Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jambi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jambi. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 September 2022

Sejarah Jambi (38): Pelabuhan Jambi Masa ke Masa Daerah Aliran Sungai Batanghari: Muara Jambi, Muara Kompeh, Muara Sabak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini   

Jauh sebelum terbentuk lapangan terbang/bandara di Jambi, peran pelabuhan di Jambi sangat penting. Pelabuhan di Jambi sudah terbentuk dari masa ke masa di daerah aliran sungai Batanghari. Pelabuhan yang ada sudah ada sejak zaman kuno. Namun dalam cararn sejarah pelabuhan di Jambi bermula di kota Jambi yang sekarang, dan kini di daerah hilir si Muara Sabak.

 

Pelabuhan Jambi awalnya terletak di kota Jambi (Boom Batu) dan tahun 1996 dipindahkan ke Talang Duku, di hilir Sungai Batanghari, 10 kilometer dari kota Jambi. Sebagian besar kegiatan di Pelabuhan Jambi, Pelabuhan Jambi menghasilkan karet, kayu lapis, dan moulding. Pelabuhan lain dalam lingkungan cabang Pelabuhan Jambi adalah Pelabuhan Kuala Tungkal dan Pelabuhan Muara Sabak. Pelabuhan Kuala Tungkal terletak di muara Sungai Pengabuan, sekitar 10 mil dari ambang luar. Dermaga Kuala Tungkal, terbuat dari beton sepanjang 156 m, saat ini lebih banyak untuk melayani kapal-kapal penumpang dengan tujuan Batam. Sedangkan Pelabuhan Muara Sabak terletak di sekitar 10 mil dari muara Sungai Batanghar. Dengan lokasinya yang strategis, Pelabuhan Muara Sabak, yang memiliki dermaga beton sepanjang 100 meter.. Pelabuhan Muara Sabak dirancang untuk menjadi pelabuhan modern yang terintegrasi dengan kawasan industri dan perdagangan. Pelabuhan ini telah dilengkapi dengan terminal petikemas, terminal barang umum, terminal curah kering, dan terminal curah cair. Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Jambi didominasi pelayanan kargo curah kering, curah cair dan peti kemas, terutama untuk komoditas batubara, pupuk, CPO, BBM, dan perdagangan barang kebutuhan pokok antar pulau. (Pelindo/Pelabuhan Jambi)

Lantas bagaimana sejarah pelabuhan Jambi masa ke masa di daerah aliran sungai Batanghari? Seperti yang disebut di atas, pelabuhan terletak di Muara Jambi, kemudian di Muara Kompeh dan pada masa ini di Muara Sabak. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan Jambi masa ke masa di daerah aliran sungai Batanghari? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 14 September 2022

Sejarah Jambi (37): Kapten Amerika Hasut Sultan Jambi Melawan Otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi; Navigasi Amerika


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Ada pahlawan Belanda, ada juga pahlawan Amerika Serikat di Hindia (baca: Indonesia). Namanya Kapten Gibson. Kisah ini sempat membuat ketegangan antara Belanda dan Amerika Serikat (1850-1853). Kapten Gibson ditangkap di Palembang karena ditudu melakukan makar, menghasut Sultan Jambi untuk melawan otoritas Pemerintahan Hindia Belanda di Jambi. Namun di penjara Batavia, Kapten Gibson berhasil melarikan diri (yang diduga difasilirasi Konsulat Amerika).


Jauh sebelum Amerika Serikat menduduki Filipina (1798, pedagang-pedagang Amerika sudah hilir mudik berdagang ke Hindia Timur (baca: Indonesia) pada era VOC/Belanda. Rute kapal-kapal Amerika saat itu Boston-Philadelpia ke Batavia melalui Afrika Selatan (lautan Hindia). Kapal Amerika ke Batavia pertama kali dilaporkan tiba di Batavia setahun setelah Amerika Serikat memproklamasikan kemerdekaannya dari Inggris (4 Juli 1774). Dalam beberapa tahun kemudia Amerika Serikat mulai melakukan aneksasi di Cuba (koloni Spanyol). Gagal. Lalu aneksadi dilakukan di Filipina. Berhasil sehingga Amerika Serikat secara resmi menjadi penguasa di Filipina tahun 1798. Pada tahun 1799 VOC/ dibubarkan dan diambilalih Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda. Kapal-kapal Amerika terus beroperasi di Hindia yang berpusat di Batavia. Pada tahun 1811 Inggris yang berbasis di India menginvasi Jawa. Kapal-kapal Amerika berpartisipasi aktif dalam mengevakuasi orang-orang Belanda di Batavia untuk dipulangkan ke Belanda (Inggris dan Amerika masih bermusuhan). Pada tahun 1816 Hindia Belanda harus dikembalikan kepada Kerajaan Belanda. Sejak itulah konsulat Amerika didirikan di Batavia dengan hak istimewa. Lalu, adakah keinginan Amerika untuk melakukan aneksasi di Hindia Belanda? Tampaknya ada, dimulai dari Jambi (dan kelak berhasil di Vietnam).

Lantas bagaimana sejarah Kapten Amerika hasut Sultan Jambi untuk melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, Amerika Serikat di Filipina sejak 1798 semakin menguat. Apakah ada maksud Amerika Serikat melakukan aneksasi di Idonesia (baca: Hindia Belanda)? Tampaknya iya, akan dimulai di Jambi. Lalu bagaimana sejarah Kapten Amerika hasut Sultan Jambi untuk melawan otoritas Pemerintah Hindia Belanda di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (36): AV Michiels dan A van der Hart; Kisah Pahlawan Belanda di Jambi, di Minangkabau dan di Angkola Mandailing


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Diantara orang Belanda di Hindia Timur (baca: Indonesia) sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda terdapat banyak pahlawan Belanda. Dua diantaranya yang kurang dikenal luas tetapi sangat membekas di wilayah Jambi, Minangkabau dan Angkola Mandailing (Tapanuli). Dua yang terpenting adalah AV Michiels dan A van der Hart. A van der Hart bukan serdadu biasa, tetapi militer humanis. Anak buah AV Michiels ini adalah penakluk Sultan Jambi di Rawas (Jambi), penakluk Tuanku Imam di Bondjol (Padangsche) dan penakluk Tuanku Tambusai di Dalu-Dalu (Tapanuli).


Di Hindia (baca: Indonesia) ada pahlawan Belanda, tentu saja ada pahlawan penduduk asli (pribumi). Pahlawan pribumi di Jambi antara lain Sultan Thaha Syaifuddin (sultan terakhir kesultanan Jambi) dan Raden Mattaher (pejuang kemerdekaan). Kedua pahlawan Indonesia di Jambi ini telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasiona. Musuh Sultan Thaha Syaifuddin bukan AV Michiels dan A van der Hart, komandan dan anah buah yang baru pulang dari Perang Jawa (1825-1830), tetapi musuh AV Michiels dan A van der Hart adalah Sultan Mahmud Muhiddin (1812-1833). Perang Padri yang mulai memuncak pada tahun 1833, akhirnya untuk menyelesaikan perang yang berlarut-larut Overste Michiels dan Letnan A van der Hart yang telah menadapat kenaikan pangka menjadi Kolonel dan Kapten ditugaskan ke Padangsche Bovenlanden untuk memburu Tuanku Imam Bonjol. Dana, berhasil tahun 1838 dimana Kapten A van den Hart dengan detasemennya berhasil masuk ke jantung pertahan Bonjol di puncak bukit. Tuanku Imam Bonmjol menyerah. Lalu tahun berikutnya Kapten A van der Hart berhasil menaklukkan pasukan Tuangki Tambusai di Dalu-Dalu. Pemerintah pusat kemudian mempromosikan AV Michiels menjadi Gubertnur Pantai Barat Sumatra (pertama), dan A van der Hart yang telah mendapat kenaikan pangkat menjadi Luitenant Kolonel menjadi Residen Tapanuli (pertama). Namun kelak keduanya mendapat nasib yang sama: AV Michiels terbunuh di Bali dan A van der Hart di Sulawesi (oleh orang pribumi).

Lantas bagaimana sejarah AV Michiels dan A van der Hart? Seperti yang disebut di atas, keduanya bahu membahu menaklukkan pasukan Sultan Jambi 1833 di Rawas. Uniknya kedua komandan dan anak buah ini berpengalaman dalam Perang Jawa dan Perang Padri dan juga keduanya mengalami nasib kematian yang sama di tangan penduduk. Lalu bagaimana sejarah AV Michiels dan A van der Hart? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 13 September 2022

Sejarah Jambi (35): Pertanian di Jambi; Produk Alam Zaman Kuno Tempo Doeloe - Produk Industri Perkebunan Modern Kini


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Jauh sebelum terbentuk pertanian di wilayah Jambi, navigasi perdagangan sungai hanya terbatas pada produk-produk hasil hutan (termasuk gading dan kulit). Produk kuno antara lain damar, kamper, kayu dan rotan. Wilayah daerah aliran sungai Batanghari kurang kondisuf untuk pertanian tanaman pangan karena kerap mengalami banjir (produk sagu mulai ditinggalkan). Penduduk di wilayah utama daerah aliran sungai Batanghari sangat tergantung beras dari impor, seperti dari Padang Lawas. Tapanoeli dan Jawa. Beras pada zaman kuno termasuk salah satu komoditi perdagangan domestic.


Pada tahun 1906 cabang Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Jambi dimulai. Hingga saat itu ketersediaan beras sangat rentan di wilayah Jambi. Pertanian sawah yang ada hanya bersifat subsisten (adakalanya untuk kebutuhan sekampung tidak mencukupi). Dua sentra beras yang terbilang masuk wilayah (kesultanan Jambi) hanya ditemukan di Kerinci dan di Merangin. Dua wilayah hulu sungai Batanghari ini surplus beras yang dapat diekspor ke wilayah hilir termasuk kota Jambi. Namun itu tidak mencukupi untuk wilayah Jambi sangat luas. Sejak zaman kuno, pertanian sawah/padi sudah dikenal. Sentra utama berada di Jawa. Namun ada perbedaan di Sumatra antara di wilayah pantai barat dan pantai timur Sumatra. Pantai barat yang berpusat di pegunungan Bukit Barisan surplus beras, sementara pantai timur selalu kekurangan persediaan beras. Pertanian sawah/padi di wilayah Merangin dan Kerinci pada dasarnya bagian dari system perdagangan beras di pantai barat Sumatra.

Lantas bagaimana sejarah pertanian di Jambi? Seperti yang disebut di atas, sejarahnya dimulai sejak zaman kuno, dimana produk zaman kuno tempo doeloe bertumbu pada hasil hutan dan pertanian sawah/padi yang terbatas. Pergeseran poduk alam menjadi produk perdagangan mulai dikembangkan perkebunan-perkebunan lada (termasuk gambir dan pinang), perkebunan kopi rakyat hingga munculnya produk industri pertanian seperti karet yang dimulai di hilir sungai Batanghari (kini era kelapa sawit). Lalu bagaimana sejarah pertanian di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (34): Pertambangan di Hulu dan Hilir Daerah Aliran Sungai Batanghari; Geomorfologi - Peta Geologi Wilayah Jambi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Dulu terdapat tambang minyak di Kenali Asam, Kota Jambi, namun ladang yang lebih potensial ditemukan di hilir sungai Batanghari. Kini di Jambi lebih populer dengan pertambangan batubara. Namun harus diingat jauh di masa lampau di zaman kuno, tembang emas ditemukan di wilayah hulu sungai Batanghari. Ini ibarat wilayah Jambi, kaya logam emas di hulu pada zaman doeloe, kini kaya produk fosil di hilir sungai Batanghari (minyak dan batubara).


Dalam sejarah pertambangan Indonesia, sejak era Pemerintah Hindia Belanda yang pertama ditemukan dan diekploitasi adalah tambang batubara. Hal ini karena masa itu energi BBM masih mengadalkan untuk kebutuhan kapal uap. Tidak terpikirkan adanya minyak di Hindia Belanda. Eksplorasi dan eksploitasi awal batubara dimulai di daerah aliran sungai Mahakam di Samarinda (1850an) dan di pantai barat Sumatra di Ombilin (1860an). Sejak eksploitasi batubara di Hindia Belanda, kapal-kapal uap Belanda tidak tergantung sepenuhnya lahi dengan produksi Inggris. Seiring dengan ditemukannya mesin diesel dalam pengembangan mobil dan mesin-mesin diesel di Eropa, penumuan awal sumur minyak diTjepoe (Jawa Tengah) memulai sejarah awal pertambangan minyak bumi. Dalam hubungan ini era pertambangan modern (batubara dan minyak bumi) dimlaui, tetapi era zaman kuno tembang emas tetap berlangsung. Yang baru adalah, selain besi adalah timah di pulau-pulau di hadapan sungai Batanghari.

Lantas bagaimana sejarah pertambangan di hilir dan di hulu sungai Batanghari? Seperti yang disebut di atas, tambang-tambang emaslah yang mendahului sebelum terbentuk wilayah Jambi yang sekarang. Dalam hubungan ini pertanyaan mengenai geomorfologi wilayah Jambi akan menjelaskan mengapa peta tambang batubara dan minyak bumi ditemukan di hilir sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah pertambangan di hilir dan di hulu sungai Batanghari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 12 September 2022

Sejarah Jambi (33): Arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang; Batang Tabir Hulu di Gunung Malintang, Muara di Batanghari


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini tipologi rumah asli penduduk Orang Batin di Merangin dijadikan sebagai symbol rumah adat Jambi. Ada juga persamaannya dengan rumah penduduk asli di Kerinci. Rumah asli Orang Batin masih dilestarikan di Rantau Panjang (kabupaten) Merangin. Apakah ada relasinya dengan rumahh adat Minangkabau? Yang jelas nama Rantau Panjang terdapat di berbagai wilayah di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya. seperti Serdang, Sumatra Utara; Ogan Ilir, Sumatra Selatan; Klantan (Malaysia).

 

Rumah Adat Jambi Kajang Lako, Rumah bercirikan panggung disebut Rumah Lamo. Rumah Kajang Lako ditetapkan sebagai identitas Jambi periode 1970-an. Penetapan bermula sayembara dilakukan Gubernur Jambi. Sayembara digelar bertajuk “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” juga merupakan semboyan Provinsi Jambi, Dari sayembara terpilih Rumah Kajang Lako atau Rumah Lamo, berasal dari arsitektur masyarakat bermarga Bathin, satu perkampungan Bathin ditemukan di Kampung Lamo, Rantau Panjang, kecamatan Tabir, kabupaten Merangin. Hingga saat ini, masyarakat Bathin masih melestarikan adat istiadat arsitektur rumah peninggalan nenek moyang. Arsitektur Rumah Kajang Lako berbentuk persegi panjang memiliki ukuran 9x12 meter. Struktur konstruksi termasuk rumah panggung dengan ukiran indah. Bagian atap Rumah Kajang Lako dinamakan dengan “Gajah Mabuk”, istilah berasal dari cerita pembuat rumah yang dimabuk asmara namun tidak mendapat restu. Atap Gajah Mabuk didesain melengkung seperti perahu, dinamakan “jerambah” atau “lipat kajang”, dan bagian atasnya disebut “kasau”. Pada bagian langit-langit terdapat pemisah dinamakan tebar layar”. Pemisah ini berfungsi menahan rembesan air hujan. Beberapa ruangan dalam Rumah Kajang Lako, diantaranya ruang pelamban, gaho, masinding, tengah, dalam, malintang, dan bauman. Ruang Pelamban berfugsi ruang tunggu para tamu, terletak di sisi kiri bangunan. Ruang Gaho berfungsi tempat penyimpanan barang dan persediaan makanan berada di sisi kiri bangunan. Ruang Masinding berfungsi tempat digelarnya ritual kenduri maupun musyawarah berada di bagian depan rumah. Ruang tengah berfungsi sebagai tempat para wanita saat penyelenggaraan kenduri, berada di bagian tengah bangunan dan tidak terpisah dari ruang masinding. Ruang dalam merupakan bagian inti bangunan. Ruang dalam berfungsi sebagai tempat tidur serta ruang makan. Ruang malintang di sebelah kanan bangunan dan menghadap ruang masinding. Ruang bauman berfungsi dapur untuk memasak, tidak memiliki lantai ataupun dinding (Kompas.com)

Lantas bagaimana sejarah arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang, Merangin? Seperti yang disebut di atas, struktur dan arsitektur rumah asli di Merangan telah diangkat sebagai tipologi rumah ada Jambi. Lalu bagaimana sejarah arsitektur Rumah Asli Jambi di Rantau Panjang, Merangin? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (32): Bahasa Jambi, Bahasa Melayu Dialek O Era Bahasa Batak Kuno; Pengaruh Minangkabau - Pengaruh Jawa?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Bahasa menunjuk bangsa. Itulah pepatah lama. Salah satu Bahasa di Nusantara/Indonesia adalah Bahasa Melayu. Bahasa Minangkabau tidak disebut Bahasa Melayu. Tetapi Bahasa Minangkabau yang bertetangga dengan Bahasa Batak/Angkola Mandailing di utara dan Bahasa Kerinci di selatan. Bahasa Melayu di Indonesia memiliki delapan puluh tujuh dialek. Tujuh dialek berada di wilayah Jambi: Tanjung Jabung Timur, Kota Jambi, Muarajambi, Batanghari, Tebo, Bungo, Sarolangun, dan Marangin.


Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, di wilayah Bangka Belitung terdiri atas lima dialek; Sumatra Selatan sembilan dialek; DKI Jakarta terdiri atas dua dialek; Jawa Barat satu dialek, yaitu dialek Betawi; Bali hanya satu dialek; NTB juga mempunyai satu dialek; Kalimantan Timur terdiri atas tujuh dialek; Kalimantan Tengah tiga dialek; Sulawesi Utara terdiri atas satu dialek; Maluku Utara terdiri atas dua dialek; Maluku terdiri atas empat dialek; Sumatra Utara terdiri atas 11 dialek, Riau terdiri atas satu dialek, yaitu dialek Pesisir dan di wilayah Kepulauan Riau terdiri atas 15 dialek. Di wilayah Lingga, Kepulauan Riau terdiri dari dialek-dialek: Rejai; Kecamatan Senayang; Posek di kecamatan Kepulauan Posek, Merawang di kecamatan Lingga, Berindat-Sebelat di Kecamatan Singkep Pesisir. Secara dialektometri, persentase perbedaan antardialek berkisar 51%—80%. Dua dialek bahasa Melayu di Sumatra Utara adalah dialek Muara Sipongi (Tapanuli Selatan) dan Sungai Sakat (Labuhan Batu),. 

Lantas bagaimana sejarah bahasa Jambi, bahasa Melayu dialek O era bahasa Batak Kuno? Seperti yang disebut di atas, Bahasa Melayu di wilayah Jambi adalah bagian dari sebaran Bahasa Melayu. Satu yang khas Bahasa Melayu di Jambi (dan di Palembang) dituturkan dengan menggunakan fonetik o. Mengapa? Apakah ada pengaruh Jawa atau Minangkabau pada era Bahasa Batak Kuno? Lalu bagaimana sejarah bahasa Jambi, bahasa Melayu dialek O era bahasa Batak Kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 11 September 2022

Sejarah Jambi (31): Sejinjang, Pulau Sungai Batanghari di Hilir Kota Jambi; Mitologi Putri Santubong-Putri Sejinjang di Serawak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana sejarah Sijinjang? Siapa yang peduli. Lantas apa pentingnya sejarah Sejinjang. Yang jelas kini, nama Sijinjang hanyalah desa kecil terpencil di luar (batas kota) metropolitan Kota Jambi. Namun sejarah tetaplah sejarah. Dalam hal ini nama Sijinjang tidak terlalu penting tetapi dimana nama itu berada sebagai suatu desa, di masa lampau adalah suatu pulau penting di tengah sungai Batanghari sebagai penanda navigasi pelayaran perdagangan. Nama Sejinjang sendiri ditemukan di Serawak sebagai mitologi (cerita rakyat).


Putri Santubong dan Putri Sejinjang adalah dua putri dari Kayangan. Ayah mereka mengutus mereka ke bumi karena ada perseleisihan dari dua negeri. Sebelum mereka berangkat, sanga ayahanda berpesan, jika tidak terjadi damai dan malahan kedua putri justru ikut berselisih di bumi, mereka tidak boleh pulang, hanya tinggal di bumi. Keduanya memihak salah satu pihak dimana Putri Santubong beperanan sebagai pahlawan perang dibantu oleh Putri Sejinjang. Namun pasca perang keduanya bersaing dan tertarik dengan Putra Serapi, pangeran mahkota yang menyebabkan kemarahan Dewa Kayangan. Putri Santubong di dalam kisah menjadi asal usul nama gunung Santubong di Kuching (konflik antara penduduk Kampung Pasir Putih dan Kampung Pasir Kuning), Serawak (Borneo Utara) dan juga asal usul nama gunung Sejinjang dan gunung Serapi (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau di sungai Batanghari, Sejinjang di hilir Kota Jambii? Seperti yang disebut di atas, mitilogi Sejinjang di Serawak adalah hal lain. Dalam hal ini nama Sejinjang di Jambi adalah dulu sebuah puplau penting tetapi kini hanya sekadar nama des/kelurahan di wilayah Kota Jambi. Lalu bagaimana sejarah pulau di sungai Batanghari, Sejinjang di hilir Kota Jambii?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (30: Pulau Berhala di Tengah Laut, Be-rhala Bukan Ber-hala; Pulau Kecil, Pernah Sengketa Antara Jambi dan K Riau


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana sejarah pulau Berhala? Yang jelas nama Berhala bukan merujuk pada berhala. Lalu apa? Yang jelas pula, nama Berhala sebagai pulau tidak hanya di Jambi tetapi juga ditemukan pulau Berhala di Sumatra Utara, tepanya di kecamatan Tanjung Beringin, kabupaten Serdang Bedagai, suatu pulau terluar Indonesia di Selat Malaka yang luasnya 2,5 Km² dengan topografi bergunung dengan hutan lebat dan pantai yang putih bersih. Lalu bagaimana dengan pulau Berhala yang kini masuk wilayah Jambi? Apakah sejarahnya penting? Yang jelas pernah diklaim Riau. Nah. lho!


Nama Pulau Berhala tak asing lagi bagi warga di Provinsi Jambi maupun Kepulauan Riau (Kepri). Tepat berada di perairan Laut China Selatan, Pulau Berhala bisa ditempuh sekitar 1,5 jam dengan menggunakan kapal cepat dari Pelabuhan Muarasabak. Luasnya tak seberapa, hanya sekitar 40 hektare saja. Berhala menjadi bagian kecil dari deretan pulau-pulau yang menghampar di perairan Laut China Selatan. Pulau ini sempat membuat heboh karena statusnya disengketakan antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Kepri sejak 2002 silam. Hingga naik meja persidangan Mahkamah Konstitusi (MK), Provinsi Kepri akhirnya dinyatakan sah atas kepemilikan Pulau Berhala. Namun, abaikan soal klaim wilayah karena toh itu sama-sama wilayah Indonesia. Yang jelas, Pulau Berhala merupakan pulau eksotis. Terpencil di ujung timur perairan Jambi, pulau ini bisa ditempuh menggunakan kapal cepat dari Pelabuhan Tanggo Rajo di Kota Jambi. Begitu menjejakkan kaki, pasir putih nan elok dengan alam yang asri langsung menyambut tamu yang datang. Di pulau ini pula terdapat sebuah bukit kecil yang di atasnya terdapat sejumlah situs sejarah. Pertama terdapat makam yang disebut Makam Datuk Paduka Berhala. Oleh masyarakat dan sejarawan di Jambi, Datuk Paduka Berhala merupakan suami dari Putri Pinang Masak yang disebut sebagai salah satu penguasa negeri Melayu Jambi keturunan Turki. Keunikan lain dari pulau ini adalah penduduknya yang mencapai 60 KK. Penduduk di Pulau Berhala sebagian besar berasal dari Jambi dan Kepri (Liputan6.com)

Lantas bagaimana sejarah pulau Berhala di tengah laut, Berhala bukan berhala? Seperti yang disebut di atas, pulau Berhala di Jambi adalah pulau kecil, namanya bukan berhala tetapi Berhala. Karena itu pernah disengkatan antara Jambi dan Riau. Ini bukti bahwa pulau itu bukan merujuk pada berhala. Lalu bagaimana sejarah pulau Berhala di tengah laut, Berhala bukan berhala? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 10 September 2022

Sejarah Jambi (29): Kota Tua Telainapura dan Kota Baru Kenali Asam; Kota Pura di Danau Alam dan Kanal Tua Awal Navigasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Semasa kecil (sekolah dasar era awal tahun 1970an) nama Kenali Asam sudah dikenal di kampong saya di Padang Sidempoean. Di dinding bis Sibualbuali ditulis nama-nama kota tujuan, seperti Medan, Padang, Sungai Penuh (Kerinci) dan Kenali Asam (Jambi). Bis Sibualbuali adalah bis yang didirikan tahun 1937 di Padang Sidempoean, oleh Soetan Pangoerabaan Pane dkk, suatu bis antar kota antar provinsi (AKAP) pertama di Sumatra (suksesinya adalah ALS). Soetan Pangoerabaan adalah ayah dari sastrawan terkenal Indonesia, Sanoesi Pane, Armijn Pane dan pahlawan nasional pendiri HMI di Jogjakarta, Lafran Pane. Bagaimana dengan Telanaipura? Saya kerap bercakap-cakap dengan kawan lama seamasa kuliah, Namanya Patriono asal Kenali Asam. Tentu kami ingat Telainapura.


Nama Telainapura mengingatkan semua orang, karena popularitas Telainapura pernah mencapai lagit nusantara pada era tahun 1980an. Itu bermula ketika kolam renang Tepian Ratu, Jambi yang dianggap penduduk sebagi tempat angker disulap Radja Mursinal Nasution menjadi kolam renang yang aman dan nyaman. Radja Mursinal Nasution semasa muda sebagai perenang Klub Prim di kolam renang Medan. Hijrah ke Jambi, putri sulungnya, perenang nasional Elfira Rosa Nasution telah menyertai adik-adiknya menjadi perenang nasional asal Jambi, Maya Masita Nasution, Elsa Manora Nasution, Kevin Rose Nasution, dan Muhammad Akbar Nasution. Ingat PON, ingat Jambi, ingat pula kolam renang Tepian Ratu di Telainapura, Jambi. Telanaipura adalah sebuah kecamatan di Kota Jambi, dimana berada Kantor Gubernur Jambi, RSUD Raden Mattaher, Perpustakaan Daerah dan Lapangan Golf. Sebagian besar kantor-kantor pemerintah provinsi Jambi di Telanaipura. Tentu saja Universitas Jambi dan UIN Sultan Thaha Saifuddin. Radja Mursinal Nasution tidak lahir di Jambi, tetapi di Banda Atjeh. Yang lahir di Djambi adalah Abdoel Hakim Harahap (1905) yang menjadi Gubernur Sumatra Utara (1951-1953) yang menginisiasi pembangunan stadion dan kolamg renang di Teladan, Medan dalam rangka penyelenggaraan PON pertama di luar Jawa (1952). Sebelum menjadi guburnur, Abdoel Hakim Harahap adalah anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan pada era Hindia Belanda, Residen Tapanoeli semasa perang revolusi dan Wakil Perdana Mentei RI di Jogjakarata semasa RIS. Ingat PON, ingat Abdoel Hakim Harahap, ingat pula stadion dan kolam renang Medan. 

Lantas bagaimana sejarah kota tua Telainapura dan kota baru Kenali Asam? Seperti yang disebut di atas, Ketika kota Telainapura belum dikenal secara nasional, nama Kenali Asam sudah dikenal di kampong saya. Kota Telainapura adalah kota tua, kota pura di area sungai/danau alam dan Kota Kenali Asam adalah area kanal navigasi perdagangan di Jambi doeloe (kini danau Sepin). Kota Telanaipura inilah yang diduga cikal bakal Kota Jambi. Lalu bagaimana sejarah kota tua Telainapura dan kota baru Kenali Asam? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (28): Geomorfologis Kota Jambi, Sungai Batanghari Air Mngalir Jauh; Sungai Mati, Danau Sipin dan Sungai Asam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya banyak kota-kota di Indonesia, Kota Jambi berada di daerah aliran sungai. Kota Jambi berada di daerah aliran sungai Batanghari. Sungai telah membentuk sendiri Kota Jambi dari zaman kuno, bahkan prosesnya masih terlihat hingga ini hari. Banjir dan sedimentasi adalah ibarat yin dan yang dalam perubahan permukaan tanah dan perubahan arus air di sungai serta perubahan danau. Memahami perubahan serupa ini di Kota Jambi kita sedang membicarakan masalah geomorfologis wilayah kota.


Ksota-kota lainnya yang dapat dipahami secara geomorfologis akibat adanya pengaruh sungai di Indonesia antara lain Jakarta, Semarang, Surabaya, Palembang, Padang, Pontianak, Banjarmasin dan Samarinda. Satu yang unik dalam geomorfologis kota Jambi adalah terjadinya sungai mati, sungai yang arus air mati, karena arus air bergeser arah. Namu sungai mati di kota Jambi berbeda dengan sungai mati di Soerabaja. Sungai mati di Kota Jambi yang sekaranfg adalah danau Spin, danai alam, karena perbuatan perilaku sungai. Danau alam juga terdapat di kota Palembang. Sementara di kota-kota lain ada ditemukan danau buatan, suatu intervensi manusia dalam mempangaruhi perilakukan sungai yang tujuannya untuk meminimalkan dampak banjir. Yang juga penting dalam hal intervensi manusia dalam mematikan tabiat sungai yang cenderung merusakan daratan dengan banjr adalah pembangunan kanal-kanal yang ditemukan di Jakarta, Semarang, Surabaja dan Padang. Yang juga kerap dilupakan dalam sial ini adalah kota Bandung, kota di pedalaman di pegunungan. suatu kota yang terkait dengan permasalahan sungai.

Lantas bagaimana sejarah geomorfologis Kota Jambi, sungai Batanghari yang airnya mengalir sampai jauh? Seperti yang disebut di atas, kota Jambi memiliki sungai mati yang kini menjadi danaau Spin yang secara geomorfologis kota yang dipengaruhi oleh perilaku sungai. Lantas bagaimana sejarah geomorfologis Kota Jambi, sungai Batanghari yang airnya mengalir sampai jauh? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 09 September 2022

Sejarah Jambi (27): Kisah Satu Sultan Jambi Jadi Pelajaran; Pemberontakan vs Intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Jambi Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Seperti (kerajaan-kerajaan) di wilayah lainnya, di wilayah yurisdiksi Kerajaan Jambi selain ada masa gemilang dan damai ada juga masa yang suram, tidak menentu, kekacauan yang pada akhirnya Pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi. Pemerintah Hindia Belanda lebih cenderung inervensi daripada aneksasi. Intervensi Pemerintah Hindia Belanda di Jambi bermula dari masa suram yang terjadi di wilayah kerajaan. Dalam hal ini kita meninjau masa dimaka kerajaan Jambi dipimpin oleh Sultan Mahmud Muhiddin (1812-1833) dan Sultan Muhammad Fakhruddin (1833-1841).


Dalam perkembangan lebih lanjut Kerajaan Jambi, pada tahun 1615 kerajaan disebut resmi menjadi kesultanan setelah Pangeran Kedah naik takhta dan menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 dengan sultan terakhirnya Sultan Thaha Syaifuddin. Dalam daftar Raja/Sultan Jambi dicatat sebagai berikut (Wikipedia): Sultan Abdul Kahar (1615-1643); Pangeran Depati Anom/Sultan Abdul Djafri/Sultan Agung (1643-1665) Raden Penulis/Sultan Abdul Mahji/Sultan Ingologo (1665-1690) Raden Tjakra Negara/Pangeran Depati/Sultan Kiyai Gede (1690-1696) Sultan Mochamad Syah (1696-1740) Sultan Sri Ingologo (1740-1770) Sultan Zainuddin/Sultan Anom Sri Ingologo (1770-1790) Mas’ud Badaruddin/Sultan Ratu Sri Ingologo (1790-1812) Sultan Mahmud Muhiddin/Sultan Agung Sri Ingologo (1812-1833) Sultan Muhammad Fakhruddin bin Mahmud (1833-1841) Sultan Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud (1841-1855) Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin (1855-1858) Sultan Ahmad Nazaruddin bin Mahmud (1858-1881) Sultan Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman (1881-1885) Sultan Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad (1885-1899) Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin (1900-1904).

Lantas bagaimana sejarah kisah Sultan Jambi yang menjadi pelajaran? Seperti yang disebut di atas, Kerajaan Jambi sudah lama eksis dan perannya juga tetap penting pada era VOC/Belanda. Seiring waktu, zaman telah berubah, perubahan itu semakin drastic pada er Pemerintah Hindia Belanda. Pada era Pemerintah Hindia Belanda inilah diktehui catat tentang kisah Sultan Sultan Mahmud Muhiddin. Lalu bagaimana sejarah kisah Sultan Jambi yang menjadi pelajaran? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (26): Benteng Jambi pada Era VOC/Belanda hingga Era Hindia Belanda; Kasteel Fort Redoute Defensief Kampement


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Apakah ada bentang di Jambi? Dimanakah posisi GPS Benteng Jambi. Dua pertanyaan ini tentulah penting dalam sejarah Jambi, karena bagian tidak terpisahkan dari sejarah (perjuangan) di Jambi. Seperti umumnya di wilayah lain, dimana dulu dibangun benteng, pada era Pemerintah Hindia Belanda bahkan sejak era VOC/Belanda, kerap dijadikan sebagai area dimana kota bermula, yang mana banyak kota-kota besar di Indonesia masa kini bermula di dalam benteng dari sekitar benteng. Kita sekarang berbicara tentang benteng di tengah Kota Jambi.


Benteng-benteng di Indonesia (baca: Nusantara/Hindia Timur) pada hakekatnya baru dimulai, dicatat pada era Portugis. Salah satu benteng Portugis yang terkenal di berada di Amboina, Fort Victoria. Benteng ini menjadi symbol awal pendudukan dan koloni Belanda di Hindia Timur tahun 1605. Seiring dengan relokasi pusat perdagangan Belanda dari Amboina ke Jakarta, 1619 dibangun benteng yang jauh lebih besar yang dikenal sebagai Kasteel Batavia. Benteng VOC/Belanda lambat laut semakin banyak, semakin meluas di berbagai wilayah seperti di Banten, Padang, Bogor, Semarang, Soerabaja dan Palembang. Benteng (fort) tersebut ada yang menjadi monument sejarah Belanda dan ada yang terus dipertahankan dan bahkan direnovasi untuk tujuan lain, seperti Fort Noordwijk di Batavia/Jakarta yang pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Fort Frederik Hendrik (kini area Masjid Istiqlal). Pada era Pemerintah Hindia Belanda di wilayah dimana cabang pemerintahan didirikan juga dilakukan pembangunan yang lebih kecil (redoute). Semakin penting fungsi militer dalam mendukung cabang pemerintah, fort dan redoute yang ada mulai dikembangkan menjadi suatu garinisun militer (defensief kampement). Garnisun militer inilah yang kita kenal masa ini sebagai sebagai markas militer dimana pusat komando militer berada (KODIM).

Lantas bagaimana sejarah benteng Jambi, era VOC/Belanda hingga era Hindia Belanda? Seperti yang disebut di atas, keberadaan benteng Belanda di Jambi sudah lama ada bahkan sejak era VOC/Belanda. Benteng (fort) di Jambi ini terus dipertahankan sebagai pertahanan (redoute). Lalu bagaimana sejarah benteng Jambi, era VOC/Belanda hingga era Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 08 September 2022

Sejarah Jambi (25): Pendidikan di Wilayah Jambi; Dimana Mulai, Siapa Inisiasi. Kapan Diselenggarakan, Bagaimana Dilaksanakan?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Mengapa diperlukan pendidikan tidak perlu ditanyakan. Namun bagaimana sejarah pendidikan di (wilayah) Jambi, utamanya pada era Hindia Belanda? Tampaknya kurang terinformasikan. Ada buku berjudul Sejarah Pendidikan Daerah Jambi yang dikarang Abdurachman dkk. Akan tetapi sulit diakses. Okelah. Itu satu hal. Bagaimana sejarah pendidikan di (wilayah) Jambi tentulah menarik diperhatikan: dimana dimulai, siapa memulai. kapan dilaksanakan, dan bagaimana diselenggarakan?


SEJARAH PENDIDIKAN DAERAH JAMBI. Pengarang: ABDURACHMAN, SURYOMIHARJO, A.B. LAPIAN, BAMBANG SUMADIO, SUTRISNO KUTOYO, MASJKURI. Penerbit: DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. 1980/1981 (150 halaman). Beberapa perubahan yang terjadi sebagai akibat masuknya serta berkembangnya agama Islam di daerah Jambi diantaranya berkembangnya pendidikan Islam yang ditandai dengan adanya langgar-langgar dan madrasah-madrasah pada ketika ini terutama hanya mengajarkan pelajaran agama, kemudian dalam perkembangan selanjutnya ada juga madrasah yang menambahkan ilmu pengetahuan umum. Pada abad ke-20, peranan pendidikan pemerintah Hindia Belanda di daerah Jambi masih terbatas pada didirikannya Sekolah Desa (Volkschool) tiga tahun, dan Sekolah Rendah 5 tahun (Vervolgschool). Adapun sekolah-sekolah Pergerakan Nasional seperti Taman Siswa dan lain-lain pada umumnya tidak sempat menjangkau daerah Jambi. Pada zaman Jepang pendidikan ditujukan untuk kepentingan perang yang sedang dilaksanakan oleh Jepang. Sekolah-sekolah zaman Belanda hanya ditukar namanya dalam bahasa Jepang. Keadaan ini barulah berubah setelah kemerdekaan Indonesia, dimana secara berangsur-angsur dilaksanakan pembangunan pendidikan. (https://www.pustaka-bpnbkalbar.org/pustaka/sejarah-pendidikan-daerah-jambi)

Lantas bagaimana sejarah awal pendidikan di wilayah Jambi? Seperti yang disebut di atas, kurang terinformasikan. Namun sejatah tetaplah sejarah. Lalu bagaimana sejarah awal pendidikan di wilayah Jambi? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.