Senin, 27 November 2023

Sejarah Bahasa (140): Bahasa Saluan di Semenanjung Banggai; Teluk Tomini, Laut Maluku dan Laut Banda Tempo Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Saluan adalah bahasa yang digunakan di wilayah kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Bahasa ini dipakai oleh tiga etnis suku Saluan, yaitu Saluan Loinang, Saluan Obo, dan Saluan Lingketeng. Asal usul orang Saluan belum sepenuhnya diketahui. Ada yang berpendapat dari Sulawesi Selatan (Luwu) dan ada yang mengatakan orang Saluan berasal dari Maluku bermigrasi ke Sulawesi pada abad ke-14 atau ke-15. Mereka termasuk dalam kelompok masyarakat Melanau, dan bahasa mereka berkaitan dengan bahasa-bahasa yang ada di Maluku.


Suku Saluan merupakan salah satu suku bangsa yang mendiami wilayah Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Jumlah masyarakat Saluan berdasarkan sensus penduduk 2016 lebih kurang 200.000 jiwa. Masyarakat asli Saluan adalah orang Loinang yang berarti orang gunung. Hal ini sesuai dengan tempat tinggal suku asli Saluan yang sebagian besar di daerah pegunungan. Suku Saluan adalah suku besar di Kabupaten Banggai. Nama Saluan adalah salah satu dari ke tiga anak Raja yang memerintah dahulu kala, Saluan ini merupakan anak Bungsu sang Raja. Suku Saluan terbagi atas beberapa bagian yaitu Saluan Lingketeng, Saluan Loinang dan juga Saluan Obo. Yang membedakan dari ke tiga Suku ini adalah dialek bahasa yang sedikit berbeda, asal mula dari ke tiga saluan di atas pun berbeda. Saluan Lingketeng berasal dari pedalaman Kecamatan Pagimana, kemudian Saluan Loinang berasal dari pedalaman Simpang Kecamatan Simpang Raya sedangkan Saluan Obo berasal dari pedalaman perbatasan antara Kabupaten Banggai dan Kabupaten Tojo Una-Una. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Saluan di semenanjung Banggai? Seperti disebut di atas bahasa Saluan dituturkan dio kabupaten Banggai. Teluk Tomini, laut Maluku dan laut Banda tempo doeloe. Lalu bagaimana sejarah bahasa Saluan di semenanjung Banggai? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Saluan di Semenanjung Banggai; Teluk Tomini, Laut Maluku dan Laut Banda Tempo Doeloe 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Teluk Tomini, Laut Maluku dan Laut Banda Tempo Doeloe: Negarakertagama 1365

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar