*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini
Bagaimana sejarah pendidikan di pulau Madura?
Tampaknya kurang terinformasikan. Okelah, itu tujuan kita untuk mengetahui sejarah
pendidikan di pulau Madura. Dalam hal ini pendidikan yang kita maksud adalah pendidikan
modern dengan menggunakan aksara Latin. Introduksi pendidikan modern tersebut di
pulau Madura baru terjadi pada era Pemerintah Hindia Belanda. Seperti di tempat
lain pada masa yang sama, pendididikan dianggap sebagai bentuk upaya untuk
mencerdaskan penduduk. Pada masa ini, pendidikan akan membantu untuk membaca
ulang sejarah. Salah satu diantaranya sejarah pendidikan.
Membaca (Ulang) Sejarah Madura, dinarasasikan oleh AR Setiawan berdasarkan diskusi bersama Prof Dr Abdul Hadi WM. Beberapa kutipan sebagao berikut: beberapa konten kesejarahan dalam literasi yang tersedia ‘banyak bermasalah’...ada pembelokan yang secara substansi mengarah pada pembohongan sejarah…perlu dibaca dan dikonstruksi ulang dengan basis lintas keilmuan. Sejarah tidak bisa dipandang dari satu sisi ilmu sejarah saja. Unsur dan aspek kesejarahan perlu digali dari disiplin ilmu lainnya, seperti arkeologi, geografi, antropologi, ekonomi, hukum, termasuk sastra (bahasa, linguistik, dan filologi). Sebuah peristiwa di masa tertentu perlu dibaca secara komprehensif dari banyak sudut pandang… Madura, sebagai locus yang kerap terpinggirkan dari narasi besar…ada kekerabatan yang kuat antara manusia Madura dengan Jawa, Sunda, Blambangan, Bali, Bima, Melayu, Makassar hingga Aceh. Titik-titik persinggungan ini juga penting digali dan dipelajari. Untuk apa? Mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang asbabunnuzul tentang peristiwa, kejadian, dan tokoh yang membentuk kebudayaan Madura… Sebagaimana dimafhumi, sejarah yang dituliskan mayoritas adalah sejarah milik pemenang atau penguasa. Inilah pentingnya pembacaan kritis terhadap sejarah…Sejarah Madura, secara substansial sarat pertautan agama dan budaya (https://radarmadura.jawapos.com/sastra-budaya/07/08/2022/)
Lantas bagaimana sejarah pendidikan di pulau Madura, sejak kapan bermula? Seperti disebut di atas, sejarah Pendidikan di pulau Madura kurang terinformasikan. Mengapa? Itu satu hal. Hal yang lebih penting sekarang adalah bagaimana membaca ulang sejarah di wilayah Madura khususunya dalam bidang Pendidikan. Lalu bagaimana sejarah pendidikan di pulau Madura, sejak kapan bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan
bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan
menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama
yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan
majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Pendidikan di Pulau Madura, Sejak Kapan Bermula? Bagaimana Membaca Ulang Sejarah di Wilayah Madura
Pada tahun 1894, jumlah sekolah (dasar) pemerintah (negeri) di pulau Madura sebanyak enam buah (lihat Almanak 1894). Sekolah pemerintah tersebut terdapat di Pamekasan dan Boender (Afd Pamekasan); di Sampang (afd Sampang) satu buah, Sumenep (afd. Sumenep) satu buah dan di Bangkalan (Afd Bangkalan) dua buah. Jumlah itu sangat sedikit jika dibandingkan banyaknya populasi penduduk di Residentie Madoera. Sementara itu sekolah dasar Eropa (ELS) di pulau Madura ada dua buah di Soemenep dan Bangkalan. ELS di Bangkalan baru dibuka pada tahun 1879 (lihat Bataviaasch handelsblad, 10-05-1879). Keberadaan ELS di Soemenep diketahui tahun 1876 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 02-12-1876). Sekolah ELS di Soemanap diduga dimulai tahun 1825 (lihat Bataviasche courant, 12-01-1825). Lantas kapan sekolah dasar pribumi (pemerintah) di Madura dimulai dan dimana?
Sebagai pembanding, di afdeeling Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli
(kini Tapanuli bagian selatan) terdapat sekolah pemerintah sebanyak 13 buah.
Dua sekolah pertama dibuka beberapa tahun sebelum tahun 1854 di Padang Sidempoean
(onderaft Angkola) dan Panjaboengan (onderafd Mandailing). Pada tahun 1854 dua lulusan
dari Afd Angkola Mandailing diterima di sekolah kedokteran di Batavia (Docter
Djawa School). Sekolah kedokteran ini dibuka tahun 1851 dengan jumlah siswa 10
orang setiap tahun. Dua siswa tersebut merupakan siswa pertama yang diterima di
Docter Djawa School yang berasal dari luar Jawa. Pada tahun 1857 satu lulusan
sekolah di onderafd Mandailing Sati Nasoetion melanjutkan studi ke Belanda
untuk mendapatkan akta guru. Sati Nasoetion alias Willem Iskaner lulus tahun
1860 dan kembali ke tanah air tahun 1861 dan kemudian mendirikan sekolah guru
di Tanobato, onderaf. Mandailing tahun 1862. Sekolah guru (kweekschool) Tanobato
ini menjadi sekolah guru ketiga di Hindia Belanda (yang pertama di Soerakarta
dibukan 1851 dan kedua di Fort de Kock dibuka 1856). Pada saar Willem Iskander
membuka sekolah guru tahun 1862 jumlah sekolah pemerintah di Afd Angkolla
Mandailing sebanyak enam buah (dimana Willem Iskander merekrut lulusan terbaik
untuk dilatih menjadi guru).
Keberadaan sekolah pribumi pemerintah di Pamekasan diketahui pada tahun 1883 (lihat De locomotief, 26-10-1883). Di Bangkalan proposal pendirian sekolah dasar yang kedua diajukan pada tahun 1891 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 12-11-1891). Sekolah kedua ini kemudian dibuka (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-12-1891). Lalu kapan sekolah pertama dibuka.
Diduga sekolah pribumi pertama di (pulau) Madura dibuka di dua district yakni di Balega district Belega en Kwanjar. Keberadaannya diketahui tahun 1979 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 22-08-1879). Juga disebutkan sudah ada sekolah pribumi (diduga sekolah non pemerintah) di district Sapoeloe. Keberadaan sekolah-sekolah tersebut diduga telah ada sebelum tahun 1873. Hal ini diindikasikan dengan adanya keputusan pemerintah ntuk menyusun dua buku aritmatika dalam bahasa Madura (lihat Bataviaasch handelsblad, 08-09-1873). Dalam perkembangannya, besar kemungkinan sekolah di Sapoeloe dilikuidasi yang kemudian pada tahun 1891 di Bangkalan didirikan sekolah pemerintah. Berdasarkan Almanak 1894 di pulau Madura juga ada sekolah swasta (yang dikelola masyarakat) terdapat di Brantapasir (Afd Pamkesan), Sapoedi (Afd Sampang), Ketapang (afd Soemenep), dan Ardjas (Afd Pulau Kangean). Sebagai perbandingan di Residentie Madioen baru ada tiga sekolah pada tahun 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 08-09-1873). Disebutkan sekolah Jawa yang baru di Maospati (Madioen) baru saja dibuka dengan 70 murid. Yang mengepalai adalah seorang guru mantri dari sekolah guru kweekschool di Soerakarta. Ini sekarang menjadi sekolah pribumi ketiga yang didirikan di residentie tersebut.
Sementara itu, pada tahun 1880an anak-anak pribumi
dimungkinkan mengikuti pendidikan di sekolah Eropa (ELS) termasuk di Madura. Seperti
disebut di atas, sudah ada dua buah ELS di Madura di Soemenep dan Bangkalan.
Namun tidak terinformasikan apakah ada anak pribumi yang telah menginkuti pendidikan
di ELS di Madura. Dalam perkembangan lebih lanjut anak pribumi lulus sekolah ELS
dimungkinkan untuk melanjutkan ke sekolah menengah Eropa (HBS). Salah pribumi
yang dinyatakan lulus HBS di Semarang adalah RM Oetojo (lulus 1891). Pada tahun
1896 sudah ada siswa pribumi lulusan HBS yang melanjutkan studi ke universitas
di Belanda yakni Raden Kartono (abang dari RA Kartini).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Bagaimana Membaca Ulang Sejarah di Wilayah Madura: Pendidikan Sejarah dan Perlunya Penyelidikan Sejarah Pendidikan
Pendidikan modern (aksara Latin) sejatinya diintroduksi oleh Pemerintah Hindia Belanda termasuk di pulau Madura. Pendidikan adalah bagian dari program pemerintah dimana cabang Pemerintah Hindia Belanda telah dibentuk. Di Pulau Madura sendiri baru tahun 1855 langsung di bawah pengaturan Pemerintah Hindia Belanda. Sementara di wilayah Pamekasan baru terselenggara pada tahun 1857.
Hingga tahun 1867 diduga di pulau Madura belum ada sekolah (lihat De locomotief: Samarangsch
handels- en advertentie-blad, 07-08-1867). Disebutkan diketahui
tulisan-tulisan kelompok-kelompok masyarakat yang berserakan dalam bahasa Jawa-Madoereesch
atau Soemenapsch akan ditulis/disalin dan dicetak. Bahasa Belanda tidak dikenal
di wilayah ini. Orang Madura bekerja dan berbicara, makan atau tidur, tetapi
belum ada yang membaca.
Untuk menyelenggarakan sekolah Eropa (ELS) guru-guru didatangkan dari Belanda, ada juga diantaranya yang masih berstatus Pendidikan (mahasiswa). Sementara untuk pembukaan sekolah pribumi dijarkan oleh guru pribumi. Seperti disebut di atas, sekolah guru sudah ada sejak 1851. Namun dalam perkembangannya ada sekolah guru yang ditutup dan juga ada yang dibuka. Di wilayah Oost Java sekolah guru (kweekschool) baru dibuka pada tahun 1875 (empat tahun kemudian dibuka di Padang Sidempoean, sebagai pengganti sekolah guru Tanobato yang dibuka tahun 1862). Faktor pembatas dibangunnya sekolah adalah ketersediaan guru. Seperti disebut di atas sekolah di Madura (di Balega) sudah ada pada tahun 1879. Boleh jadi gurunya berasal dari lulusan sekolah guru di Probolinggo.
Pada tahun 1894 jumlah sekolah pribumi di Madura sebanyak enam buah berstatus
negeri (sekolah pemerintah) dan empat sekolah swasta. Pada tahun 1894 ini sekolah guru di Jawa hanya terdapat di Bandoeng (Afdeeling
Preanger) dan di ibu kota Probolinggo. Kweekschool di Bandoeng dibuka pada
bulan Mei 1866, dan di Probolinggo dibuka pada bulan Januari 1875. Formasi staf pengajar kedua sekolah pelatihan ini
ditetapkan sebagai berikut: seorang kepala sekolah Eropa, seorang guru kedua seorang
asisten guru Eropa, tiga guru pribumi seperti: 1 orang bahasa Melayu, 1 orang bahasa
Jawa dan 1 orang bahasa daerah, bahasa Sunda di Bandoeng dan bahasa Madoera di
Probolinggo, dan seorang guru gambar tangan. Jumlah siswa ditetapkan 75 orang
untuk setiap sekolah. Sekolah guru di luar Jawa berlokasi di Fort de Koek
(Padangschc Bovenlanden), di ibu kota Amboina dan di Makasser (Celebes). Kweekschool
di Fort de Koek, didirikan pada tahun 1856 sebagai percobaan, dilanjutkan
berdasarkan otorisasi Raja yang diberikan pada tahun 1858. Kweekschool di Ambon
dibuka pada bulan November 1874, di Makasser pada bulan April 1876.
Besar dugaan pertambahan sekolah di pulau Madura secara berkelanjutan diduga karena keberadaan sekolah guru di Probolinggo. Dalam hal ini penyelenggaraan sekolah di pulau Madura dimulai tahun 1879 atau beberapa tahun sebelumnya. Sementara bahasa Madura dalam pendidikan memiliki keutamaan.
Pendidikan, sekolah dasar di pulau Madura adalah satu hal. Penggunaaan
bahasa Madura di sekolah adalah hal lain lagi. Sekolah guru pertama didirikan
pada tahun 1851 di Soerakarta. Di sekolah guru ini diketahui tahun 1866
diajarkan bahasa Madoera (lihat Mededeelingen van wege het Nederlandsche
Zendelinggenootschap: bijdragen tot de kennis der zending en der taal-, land-
en volkenkunde van Nederlandsch-Indie, 1866). Pada tahun 1866 baru ada tiga
sekolah guru, selain di Soerakarta ada di Fort de Kock, Tanobato Mandailing dan
di Bandoeng., 01-01-1866. Berdasarkan laporan Inspektur Pendidikan Pribumi Mr
CA van der Chijs sekolah guru terbaik di Hindia Belanda adalah Kweekschool Tanobato
(yang diasuh oleh Sati Nasoetion alias Willem Iskander).
Materi yang diajarkan di sekolah guru di Soerakarta yakni bahasa Madoera (1866) diduga terkait dengan kebutuhan calon guru untuk mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan dimana terapat populasi orang Madura di wilayah Jawa terutama di kota-kota pantai seperti di Soerabaja, Pasoeroean dan Bezoeki. Dalam hal ini di pulayu Madura dapat dikatakan pengadaan sekolah terbilang telat, tetapi orang-orang Madura sendiri. Terutama yang berada di daratan pulau Jawa sudah lebih awal yang mengikuti pendidikan sekolah.
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap,
penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga
ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat
(1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di
seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel
di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya
jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang
memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia.
Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang
sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar