*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini
Silindung
merupakan salah satu bagian wilayah Tano Batak, meliputi sebagian besar
Kabupaten Tapanuli Utara, sekarang (Tarutung, Sipoholon, Adiankoting,
Sipahutar, Garoga, Pangaribuan serta sebagian Kecamatan Pahae Jae, Pahae Julu,
Purbatua dan Simangumban. Pada masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda
membentuk Keresidenan Tapanuli pada tahun 1910. Keresidenan Tapanuli terbagi
atas 4 (empat) wilayah afdreling. Afdeling Bataklanden termasuk Onderafdeling
Silindung dengan ibu kota di Tarutung.
Bahasa Batak Toba (Hata Batak Toba) dituturkan orang Batak Toba di sekitar Danau Toba. Bahasa Batak Toba rumpun bahasa Austronesia dan bagian dari kelompok bahasa-bahasa Batak. Sistem penulisan menggunakan Surat Batak. Herman Neubronner van der Tuuk adalah salah seorang pionir awal penelitian atas bahasa Batak Toba. Bahasa Batak Toba mirip bahasa Batak Angkola dan Batak Mandailing, sehingga ketiga etnis ini lebih mudah untuk saling memahami dibandingkan dengan bahasa-bahasa Batak lainnya (Simalungun, Karo, dan Pakpak). Pengamatan awal terhadap bahasa Batak Toba dilakukan oleh orang dari luar adalah catatan para misionaris Baptis, yakni Nathan Ward, Evans Meers, dan Richard Burton, yang berkunjung ke wilayah Silindung pada tahun 1824. Mereka menilai bahwa bahasa Batak memiliki kesamaan dengan bahasa Melayu. Secara substansi, satu dari tiga kata dalam bahasa Batak sama atau mirip dengan bahasa Melayu sehingga dapat dikenali oleh pakar bahasa Melayu. Pengaruh bahasa Sanskerta pada bahasa Batak lebih besar dibandingkan pada bahasa Melayu karena ketiadaan turunan bahasa dari bahasa Arab. Karena huruf-hurufnya bersumber dari Sanskerta, maka tulisan bahasa Batak dimulai dari kiri ke kanan. (Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah bahasa Silindung dan bahasa Toba berbatasan dengan bahasa Melayu? Seperti disbeut di atas penutur bahasa Batak Toba di wilayah Silindung dan wilayah Toba. Pergeseran bahasa menjadi terbentuknya dialek bahasa. Lalu bagaimana sejarah bahasa Silindung dan bahasa Toba berbatasan dengan bahasa Melayu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
Bahasa Silindung dan Bahasa Toba Berbatasan dengan Bahasa Melayu; Pergeseran Bahasa Menjadi Dialek Bahasa
Tunggu deskripsi lengkapnya
Pergeseran Bahasa Menjadi Dialek Bahasa: Terbentuknya Dialek Bahasa Toba
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar