Sabtu, 23 Januari 2021

Sejarah Banten (32): Harimau Banten Lebih Cepat Punah, Mengapa? Residen Banten Sang Pemburu Tijger Maung Ujung Kulon

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

(Pulau) Ujung Kulon di pantai barat Banten sudah sejak lama dikenal sebagai habitat yang banyak populasi dari berbagai hewan. Keterangan ini dapat dibaca pada laporan perjalanan seorang yang pernah mengunjunginya yang dimuat pada surat kabar Leydse courant, 05-01-1824. Disebutnya satu-satunya kampong terdekat adalah kampong Patoedja yang dihuni oleh sebanyak 150 orang penduduk. Dari kepala kampong inilah sang penulis mendapatkan situasi dan kondisi di ‘habitat’ Oedjoengkoelon. Tidak pernah orang Eropa ke kawasan ini sebelumnya.

Nama Ujung Kulon sudah ada sejak lama. Pada peta-peta Portugis diidentifikasi nama Jungculon. Namun jika melihat posisi GPS Junculon pada peta-peta Portugis tersebut terletak di Jampang Kulon (Sukabumi) yang sekarang. Ini sesuai dengan pendapat penulis yang disebut di atas. Disebutnya dalam peta-peta lama tidak ada Ujung Kulon dan penduduk sendiri di wilayah yang dikunjungi menjebut Ujung Kolon tersebut dengan nama Tandjoeng Oede. Boleh jadi sebutan Ujung Kulon adalah sebutan orang-orang di pantai selatan (di Jampang Kulon). Namun menurut penulis tersebut di dalam petanya Tandjoeng Oede diidentifikasi sebagai Oedjoeng Koelon. Besar dugaan bahwa pulau Ujung Kulon ini adalah wilayah terjauh dari orang-orang Jampang Kulon. Sebagaimana diketahui Djampang Koelon adalah suatu kerajaan di pantai selatan Jawa, yang paling dekat dengan (pulau) Ujung Kulon. Disebut pulau Ujung Kulon karena dalam peta-peta Portugis pulau ini terpisah dari daratan, tetapi pada peta-peta VOC pulau ini telah menyatu dengan daratan, Besar dugaan karena terjadinya proses sedimentasi jangka panjang dan terbentuk rawa dan kemudian daratan (semaca, jembatan). Pada peta-peta era Hindia Belanda dari waktu ke waktu terkesan jembatan daratan ini semakin lebar. Akan tetapi pada peta-peta yang lebih baru (pasca meletusnya gunung Karakatau) jembatan ini semakin sempit dan diidentifikasi sebagai tanah basah (berawa). Besar dugaan tsunami yang terjadi pada tahun 1883 (meletusnya gunung Karakatau) telah menggerus dari dua sisi jembatan pulau ini sehingga menjadi lebih sempit lagi.

Bagaimana pulau Ujung Kulon menyatu dengan daratan adalah salah satu hal. Bagaimana di pulau menyatu dengan daratan terperangkapnya hewan-hewan besar dari daratan seperti banteng, badak dan harimau adalah hal lain. Bagaimana harimau di Ujung Kulon punah adalah hal lain lagi tetapi tampaknya Residen Bantam terlibat. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Harimau Banten di Ujung Kulon

Harimau hanya ada di Sumatra dan Jawa. Harimau Sumatra dicatat dalam bahasa Latin sebagai Panthera tigris sumatrae. Harimau Jawa diduga pada awalnya menyeberang ke pulau Bali, tetapi karena pulau Bali yang awalnya menyatu dengan Jawa lalu kemudian terpisah (terbentuk selat Bali). Meski telah terjadi pemisahan habitat, karena karakteristiknya sama nama harimau Jawa dan harimau Bali sama-sama dicatat dengan nama Latin Panthera tigris sondaica. Sementara itu Harimau Banten di Ujung Kulon adalah harimau Jawa yang migrasi ke pulau setelah pulau menyatu dengan daratan. Di Pulau Panaitan yang tetap terpisah dengan pulau Jawa tidak pernah ditemukan harimau.

Middelburgsche courant, 13-10-1836: ‘Kecelakaan menyedihkan berikut ini dilaporkan dari dinas Lebak, Residentie Banten: ‘Tiga bersaudara, penghuni dinas itu, pergi bersama tiga orang Jawa lainnya, ke hutan terdekat, mencari bambu muda. Dalam melakukan ini, yang lebih muda dari tiga saudara tiba-tiba dilompati oleh seekor harimau, dan langsung tercabik-cabik; binatang itu, ketakutan oleh tangisan penduduk asli lainnya, melepaskan mangsanya dan pergi, kemudian kedua saudara itu membawa orang yang sekarat itu, dan bersiap untuk membawanya pulang. Namun, mereka tidak bisa mengambil langkah cepat ketika harimau, yang sementara itu mendekat lagi, melihat dirinya menculik mangsanya, menyerang saudara kedua dan juga membunuhnya. Dipenuhi dengan teror dan teror, yang tersisa melarikan diri dan baru keesokan harinya kedua korban ditemukan satu terkoya dan yang lainnya n gigitan di leher’.

Populasi harimau di Jawa cukup banyak, dilaporkan hampir di seluruh wilayah termasuk di Batavia dan Buitenzorg. Harimau di Batavia terakhir kali ditemukan pada tahun 1893 dan di Bekasi tahun 1897. Harimau di Ujung Kulon sudah eksis sejak lama sebelum punahnya harimau di Batavia, Tangerang dan Bekasi. Harimau di Tangerang terdeteksi kali terakhir di Kademangan pada tahun 1887. Lalu kapan harimau terakhir terdeteksi di Lebak, Serang dan Pandeglang. Yang jelas harimau di Ujung Kulon diduga harimau terakhir sebelum hari Banten dinyatakan punah.

Pada tahun 1846 di kampong Moendjol dan Sudimanak serta Lebe Balang di afdeeling Lebak harimau memangsa penduduk (lihat Leydse courant, 19-01-1846). Berbagai kejadian lainnya ditemukan pada waktu yang berbeda terutama di daerah Lebak. Namun demikian kejadiannya makin jarang untuk di sekitar Serang dan Tangerang.

Setelah sekian lama tidak pernah terdengar berita harimau di Tjikande diantara Madja dan Kopo, tiba-tiba ada muncul harimau dan memangsa seorang Eropa di perkebunan (land) Tjikandi Ilir (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 05-01-1931). Sempat dibawah ke Batavia di rumah sakit Tjikini tetapi tidak tertolong. Semua pihak ragu apakah kecelakaan itu diakibat macan kumbang atau harimau. Sebab menurut warga sudah lama tidak ada diketahui harimau.

Untuk memastikan itu, petugas polisi didatangkan dari Rangkasbitoeng yang dipimpin sendiri oleh komandan detasemen Hage. Sebab mebiarkannya menjadi ketakutan bagi masyarakat. Lalu setelah dilakukan pencarian ditemukan dan berhasil ditembak. Beberapa pukulan dari semua karabin Beaumont tua, yang diketahui, sebagai bagian yang masih bersenjata dari Korps Polisi Lapangan, hanya berdampak bahwa harimau terus berjalan dengan geraman panik. Peluru dari senjata prasejarah ini tampaknya telah menembus tubuh tidak lebih dari beberapa sentimeter. Baru kemudian karabin Maanlicher dari klub menembak yang ada di Banten berhasil melumpuhkan harimau hinga terjatuh. Hasilnya adalah seekor harimau besar yang diduga datang dari hutan lindung selatan yang datang untuk mencari mangsa. Harimau itu harimau besar (koning tijger) yang panjangnya 2.5 meter dari kepala hingga ekor dengan tinggi 90 cm. Berita harimau besar ini menjadi viral tidak hanya di Indonesia (baca: Hindia) juga di Eropa.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Ujung Kulon sebagai Wilayah Dilindungi

Harimau menjadi dilema. Di satu pihak mengancam jiwa penduduk dan di pihak lain harimau sudah mulai dilindungi dengan menetapkan hutan lindung yang dapat menjadi habitat harimau.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar