*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
Raden Noto Soeroto termasuk salah satu
pangeran (Pakoe Alam) dari Djokjakarta yang terbilang terpelajar di awal era
pendidikan tinggi. Seperti halnya penyair, gagasannya penuh dan beragam. Ini
juga tergambar pada perjalanan hidupnya yang pasang-surut. Raden Noto Soeroto
adalah sosok seorang pemimpin, paling tidak pernah menjadi Ketua Indische
Vereeniging di Belanda (1912-1914), namun dalam urusan pendidikannya, Raden
Noto Soeroto tidak sepenuhnya berhasil.
Kakek moyang Raden Noto Soeroto bekerjasama dengan Inggris (1811-1816), lahirlah Kadipaten Pakoealaman. Jaman telah berubah, Raden Noto Soeroto di Belanda justru lebih mempererat hubungan pribumi dengan Belanda. Visi Noto Soeroto ini berbeda dengan yang diusung oleh Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat di tanah air yang ingin memisahkan Hindia dari Belanda (tetapi bekerjasama dengan orang-orang Indo) yang kemudian lahir Indische Partij (1913). Soewardi Soerjaningrat kelak dikenal sebagai Ki Hadjar Dewantara. Raden Noto Soeroto tetap dipandang sebagai mantan ketua Indische Vereeniging di Belanda. Suatu organisasi pelajar-mahasiswa pertama di Belanda. Sejak kepengurusan Noto Soeroto (Ketua Indische Vereeniging yang kedua), orientasi Indische Vereeniging mulai sedikit bergeser rel. Mahasiswa-mahasiswa asal Sumatra yang dimotori Sorip Tagor Harahap sedikit agak gusar yang lalu membentuk sub organisasi Indische Vereeniging dengan nama Soematra Sepakat. Organisasi nasional mahasiswa yang diinisiasi oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Kasajangan di Leiden 1908 ini baru benar-benar ke relnya tahun 1922 pada era kepemimpinan Dr. Soetomo dkk (dengan nama baru Indonesische Vereeniging) dan lebih disempurnakan oleh Mohamad Hatta dkk tahun 1924 dengan nama Perhimpoenan Indonesia.
Lantas bagaimana sejarah Raden Noto Soeroto, putra pangeran Pakoealaman van Djokjakarta? Seperti disebut di atas, Raden Noto Soeroto tokoh penting di Belanda semasa awal perkembangan mahasiswa di Belanda. Ketua Indische Vereeniging 1913. Lalu bagaimana sejarah Raden Noto Soeroto, putra pangeran Pakoealaman van Djokjakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Raden Noto Soeroto, Putra Pangeran Pakoealaman van Djokjakarta; Ketua Indische Vereeniging 1913
Tidak seperti Raden Soemitro, anak bupati Koetoardjo yang berangkat studi ke Batavia tahun 1901 (di Gymnasium Willem III), Raden Noto Soeroto, pangeran (kadipaten) Pakoealaman, Djokjakarta justru berangkat studi ke Semarang. Raden Noto Soeroto menjadi salah satu dari 103 kandidat yang mendaftar di sekolah menengah HBS Semarang (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-04-1901). Dari semua kandidat ini hanya empat orang pribumi dan dua orang Cina. Selain Raden Mas Noto Soeroto, tiga pribumi lainnya yang diterima adalah Raden Bagoes Achmat, Raden Soedjono dan Raden Mas Aboeseno. Setelah lulus HBS Semarang tepat waktu pada tahun 1906.
Pribumi pertama yang diterima di sekolah HBS lima tahun di Semarang ini
adalah Raden Mas Kartono tahun 1891 (lihat De locomotief: Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 13-05-1891). Raden Mas Pandji Sosno Kartono lulus ujian
HBS tahun 1896 (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 11-06-1896). RM Kartono, berangkat ke Batavia untuk test
(De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 17-07-1896). RM Kartono,
anak ketiga bupati Djepara lalu melanjutkan studi Indologi ke politeknik di
Delft (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
20-07-1896). Namun Raden Kartono gagal di tahun ketiga. Raden Kartono tidak
patah arang. Pada tahun 1901 Raden Kartono mendaftar di Universiteit Utrech dan
diterima di faculteiten der godgeleerdheid enz (lihat Algemeen Handelsblad,
25-08-1901). Raden Kartono adalah abang dari RA Kartini.
Pada tahun 1906 ini Raden Noto Soeroto bersiap-siap berangkat studi ke Belanda. Raden Soemitro di Batavia hanya sampai lulus ujian kelas tiga HBS, tetapi berangkat ke Belanda ( seperti kita lihat nanti baru menyelesaikan sekolah HBS di Leiden pada tahun 1907). Artinya saat Raden Noto Soeroto bersiap-siap di kampong, Raden Soemitro sudah berada di Belanda.
Pada tahun 1905 Soetan Kasajangan yang sudah berada di Belanda sejak 1903
menulis di majalah dwimingguan berbahasa Melayu Bintang Hindia yang terbit di Amsterdam,
menghimbau putra-putri terbaik pribumi untuk melanjutkan studi ke Belanda.
Soetan Kasajangan memberikan penerangan dan bersama-sama dengan beberapa orang
pribumi yang sudah di Belanda bersedia untuk membantu mencarikan perguruan
tinggi dan akomodasi yang diperlukan. Boleh jadi, himbauan Soetan Kasajangan
ini boleh jadi sudah dibaca oleh siswa-siswa yang
tengah berada di sekolah menengah HBS, termasuk Raden Noto Soeroto di Semarang.
Soetan Kasajangan adalah alumni sekolah guru Kweekschool Padang Sidempoean
tahun 1887. Setelah mengabdi menjadi guru sekolah dasar di Padang Sidempoean
selama 13 tahun, Soetan Kasajangan melanjutkan studi keguruan jauh ke negeri Belanda. Himbauan Soetan Casajangan di Bintang Hindia tahun
1905 seakan seorang guru mendorong siswa untuk belajar dan terus mencapai cita-cita
tinggi. Guru tetaplah guru.
Raden Mas Noto Soeroto, setelah pamit ke orangtua di Jogjakarta, kembali ke Semarang untuk melakukan pelayaran jarak jauh ke Nederland. Dengan kapal uap ss Ophir untuk tujuan akhir Amsterdam pada bulan Juli 1906 berangkat dari Semarang (lihat De locomotief, 20-07-1906). Pada manifest kapal hanya Raden Noto Soerono yang pribumi. Setelah singgah di Batavia dan Padang kapal ss Ophir yang ditumpangi Raden Noto Soeroto ini tiba tanggal 18 Agustus di Marseille (lihat Algemeen Handelsblad, 20-08-1906). Raden Mas Noto Soeroto di Belanda mendaftar ke unversiteit di Leiden.
Di Universiteit Leiden sudah lebih dahulu Raden Kartono (dari Djepara)
dan Hoesein Djajadiningrat (dari Banten) terdaftar sebagai mahasiswa. Hoesein
Djajadiningrat mengambil bidang bahasa dan sastra. Sedangkan Raden Mas Noto
Soeroto dalam bidang hukum. Soetan Kasajangan sendiri mengikuti pendidikan guru
di Rijkskweekschool di Haarlem.
Seperti disebut di atas Raden Soemitro lulus HBS di Leiden (lihat Het vaderland, 17-07-1907). Lalu kemudian diberitakan Raden Soemitro lulus ujian masuk Indisch Ambtenaar di Belanda (lihat De courant, 07-09-1907), Nama Raden Soemitro tampaknya berkaitan dengan berita surat kabar De nieuwe courant, 11-10-1908 yang setahun kemudian memberitakan di Universiteitv te Leiden lulus ujian masuk Nederlandsc Indie Administrative Dienst Raden Soemitro
Nama
Raden Soemitro ada dua orang di Belanda. Raden Soemitro yang lulusan HBS
Semarang yang lulus tahun 1908 sudah tiba di Belanda (lihat Het vaderland,
14-08-1908). Raden Soemitro bersama saudaranya Raden Ambio lulusan HBS
Soerabaja berangkat ke Belanda pada bulan Juli 1907 (lihat Sumatra-bode,
08-07-1908). Disebiut kapal ss Kawi berangkat dari Batavia pada tanggal 14 Juli
dengan tujuan akhir Nederland dimana dalam manifes kapal terdapat nama Raden
Soemitro dan Raden Ambio. Kedua putra dari Bupati Koetoardjo ini diterima di
fakultas teknik di Delft (lihat De nieuwe courant, 10-09-1908). Disebutkan ada
empat mahasiswa yang diterima yang berasal dari Hindia, selain Soemitro dan Ambia
juga disebutkan Be Tiat Tjong dan Notodhiifingrat, Be Tiat Tjong sama-sama
lulus dengan Raden Soemitro dari HBS Semarang. Seperti disebut di atas, Raden Soemitro siswa HBS
di Batavia yang transfer ke Belanda, tahun 1908 ini sudah diterima sebagai
mahasiswa di Universiteitv te Leiden.
Lantas bagaimana dengan Raden Mas Noto Soeroto di Belanda yang telah mendaftar di Universiteit Leiden? Setelah berada di Belanda, RM Notosoeroto mulai mempersiapkan ujian nasional perguruan tinggi (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 18-08-1908). Disebutkan lulus ujian sertifikat kompetensi studi pada Universitas di Fakultas Kedokteran, Sains dan Fisika diberikan kepada, diantaranya adalah Notosoeroto. Ujian ini semacam UMPTN pada masa ini. Di universitas mana dan fakultas apa RM Notosoeroto diterima belum terinformasikan.
Pada tahun 1908 mahasiswa senior, Soetan Kasajangan menginisiasi
pembentuk organisasi pelajar-mahasiswa pribumi di Leiden. Raden Soemitro yang
belum lama menjadi mahasiswa Indologi (di Leiden) diminta Soetan Kasajangan
untuk mengirim undangan untuk pertemuan di tempatnya dalam pembentukan
organisasi. Jumlah mahasiswa sebanyak 15 orang. Pada tanggal 25 Oktober di
rumah Soetan Kasajangan dibentuk organisasi mahasiswa yang diberi nama Indische
Vereeniging. Secara aklamasi ketua terpilih Soetan Kasajangan dan sekretaris
Raden Soemitro (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 28-01-1909). Dalam pertemuaan ini turut hadir Raden Noto
Soeroto.
RM Notosoeroto diketahui studi (fakultas) hukum di Leiden (lihat De Maasbode, 01-04-1909). Disebutkan bahwa dewan redaksi majalah Melayu-Belanda untuk pemuda Hindia dan Cina, yang muncul disini di Belanda, sekarang lengkap dan terdiri sebagai berikut: Pemimpin redaksi adalah Clockener Brousson dengan anggota R Soetan Casajangan Soripada, guru Batak ternama, RM Noto Soeroto, studi hukum di Leiden, putra Pangeran Noto di Redjo dari keluarga Pakoe Alam, seorang bangsawan Jawa dan Amaroellah gelar Soetan Mangkoeto, seorang Melayu dari Pantai Barat Sumatera, mantan asisten guru di Idi di Aceh.
Dalam
hal ini tampaknya bidang studi RM Notosoeroto berubah menjadi bidang sosial
(hukum). Padahal dalam ujian nasional masuk perguruan tinggi di Belanda
Notosoetoro pada pilihan IPA (sebagaimana jurusannya di HBS Semarang). Hal serupa ini juga pernah dialami oleh Raden
Kartono yang awalnya studi di fakultas tekni Delft tetapi kemudian pindah ke Leiden
(studi sastra). Majalah yang diterbitkan tersebut adalah majalah Bandera
Wolanda (lihat Deli courant, 03-04-1909). Penerbitan majalah baru ini menjadi
semacam pengganti majalah sebelumnya Bintang Hindia yang berhenti terbit
(dimana pada awalnya Soeran Casajangan juga menjadi anggota redaksi tahun
1903-1905). Setelah satu persatu keluar dari Bintang Hindia yakni Soetan
Casajangan (melanjutkan studi keguruan), Djamaloedin (studi pertaniaan) dan
Abdoel Rivai (studi kedokteran) direkrut lagi tiga editor yang didatangkan dari
Hindia termasuk diantaranya Amaroellah. Jadi dalam hal ini RM Noto Soeroto
adalah pendatang baru dalam bidang jurnalistik (di Belanda).
RM Notosoeroto di Belanda tampaknya memiliki selera yang berbeda. Dalam sebuah artikel surat permbaca yang dimuat pada surat kabar De nieuwe courant, 10-05-1909 menyatakan sangat mengangumi bintang-bintang ksatria yang diberikan pemerintah Kerajaan Belanda kepada yang berprestasi pada setiap tahun, termasuk kegembiraanya ada sejumlah orang pribumi yang mendapatkan tanda bintang tersebut.
Berbeda sudut pandang antara
Soetan Casajangan dan Notosoeroto dalam melihat kebutuhan dan soal pendidikan bagi
pribumi. Notosoeroto mengharapkan orang pribumi yang mendapatkan bintang
menjadi lebih banyak. Boleh jadi itu karena ayahnya Notordiredjo termasuk yang
mendapatkannya. Harapan Notosoeroto dalam artikel surat pembaca itu kemudian
dikutip editor surat kabar De Preanger-bode, 19-07-1909 dan kemudian berbagai
surat kabar lainnya di Hindia. Pendapat RM Noto Soeroto tersebut telah menjadi
viral di berbagai surat kabat di Hindia maupun di Belanda. Pendapat Notosoeroto
tersebut disandingkan dengan adanya protes tentara pribumi asal Jawa di
Soerabaja beberapa waktu sebelumnya. Tentara Jawa tersebut tidak puas situasi
dan kondisi yang ada di dalam ketentaraan karena tentara pribumi dibedakan
sebagai kelas yang berbeda dengan gaji dan proyeksi karir yang tidak akan bisa
dicapai pribumi. Protes ini kemudian telah mempengaruhi pemuda pribumi
khususnya pemuda Jawa untuk memasuki dua militer. Dalam hubungannya dengan
protes itu, pendapat Noto Soeroto yang dianggap terpelajar di Belanda menjadi
sebagai angin segar di kalangan Belanda, dalam hal ini dalam pers (berbahasa)
Belanda. RM Noto Soeroto menjadi seakan dijadikan role model dalam pemuda yang
berpikiran maju, ke arah orientasi Belanda. Sebaliknya protes (mantan) tentara
itu telah memicu dan menggelinding diantara penduduk yang mulai menyadari
ketidakadilan dalam semua aspek, tidak hanya di dalam tubuh militer (berlawanan
dengan puja puji Notosoeroto tentang Belanda).
Tentu saja RM Noto Soeroto harus dimaklumi, karena masih muda. Berbeda dengan Soetan Casajangan yang sudah senior dan berpengalaman soal pendidikan pribumi di Hindia Belanda. Namun persoalannya banyak mahasiswa pribumi (dalam hal ini di Belanda) yang muda-muda termasuk Raden Soemitro (sekretaris Indische Vereeniging). RM Notosoeroto berpendapat bukan tanpa disadari, tetapi sebaliknya dengan sadar mengembangkan opini ini sambil tetap memperhatikan opini yang berbeda dari dua pihak yang berbeda (orang Belanda dan orang prbumi). Oleh karena opini Notosoeroto ini ditulis dalam pers (berbahasa) Belanda di Belanda dengan sendirinya menjadi penting dalam perhatian orang-orang Belanda baik di Hindia maupun di Belanda,
Pada bulan Juli RM Notosoeroto artikelnya dimuat di Nieuw Rotterdam
Courant yang isinya terkait dengan pendidikan pribumi (lihat De locomotief,
03-11-1909). Opini ini juga mendapat banyak perhatian. Dalam hubungan ini, RM
Notosoeroto, lewat opininya di surat kabar menjadikan namanya spesial diantara
pers Belanda. Sebaliknya, mahasiswa-mahasiswa
pribumi lainnya di Belanda tidak seperti gaya Notosoeroto yang sentripetal ke
luar, tetapi sentripugal ke dalam bagaimana mereka lancar studi, semakin banyak
pribumi yang datang studi ke Belanda dan bagaimana mengingat situasi dan
kondisi tanah air tentang penduduknya, bagaimana menumbuhkan dan membuatnya
berkembang. Opini-opini Notosoeroto sebenarnya arahnya sama dengan
mahasiswa-mahasiswa yang lainnya, seperti Soetan Casajangan, Tidak ada yang
salah;. Hanya saja pilihan tidak bergeraknya yang berbeda. Soetan Casajangan
dan kawan memulai dari belakang, dari permasalahan dasar penduduk dan (juga)
mahasiswa juga termasuk peningkatan pendidikan pribumi, sedangkan Notosoeroto
justru bergerak dari depan yang
memperjuangkan kesamaan denga orang Eropa/Belanda, seperti bintang ksatria.
Dengankata lain Notosoeroto pendekatan yang digunakannya menarik gerbong,
sedangkan Soetan Casajangan dkk dengan pendekatan mendorong gerbong. Namun
bahayanya pendekatan Notosoeroto ini memiliki implikasi bahwa hanya sebagian
kecil pribumi (termasuk dirinya) yang terbang jauh dan terbang tinggi diantara
pribumi, Sedangkan Soetan Casajangan dkk akan bergerak bersama, meski pelan
tapi pasti (karena gerbongnya besar). Boleh jadi pendekatan yang diusung Soetan
Casajangan ini yang menyebabkan mengapa sebelumnya Soetan Casajangan memerlukan
perkumpulan (sebagai wadah persatuan dan kesatuan).
Pada bulan Agustus 1909 Raden Noto Soeroto lulus ujian diploma-A (lihat De nieuwe courant, 18-08-1909). Disebutkan ujian negara universitas di Utrecht, dari tanggal 16 Agustus hingga 18 Agustus 13 orang calon diploma A antara lain yang lulus Raden Mas Notosoeroto. Ujian negara dimaksudkan untuk mendaftar di universitas. Tahun 1808 lulus ujian negara diploma-B (IPA). Pada tahun 1909 Raden Noto Soeroto lulus ujian diploma-A (Sosial). Apakah Raden Noto Soeroto berubah haluan dalam bidang pendidikan?
De Nederlander, 25-02-1910: ‘Untuk mempererat di koloni anatara Timur maupun
Barat, telah dibentuk panitia khusus, dimana Van Es, mantan chief engineer di
Hindia, sekarang di Delft, adalah ketuanya dan anggotanya adalah mrs. N. van
Zuylen-Tromp, 'J. Zileken-Baak, mrs. A. G. Rose-Molewater, RM Noto-Soeroto, and
Ny Dr. H. van Cappelle, guru, A.
Charlouis dan Rud. du Mosch, kepala perusahaan Maintz & Co. di Amsterdam,
sedangkan dewan pameran diwakili di dalamnya oleh sekretarisnya, Mr. H. van der
Mandere. Hari-hari ini, dewan pameran membagikan brosur dalam skala besar, yang
berisi semua informasi dan data yang mungkin, dan yang juga banyak pria dan
wanita terkenal berbicara tentang industri rumah tangga. Salinan akan dengan
senang hati dikirim’.
Raden Noto Soeroto dari Pakoealaman tidak sendiri di Belanda, ada tiga saudaranya yang studi di Belanda. Putra-putra Pangeran Noto di Rodjo van Pakoealaman yang terbilang menoonjol secara social (lihat De Preanger-bode, 03-03-1910). Raden Mas Notosoeroto tinggal di Daguerrestraat 130, Den Haag. Raden Noto Soeroto lulus ujian kandidat hukum di Universiteit te Leiden (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 19-06-1911). Seperti disebut di atas, Raden Noto Soeroto sangat memuji kehormatan, bintang jasa. Pada fase ini diterbitkan majalah (Jawa) di Belanda yang diterbitkan oleh Het Huis Oud en Nieuw yang diberi nama Oedaja (Oedyana Para Prajifna) dengan editor Dr Boenjamin. Dalam edisi (pertama) bulan April 1910 salah satu artikel ditulis oleh RM Notosoeroto dengan judul ‘Masa depan kita juga dalam perdagangan dan pelayaran (lihat Algemeen Handelsblad, 11-05-1910). RM Notosoerorot juga menulis artikel di majalah Het Huis Oud en Nieuw (lihat Algemeen Handelsblad juga 30-05-1910). Soetan Casajuangan menjadi editor pada majalah Bintang Perniagaan (diterbitkan oleh Fa. B.J. Rubens & Co.). Soetan Casajangan sendiri sudah lulus guru akta MO tahun 1910 dan mengajar di sekolah pedagangan Handelschool di Amsterdam.
RM Notoseoroto kembali menulis artikel di surat kabat Nieuw Rotterdam
Courant yang menyoriti peran Boedi Oetomo dalam peningkatan status kesehatan
masyarakat di Jawa (lihat Nieuwe Rotterdamsche Courant, 09-07-1910). Untuk
sekadar menambahkan Boedi Oetomo didirikan mahasiswa STOVIA pada Mei 1908 di
Batavia antara lain R Soetomo, R Goenawan dkk. Namun pada kongres pertama di
Jogjakarta pada bulan Oktober dikooptasi oleh para senior yang mana ketua
terpilih bupati Karanganjar. Seperti kita lihat nanti, setelah tiga tahun
kepengurusan BO yang baru dipimpin oleh Notokoesoemah. Namun baru satu tahun
ketua Boedi Oetomo mendapat kririik yang kemudian mengundurkan diri pada tahun
1912. Sebagai pengganti ketua dalam kepengurusan baru adalah Notodiredjo (ayah
dari RM Notosoeroto).
Sebagaimana diberitakan di Belanda, tak lama lagi diharapkan akan muncul seorang perwira kavaleri pribumi di Belanda, bernama Raden Mas Notosoeroto. Orang pribumi yang mulia ini mengenyam pendidikan di Eropa dan belajar di KMA untuk petugas cavalerie. Tahun ini dia akan menerima pangkat letnan dua (lihat De Preanger-bode, 18-10-1912). Apa yang menjadi motif Soeroto menjadi ofsir tidak diketahui secara pasti. Siswa pribumi di Belanda nyaris tidak memilih bidang ini tetapi lebih memilih bidang studi di perguruan tinggi (non militer). Tidak ada salahnya memang, setiap siswa/mahasiswa pribumi di Belanda bebas memilih preferensi massing-masing. Tentu saja ada yang pro-kontra baik diantara orang Belanda dan juga diantara orang pribumi sendiri. Raden Noto Soeroto di Den Haag 2 December diangkat menjadi luitenant der Cavalerie te 's-Gravenhage (lihat De Preanger-bode, 03-12-1913). Raden Noto Soeroto ditempatkan di korps 4e reg. huz., de kornet.
Lantas apakah yang dilakukan Raden Noto Soeroto bertentangan dengan yang
dilakukan sesama putra Pakoealaman Soewardi Soerjaningrat? Pada tahun 1913 ini
Soewardi Soerjaningrat diasingkan (bersama Douwes Dekkter dan Tjipto Mangoengkoesoemo)
di Belanda. Pada tahun 1913 ketiganya terlibat dalam Gerakan pemisahan Hindia
dari Belanda. Pada tahun ini juga Soetan Casajangan kembali ke tanah air dan
menjadi kepala sekolah guru di Fort de Kock.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Ketua Indische Vereeniging 1913: Jumlah Mahasiswa Semakin Banyak Studi ke Belanda
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar