltan
Jogjakarta. Presiden Soekarno tetap berada di Jogjakarta (wait en see), Dalam
penyerahan kedaulatan di Djakarta, Soeltan Jogjakarta didampingi oleh Kolonel
TB Simatupang. Sebelum penyerahan kedaulatan pada level puncak, di berbagai
tempat juga telah dilakukan penyerahan kedaulatan termasuk di Provinsi Sumatra
Barat yang dipusatkan di Bukittinggi. Dalam penyerahan kedaulatan di
Bukittinggi yang dihadiri UNCI ini satu dari tiga wakil RI adalah Nasroen, Eny
Karim dan Basjrah Lubis (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 10-12-1949).
Penyerahan
kedaulatan Indonesia di wilayah West Java yang dpusatkan di Soekaboemi yang
turut dihadiri pihak UNCI (perwakilan tiga negara) dipimpin oleh Kolonel Abdoel
Haris Nasution. Sementara di wilayah Sumatra Timur dan Tapanoeli penyerahan
kedaulatan yang juga turut dihadiri perwakilan UNCI dilaksanakan di Sipirok.
Oleh karena Residen Tapanoeli di Den Haag, maka pihak RI di Sipirok diwakili
antara lain Soetan Doli Siregar, Mohamad Diri Harahap dan Radja Djoenjungan
Lubis.
Dalam hal ini Basjarah Lubis adalah ‘Bupati Perang’
dari Pasaman dan Eny Karim adalah Wali Kota (Bupati) Perang di Agam. Tentu saja
Abdoel Hakim Harahap sebagai Residen Perang di Tapanoeli dan Nasroen sebagai
Residen Perang di Midden Sumatra.
Pada
pasca pengakuan kedaulatan Indonesia (1949) nama-nama yang disebut di atas
adalah pemilik portofolio Republik Indonesia di berbagai level dan bidang.
Soekarno menjadi Presiden RI; Mohamad Hatta menjadi Perdana Menteri RIS di
Djakarta; Abdoel Hakim Harahap menjadi Wakil Perdana Menteri RI di Jogjakarta; Prof
Mr Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D kembali ke kampus (guru besar Universiteit
Indonesia); Soeltan Jogjakarta menjadi Menteri Pertahanan RIS dan Safroedin
Prawiranegara menjadi Menteri Keuangan RIS, Kolonel TB Simatupang menjadi Kepala
Staf Angkatan Perang RI dan wakilnya adalah Kolonel Abdoel Haris Nasution. Eny
Karim menjadi pejabat dinggi di Departemen Dalam Negeri, Basjrah Lubis menjadi
pejabat tertinggi setingkat bupati di kantor Gubernur Sumatra Utara; Soetan
Doli Siregar menjadi Bupati Tapanuli Selatan yang kemudian digantikan oleh
Radja Djoenjungan Lubis. Mantan bupati Pasaman (sebelum perang) Darwis Taram
menjadi Bupati Lima Poeloeh Kota (di Pajakoemboeh). Dalam perkembangannya
diangkat gubernur pertama di Sumatra Tengah Ruslan Muljohardjo dan di Sumatra
Utara Abdoel Hakim Harahap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar