*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini
WK
Tehupelori dan JH Tehupelori adalah dokter lulusan sekolah Docter Djawa School
di Batavia. Dua nama diantara lulusan sekolah kedokteran di Jawa yang
melanjutkan studi kedokteran ke Belanda adalah WK Tehupelori dan JH Tehupelori.
Dua dokter bersaudara ini adalah bagian dari generasi pelajar-pelajar Ambon
dalam dunia pendidikan dari masa ke masa.
Vereeniging van Inlandshe Geneeskundiga: Cara dokter pribumi mendongrak status profesionalisme dalam tatanan kesehatan kolonial. Siti Hasanah. Historia, volume 5 Nomor 1, Juli 2022. Abstrak. Profesi kedokteran penting dalam tatanan Kesehatan, bisa mengintervensi dan lokomotif kebijakan diambil para stake holder kesehatan. Pada konteks kolonialisme di Indonesia, kalangan dokter dan asosiasinya dianggap sebagai garda terdepan dalam sirkulasi pengetahuan medis. Namun yang terjadie ra Hindia Belanda terdapat problematika dualisme posisi dokter dalam birokrasi kesehatan kolonial yang mengantarkan pada dokter pribumi dan dokter Eropa tidak dalam posisi setara. Semua bermuara dari perbedaan kualifikasi pendidikan dokter pribumi dan dokter Eropa, pemerintah kolonial melanggengkan ketimpangan gaji, kewenangan dan posisi keduanya dalam birokrasi kesehatan. Sering terjadi pergesekan antara dokter pribumi dan dokter Eropa di lapangan. Beberapa situasi memanas antara dokter Eropa dan Pribumi, mendorong sekelompok dokter pribumi mendirikan perkumpulan dokter pribumi. Tahun 1909 mendirikan Vereeniging van Inlandsche Geneeskundige (VIG) yang digunakan sebagai wadah para dokter pribumi menghimpun upaya-upaya dalam penghapusan diskriminasi sosial dan materil bagi dokter pribumi serta mendongkrak profesionalisme medis para dokter pribumi.
Lantas bagaimana sejarah Tehupelory bersaudara dokter di Belanda? Seperti disebut di atas, dokter lulusan Docter Djawa School dan siswa pribumi asal Hindia banyak melanjutkan studi kedokteran ke Belanda termasuk Tehupelory. Pendidikan di Ambon masa ke masa dan guru JH Wattimena studi ke Belanda. Lalu bagaimana sejarah Tehupelory bersaudara di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Tehupelory Bersaudara Dokter di Belanda, Guru JH Wattimena Studi ke Belanda; Pendidikan di Ambon Masa ke Masa
Sehubungan dengan penerbitan majalah berbahasa Melayu Bandera Wolanda di Batavia, nama JE Tehupeiory muncul sebagai salah satu anggota redaksi. Majalah dwi mingguan Bandera Wolanda akan terbit pertama pada tanggal 15 April 1901. Dalam jajaran redaksi terdapat nama F Wiggers sebagai pemimpin redaksi (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 14-06-1901).
JE Tehupeiory masih studi di sekolah kedokteran pribumi Docter Djawa School di Batavia. Beberapa teman satu kelasnya adalah Mohamad Hamzah Harahap, M Asmaoen dan Haroen Al Rasjid Nasoetion dan WK Tehupelory. Dalam hal in sejatinya WK Tehupelory adalah abang dari JE Tehupelory. Pada bulan Desember 1901 WK Tehupelory, JE Tehupelory dkk lulus ujian naik dari kelas empat ke kelas lima (lihat De Preanger-bode, 02-12-1901). Pada tahun 1902 WK Tehupelory lulus ujian akhir dan mendapat gelar dokter djawa (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 24-11-1902). Dokter-dokter baru yang lulus tahun ini diangkat menjadi pegawai pemerintah dan ditempatkan di kota-kota yang berbeda, Haroen Al Rasjid ditempatkan di Padang dan Mohammad Hamzah di Telok Betoeng (lihat De locomotief: Samarangschhandels- en advertentie-blad edisi 29-12-1902).
Dalam perkembangannya majalah Bandera Wolanda dilikuidasi, dan kemudian majalah baru diteribitkan dengan nama Bintang Hindia. JE Tehupeiory di Bintang Hindia sebagai anggota redaksi (lihat Dagblad van Zuidholland en 's Gravenhage, 14-09-1903). Dalam suatu ekspedisi yang akan melakukan perjalanan ke Borneo termasuk JE Tehupelory (lihat Het vaderland, 24-11-1903). Disebutkan ekspedisi ini dipimpin oleh Dr. Nieuwenhuis.
Dalam perkembangannya Clockener Brousson (Belanda) dan JE Tehupelory (pribumi)
sebagai kepala redaksi di Hindia Belanda dan Abdoel Rivai sebagai kepala
redaktur pribumi di Belanda (lihat De Preanger-bode, 22-04-1904). Sementara
itu, setelah cukup lama bertugas di Batavia, WK Tehupelory dipindahkan berdinas
sebagai dokter pemerintah di Medan (lihat Sumatra-bode, 09-06-1905). Sedangkan JE
Tehupelory pada bulan Juli diberitakan diberikan lisensi untuk membuka apotik
(lihat De locomotief, 11-07-1905). Pada bulan Agustus WK Tehupelory diketahui sudah
dipindahkan di Bagan Siapi-api (lihat De nieuwe courant, 07-08-1905).
Pada bulan September 1906 muncul brosur tentang laporan Borneo yang ditulis JE Tehupelory yang diterbitkan surat kabar di Batavia (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 25-09-1906). Pada tahun 1907 JE Tehupelory diketahui sudah di Belanada. Hal ini diketahui dari Soerabaijasch handelsblad, 12-12-1907 dimana JE Tehupelory editor majalah Bandera Wolanda (suksesi Bintang Hindia) menulis dari Amsterdam.
Dalam tulisan JE Tehupelory, bahwa dia berkolaborasi dengan Clockener
Brousson. Menyebutkan tiga pemuda pribumi yang dibawa ke Belanda oleg Clockener
dengan kejam dibiarkan sendiri dan sekarang tanpa roti, tidak dapat lagi
kembali ke tanah air. Mereka itu adalah satu orang Jawa dan dua orang Sumatera
dipekerjakan disini oleh redaktur Bintang Hindia yang sudah ditutup. Mas
Songkono Jawa telah dikirim ke Belanda sebagai korektor pada Februari 1906,
Samsoedin Rassat seorang Melayu didatangkan sebagai asisten editor pada Mei
1906 dengan Clockener Brousson dan Amaroellah seorang Melayu, mantan guru
pribumi di Idi, juga berangkat ke Belanda pada September 1906 untuk membantu
editor. Penerbit Bintang Hindia berani mengeluarkan biaya besar mengingat
dukungan pemerintah saat itu. Karena Mas Soenkono tidak memenuhi syarat sebagai
korektor dan publikasi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan, penerbit
memutuskan untuk mengirimnya kembali ke kantor di Bandung pada Februari 1907
untuk bergabung dengan staf administrasi disana seperti sebelumnya. Mas
Soengkono, bagaimanapun, tidak ingin kembali ke Hindia dan karena itu
mengundurkan diri pada bulan Juni 1907, setelah berkat intervensi baik dari
Asosiasi Timur dan Barat, yang diterima di rumahnya oleh seorang mantan
Resident van Sumatra’s Westkust membantu Soengkono untuk ujian masuk sekolah pertanian di Wageningen.
Sayangnya, upaya mulia dari Soengkono yang baik ini tidak berhasil, karena
Sungkono yang malang tiba-tiba jatuh sakit pada bulan Agustus dan meninggal
dalam beberapa hari kemudian.
Lantas dimana WK Tehupelory? WK Tehupelory berangkat ke Belanda (bersama JE Tehupelory dan saudara perempuan mereka). Di Belanda disebutkan [WK] Tehupelory tampil berbicara di Indisch Genootschap di Belanda (lihat Soerabaijasch handelsblad, 30-01-1908). Perihal yang dibicarakan oleh Tehupelory adalah menyangkut posisi sekolah kedokteran Docter Djawa School/STOVIA di Hindia. Catatan: Di Belanda sudah ada sejumlah lulusan Docter Djawa School yang akan melanjutkan studi kedokteran: Dr Abdoel Rivai, Dr R Boenjamin, Dr WK Tehupelory, JE Tehupelory dan Dr R Asmaoen.
Pada bulan Oktober 1908 di Belanda, Radjioen Harahap gelar Soetan
Casajangan meminta Raden Soemitro (lulusan HBS di Belanda) yang telah diterima
di Nederlanasch Administrative Diesnt untuk mengirimkan undangan kepada semua
mahasiswa pribumi di berbagai kota di Belanda. Pada tanggal 25 Oktober di
tempat kediaman Soetan Casajangan di Leiden berkumpul 15 orang mahasiswa. Semua
setuju dengan pembentukan organisasi mahasiswa yang diberi nama Indische
Vereeniging. Lalu secara aklamasi diangkat sebagai ketua Soetan Casajangan dan
Raden Soemitro sebagai sekretaris. Catatan: WK Tehupelory pada
tahun 1908 telah berhasil menyelesaikan studi kedokterannya di Amsterdam.
Namun tidak terduga, WK Tehupelory kehilangan saudaranya. JE Tehupelory meninggal dunia di Belanda (lihat De Telegraaf, 24-12-1908). Disebutkan JE Tehupelory hari Jumat meninggal di Utrecht dalam usia 26 tahun. WK Tehupelory kehilangan seorang abang yang sama-sama studi di Docter Djawa School dan sama-sama berangkat ke Belanda pada tahun 1907. Tulisan JE Tehupelori tentang Orang Dajak mendapat perhatian luas. JE Tehupelory belum menyelesaikan studinya.
Middelburgsche courant, 29-12-1908: ‘Pemakaman dokter JE Tehupelory,
kelahiran Amboinia, yang meninggal karena kecelakaan di Utrecht, dilakukan di
pemakaman umum disana, dengan penuh minat. Sejumlah orang Hindia hadir dan
sejumlah besar rangkaian bunga menutupi usungan jenazah. Beberapa orang
berbicara di pemakaman Mr C Th. von Deventer, anggota Tweede Kamer atas nama
semua orang Belanda, Giesbera, atas nama mahasiwa NOVA. Abendanon, Graanboom, R Soetan
Casajangan Soeripada, ketua Inidische Vereeniging di Belanda dan Victon
mahasiswa di Universitas Amsterdam. Saudara almarhum mengucapkan terima kasih
atas minat dan partisipasinya’.
WK Tehupelory setelah menyelesaikan semuanya di Belanda, bersiap-siap kembali ke tanah air. WK Tehupelory telah menyelesikan studi dan telah mendapat gelar dokter (setara Eropa). WK Tehupelory akan berangkat tanggal 7 Agustus (lihat Het vaderland, 06-08-1909). Disebutkan kapal ss Koning Willem I akan berangkat tanggal 7 dari Amsterdam dengan tujuan akhir Batavia dimana di dalam manifes terdapat nama WK Tehupelory. WK Tehupelory tidak sendiri tetapi juga dengan istri. Juga ada nama nona LJ Tehupelory. Kepulangan WK Tehepelory ini ada yang kurang. JE Tehupelory telah meninggal di Belanda. LJ Tehupelory diduga nama adiknya yang sama-sama berangkat dengan almarhum tahun 1907. Abang adik ini seakan hanya mengantar saudara mereka ke Belanda (untuk selama-lamanya).
Bataviaasch nieuwsblad, 22-11-1909: ‘Di pemakaman di Utrecht
pada tanggal 23 Oktober, dilakukan pendirian monument cara yang sangat
sederhana untuk peringatan meninggalnya dokter JE Tehupelory. Banyak anggota Indische
Vereeniging dan pihak berkepentingan lainnya, termasuk Graanboom hadir. OTh van
Deren berbicara dan menyatakan: “Ketika tahun lalu banyak orang berdiri di
tempat, kami berjanji untuk tidak melupakan pemuda yang menjanjikan kehidupan
yang begitu cerah tetapi pendek. Janji untuk mengingat keahliannya, dan jerih
payahnya, sebagai contoh yang baik jadi kami berpikir, kami dapat menghormati. Dalam
lingkungan yang tinggi memang dia adalah seorang pria, yang harus diterjemahkan
ulang. Di sekolah rendah maupun di Artsensohool dia selalu menjadi yang
pertama. Setelah menyelesaikan studinya di Weltevreden, dia memulai pekerjaan
sosialnya, tetapi tidak melupakan sains atau masa depan bangsanya. Kesempatan
yang diberikan kepadanya oleh teman kami, Abeadanon, untuk membaca tulisannya
dengan kekaguman, Tak lain hanyalah sebuah simbol: seorang anak laki-laki
berbaju oriental tenggelam dan membungkuk di atas buku penuh kesedihan, sosok
kecil yang diselimuti dedaunan, yang membangkitkan ingatan akan pohon sagu
Ambon; sinar matahari terbit di latar belakang. Sekretaris Inisdishe
Vereeniging, R. Soemitro memasang batu itu, kemudian, van Deventer melanjutkan:
Soetan Casajangan, ketua Indische Vereeniging berbicara pada intinya
berterimakasih kepada asosiasi Belanda atas pendirian monument tersebut, dan kemudian
menceritakan pada bulan Desember tahun lalu, saya berdiri di tempat ini sebagai
ketua Indische Vereeniging, ketika kita mengantarkan ke Tehupelory tempat
peristirahatan terakhirnya Juga kini membuat saya merasakan hal yang sama lagi kesedihan
mendalam ketika saya mengingat kembali kehidupan muda ini, yang tiba-tiba
hancur yang tidak dapat lagi menghiasi tanah air kita yang jauh. Dalam hal ini,
saya juga mencampurkan rasa terima kasih yang mendalam kepada teman-teman
Belanda yang terus menunjukkan minat mereka yang selalu diperbarui pada
pekerjaan dan usaha kami. Tehnpelory tidak diizinkan menggunakan haknya demi
kepentingan tanah air, yang disayanginya. Yang lain akan selalu mengikuti jalan
yang dia tunjukkan dalam jumlah besar. Mr. Van Deventer dan Mr. Abendanon, kami
sangat berterima kasih bahwa Anda memberi tahu kami, bahwa Anda semua
menunjukkan tempat ini dan bahwa Anda memberi kami tugas yang tepat untuk
mengungkap tugu peringatan ini. Atas nama anggota Indische Vereeniging, saya
menerima penugasan yang diberikan oleh itu dan bersumpah dengan sungguh-sungguh
kepada Tuhan bahwa kami juga akan menyerahkan tugas pertama kami kepada penerus
kami di Belanda. Semoga monumen ini, yang ditakdirkan sejak awal Tehupeiory
selain ikatan yang semakin kuat antara Belanda dan koloni dan dengan demikian
membantu mewujudkan cita-cita almarhum. Selanjutnya, saya berterimakasih kepada
JH Abendanon, mantan direktur pendidikan di Hindia dan van Deventer’.
Kehilangan JE Tehupelory, telah menambah jumlah pelajar terbaik pribumi dari Hindia yang menjadi tidak kembali ke tanah air. Tahun yang lalu Raden Mas Soengkono meninggal saat masih studi pertanian di Wagenigen.
Jika mundur jauh ke belakang, dua yang pertama meninggal karena sakit saat
melanjutkan studi keguruan ke Belanda adalah Barnas Loebis dan Raden Soerono
tahun 1874 dan 1875 yang kemudian disusul guru mentor mereka Satie Nasoetion
alias Willem Iskander meninggal tahun 1876. Selanjutnya guru muda ME Anakota
meninggal pada tahun pertamanya di Belanda tahun 1882.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pendidikan di Ambon Masa ke Masa: Dokter-Dokter Asal Ambon
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar