Minggu, 23 April 2023

Sejarah Cirebon (1): Nama Cirebon Bekas Air Terasi Cai Udang Rebon, Apakah Fakta? Toponimi Sejarah, Narasi Fakta dan Data


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Asal Usul Nama Cirebon: dari Cai dan Rebon, Air Pembuatan Terasi demikian judul dalam Kompas.com - 28/04/2021. Apa, betul begitu? Oklah, itu satu hal. Hal lain yang akan dinarasikan dalam hal in adalah bagaimana awal sejarah Cirebon. Tentu saja nama geopgrafi penting dalam sejarah, tetapi toponimi nama geografi memiliki sejarah sendiri. Dalam studi sejarah, toponimi harus dipehatikan secara kontekstual. Sebab, sejarah adalah narasi fakta dan data.


Sejarah Cirebon dalam blog ini adalah serial artikel sejarah di wilayah Cirebon dan sekitar (termasuk wilayah Tegal dan Pekalongan serta sebagian wilayah Priangan/Preanger). Sejarah Cirebon ini juga menjadi sebagai serial artikel sejarah di wilayah (pulau) Jawa. Serial artikel sejarah sebelumnya yang sudah ditulis adalah: Sejarah Jakarta, Sejarah Depok. Sejarah Bogor, Sejarah Bandung, Sejarah Sukabumi, Sejarah Bekasi, Sejarah Tangerang, dan Sejarah Banten. Lalu kemudian diteruskan ke bagian timur pulau Jawa tentang Sejarah Semarang, Sejarah Surabaya, Sejarah Jogjakarta, Sejarah Surakarta dan Sejarah Banyumas. Dengan demikian wilayah Cirebon menjadi sisa wilayah Jawa yang sejarahnya belum dinarasikan. Untuk mengakhiri narasi sejarah di Jawa, dalam serial artikel Sejarah Cirebon, mari kita awali dengan artikel pertama tentang asal usul nama Cirebon sendiri. Namun sebelum dimulai perlu diketahui bahwa di dalam blog ini serial artikel Sejarah Cirebon juga akan mengakhiri serial sejarah di Indonesia. Sebelumnya juga sudah ada serial artikel sejarah di Sumatra (Padang Sidempuan, Tapanuli, Medan, Padang, Palembang, Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung serrta Bangka Belirung); di Kalimatan (Selatan, Barat, Timur,. Tengah dan Utara); di Sulawesi (Makassar dan Manado); di Kepulauan Nusa Tenggara (Madura, Bali, Lombok dan Timor); di Kepulauan Maluku (Ambon dan Ternate); dan di Papua. Dalam rangka untuk menuju tujuan akhir, studium generale Sejarah Menjadi Indonesia, akan didahului penulisan narasi sejarah berbagai bidang di Indonesia. Satu topik pertama yang sudah selesai adalah serial artikel Sejarh Pers di Indonesia, kemudian akan dilanjutkan Serjarah Pendidikan, dan demikian selanjutnya.

Lantas bagaimana sejarah nama Cirebon, air bekas terasi cai udang rebon? Seperti disebut di atas, usal usul nama Cirebon ada yang berpendapat demikian. Namun sangat naif jika nama-nama geografi, apalagi nama-nama yang terbilang sudah kuno hanya didasarkan pada toponimi semata. Toponimi dalam sejarah seharusnya diperhatikan secara kontekstual. Nama geografi dalam hal ini tentu saja memiliki sejarah sendiri. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Lalu bagaimana sejarah nama Cirebon, air bekas terasi cai udang rebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Nama Cirebon Air Bekas Terasi Cai Udang Rebon, Apakah Fakta? Toponimi dalam Sejarah, Narasi Fakta dan Data

Nama geografi di nusantara (baca: Hindia Timur) pada era navigasi pelayaran perdagangan modern (kehadiran pelaut Eropa) haruslah merujuk pada perta-peta semasa Portugis. Lalu apakah nama Cirebon disebut dalam peta-peta Portugis? Jika tidak, apakah nama Cirebon ditemukan dalam laporan-laporan pelaut/pedagang Portugis?


Peta tertua di nusantara pada awal kehadiran orang Eropa di nusantara diduga kuat adalah peta yang dibuat oleh Francisco Rodriguez semasa awal Portugis. Dalam laporan-laporan Portugis disebut Rodriguez sudah berada di Malaka pada tahun 1511. Peta-peta pelayaran dari Malaka ke Maluku yang dibuat Rodriguez, peta-peta yang paling awal dibuat oleh orang Eropa, adalah hasil survei D'Abreu selama ekspedisinya pada tahun 1511. Peta-peta tertua dibuat pada pelayaran Joam Lopez Alvim ke Mauku pada tahun 1513. Dalam peta-peta inilah nama-nama geografi di nusantara ditemukan termasuk di (wilayah) pulau Jawa. Sebagaimana diketahui pelaut-pelaut Portugis dari Malaka menuju Maluku melalui selat Sumatra, pantai utara pulau Jawa, terus ke perairan di utara pulau-pulau Nusa Tenggara hingga ke Maluku. Nama-nama geografi dalam peta-peta awal ini yang diduga berada di pulau Jawa adalah Ssumda dalam Peta 19 (Sunda?); dalam Peta 21 diidentifikasi nama-nama Agaci (Gresik?), Ssurubaia (Surabaya?), Ilha de Jaoa (pulau Jawa?), Ilha de madura (pulau Madura?), Bllarain (Bali?) dan Savote (Sapudi?).

Nama Sunda pada peta awal diduga sudah diidentifikasi. Nama Sunda diduga adalah nama pulau di timur laut selat Sunda (kini pulau Sangiang). Meski nama Sunda sudah diidentifikasi, tetapi nama Sunda Kalapa, baru dikenal kemudian sebagai suatu pelabuhan di muara sungai Tjiliwong dengan nama Calapa. Pelaut-pelaut Portugis kemudian mengidentifikasi nama (pelabuhan) Calapa tersebut sebagai Sunda Kalapa (pulau Kalapa di wilayah Sunda). Dalam peta-peta awal ini tidak ada indikasi nama Cirebon, tetapi yang ada antara lain Gresik, Surabaya dan pulau Jawa dan pulau Madura dan pulau Bali. Lalu kapan nama Cirebon pertama kali terindentifikasi dalam (peta dan laporan) navigasi pelayaran perdagangan Portugis?


Dalam laporan Tome Pires (yang telah disadur menjadi The Suma Oriental of Tome Pires) nama Cirebon disebut dengan nama Choroboam (Cherimon). Ini menginsikasikan semasa awal era Portugis sudah dikenal Cirebon. Disebutkan Cirebon adalah vassal dari Demak (Pate Rodim/Patih Rodim/Raden Patah). Dalam laporan Pires ini juga disebut nama Locary (Losari). Cirebon disebut sebagai pelabuhan, yang memiliki populasi penduduk sebanyak seribu jiwa yang dipimpin oleh Patih Quedir. Dalam laporan Mendes Pinto, seperti kiota lihat nanti nama Demaa (Demak) cukup mononjol yang disebutkan sebagai Radja Demaa sebagai Raja diraja seluruh (pulau) Jawa.

Dalam laporan Portugis nama Cirebon ditulis Choroboan. Apakah penulisan dengan Choroboan secara linguistic/fonetik adalah Chire-bon=Choro-boam)? Kemungkinan besar seperti itu. Artinya bahwa nama sebenarnya memang sudah Cirebon dari awal sebelum kehadiran orang Portugis. Jika dalam nama Cirebon, kata depan chi adalah mengindikasikan sungai/air, lalu apakah ada nama lain yang juga menggunakan kata depan chi=ci? Yang jelas bahwa di kota pelabuhan Cirebon menurut laporan Portugis memang terdapat sungai, yang mana sungai ini dapat dilayari hingga tiga mil ke arah hulu/pedalaman.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Toponimi dalam Sejarah, Narasi Fakta dan Data: Wilayah Cirebon Masa ke Masa

Dalam laporan pelayaran Diego Lopez tahun 1527 yang disarikan oleh Joao de Barros (lihat De doorlugtige scheeps-togten der Portugysen na Oost-Indien, mitsgaders de voornaamste gedeeltens van Africa en de Roode-Zee ..., 1706), nama Zunda tetap eksis, tetap nama Choroboam tidak terinformasikan. Dalam pelayaran Diego Lopez ini nama-nama lain yang diidentifikasi adalah Xacatra (Jakarta?), Chiamo (Cimanuk?), Caravam (Karawang?), Tangaram (Tangerang?), Chequide (Cikande?), Pondang (Pontang?) dan Bantam dan adakalanya ditulis Banta (Banten?).


Dalam laporan Diego Lopez ini jika Chequide diyakini pada masa ini sebagai Cikande dan Chiamo sebagai Cimanuk), serta dalam laporan Tome Pires yang mana Choroboam adalah Cirebon, maka diduga penggunaan nama cho=che=chi=ci (sungai/air) di depan nama tempat, sudah digunakan secara luas. Dengan kata lain penggunan nama depan ci untuk nama tempat (terutama di wilayah Jawa bagian barat) sudah berlaku umum. Dalam laporan Diego Lopez ini juga disebut nama Dama (Demak?), Tubam (Tuban?), Sadajo (Sidayu?), Japara (Jepara?), Passarvam (Pasuruan?), Paneruca (Panarukan?) dan Bale (Bali?).

Nama-nama tempat sebagaimana dilaporkan pada awal era Portugis, tampaknya nama-nama tempat yang berada di pantai atau di muara-muara sungai. Nama tempat Choroboam, Chimano dan Chequide (yang mengindikasikan nama depan ci) merujuk pada nama tempat yang juga nama sungai. Hal ini akan berbeda dengan Xacatara, Tangaram, Caravam, Pondang dan Banta, suatu nama-nama tempat yang meski tidak mendapatkan nama depan ci, tetapi (tetap) berada di daerah aliran sungai.


Dalam perkembangannya, sebagaimana kita lihat nanti, penulisan ci dengan Cho, Chi dan Che muncul dengan penulisan Tsi. Tentu saja Tji baru berkembang pada era Belanda (VOC). Namun yang menjadi pertanyaan, yang mana lebih dahulu eksis apakah nama sungai (ci) atau apakah nama tempat. Fakta bahwa di tempat-tempat tesebut di atas, mengalir sungai denga menggunakan nama depan ci seperti Tjiliwong (Xacatara). Tjisadane (Tangaram) dan Tjitaroem (Caracam).

Penggunaan nama depan ci dalam nama tempat dalam hal ini diduga berawal dari nama sungai, yang mana di muara sungai tersebut terbentuk kampong (baru) yang kemudian nama kampong itu mengikuti nama sungai seperti Cirebon, Cimanuk dan Cikande. Semantara nama-nama tempat seperti Xacatara, Tangaram dan Caravam berada di (muara) sungai, sungai yang telah memiliki nama seperti sungai Tjiliwong, Tjisadane dan Tjitaroem.


Jika mundur ke belakang, nama-nama sungai seperti Tjiliwong, Tjisadane dan Tjitaroem berawal dari nama tempat (kampong) di suatu (muara) sungai. Dalam hal ini di masa lampau nama-nama tempat seperti Liwong, Sadane dan Taroem sudah eksis sebelum namnya disebut sebagai nama sungai (menggunakan nama depan ci). Nama-nama tempat Liwong, Sadane dan Taroem sejatinya tidak pernah ditemukan lagi. Boleh jadi nama-nama tempat tersebut adalah nama-nama tempat di zaman kuno. Misalnya nama Taroem yang dikaitkan dengan nama kerajaan yang pernah eksis di masa lampau era Hindoe/Boedha (kerajaan Taruma/nagara).

Nama Cirebon (Choroboam) diduga adalah nama baru untuk menunjukkan suatu tempat di muara sungai (sungai Cirebon). Lalu yang menjadi pertanyaan adalah apakah nama awal sungai Cirebon merujuk pada nama tempat yang disebut Rebon? Apakah itu juga berlaku untuk nama Manuk (Cimanuk?) dan Kande (Cikande?) sebagaimana disebut di atas? Nama-nama Rebon, Manuk dan Kande pada era Portugis diduga adalah nama-nama generic, suatu nama lama berasal dari zaman kuno yang digunakan dan berada di berbagai wilayah. Bentuk variasi (pergeseran sebutan) untuk Rebon adalah Roban dan Raba. Demikian juga nama Manuk, Manok dan Manik. Nama Kande dapat merujuk pada variasi dari Kandis dan Kanda.


Bagaimana dengan sebutan ci untuk sungai di wilayah Jawa bagian barat. Pada masa ini nama depan ci untuk sungai hanya terbatas di wilayah Jawa bagian barat. Ini dapat dikatakan ci adalah nama khas (budaya/bahasa) Soenda. Nama lain dari sungai (ci) yang sejaman adalah songi atau sunge (sungai). Sebutan sungai di Sumatra adalah batang, aek dan krueng. Sebutan yang lebih tua untuk sungai diduga berasal dari awal era Hindoe/Boedha yakni aru, ara, ari, aro, aros dan sebagainya. Hal itulah mengapa ada nama sungai seperti Batang Arau, Batang B-aru-mun, Batang Ari (kini Batang Hari), sungai Ambuaru (Jambu-air), Batang S-aru-langun dan sebagainya. Idem dito ditemukan nama sungai/tempat di pulau Madura yakni Arosbaja. Nama Aros-baja ini diduga terkait dengan nama Sora-baja. Variasinya juga ditemukan dengan nama tempat Karta-sura dan Sura-karta. Sura dalam hal ini merujuk pada sora atau aros. Pulau Aru atau kepulauan Aru mengindikasikan pulai air (pulau yang memiliki air/minum). Dalam perkembangan terakhir (terumana pada era Belanda) muncul sebutan sungai sebagai kali, seperi Kalu Tjiliwong, sungai sungai-liwong, sebagai tambahan nama Liwong atau Liwung memiliki padanan dengan nama-nama geografis masa lampau seperti Lawi, Lawe, Luwu, Lawu dan sebagainya.

Dengan merujuk pada kutipan di atas, apakah nama Cirebon berasal usul dari Ci cai/air dan Rebon udang rebon? Boleh jadi dalam hal ini mudah memahami hubungan ci dengan cai dan cai dengan air, tetapi sulit memahami hubungan rebon dengan nama udang dalam membuat terasi. Nama Rebon diduga kuat berasal usul dari nama tempat dari zaman kuno, Rebon, Roban dan Raba. Nama-nama generic yang sulit diketahui asal usulnya lagi.


Pada era VOC orang-orang Belanda menulis nama Cirebon dengan nama Cheribon (bukan Chirebon). Nama Cheribon inilah yang tetap eksis hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Nama tersebut tentulah penamaan/penulisan dari orang Belanda. G Schlegel (1900) menyebut Tjiribon adalah sebutan orang Jawa. Lantas mengapa kini menjadi Ci-rebon (bukan Che/Ce-ribon). Frans Junghuhn (1853-1854) menyebut penulisan yang benar adalah Tji-rebon, sedangkan Tje-ribon adalah nama Tji-rebon yang telah di/rusak. Hal yang serupa juga dalam kasus Ciremai atau Ceremai.

Nama Chirebon, yang dalam hal ini rebon diartikan sebagai udang muncul dalam tulisan OJ Reinders, Jr (1901) yang mana disebutnya Tjirebon = garnalenrivier (sungai udang). Besar dugaan Reinders memungutnya dari pemahaman masyarakat. Namun karena nama Cirebon atau Ceribon sudah eksis pada era Portugis, sulit membayangkan penamaan suatu tempat dihubungkan dengan arti/makna tertentu. Seperti disebut di atas, nama dengan penamaan rebon atau ribon, diduga merupakan variasi dari nama tempat roban (nama yang diduga berasal dari era Hindoe/Boedha).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar