*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Padang Sidempuan di blog ini Klik Disini
Ada satu masa di Indonesia begitu sulit didapat informasi yakni pada era Pendudukan Militer Jepang. Surat kabar, majalah dan buku-buku yang terbit di era tersebut kurang terdokumentasikan dengan baik dan nyaris tidak ada yang peduli untuk menyimpannya. Akibatnya ketika kita pada masa ini ingin melihat potret situasi dan kondisi Indonesia di era pendudukan Jepang menjadi suram. Satu sumber yang penting yang dapat dibaca pada masa ini salah satu diantaranya adalah buku berjudul ‘Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa’.
Ada satu masa di Indonesia begitu sulit didapat informasi yakni pada era Pendudukan Militer Jepang. Surat kabar, majalah dan buku-buku yang terbit di era tersebut kurang terdokumentasikan dengan baik dan nyaris tidak ada yang peduli untuk menyimpannya. Akibatnya ketika kita pada masa ini ingin melihat potret situasi dan kondisi Indonesia di era pendudukan Jepang menjadi suram. Satu sumber yang penting yang dapat dibaca pada masa ini salah satu diantaranya adalah buku berjudul ‘Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa’.
Buku
ini terbit pada tahun 1944 (tebalnya 552 halaman). Di dalam buku ini dicatat
nama-nama orang Indonesia yang terkemuka di Djawa saja. Banyaknya 3.109
orang. Mereka ini tergolong mempunyai
kedudukan, kepandaian dan pekerjaan yang berarti dalam masing-masing golongan
masyarakat. Buku ini adalah hasil suatu survei yang dilakukan, namun tidak
semua orang yang dikirim kuesioner mengembalikannya. Dalam buku terdapat
nama-nama terkenal di era kolonial Belanda seperti Ir. Soekarno, Drs. Mohamad Hatta,
Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap dan Parada Harahap. Secara umum buku ini dibagi
ke dalam tiga kategori yang masing-masing dikelompokkan dalam beberapa
bidang-pekerjaan. Kategori pertama Urusan Negara yang terdiri dari Administrasi
Umum Negeri, Pangreh Praja, Urusan Keuangan Negeri, Penjagaan Keamanan dan
Pengadilan. Kategori kedua Perekonomian yang trerdiri dari Pertanian,
Kehutanan, Peternakan dan Perikanan, Kerajinan, Perhubungan, Berbagai Urusan
Teknik, Perdagangan, Keuangan dan Perhimpunan-Perhimpunan Memajukan
Perekonomian. Kategori ketiga terdiri dari Penerangan, Pertolongan dalam
Kehakiman, Kesehatan, Pengajaran, Kebudayaan, Agama. Urusan Politik dan Soal
Pekerjaan, Urusan Kaum Dhaif dan Urusan Perempuan, dan Urusan Pemuda, dll. Orang
Indonesia jang terkemuka tentu saja ada di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan
lainnya. Namun tampaknya buku ini terbit sebelum publikasi buku berikutnya
selesai sudah berakhir era pendudukan Jepang dengan diproklamasikannya kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Survei ini bukan sesuatu yang khusus,
pada era kolonial Belanda kegiatan survei ini dilakukan setiap lima tahun.
Lantas siapa saja orang Indonesia yang terkemuka
di Jawa yang berasal dari Padang Sidempoean. Pada era kolonial Belanda dan pada
masa pendudukan Jepang afdeeling Padang Sidempoean kini menjadi Tapanuli Bagian
Selatan. Mereka yang berasal dari Padang Sidempoean tidak hanya lahir di
afdeeling Padang Sidempoean tetapi juga banyak yang lahir di perantauan. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasioanl dalam artikel
ini didaftarkan orang Indonesia jang terkemuka yang berasal dari Padang
Sidempoean baik yang berada di Jawa maupun di daerah lainnya di Indonesia serta
di luar negeri. Riwayat hidup mereka ini diperkaya dengan merujuk pada sumber-sumber
tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Di Jawa
Parada Harahap gelar Maharadja
Goenoeng Moeda (1899-1959)
Orang Indonesia yang terkemuka di Jawa yang
berasal dari Padang Sidempoean yang tergolong senior adalah Parada Harahap gelar
Maharadja Goenoeng Moeda. Dalam buku tersebut (berdasarkan isian kuesioner 24
Desember 1943), Parada Harahap menjabat sebagai direktur percetakan dan harian
Sinar Baroe di Semarang. Lahir di Pargaroetan (dekat kota Padang Sidempoean)
tanggal 15 Desember 1899. Riwayat pendidikan: Standaardschool lulus tahun 1914;
kursus dagang dan mengetik Medan, kursus bahasa Belanda tahun 1919; sit in
Rechthoogeschool bagian Sosiologi di Batavia.
Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa (1944) |
Pada tahun 1922-1923 sebagai redaktur surat kabat
Neratja di Batavia; Pada tahun 1923 menerbitkan mingguan Bintang Hindia; melakukan
perjalanan jurnalistik ke Sumatra dan Malaka; Pada tahun 1926 menerbitkan surat
kabar Bintang Timoer di Batavia; menerbitkan surat kabar Djawa Barat, Sinar
Pasoendan, Semangat dan surat kabar berbahasa Belanda de Volkscourant;
mendirikan percetakan dan penerbitan My. Pada tahun 1936-1942 menerbitkan surat
kabar Tjaja Timoer. Sejak bulan Juli 1942 sebagai Staf Kantor Gunseikanbu
Batavia. Sejak tanggal 1 September 1942 sebagai Direktur percetakan dan harian
Sinar Baroe di Semarang sampai sekarang (Desember 1943). Sinar Baroe yang diterbitkan
di Semarang adalah media propaganda Jepang yang pertama. Lalu kemudian
menyusul Asia Baroe di Batavia yang dipimpin BM Diah (anak buah Parada Harahap).
Dari keterangan ini Parada Harahap sejak
Juli 1942 sudah bekerja di Sekretariat Pemerintahan Militer Pusat, Gunseikanbu ((Central Military
Administration) Batavia. Guisenkanbu terdiri atas lima bu
(departemen), yaitu Sumabu (Departemen Urusan Umum), Zaimubu (Departemen
Keuangan), Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri dan Kerajinan Tangan),
Kotsubu (Departemen Lalu Lintas) dan Shihobu (Departemen Kehakiman).
Pemerintahan militer di setiap daerah dikoordinatori oleh Gunseibu yang mana
pusat-pusat koordinator militer tersebut berada di Bandung (Jawa Barat),
Semarang (Jawa Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur).
Sebagaimana
diketahui Pemerintah Hindia Belanda pada bulan Maret 1942 menyerah kepada
Jepang. Pada tanggal 9 Juli 1942 tiba di Batavia
(Djakarta) dari Fort de Kock. Ketika terjadi serangan Jepang di Sumatra,
seluruh orang Belanda diarahkan ke Padang untuk evakuasi ke Australia. Ir.
Soekarno di pengasingan di Bengkoeloe juga dibawa ke Padang. Pada saat di
Padang Mr. Egon Hakim Nasution ‘menculik’ Ir. Soekarno dan mebawanya ke
rumahnya. Mr. Egon Hakim Nasution adalah seorang advokad di Padang, anak Wakil
Wali Kota (Burgemeester) Padang yang juga menantu dari MH Thamrin. Setelah kota
Padang dikuasai Jepang, Mr. Egon Hakim Nasution mengantar Ir. Soekarno ke Fort
de Kock.
Parada Harahap adalah orang
Indonesia pertama yang berkunjung ke Jepang. Ini bermula ketika Ir. Soekarno
akan diasingkan. Parada Harahap yang tidak memiliki ‘utang’ kepada Pemerintah Hindia
Belanda sangat geram dengan tindakan Belanda. Pada bulan November 1933. Parada
Harahap pemimpin redakasi surat kabar Bintang Timoer memimpin tujuh
revolusioner ke Jepang. Dalam rombongan ini terdapat Abdullah Lubis (pemimpin
surat kabar Pewarta Deli di Medan dan Mr. Sjamsi Widagda, Ph.D (ekonom bergelar
Ph.D pertama Indonesia, guru di Bandoeng). Dalam rombongan ini juga termasuk
Drs. Mohamad Hatta yang baru pulang studi dari Belanda. Mereka tiba di Kobe, Jepang
tanggal 4 Desember 1933. Kembali ke Indonesia dengan kapal Panama Maru dan
bersandar di pelabuhan Tandjoeng Perak, Soerabaja pada tanggal 14 Januari 1934
(pada hari yang sama Ir. Soekarno dari pelabuhan Tandjoeng Priok, Batavia
diberangkatkan ke pengasingan di Flores).
Parada Harahap adalah orang pertama
yang menggagas supra organisasi kebangsaan Indonesia. Pada bulan September 1927
Parada Harahap (Sekretaris Sumatranen Bond) mengundang seluruh pemimpin bangsa
Indonesia di rumah Prof. Hoesein Djajadiningrat. Turut hadir dalam pertemuan
ini perwakilan Pasoendan, Kaoem Betawi (diwakili oleh ketuanya MH Thamrin),
Boedi Oetomo, Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) di Bandoeng (diwakili oleh
ketuanya Ir. Soekarno), Islamiten Bond dan lainnya. Hasil keputusan rapat
membentuk supra organisasi yang diberi nama Permoefakatan
Perhimpoenan-Perhimpoenan Kebangsaan Indonesia (disingkat PPPKI). Sebagai
pengurus secara aklamasi mengangkat MH Thamrin sebagai ketua dan Parada Harahap
sebagai sekretaris. Program: membangun kantor-gedung kabangsaan Indonesia di
Gang Kenari (kini masih eksis di Jalan Kenari, Jakarta) dan menyelenggarakan
Kongres PPPKI (senior) pada tanggal 30 September 1928 dan diintegrasikan dengan
kongres junior (Kongres Pemuda) pada tanggal 28 Oktober 1928. Ketua Kongres
PPPKI adalah Dr. Soetomo sementara pemimpin komite Kongres Pemuda adalah
Soegondo (ketua), Mohamad Jamin (sekretaris) dan Amir Sjarifoeddin Harahap
(bendahara).
Sebagai
jurnalis dan penulis, Parada Harahap menerbitkan sejulah buku. ‘Journalistiek
di Amerika’ (1925); hasil perjalanan jurnalistik ke Sumatra dan Malaka dengan
judul ‘Dari Pantai ke Pantai’ (1925); ‘Journalistiek dan Pers’ (1926); hasil
perjalanan ke Jepang (Dai Nippon) dengan judul ‘Menoedjoe Matahari Terbit’
(1934); ‘Riwajat Dr. Rivai’ (1939); ’Pers dan Journalistiek (1940); ‘Indonesia
Sekarang (1940).
Parada Harahap juga terkenal
sebagai aktivis organisasi. Organisasi pertama tentu saja adalah sebagai Ketua Perserikatan
Pekerja Perkebunan (estateklerkenbond) di Medan (1919). Ketua Sarikat Islam
Tapanoeli (1921); Wakil Ketua organisasi Perserikatan Djoernalistik Indonesia
(Perdi) dan Wakil Ketua dan Sekretaris Perserikatan Dagang Indonesia
(1940-1942).
Abdoel Haris Nasoetion (1918-2000)
Abdoel Haris Nasoetion di era Pendudukan Militer
Jepang meski tidak memegang posisi, tetapi dianggap sebagai orang Indonesia
jang terkemuka di Jawa. Masih muda, lahir di Hoeta Peongkoet (onderafdeeling
Klein Mandailing, Afdeeling Padang Sidempoean) pada tanggal 3 Desember 1918.
Pada saat survei (mengembalikannya dari Bandoeng tanggal 17 Februari 1943) usianya
24 tahun.
Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa (1944) |
Abdoel Haris Nasoetion memulai karir sebagai guru
HIS di Bengkoeloe segera setelah lulus HIK di Bandoeng tahun 1938. Tentu saja Abdoel
Haris Nasoetion bertemu dengan Ir. Soekarno yang diasingkan di Bengkoeloe
(sejak 9 Mei 1938).
Mengapa
Ir. Soekarno dipindahkan ke Bengkoeloe dan Abdoel Haris Nasoetion memilih ke
Bengkoeloe? Ini tentu by design.
Orang yang berada di balik itu adalah Parada Harahap, MH Thamrin dan Mangaradja
Soangkoepon (dua anggota Volksraad), Dr. Radjamin Nasution (anggota dewan kota,
wethouder Soerabaja, pengurus PBI), Mr. Egon Hakim Nasution (advokat di Tandjoengkarang,
anak Dr. Haroen Al Rasjid Nasution di Telokbetoeng) dan Mr. Gele Haroen
Nasoetion (advokad di Padang, anak Dr. Abdoel Hakim Nasution, wakil wali
kota Burgemeester Padang). Mr. Egon
Hakim dan Mr. Gele Haroen adalah saudara sepupu. Dr. Abdul Hakim adalah besan
dari MH Thamrin (Parada Harahap yang menghubungkan dua keluarga ini).
Mangaradja Soeangkoepon adalah kerabat dari Parada Harahap. Dr. Abdul Hakim
adalah mantan Ketua NIP Pantai Barat Sumatra (di era Dr.
Tjiptomangoenkoesoemo). Dr. Abdul Hakim dengan Dr. Tjipto satu kelas dan
sama-sama lulus STOVIA tahun 1905. Dua advokat inilah yang kerap menemuai Ir.
Soekarno selama diasingkan di Bengkoeloe. Pada tahun 1942 Mr. Egon Hakim
menculik Ir. Soekarno di Padang dari pengawasan intel Belanda dan
menyembunyikan di rumahnya.
Tidak ada orang yang tahu apa yang dibicarakan
Ir. Soekarno dengan guru muda Abdoel Haris Nasution di Bengkoeloe. Yang jelas, Abdoel
Haris Nasution peindah mengajar ke Palembang (Moeara Doea dan Tandjoeng Radja).
Lalu mengapa Abdoel Haris Nasution meninggalkan posisi guru dengan haji tinggi
dan berangkat ke Bandoeng untuk mengikuti pendidikan militer? Itu jelas rahasia Ir. Soekarno dan Abdoel Haris Nasution (kelak
ketika Ir. Soekarno menjadi Presiden RI, Abdoel Haris Nasution sangat setia
sebagai panglima).
Setelah
dua tahun sebagai guru HIS di Bengkulu dan Palembang (1938-1940), Abdoel Haris
Nasution mengikuti akademi militer Belanda (Koninklijk Militaire Academie) di
Bandoeng pada tahun 1940. Apakah ini saran dari Ir. Soekarno dan Abdoel Haris
Nasution menurutinya? Abdoel Haris Nasution lulus tahun
1942 dengan pangkat Letnan dan ditempatkan sebagai Komandan Batalion Infantri
III di Soerabaja (kampong halaman Ir. Soekarno). Tentu saja Abdoel Haris
Nasution bertemu dengan Dr. Radjamin Nasution. Pada saat pemindahan Ir.
Soekarno dari Flores ke Bengkoeloe tahun 1938, permintaan Ir. Soekarno untuk
singgah di Soerabaja dikabulkan dengan alasan bertemu keluarga, tetapi
kenyataannya yang menyambutnya adalah Dr. Radjamin Nasution (anggota senior
dewan kota Soerabaja). Kelak, pada saar Ir. Soekano menjadi Presiden RI tahun
1945, Wali Kota Soerabaja yang diangkat langsung Ir. Soekarno adalah Dr.
Radjamin Nasution. Ketika Ir, Soekarno dalam perjalanan dari Soerabaja naik
kereta singgah di Batavia (beretemu dengan MH Thamrin dan Parada Harahap).
Perjalanan dilanjutkan dari Batavia naik mobil ke Merak dan dilanjutkan dengan
kapal ke Telokbetoeng (disambut oleh Mr. Gele Haroen Nasution). Kelak, Mr. Gele
Haroen menjadi Resident Lampoeng.
Ketika terjadi pendudukan militer Jepang di
Soerabaja 25 Oktober 1942 secara teknis militer Belanda (KNIL) tidak berdaya
dan akan digantikan oleh militer Jepang. Abdoel Haris Nasution kemudian
membuang seragam KNIL dan kembali ke Bandoeng. Abdoel Haris Nasution terus di
awasi di Bandoeng sebagai mantan KNIL. Meski demikian, Abdoel Haris Nasution
tetap menjaga semangat untuk menyongsong kemerdekaan Indonesia. Sejak Januari
1943, Abdoel Haris Nasution membentuk Lembaga Pemoeda Bandoeng dan bertindak
sebagai ketuanya. Itulah sebabnya Jepang menganggap Abdoel Haris Nasution sebagai
orang Indonesia terkemuka di Jawa (meski tanpa mendapat posisi di
pemerintahan). Abdoel Haris Nasution mengisi kuesinoer survei dan
mengembalikannya pada tanggal 17 Februari 1943.
Jepang
menyerah kepada Sekutu dan Ir. Soekarno membacakan proklamasi kemerdekan
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Adam Malik segera mengutus Mochtar Loebis ke
Bandoeng agar Sakti Alamsjah Siregar membacakan teks proklamasi di Radio Bandoeng
(Malabar), Pada pukul 7 malam Sakti Alamsjah membacakan teks tersebut sehingga
berita kemerdekaan diketahui warga Bandoeng dan penduduk Priangan. Adam Malik,
Mochtar Loebis dan Sakti Alamsjah adalah anak buah Parada Harahap yang bekerja
di kantor media militer Jepang. Kelak Mochtar Loebis mendirikan surat kabar
Indonesia Raja di Djakarta dan Sakti Alamsjah mendirikan surat kabar Pikiran
Rakjat di Bandoeng. Adam Malik kembali memimpin kantor berita Antara (yang
didirikan tahun 1937). Kantor berita pribumi pertama didirikan Parada Harahap
tahun 1925 (salah satu editornya WR Soepratman). Tidak lama setelah proklamasi
tersebut diketahui Abdoel Haris Nasution, segera membentuk pasukan di Bandoeng.
Sejak inilah karir Abdoel Haris Nasution terus berkibar hingga menjadi Panglima
di sisi Presiden Soekarno.
Sorip Tagor (1888-1973)
Sorip Tagor Harahap adalah salah satu tokoh
senior asal Padang Sidempoean di Jawa. Sorip Tagor adalah dokter hewan pertama
pribumi. Sorip Tagor lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan Universiteit Utrecht
tahun 1921. Sorip Tagor segera pulang ke tanah air dan diangkat sebagai dokter
hewan di lingkungan Istana Gubernur Jenderal di Batavia. Pada saat pendudukan
militer Jepang, ketika mengembalikan kuesioner survei tanggal 8 Juni 1943,
Sorip Tagor masih tetap sebagai dokter hewan pemerintah (di Djakarta). Sorip
Tagor Harahap adalah ompung dari Inez Tagor, Risty Tagor dan Deisti Astriani
Tagor (istri Setya Novanto, mantan ketua DPR).
Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa (1944) |
Sorip Tagor tampaknya tidak puas dengan
pendidikan lokal, Sorip Tagor berangkat studi lebih lanjut ke Belanda tahun
1913. Sebelumnya, Sorip Tagor adalah asisten dosen di kampusnya Veeartsenschool
di Buitenzorg. Sorip Tagor diterima di Fakultas Kedokteran Hewan Universiteit
Utrecht pada akhir tahun 1913. Sorip Tagor adalah orang Non-Belanda pertama yang
kuliah di kampus kedokteran hewan terkenal di Belanda ini. Sorip Tagor lulus
dengan predikat Dokter Hewan setara Eropa tahun 1921.
Sorip
Tagor sudah barang tentu termotivasi karena seniornya Soetan Casajangan yang
baru pulang studi dari Belanda. Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan tiba
di tanah air pada bulan September 1913. Sebelum ditempatkan sebagai direktur
sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock, Soetan Casajangan ditempatkan
sementara di sekolah dasar Eropa ELS di Buitenzorg. Pada saat inilah diduga dua
anak Padang Sidempoean ini bertukar pikiran yang memotivasi segera Sorip Tagor
lekas berangkat ke Belanda. Soetan Casajangan lahir di Batoenadoea (4 Km dari
kota Padang Sidempoean).. Soetan Casajangan berangkat studi ke Belanda tahun
1905 untuk mengikuti pendidikan keguruan (semacam IKIP sekarang). Soetan
Casajangan adalah mahasiswa kelima pribumi di Belanda. Pada tahun 1908 Soetan
Casajangan menggagas organisasi mahasiswa Indonesia yang sekaligus menjadi
ketuanya. Organisasi mahasiswa Indonesia pertama ini diberi nama Indische
Vereeniging (pada tahun 1924 Mohamad Hatta dkk mengubah nama organisasi ini
menjadi Perhimpoenan Indonesia).
De Sumatra post, 31-07-1919 |
Di tanah air, Menteri Koloni di Belanda
menempatkan Dr. Sorip Tagor menjadi dokter hewan di lingkungan Istana Gubernur
Jenderal (Batavia, Buitenzorg dan Tjipanas). Setelah bertugas di lingkungan
Istana, Sorip Tagor melakukan dinas ke berbagai tempat di Bima, Djawa dan
Sumatra, termasuk di kampong halamannya di Padang Sidempoean. Jabatan terakhir
Sorip Tagor di era kolonial Belanda sebagai kepala dinas peternakan Province
West Java. Pada saat pendudukan Jepang, Dr. Sorip Tagor masih dipercaya Jepang
dengan tetap pada posisinya sebagai dokter hewan pemerintah yang ditempatkan di
Djakarta (hingga kuesioner pendataan ini dikembalikannya tanggal 8 Juni 1943).
Dr. Sorip Tagor meninggal pada usia tinggi 85 tahun pada tahun 1973.
Anwar Nasoetion gelar Mangaradja Pidoli
Anwar Nasoetion termasuk orang
Indonesia jang terkemuka asal Padang Sidempoean di Djawa pada jaman Jepang. Anwar
Nasoetion lahir di rantau di Lho Nga (Atjeh) pada tanggal 30 April 1906.
Melihat marganya, Anwar Nasoetion berasal dari ondeafdeeling Groot Mandailing,
afdeeeling Padang Sidempoean; dari gelarnya Mangaradja Pidoli, Anwar Nasoetion
memiliki kampong di Pidoli (Lombang). Anwar Nasoetion memiliki garis keturunan
(keluarga) Wille Iskander, tokoh pendidikan Indonesia terawal. Anwar Nasoetion
gelar Mangaradja Pidoli lebih dikenal sebagai ayah dari Prof. Dr. Ir. Andi
Hakim Nasoetion (Rektor IPB 1978-1987).
Orang Indonesia jang terkemoeka di Djawa (1944) |
Setelah cukup lama mengabdi sebagai guru di Atjeh,
ayah Anwar Nasoetion dipindahkan kebali ke Residentie Tapanoeli. Ayah Anwar
Nasoetion adalah bagian dari guru-guru asal afdeeling Padang Sidempoean yang
dikirim ke Atjeh setelah Perang Atjeh. Guru-guru tersebut termasuk ayah dari
Mr. Mohamad Amin Nasution (Gubernur Sumatra Utara yang pertama) dan Kolonel
Zulkifli Loebis (Kepala Intelijen RI yang pertama).
Anwar
Nasoetion menyelesaikan pendidikan sekolah dasar Eropa (ELS) di Sibolga pada
tahun 1919. Lalu keudian melanjutkan studi ke sekolah pertanian (Middlebare Landbouw
School) di Buitenzorg (kini Bogor) dan lulus dengan diploma pada tahun 1922.
Pada tahun ini juga Anwar Nasoetion melanjutkan studi di kota yang sama di sekolah
kedokteran hewan Nederlandsche Indie Veeartsenschool. Anwar Nasoetion lulus
tepat waktu empat tahun pada tahun 1926 dan langsung diangkat sebagai dokter
hewan pemerintah. Anwar Nasution pernah berdinas di Singaradja (Bali),
Pare-Pare dan Watampone (Sulawesi) dan Roeteng (Flores) hingga tahun 1930. Lalu
kemudian Anwar Nasution diangkat menjadi dokter hewan pemerintah di Batavia (lihat
De Indische courant, 04-06-1930). Sempat berhenti karena sakit. Setelah sembuh, pada tahun 1931 Anwar
Nasoetion kemudian dipekerjakan lagi yang diperbantukan pada Dinas Kedokteran
Hewan dan Lembaga Kedokteran Hewan di Bogor hingga tahun 1942. Kemudian Anwar
Nasution bertugas kembali ke daerah antara lain di Jawa Timur dan Nusa Tenggara
Timur (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 10-02-1938). Salah satu
kontribusi Dr. Anwar Nasution adalah membuat pedoman pengawasan daging hewan
untuk diterapkan di seluruh wilayah Hindia Belanda hingga ke desa-desa (lihat
De Indische courant, 27-06-1941). Anwar Nasoetioan masih menjadi dokter hewan
di Dinas Kedokteran Hewan dan Lembaga Kedokteran Hewan di Bogor hingga tahun 1942.
Sejak tanggal 6 Juni 1942 Anwar Nasoetion bekerja sebagai dokter hewan di Shokuin
Balai Pemeriksaan Penyakit Hewan di Bogor.
Setelah pension dari dinas pemerintah Dr. Anwar Nasoetion
lebih memilih tetap menetap di Kota Bogor dan berkiprah sebagai dokter hewan
swasta (di jalan Tjiwaringin). Sementara itu, Andi Hakim Nasution yang lahir di
Batavia tahun 1932 menyelesaikan pendidikan sekolah dasar HIS tahun 1945, SMP
pada tahun 1948 dan SMA pada tahun 1952. Andi Hakim Nasoetion kemudian
melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (UI) dan
lulus tahun 1958. Enam tahun kemudian (1964), tanpa melalui jenjang master, Andi
Hakim Nasoetion meraih gelar Doctor of Philosophy di bidang Statistika
Percobaan (Experimental Statistics) dari North Carolina State University,
Amerika Serikat. Dua sekolah yang dulu diikuti ayahnya Anwar Nasution adalah
cikal bakal Institut Pertanian Bogor, yang mana Middlebare Landbouw School
menjadi Fakultas Pertanian dan NI Veeartsen School menjadi Fakultas Kedokteran
Hewan UI. Dua fakultas inilah yang kemudian dipisahkan dari UI dengan mebentuk
Institut Pertanian Bogor (IPB).
Di Sumatra dan Tempat Lainnya di Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
Di Luar Negeri
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar