*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Di
Belanda baru beberapa pribumi terpelajar, sedang atau mempersiapkan sekolah dan
kuliah, Hoesein Djajadiningrat, lulus HBS di Batavia berangkat ke Belanda tahun
1905. Mengapa Hoesein Djajadiningrat tertarik melanjutkan studi ke Belanda
sementara terbuka kesempatan untuk menjadi bupati. Itu satu hal. Dalam hal ini,
bagaimana Hoesein Djajadiningrat sukses studi dan sukses dalam karir?
Prof. Dr. Husein Jayadiningrat lahir 8 Desember 1886. Ayahnya wedana yang kemudian menjadi bupati Serang. Kakak Husein, Pangeran Ahmad Djajadiningrat, yang meneruskan jejak ayahnya menjadi bupati di Serang dan Hasan yang menjadi tokoh Sarekat Islam. Husein salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Snouck Hurgronje menyekolahkan Husein ke Universitas Leiden hingga meraih gelar doktor dengan disertasinya berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten dan mendapat predikat cumlaude dari promotornya Snouck Hurgronje. Pribumi Indonesia pertama yang menjadi guru besar. Husein lulus tahun 1899 dari HBS, kemudian meneruskan studinya di Leiden 1905. Selama satu tahun (Mei 1914 sampai April 1915) tinggal di Aceh untuk belajar bahasa Aceh. Kamus selesai dengan bantuan Teuku Mohammad Nurdin, Abu Bakar Aceh, dan Hazeu dengan judul Atjeh-Nederlandsch Woordenboek (1934). Pada tahun 1919 Husein pembina surat kabar bulanan Sekar Roekoen berbahasa Sunda diterbitkan Perkoempoelan Sekar Roekoen. Selain itu menerbitkan Pusaka Sunda, majalah berbahasa Sunda membahas tentang kebudayaan Sunda, juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur majalah Djawa diterbitkan lembaga tersebut bersama Poerbatjaraka. Tahun 1924 ia diangkat diangkat menjadi guru besar di Rechtshoogeschool te Batavia. Tahun 1935 dan 1941 menjadi anggota Dewan Hindia. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah Hoesein Djajadiningrat, lulusan HBS di Batavia studi ke Belanda? Seperti disebut di atas. Hoesein Djajadiningrat berangkat studi ke Belanda tahun 1905. Doktor pertama Indonesia menjadi guru besar di Batavia. Lalu bagaimana sejarah Hoesein Djajadiningrat, lulusan HBS di Batavia studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Hoesein Djajadiningrat, Lulusan HBS di Batavia Studi ke Belanda; Doktor Pertama Indonesia Jadi Guru Besar
Pada tahun 1900 Hoesein Djajaningrat lulus ujian transisi naik dari kelas satu ke kelas dua HBS di Gymnasium Willem III Batavia (lihat Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 21-05-1900). Disebutkan ujian transisi di Gymnasium Willem III yang lulus naik dari kelas satu ke kelas dua antara lain Raden Hoesein, Kan Teng Liang, nona AJH Kandou, Mohamad Achmad dan Oeij Tjin To (her). Di atas mereka satu tahun yang lulus antara lain Raden Hassan, ATT Kandou, Mashoedoel Hakh Salim, R Soeterik dan EL Siahaja. Di atasnya lagi hingga kelas tertinggi naik ke kelas lima tidak ada nama non Eropa Belanda.
Pada tahun 1901 Hoesein Djajadiningrat naik ke kelas tiga (lihat Het
nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 11-05-1901). Tidak ada nama Kan
Teng Liang. Pada tahun 1902 Hoesein Djajadiningrat naik ke kelas empat di HBS
Gymnasium KW III (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie,
10-05-1902). Pada tahun 1903 Hoesein naik ke kelas lima (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 09-05-1903). Yang lulus bersamaan hanya Hoesein nama non
Eropa/Belanda. Pada tahun 1904 Hoesein
Djajadiningrat lulus ujian akhir (lihat Soerabaijasch handelsblad, 13-06-1904).
Disebutkan ujian akhir HBS di Weltevreden (Batavia) dari grup dua HBS lima
tahun nona A Kalshoven dan Raden Hoeseein Djajadiningrat. Masih di HBS Gymnasium Koning Willem III School
di Batavia yang lulus ujian transisi naik dari kelas empat ke kelas lima antara
lain nona Achmad. Pada kelas yang lebih rendah naik ke kelas empat antara lain
Mohamad H Maul, Soemarsono dan Soemitro.
Hoesein Djajadiningrat berangkat ke Belanda (lihat Sumatra-bode, 28-06-1904). Disebutkan kapal ss Sindoro berangkat tanggal 1 Juli dengan tujuan akhir Rotterdam dimana salah satu penumpang Raden Hoesien Djajadiningrat. Dari puluhan penumpang dalam manifes kapal hanya Hoesein Djajadiningrat bernama non Eropa/Belanda.
Hoesein Djajadiningrat jika tidak ada yang mendampingi, sudah barang
tentu tidak perlu khawatir. Pada tahun 1904 di Belanda sudah ada sejumlah
pribumi baik yang studi, mempersiapkan studi maupun yang tengah bekerja. Radjioen
Harahap gelar Soetan Casajangan dan Djamaloedin sedang mempersiapkan studi dan Abdoel Rivai juga bekerja sebagai
radaktur majalah berbahasa Melayu Bintang Hindia. Yang sudah lebih awal di
Belanda adalah Raden Kartono (abang RA Kartini) yang setelah lulus HBS Semarang
melanjutkan studi ke Belanda tahun 1896.
Dimana Hoesein Djajadiningrat kuliah belum diketahui secara pasti. Yang jelas Hoesein Djajadiningrat harus terlebih dahulu mengikuti ujian nasional masuk perguruan tinggi. Berdasarkan laporan pendidikan Belanda tahun 1905, disebutkan Hoesein Djajadiningrat mengikuti ujian masuk yang diadakan di Leiden dan lulus (lihat Verzameling van verslagen en rapporten behoorende bij de Nederlandsche Staatscourant, 1905). Disebutkan ujian masuk di Leiden yang lulus dengan sertifikat kompetensi untuk studi di universitas di fakultas teologi, hukum dan sastra serta filsafat diberikan kepada antara lain Hoesein Djajadiningrat. Sebelum mengikuti ujian masuk Hoesein terlebih dahulu telah mengikuti ujian penyataraan HBS di Leiden (lihat Algemeen Handelsblad, 19-06-1905).
Pada tahun 1904 Hoesein Djajadiningrat lulsu HBS di KW III. Sementara yang lulus ujian naik ke kelas empat Raden
Soemitro t (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 07-05-1904). Namun dalam hasil ujian di KW III pada tahun 1905
(dan seterusnya) tidak terdapat nama Raden Soemitro. Ada apa? Apakah Soemitro
tidak lagi melanjutkan studi? Atau apakah Raden Soemitro malanjutkan seklah HBS
ke Belanda? Kita lihat saja nanti.
Tidak diketahui secara pasti kapan Hoesein Djajadiningrat diterima/masuk di Universiteit te Leiden. Yang jelas pada tahun 1908 disebutkan Hoesein Djajadiningrat sudah secara resmi mahasiswa Universitas Leiden dan termasuk dalam panitia pembuatan buku almanak korps mahasiswa Universiteit Leiden (lihat Het vaderland, 10-03-1908). Pada tahun 1908 Hoesein Djajadiningrat lulus ujian kandidat di Universiteit te Leiden (lihat Het vaderland, 09-06-1908). Disebutkan ujian universitas di Leiden, ujian kandidat letterkunde van den Oost-lndischen Archipel, Raden Mas Hoesein Djajadiningrat. Hasil ujian diraih Hoesein Djajadiningrat dengan predikatt cum laude (lihat Algemeen Handelsblad, 10-06-1908).
Adik kelas Hoesein
Djajadiningrada tahun 1904
di KWS III Belanda, yang tidak terinformasikan lagi, Raden Soemitro kemudian
diketahui sudah di Belanda. Raden Soemitro lulus ujian akhir di HBS Leiden
(lihat Het vaderland, 17-07-1907). Dalam buku laporan
pendidikan di Belanda tercatat nama Raden Soemitro (luhat Verzameling van
verslagen en rapporten behoorende bij de Nederlandsche Staatscourant, 1907). Lalu
kemudian diberitakan Raden Soemitro lulus ujian masuk Indisch Ambtenaar di
Belanda (lihat De courant, 07-09-1907). Disebutkan dalam ujian HBS yang
dilakukan, salah satu nama, Raden Soemitro dinyatakan lulus dan
diberikansertifikat/izajah, dimana dinyatakan Raden Soemitro lahir 14 Juni 1887
di Papringan, Raden Soemitro di Universiteitv te Leiden lulus ujian masuk
Nederlandsc Indie Administrative Dienst (lihat De nieuwe courant, 11-10-1908). Hoesein Djajadiningrada dan Raden Soemitro sama-sama di Leiden. Apakah pada tahun 1904 mereka
berdua satu kapal ke Belanda? Namun perlu dicatat bahwa ada nama Soemitro yang
lain. Raden Soemitro yang lulusan HBS Semarang yang lulus tahun 1908 sudah tiba
di Belanda (lihat Het vaderland, 14-08-1908). Raden Soemitro bersama saudaranya
Raden Ambio lulusan HBS Soerabaja berangkat ke Belanda pada bulan Juli 1907
(lihat Sumatra-bode, 08-07-1908). Disebiut kapal ss Kawi berangkat dari Batavia
pada tanggal 14 Juli dengan tujuan akhir Nederland dimana dalam maniofes kapal
terdapat nama Raden Soemitro dan Raden Ambio. Kedua putra dari Bupati
Koetoardjo ini diterima di fakultas teknik di Delft (lihat De nieuwe courant,
10-09-1908). Disebutkan ada empat mahasiswa yang diterima yang berasal dari
Hindia, selain Soemitro dan Ambia juga disebutkan Be Tiat Tjong dan
Notodhiifingrat, Be Tiat Tjong sama-sama lulus dengan Raden Soemitro dari HBS
Semarang.
Pada paruh kedua tahun 1908 jumlah pribumi yang studi atau yang tengah mempersiapkan studi sudah cukup banyak (sekitar 20an orang), Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan menginisiasi pembentukan organisasi. Setelah disebar undang ke semua di berbagai kota, pada tanggal 25 Oktober di tempat kediaman Soetan Casajangan diadakan pertemuan.
De nieuwe vorstenlanden, 01-02-1909: 'Indische Vereeniging. Di Belanda, telah dibentuk persatuan orang-orang Hindia yang belajar disana, R Soetan Casajangan menulis tentang hal ini di Koloniaal Weekblad sebagai berikut: Tiga tahun lalu saya sudah merencanakan untuk membentuk sebuah sarikat untuk orang-orang Hindia di Belanda. Karena saya terlalu sibuk pada saat itu, saya tidak dapat melaksanakan rencana saya segera. Pada bulan Juni tahun ini [Juni 1908, red], Mr. JH Abendanon datang mengunjungi saya dan bertanya apakah saya pernah berpikir untuk memberikan bantuan kepada orang Hindia. Saya menjawab pertanyaan ini dalam persetujuan dan kemudian dia mendorong saya untuk melanjutkan rencana saya yang bermanfaat itn. Mengenai hal ini langkah pertama yang saya lakukan meminta salah satu orang mahasiswa pribumi dari Hindia sebagai staf saya, namanya R Soemitro. Lalu kami mengirim undangan ke semua orang pribumi Hindia yang belajar di Belanda untuk menghadiri pertemuan. Pada tanggal 25 Oktober, kami, sebanyak lima belas orang Hindia, berkumpul di tempat saya, di Leiden, dan pertemuan pertama diadakan. Saya meminta Soemitro untuk memimpin pertemuan, R Hussein Djajadiningrat ditunjuk sebagai sekretaris sementara. Statuta sementara disetujui yang pada prinsipnya berisi dasar Indische Vereeniging yang diputuskan secara prinsip. Kemudian kami melanjutkan untuk memilih pengurus. Pemimpin terpilih: R. Soetan Casajangan Soripada, Sekretaris dan merangkap bendahara RM Soemitro. Komite terdiri dari R. Soetan CS, RM Soemitro, RMP Sosro Kartono dan R. Hoesain Djajadiningrat yang diangkat untuk menyusun AD dan peraturan lebih lanjut (ART). Pada tanggal 15 November pertemuan kedua diadakan di Den Haag. Kita dapat membaca AD tersebut sebagaimana diwartakan surat kabar Bat. Nbld yang menulis, antara lain, bahwa Vereeniging pribumi menyandang nama Indische Vereeniging dan berkedudukan di Den Haag. Tujuannya adalah untuk mempromosikan kepentingan bersama orang Hindia di Belanda dan untuk tetap berhubungan dengan Hindia. Orang Hindia sebagai penduduk asli Hindia Belanda. Vereeniging berusaha mencapai tujuan ini dengan: mempromosikan asosiasi antara orang Hindia di Belanda, mendorong orang siswa Hindia untuk belajar di Belanda. Untuk menjelaskan yang terakhir, peraturan internal (ART) menyatakan: Asosiasi berusaha mendorong orang Hindia untuk belajar di Belanda dengan melakukan hal berikut: dengan memberikan informasi untuk memberikan informasi tentang studi dan tinggal di Belanda, dengan membantu orang-orang Hindia yang baru tiba dan dengan memberikan semua informasi yang mungkin tentang Belanda berdasarkan permintaan. Anggota biasa hanya bisa orang Hindia yang tinggal di Belanda. Kami berharap asosiasi pemuda ini berhasil’.
Dari 15 pelajar/mahasiswa pribumi di
Belanda yang
hadir sepakat dibentuk organisasi yang diberi nama Indische Vereeniging. Lalu
pengurus dipilih dan secara aklamasi mengangkat Soetan Casajangan sebagai ketua
dengan Raden Soemitro sebagai sekretaris. Lalu kemudian dibentuk komite untuk
menyusun statuta (AD/ART) yang terdiri dari Soetan Casajangan, Hoesein
Djajadiningrat, Raden Sosro Kartono dan Raden Soemitro.
Jika memperhatikan alamat para anggota Indische Vereeniging di Belanda,
keempat orang yang menyusun statuta tersebut tinggal di Leiden (yang lainnyta
tinggal di Delft, Den Haag, Amsterdam, Haarlem dam Wageningen). Soetan
Casajangan dan Raden Kartono tinggal di alamat yang sama (mereka berdua adalah
anggota paling senior dari segi usia). Beberapa lulusan Docter Djawa School
Batavia yang melanjutkan studi di Belanda telah lulus ujian dan mendapat gelar
dokter seperti RM Asmaoen (Desember 1907), Abdoel Rivai (Juni 1908) dan M
Boenjamin (Oktober 1908). Asmaoen telah kembali ke tanah air sebelum
pembentukan Indische Vereeniging.
Di dalam kampus, Hoesein Djajadiningrat terpilih sebagai ketua korps mahasiswa (sastra) Universiteit Leiden (lihat De Maasbode, 19-02-1909). Ini mengindikasikan bahwa pribumi juga dapat bersaing untuk menduduki jabatan tinggi diantara mahasiswa (sastra) di Universiteit Leiden. Pada tahun 1909 ini juga Hoesein Djajadiningrat mengikuti kompetisi dengan membuat tulisan dengan tema sejarah Atjeh. Atas prestasi Hoesein Djajadiningrat yang berhasil dalam kompetisi mendapat hadiah berupa medali emas dari universitas (lihat Algemeen Handelsblad, 05-07-1909). Lagi-lagi ini mengindikasikan bahwa Hoesein Djajadiningrat di kampus Leiden tidak ada duanya: ketua korps mahasiswa, predikat cum laude dan medali emas. Tentu saja jangan lupa ikut aktif membentuk Indische Vereeniging beserta statutanya.
Dalam acara yang dilakukan untuk pemberian penghargaaan kepada pemenang
dari berbagai fakultas, Rektor Universiteit Leiden memberikan pidatonya (lihat
Algemeen Handelsblad, 20-09-1909). Disebutkan Rektor secara terpisah
menyampaikan sambutan khusus kepada Hoesein Djajadningrat sebagai berikut:
‘Saudara Hoesein Djajadiningrat, anda adalah penduduk pribumi pertama, salah
satu jajahan kami, yang datang ke Vaderland untuk menguasai peradaban Belanda.
Deengan cara ini, dengan dimahkotai emas sebagai pemenang kompetisi menunjukkan
bahwa kalian adalah pada tingkat yang sama dengan mahasiswa kami’.
Akhirnya Hoesein Djajadiningrat menyelesaikan studinya (lihat De Maasbode, 19-10-1910). Disebutkan di Leiden lulus ujian akhir pada bidang letterkunde van den OI Archipel, Raden Mas Hoesein Djajadiningrat. Seperti pada ujian kandidat, hingga pada ujian akhir ini Hoesein Djajadiningrat juga mendapat predikat cum laude (lihat Land en volk, 20-10-1910).
Sejumlah pribumi yang studi di Belanda yang lulus ujian akhir pada tahun
1910 adalah HJD Apituley dan R Tumbelaka (lulusan Januari 1910), Ph. Laoh
(April 1910), dan Hoesein Djajadiningrat (Oktober 1910). Sementara yang lulus
ujian akhir di sekolah pertanian di Wageningen antara lain Raden Soemardji dan
Dajamaloedin dan Raden Oetarjo. Soetan Casajangan juga menyelesaikan studinya di Rijskweekschool di Haarlem
dengan mendapat akta guru kepala (akta MO). Untuk akta gurunya diperoleh Soetan
Casajangan pada tahun 1907.
Hoesein Djajadiningrat tidak buru-buru pulang ke tanah air. Tampaknya Hoesein Djajadiningrat tidak puas sampai disitu. Hoesein Djajadiningrat ingin melanjutkan studi ke tingkat doktoral. Hal itu dimungkinkan karena program studi Hoesein Djajadiningrat adalah monodisiplin (sastra dan filsafat). Soetan Casajangan juga tidak segera pula uke tanah air. Soetan Casajangan masih menjadi ketua Indische Vereeniging. Namun untuk melanjutkan studi bagi Soetan Casajangan tidak memungkinkan lagi. Karena studi keguruan, akta MO adalah level Pendidikan tertinggi. Oleh karena Soetan Casajangan pernah menjadi asisten Prof CA van Ophuijsen dalam pengajaran bahasa Melayu di universitas Leiden, Soetan Casajangan mengajar bahasa Melayu di sekolah perdagangan Handelschool di Amsterdam.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Doktor Pertama Indonesia Jadi Guru Besar: Semuanya Berawal Studi di Belanda
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar