Sabtu, 18 Februari 2023

Sejarah Pers di Indonesia (25): Radio, Radio Bandoeng, Radio Republik Indonesia; Sakti Alamsjah Siregar dan Abdulrahman Saleh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pers dalam blog ini Klik Disini

Narasi sejarah RRI di Wikipedia terkesan bersifat gaya novelis. Namun bagaimana sejarah radio di Indonesia secara historis sejak era Hindia Belanda tetap kurang terinformasikan sepenuhnya. Dalam hal ini satu fase terpenting dalam sejarah radio Indonesia adalah dalam proses pembentukan radio pemerintah Indonesia, Radio Republik Indonesia (RRI).


Sejarah Radio Republik Indonesia bermula secara resmi pada tanggal 11 September 1945, oleh para tokoh yang mengoperasikan stasiun radio Jepang Hoso Kyoku di 6 kota. Rapat utusan 6 radio di rumah Adang Kadarusman Jalan Menteng Dalam, menghasilkan keputusan mendirikan Radio Republik Indonesia dengan memilih dr. Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin umum. Pada bulan 1 Maret 1942 Belanda menyerah kepada Jepang, tepat pada tanggal 8 Maret 1942 pemerintah Belanda dengan seluruh angkatan perangnya menyatakan menyerah kalah di Kalijati Subang. Radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dimatikan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Pusat Jawatan Radio Hoso Kanri Kyoku, yang merupakan pusat radio siaran dan berkedudukan di Jakarta. Cabang-cabangnya terdapat di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang. sesungguhnya di juga berdiri Medan Hoso Kyoku dibulan Maret 1942. Kini mereka menuntut penyerahan radio Hoso Kyoku kepada mereka. Bandung Hoso Kyoku yang dapat direbut tanggal 16 Agustus 1945. Setelah proklamasi dikumandangkan tanggal 17 Agustus 1945, bertempat di kantor Solo Hoso Kyoku Balapan 199, Yasaki menandatangani naskah penyerahan kekuasaan atas Solo Hoso Kyoku dalam bahasa Jepang dan Indonesia tepat pada jam 10.00 pada tanggal 1 Oktober 1945. Sebagai balas budi Yasaki, Yamamoto dan Kono (Kepala Teknik) diberitahu. Dengan penyerahaan kekuasaan oleh Yasaki kepada Maladi atas Solo Hoso Kyoku pada tanggal 10 Oktober 1945, maka bagian pertama dari program RRI di Surakarta telah terlaksana. Keselamatan mereka di Solo dan kemudian di tempat kosentrasi orang-orang Jepang di Baros Tampir akan dijamin. Wakil - wakil dari 8 studio RRI di Jawa berkumpul lagi untuk bermusyawarah pada tanggal 12 dan 13 Januari 1946. Konperensi radio kedua ini di adakan di Solo yang mendorong bahkan mengharuskan bermusyawarah ialah situasi negara dan keadaan studio - studio RRI (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Radio, Radio Bandoeng, Radio Republik Indonesia? Seperti disebut di atas, sebelum terbentuknya Radio Republik Indonesia, ada sejarah awal yang dimulai dari era Pemerintah Hindia Belanda. Siapa Sakti Alamsjah Siregar dan Abdulrahman Saleh. Lalu bagaimana sejarah Radio, Radio Bandoeng, Radio Republik Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Radio, Radio Bandoeng, Radio Republik Indonesia; Sakti Alamsjah Siergar dan Abdulrahman Saleh

Bagaimana situasi dan kondisi di Indonesia selama pendudukan Jepang, tidak ada yang mengetahuinya di dunia internasional. Pemerintahan militer Jepang di Indonesia menutup saluran internasional, mengontrol pemberitaan pers seperti cetakan dan radio. Tapi, sesunguhnya bukan karena itu saja, juga karena orang-orang Eropa/Belanda di Indonesia telah dimasukkan semuanya ke dalam kamp interniran. Lagi pula wilayah (kerajaan) Belanda sejak Mei 1940 diduduki militer Jerman. Dengan pendudukan militer Jepang di Indonesia, sejak Maret 1942, praktis lalu lintas orang-orang Belanda dari dan ke Indonesia terputus. Lalu dalam perkembangannya, pendudukan militer Jerman di Belanda harus berakhir bulan Mei 1945. Sejak inilah orang-orang Belanda ingin mengetahui kembali situasi dan kondisi di Indonesia. Namun itu tampaknya baru terkoneksi pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945).


De vrije stemmen van Schouwen-Duiveland: tevens mededeelingenblad militair gezag, 08-09-1945: ‘Berita dari Jawa. Untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun, surat kabar NRC mendengar siaran radio dari Indonesia, yaitu "Jacatra", yang mengudara dalam gelombang ultra-pendek. Setiap jam, dalam bahasa Inggris, informasi tentang tawanan perang dan tawanan sipil diulangi di Jawa. Para tawanan perang ditempatkan di Jawa dalam dua kubu, yaitu di Batavia dan Bandoeng, sebanyak 6.107 tawanan ditempatkan disana, yaitu 3.297 (1.449 orang Belanda) di Jacatra dan 2.810 (2739 orang Belanda) di Bandoeng. Para interniran sipil ditempatkan di tiga kamp di Jawa, di Batavia, Bandoeng dan Magelang. Ada 62.532 tahanan dimana 59.098 diantaranya adalah orang Belanda. Secara total, persentase orang sakit di kamp-kamp di Jawa pada 31 Agustus yang lalu untuk tawanan perang 7.6 persen dan untuk sipil 8.2 persen’.

Dalam situasi dan kondisi perang dunia (termasuk perang Pasifik) komunikasi yang intens antara satu negara dengan lainnya hanya melalui (siaran) radio. Pers cetakan hanya terbatas di dalam negara, tetapi itu segera banyak yang tutup, karena kelangkaan pasokan kertas yang satu negara tergantung dari kertas impor. Hal itulah mengapa komunikasi pers menjadi mengandalkan saluran radio termasuk di Indonesia (di bawah pendudukan Jepang). Radio di Indonesia, apakah karena teknis dan atau karena awareness, siaran dari Indonesia baru tertangkap di luar negeri pasca kemerdekaan Indonesia, Boleh jadi radio di Indonesia kini sudah berada di bawah control orang-orang Indonesia.


Banyak factor mengapa kini orang Belanda, seperti contoh surat kabar di Belanda NRC dengan sengaja atau tidak mencari saluran radio yang berasal dari Indonesia. Satu yang pelu dicatat, siaran radio dari Djakarta itu berbahasa Inggris dan secara kebetulan menginformasikan seberapa banyak orang Belanda di Indonesia berada di dalam tahanan. Berita ini tentu sangat menarik bagi pembaca di Belanda. Tetapi juga factor lain, mengapa orang di Belanda coba mencari informasi dari Indonesia. Seperti disebut di atas, Belanda belum terbebaskan dari Jepang sejak bulan Mei. Saat orang-orang Belanda mulai bernafas di negerinya sendiri, boleh jadi terpicu karena berita keberhasilan yang telah diraih Sekutu yang dipimpin Amerika di Pasifik yang di beberapa tempat telah diambil alih, lebih-lebih salah satu tempat yang telah dibebaskan Sekutu berada di wilayah Indonesia di Balikpapan, Borneo (lihat Het parool, 04-07-1945). Disebutkan, setelah pendaratan ketiga mereka di Kalimantan, Australia terus membuat kemajuan yang baik. Mereka sekarang memiliki jalur pantai sepanjang 18 Km, sementara mereka mendorong 21 Km ke pedesaan. Radio Tokio juga mengakui pendaratan Sekutu di Balikpapan, mengatakan bahwa bala bantuan terus ditambahkan ke pasukan darat, yang berkekuatan 7.000 orang.

Sumber radio menjadi saluran berita-berita internasional, sumber yang menjadi rujukan kantor-kantor berita dan surat kabar di negara masing-masing. Sumber dari Indonesia yang berasal dari radio Jakarta, sudah barang tentu bukan dari orang asing, fakta bahwa Sekutu/Inggris secara resmi belum memasuki wilayah Indonesia (untuk misi pelucutan senjata dan evakuasi militer Jepang) pada bulan September 1945. Lalu apakah orang-orang Jepang yang melakukan aktivitas pers? Tampaknya tidak ada lagi kepentingan orang Jepang di Indonesia kecuali, berdasarkan komandan militer di Asia Tenggara, militer Jepang hanya wait en see (untuk proses evakuasi selanjutnya). Dalam hal ini, besar kemungkinan radio Jakarta sudah berada di bawah control Pemerintah Indonesia.


Sebagaimana diketahui, di dalam artikel sebelum ini, segera setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 PPKI bekerja dan terlah berhasil menyusun UUD dan kemudian Menyusun organisasi pemerintah, termasuk pemerintahan di daerah. Hanya saja yang belum diumumkan ke publik, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta belum berhasil menyusun anggota cabinet, karena salah satu tokoh yang ditunggu adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap yang masih berada di tahanan militer Jepang di Malang. Sementara itu, bagaimana radio Jakarta bisa bekerja dengan baik, karena selama ini di kantor pemberitaan semasa pendudukan (sebelum proklmasi kemerdekaan Indonesia), secara teknis yang mengoperasikan pemberitaan radio adalah orang-orang Indonesia sendiri. Dalam hal ini, radio Jakarta yang dipantau surat kabar NRC di Belanda adalah radio Indonesia.

Sebelum radio Jakarta berada di bawah control Pemerintah Indonesia, pada hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), sejatinya masih berada di bawah pengawasan (militer) Jepang. Sebab dalam hal ini tidak dimungkinkan penyiaran teks proklamasi diudarakan melalui radio Jakarta. Sebab Pemerintah Militer Jepang di Indonesia, yang tengah mengalami shock akibat pidato Kaisar Hirohita menyatakan takluk kepada Sekutu/Amerika pada tanggal 14 Agustus, secata politis tidak memiliki kepentingan untuk mengudarakan teks proklamasi, karena hanya memperburuk situasi internasional saja (bukankah militer Jepang diinsruksikan wait en see?). Lantas bagaiman dengan radio Bandoeng?


Sebagaimana diketahui pada masa ini, salah satu penyiar radio Bandoeng, yang dapat dikatakan berani mengambil risiko, Skati Alamsjah Sirehar membacakan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal hari proklamasi pukul 19 malam. Disebutkan bahwa teks itu oleh Sakti Alamsjah Siregar membacakannya beberapa kali malam itu. Teks proklamasi ini diperoleh dari Adam Malik yang kemudian diteruskan Mochtar Lubis ke Bandoeng melalui kereta api. Bagaimana mereka bertiga memhami celah saluran radio, karena sebelumnya Adam Malik, Mochtar Lubis dan Sakti Alamsjah Siregar bekerja di kantor informasi sejak pendudukan Jepang. Implikasi penyiaran teks proklamasi kemerdekaan yang dibacakan Sakti Alamsjah Siregar melalui radio Bandoeng dapat dipantai di Jogjakarta dan Australia.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia sendiri kemudian, telah mengubah situasi dan kondisi di Indonesia. Militer Jepang, yang status wait en see, dan berada di lingkungan markas militer, tidak bisa lagi mengontrol orang Indonesia, lebih-lebih dengan semakin meningkatnya lascar-laskan yang dibentuk oleh orang-orang Indonesia. Orang Indonesia telah mengetahui orang Jepang telah takluk, dan orang Jepang juga sudah mengetahui pemimpin Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan, maka militer Jepang khususnya di Djakarta dalam posisi wait en see tidak lagi bisa berbuat banyak, kecuali hanya untuk mempertahankan diri saja dan mencegah perpindahan senjata kepada orang-orang Indonesia yang justru dapat berbalik akan mengancam mereka. Dalam perkembangan terbaru inilah kemudian, radio yang tidak bersifat militer lalu jatuh ke tangan orang-orang Indonesia. Suatu radio yang kemudian menyiarkan situasi dan kondisi di Indonesia dalam siaran bahasa Inggris (agar diketahui pers internasional).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sakti Alamsjah Siergar dan Abdulrahman Saleh: Era Perang Kemerdekaan Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar