*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Pulau Geulis dan Lebak Pasar ibarat pulau di tengah
lautan dan pantai daratan. Tidak terpisahkan satu sama lain. Kedua area ini
berada di satu lembah yang dipisahkan oleh sungai Ciliwung. Oleh karena itu
‘mereka’ tetap terikat hingga ini hari sebagai satu kelurahan: Kelurahan Babakan
Pasar, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor. Keterikatan mereka sebagai satu
wilayah bukanlah baru-baru ini, tetapi, bahkan sudah sejak lama, sejak namanya
secara geografis diidentifikasi dengan nama Poelaoe Poetri. Disebut Pulau
Geulis baru belakangan.
Pulau Geulis di Babakan Pasar (Peta 1900); Jembatan Otista (1903) |
Seperti halnya Sempur, saya kenal betul dengan wilayah
(kelurahan) Babakan Pasar ini, paling tidak pada awal tahun 1980an saya kerap
berkunjung ke tempat teman-teman yang berada di dekat Jalan Otista yang disebut
Lebak Pasar. Area Lebak Pasar ini berbatasan di hilir sungai dengan Kebun Raya
dan di sisi utara sungai dengan kelurahan Baranang Siang. Tidak hanya itu dari
area Lebak Pasar juga bisa akses ke jalan Pulau Geulis melalui jembatan bambu
(kini pulau hanya dihubungkan jembatan ke arah utara di jalan Riau). Pulau ini
satu kesatuan wilayah dengan Lebak Pasar dan karena itu Pulau Geulis masuk
kelurahan Babakan Pasar (hingga ini hari). Tempo doeloe seingat saya Lebak
Pasar disingkat Elpas (L-Pas) dan Pulau Geulis sering dikunjungi warga Elpas
karena pulaunya memang benar-benar cantik. Seberang sungai dari kampong Lebak
Pasar adalah kampong Babakan Pendeuy.
Pulau Geulis dan Lebak Pasar bukanlah kampong biasa,
meski belakangan ini terkesan biasa-biasa saja. Pulau Geulis sudah ada
penghuninya sejak lama, sejak adanya pasar. Nama Lebak Pasar muncul seiring
dengan adanya pasar Buitenzorg, namun tidak begitu jelas apakah pada era VOC
atau era Pemerintah Hindia Belanda. Yang jelas nama Lebak Pasar dan nama Pulau
Geulis sudah lama adanya. Sebelumnya nama Poeloe Poetri disebut sebagai Pulau
Gadis (het eiland der Jonkvrouw). Kampong yang berada di pulau disebut Kampong
Poelo (tempat prostitusi). Karena itu ada juga yang menyebutnya sebagai Noesa
Lara[ng] (menurut KF Holle pulau terlarang). Untuk menambah pengetahuan, mari
kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.