*Untuk melihat semua artikel Sejarah Indonesia Jilid 1-10 di blog ini Klik Disini
Jilid terakhir buku Sejarah Indonesia adalah 10. Jilid terakhir pada era reformasi yang dimulai dari pasca 1998 ini mencakup tentang sejarah Indonesia terkait apa yang telah terjadi dan telah direformasi serta diformasi ulang dalam membentuk kerangka Republik Indonesia menuju masa depan di tahun 2045. Era reformasi ini tepat berada di masa permulaan era informasi dengan penggunaan teknologi data (digital). Jilid terakhir buku Sejarah Indonesia ini pada hakikatnya haruslah memformasi ulang Sejarah berdasarkan penggunaan teknologi data agar sesuai juga dengan generasi medsos di Republik Elektronik.
Reformasi, dalam konteks Indonesia, mengacu pada serangkaian perubahan drastis yang terjadi setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998. Gerakan ini bertujuan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial, menuju tatanan yang lebih baik dan demokratis. Latar belakang reformasi: (1) Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1998 menjadi salah satu pemicu utama gerakan reformasi (2) Munculnya ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem pemerintahan otoriter Orde Baru, yang ditandai dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta pembatasan kebebasan sipil (3) Peran mahasiswa sangat penting dalam mendorong reformasi melalui demonstrasi dan tuntutan perubahan. Tujuan Reformasi: (1) Mengganti sistem otoriter dengan sistem demokrasi yang lebih terbuka dan partisipatif (2) Memperbaiki kondisi ekonomi yang terpuruk akibat krisis dan menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan, (3) Memperbaiki sistem hukum yang timpang dan menegakkan supremasi hukum (4) Menciptakan birokrasi yang bersih, profesional, dan melayani masyarakat dengan baik, (5) Menjamin pemenuhan hak asasi manusia dan kebebasan sipil bagi seluruh warga negara (AI Wikipedia)
Lantas bagaimana sejarah reformasi era informasi generasi medsos di republik elektronik? Seperti disebut di atas, cakupan jilid terakhir buku Sejarah Indonesia haruslah memformasi ulang Sejarah berdasarkan penggunaan teknologi data agar sesuai juga dengan generasi medsos di Republik Elektronik. Lalu bagaimana sejarah reformasi era informasi generasi medsos di republik elektronik? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.
Reformasi Era Informasi Generasi Medsos Republik Elektronik; Formasi Ulang Sejarah Berdasar Teknologi Data
Narasi sejarah masa kini adalah narasi bagi generasi medsos di era Republik Elektronik. Generasi medsos adalah generasi baru yang setiap orang terhubung satu sama lain (menggunakan teknologi informasu yang smart) tanpa batas tempat dan batas waktu. Generasi baru ini berada di dalam satu tanah air (bumi) yang sama yang boleh disebut sebagai Republik Elektronik (Electronic Republic).
Generasi medsos di Republik Elektronik dapat mendiskusikan
(sharing) tentang topik dan isi teks sejarah dari berbagai tempat di dunia pada
waktu yang sama. Mereka cenderung mengabaikan apa yang dikatakan siapapun, mereka
lebih tertarik tentang apa yang bisa ditampilkan (audia-visual) yang dapat
diverifikasi. Dalam sharing mereka membutuhkan screenshot dengan tautan link
untuk bisa membandingkan satu sama lain sebelum mereka meyakininya. Itu tidak
cukup. Generasi medsos juga membutuhkan ukuran-ukuran kekinian untuk
versifikasi seperti bukti penanggalan (carbon), bukti genom (DNA), lokasi (GPS).
Oleh karena itu narasi sejarah masa kini, adalah narasi baru sejarah yang perlu
dilakukan formasi ulang yang didasarkan pada data hasil dari penggunaan teknologi
data (software dan hardware). Slogan katanya-katanya telah bertransformasi ke slogan
datanya-datanya. Ungkapan "pemilik sejarah adalah pemenang" atau
"sejarah ditulis oleh pemenang" sebagai suatu kredo di masa lalu
tidak akan berhasil sekalipun itu dipaksakan kepada generasi masa depan (next
generation) karena mereka telah memiliki cara pandang sendiri tentang apa yang
baik dan buruk serta tentang apa yang salah dan yang mana yang benar.
Penulisan (narasi) sejarah dalam 10 jilid jelas suatu pekerjaan klosal yang membutuhkan dana (uang) dan daya (waktu intelektual). Seharusnya buku 10 jilid adalah satu paket produk yang layak ‘dijual’ di marketplace, produk yang mendapat apresiasi (direkomendasi) dari satu pihak ke pihak lainnya. Namun jika produk itu cacat (error, defect) yang ditemukan oleh para pembeli pertama (tester) akan berdampak buruk pada produk, bahkan sebelum produk itu di-launching ke publik. Itu situasi dan kondisi kekinian dimana penduduk Republik Elektronik di Indonesia Sebagian besar sebagai kelompok populasi (cohort) bonus demografi. Generasi babyboomer yang tengah menyiapkan narasi buku Sejarah Indonesia dalam 10 jilid haruslah hati-hati (cermat dan presisi).
Sikap generasi medsos dalam merespon situasi dan kondisi telah berubah drastic. Mereka sangat suka terus terang dan anti terhadap kebohongan. Mereka mengerti apa itu kredo ‘boleh berbohong tetapi tidak boleh salah’, tetapi tidak mengikutinya lagi. Sebab cara berpikir mereka (genarasi tiga dimensi) bahwa semua dapat direkam (audio-visual) dan divisualisasi. Mereka juga mulai mengkritik kredo ‘boleh salah tetapi jangan berbohong’ karena mereka telah mengetahui ukuran-ukuran yang presisi mulai dari nano hingga giga yang yang dengan penggunakan teknologi informasi (computerized) yang sudah mendekati tingkat kesalahan sig-sigma (0,000009 persen). Mereka cenderung menghukum yang sala apalagi yang berbohong. Itulah dunia baru generasi medsos, generasi Next Generation (NG), yakni generasi medsos yang tidak mendengar lagi siapa anda (ascribe) tetapi mereka lebih melihat apa yang sudah anda perbuat (achieve) yang dapat mereka lacak. Rekam jejak (digital) menjadi ukuran yang lebih baru dalam cara berpikir mereka dalam menilai who is who.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Formasi Ulang Sejarah Berdasar Teknologi Data: Dating Karbon, Genom DNA, Geomorfologi dan GPS, Searching Internet dan Social Media
Tunggu deskripsi lengkapnya
*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar