Minggu, 11 September 2022

Sejarah Jambi (31): Sejinjang, Pulau Sungai Batanghari di Hilir Kota Jambi; Mitologi Putri Santubong-Putri Sejinjang di Serawak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana sejarah Sijinjang? Siapa yang peduli. Lantas apa pentingnya sejarah Sejinjang. Yang jelas kini, nama Sijinjang hanyalah desa kecil terpencil di luar (batas kota) metropolitan Kota Jambi. Namun sejarah tetaplah sejarah. Dalam hal ini nama Sijinjang tidak terlalu penting tetapi dimana nama itu berada sebagai suatu desa, di masa lampau adalah suatu pulau penting di tengah sungai Batanghari sebagai penanda navigasi pelayaran perdagangan. Nama Sejinjang sendiri ditemukan di Serawak sebagai mitologi (cerita rakyat).


Putri Santubong dan Putri Sejinjang adalah dua putri dari Kayangan. Ayah mereka mengutus mereka ke bumi karena ada perseleisihan dari dua negeri. Sebelum mereka berangkat, sanga ayahanda berpesan, jika tidak terjadi damai dan malahan kedua putri justru ikut berselisih di bumi, mereka tidak boleh pulang, hanya tinggal di bumi. Keduanya memihak salah satu pihak dimana Putri Santubong beperanan sebagai pahlawan perang dibantu oleh Putri Sejinjang. Namun pasca perang keduanya bersaing dan tertarik dengan Putra Serapi, pangeran mahkota yang menyebabkan kemarahan Dewa Kayangan. Putri Santubong di dalam kisah menjadi asal usul nama gunung Santubong di Kuching (konflik antara penduduk Kampung Pasir Putih dan Kampung Pasir Kuning), Serawak (Borneo Utara) dan juga asal usul nama gunung Sejinjang dan gunung Serapi (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah pulau di sungai Batanghari, Sejinjang di hilir Kota Jambii? Seperti yang disebut di atas, mitilogi Sejinjang di Serawak adalah hal lain. Dalam hal ini nama Sejinjang di Jambi adalah dulu sebuah puplau penting tetapi kini hanya sekadar nama des/kelurahan di wilayah Kota Jambi. Lalu bagaimana sejarah pulau di sungai Batanghari, Sejinjang di hilir Kota Jambii?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*. Peta 1695

Pulau di Sungai Batanghari, Sejinjang di Hilir Kota Jambi; Mitologi Putri Santubong dan Putri Sejinjang di Serawak

Apakah ada yang memperhatikan nama pulau Sejinjang dan sejarah Pulau Sejinjang? Tampaknya tidak ada. Oleh karenanya tidak ada yang tertarik dengan pulau Sejinjang dan karena itu pula tidak ada yang menarasikan sejarah Pulau Sejinjang. Oleh karenanya kita mulai disini (dari sini). Pertanyaan pertama, mengapa tidak ada yang menyebut nama Pulau Sejinjang pada masa ini?


Pulau Sejinjang sudah lama eksis di tengah sungai Batanghari. Boleh jadi sudah eksis sejak zaman kuno. Sebagai pulau yang sudah eksis sejak zaman kuno, menarik untuk ditanyakan mengapa pulau ini tetap eksis, sementara banyak pulau-pulau yang terbentuk di tengah sungai Batanghari telah hilang (terkikis oleh arus sungai). Jika pulau Sejinjang sudah eksis sejak zaman kuno, bagaimana pulau itu terbentuk? Yang jelas keberadaan pulau Sejinjang sudah diidentifikasi pada Peta 1695. Pulau ini berada di hilir kota Jambi. Satu pertanyaan yang memerlukan perhatian tentang pulau Sejinjang ini adalah elevasinya dari masa ke masa dan secara geologi pulau terbentuk dari apa?

Disebut Pulau Sejinjang karena wujudnya memang suatu pulau. Pulau tidak hanya di laut, tetapi juga di danau dan di tengah sungai. Tentu saja pada masa ini wujud pulau ini di sisi sungai Batanghari tidak kentara lagi karena perairan (arus sungai) yang memisahkan pulau dengan daratan telah  menyempit menjadi hanya sungai/kanal kecil. Kanal/sungai kecil ini mengambil arus di hulu dan bermuara di hilir Bersama dengan muara sungai Kompeh. Catatan: sungai Kompeh berhulu di pedalaman arah selatan kota Jambi, di kota.kampong Arang-Arang terbagi dua satu cabang ke utara bermuara di sungai Batanghari di pulau Sejinjang dan satu cabang yang lain kea rah selatan yang juga bermuara di sungai Batanghari di Muara Kompeh.


Temppe doeoloe nama pulau adalah Sidjindjang, tetapi nama Sijinjang kini hanya disebut Sejinjang. Apakah itu ada perbedaan? Tentu saja tidak soal fonetik tetapi soal makna. Tampaknya jaman dulu nama Sidjindjang juga bukan nama sebenarnya tetapi perubahan fonetik dari sebutan yang umum di masa lampau. Nama Sejinjang kini hanya terkesan sebagai sekadar nama saja, tidak memiliki makna apa-apa, seperti nama-nama tempat yang berasal dari era Hindoe/Boedha. Akan tetapi nama sejinjang diduga kuat nama local yang memiliki makna. Apakah si-djindjang atau si-jinjang berasal dari bahasa setempat?

Pada Peta 1936 Pulau Sidjindjang (P. Sidjindjang) masih diidentifikasi sebagai pulau yang nyata yang ditandai secara navigasi sebagai perairan yang masih lebar antara pulau dengan daratan, Artinya perairan ini masih dapat dilayari oleh perahu atau kapal. Hal ini karena di sisi daratan terdapat kota/kampong Sidjindjang, suatu pemukiman tua dengan mangambil nama dari nama pulau. Jadi dalam hal ini pulau Sidjindjang adalah satu hal dan kampong Sidjindjang adalah hal lain lagi. Yang jelas pada masa kini perairan yang membatasi kampng Sejinjang dan pulau Sejinjang diidentifikasi sebagai Sungai Kompeh (mengapa bukan sungai Sejinjang?)

 

Satu hal yang khusus yang perlu diperhatikan di Kawasan pulau Sejinjang ini adalah tentang pulau sendiri, nama kampong Sidjindjang dan muara sungai Kompeh. Sungai Kompeh yang mengalir menuju sungai Batanghari secara garis lurus tetapi berbelok dengan tajam mengikuti arah sungai Batanghari, lalu bermuara di sungai. Antara titik belok sungai dengan sungai Batanghari seakan menggambarkan suatu tanjong. Pada sisi lain tanjong ini beseberangan dengan suatu kampong di sungai Kompeh dengan nama Moera Koempeh Hoeloe (merujuk pada nama kampong/kota Moera Kompeh di hilir (cabang sungai kompeh ke selatan di sungai Batanghari). Pertanyaannya: apakah pembentukan pulau dan tanjong memiliki sifat geologi yang sama? Hal lain yang perlu diperhatikan di Kawasan ini berdasarkan Peta 1936, kampong Sidjindjang bertetangga dengan kampong Kasang di arah hulu sisi sungai (tidak jauh dari danau Tebat). Di seberang kampong Sidjindjang dan Kasang di sisi utara sungai Batanghari terdapat pemukiman/kampong deengan nama Tandjoeng Djohor (tetangganya kampong Niasa). 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mitologi Putri Santubong dan Putri Sejinjang di Serawak: Relasi Jambi dan Borneo Tempo Doeloe

Sidjindjang juga terdapat dalam mitologi di Serawak, Putri Santubong dan Putri Sejinjang, dua nama putri Kayangan yang telah dilestarikan di Serawak sebagai nama-nama gunung. Bagaimana dengan nama Sidjindjang di Jambi? Yang jelas ada nama tempat di Jambi yang disebut Pulau Sejinjang. Nama Sidjindjang adalah nama yang unik, hanya ditemukan di Jambi dan di Serawak. Apakah ada relasi nama Sidjindjang diantara dua tempat?Seperti dikutip di atas, nama Sidjindjang juga terdapat dalam mitologi di Serawak, Putri Santubong dan Putri Sejinjang, dua nama putri Kayangan yang telah dilestarikan di Serawak sebagai nama-nama gunung. Bagaimana dengan nama Sidjindjang di Jambi? Yang jelas ada nama tempat di Jambi yang disebut Pulau Sejinjang. Nama Sidjindjang adalah nama yang unik, hanya ditemukan di Jambi dan di Serawak. Apakah ada relasi nama Sidjindjang diantara dua tempat?


Di bumi Santubung mengajar menenun dan Sijinjang mengajar menumbuk padi. Santubung sang kakak dan sang adik Sijinjang. Dalam perselisahn antara Santubung dan Sidjindjang, sang adik memukul sang kakak dengan alu, lalu benjol di kepala, dan kemudian dibalas dengan menikam sang adik di kepala sehinga darah/otak berceceran. Lalu kemudian Dewa Kayangan menarik mereka ke kayangan. Dari sinilah nama gunung yang tampak benjol disebut gunung Santubung dan pulau-pulau di sebelang sungai yang tampak berserakan disebut pula Kera. Di sekitar dua Kawasan ini terdapat Kawasan yang disebut Semula Jadi. Lantas apa arti Santubung, Sejinjang dan Semula Jadi. Santubong dalam bahasa Iban diartikan keranda (tempat orang mati ke kubur). Lalu apa arti Sejinjang?  Dari berbagai bahasa yang berhasil dihimpun, ketiga nama itu ditemukan dalam bahasa Batak Angkola Mandailing di pnatai timur Sumatra: Santubung merujuk pada tubung yang dalam bahasa Angkola Mandailing adalah kerucut sangkar ayam dari kulit bamboo; jenjang/jenjeng dalam bahasa Angkola Mandailing adalah si kecil yang manja; Mulajadi adalah awal terjadinya tuhan, Mulajadi na Bolon=awal mula tuhan yang maha besar. Sebagai tambahan gunung Kinabalu diduga berasal dari bahasa Angkola Mandailing Ina-bolon=ibu yang maha besar atau inabulu=ibu yang melahirkan. Sungai Kinabatangan adalah sungai ibu, batang dalam bahasa Angkola Mandailing adalah sungai. Di Serawak sebelum terbentuk kota Kuching/Serawak ada dua kota tua yakni Sibu dan Bintulu. Sibu mirip nama kota Siabu dan Bintulu mirip nama kota Bintuju di Angkola Mandailing. Bahkan nama Brunai diduga berasal dari dari nama di Angkola Mandailing, sungai Baroemoen dan sungai Panai (gabungan Baroe-Nai). Sungai yang bermuara di Brunai disebut sungai Limbang, suatu marga Batak, Di Siabu masa ini ditemukan candi kuno yang berasal dari abad ke-8 dan di pertemuan sungai Barumun dan sungai Panai terdapat belasan candi yang berasal dari abad ke-11. Masih banyak nama-nama tempat Bornoe Utara yang mirip dengan nama-nama tempat di Tanah Batak.

Besar dugaan bahwa nama pulau Sijinjang di Jambi diduga merujuk pada mitologi di Serawak Santubung dan Sejinjang. Hal itu karena dalam mitologi di Serawak Santubung menjadi nama gunung dan Sejinjang menjadi pulau-pulau kecil. Antara gunung dan pulau-pulau ini terbentuk sungai yang diberi nama sungai Santubung (merujuk pada nama gunung). Namun bagaimana relasi wilayah Jambi dan wilayah Brunai/Serawak dengan wilayah Tanah Batak? Satu yang pasti tentang kampong Sidjindjang di tepian sungai Batanghari adalah kota/kampong Kasang, suatu nama kota di Tanah Batak, yakni kota Hasang.


Dalam laporan seorang utusan Portugis, Mendes Pinto yang berangkat dari Malakan ke ibu kota Kerajaan Aru Batak Kingdom di pantai timur Sumatra tahun 1537 mencatat Kerajaan Aru Batak Kingdom memiliki kekuatan 15.000 pasukan, dimana delapan ribu orang Batak dan sisanya didatangkan dari Jambi, Indragiri, Minangkabau, Brunai dan Luzon. Menurut Mendes Pinto (1537-1539) dalam bukunya, juga disebutkan bahwa sebelum kehadiran Portugis di Malaka (1511), Kerajaan Aru pernah menyerang Kerajaan Malaka, dan selalu Kerajaan Malaka takut kepada Kerajaan Aru. Dua kerajaan ini hanya dipisahkan oleh Selat Malaka. Pusat Kerajaan Aru berada di daerah aliran sungai Barumun/Panai (tempat dimana ditemukan puluhan candi). Kerajaan Aru di sungai Barumun adalah sukses Kerajaan Panai (lihat Negarakertagama 1365) dan prasasti Tanjore (1030). Kerajaan Panai diduga beribukota di Minanga (lihat prasasti Kedoekan Boekit (682 M).   

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar