*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Sejatinya Luitenant Patingi adalah orang pertama yang
membuka ruang (wilayah) di hulu sungai Tjiliwong. Luitenant Patingi adalah
pemimpin pasukan pribumi pendukung militer VOC yang ditugaskan oleh Gubernur
Jenderal VOC untuk melakukan eksplorasi wilayah. Ekspedisi pendahulu ini
kemudian disusul ekspedisi yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio. Dua
ekspedisi ini berlangsung pada tahun 1687. Tim ekspedisi Luitenant Patingi
berangkat dari Batavia tanggal 21 Juli 1687.
Pemerintah VOC sudah sejak lama
merekrut orang pribumi dari berbagai daerah untuk dijadikan sebagai pasukan
pendukung militer VOC. Dua nama penting dalam gugus pasukan pribumi ini adalah
Capitein Jonker dan Aroe Palakka. Pasukan Aroe Palakka berpartisipasi aktif
dengan pasukan Admiral Cornelis Spelman dalam menaklukkan Kerajaan Gowa (1669).
Sebelumnya pasukan Aroe Palakka telah membantu Majoor Poolman dalam pengusiran
Atjeh dari Padang (1666). Sementara pasukan Capitein Jonker telah
berpartisipasi aktif dalam mengatasi kemelut di Kesultanan Banten (1682) dan dalam
perang dengan Mataram. Pasukan-pasukan pribumi pendukung militer VOC ini juga
yang kemudian mengawal Batavia (termasuk menjaga benteng-benteng) dari
kemungkinan ancaman dari Mataram dan Banten. Para pemimpin pasukan diberi hak
untuk menguasahakan lahan (semacam konsesi).
Bagaimana eskpedisi
ke hulu sungai Tjiliwong yang dipimpin Pieter Scipio ke hulu sungai Tjiliwong
hingga selatan Jawa dan siapa Luitenant Patingi kurang terinformasikan dengan
baik. Padahal dua orang ini adalah orang yang berjasa bagi Pemerintah VOC
ketika tanah dan penduduk akan dijadikan subjek di daerah hulu sungai Tjiliwong.
Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Sersan
Pieter Scipio dan Luitenant Patingi: Kampong Baroe
Sebelum ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong
dimulai, terlebih dahulu dilakukan perjanjian dalam bentuk plakat yang dikenal
sebagai Placaat 20 Juli 1687 (lihat Geschiedenis van Buitenzorg, 1902). Plakat
ini ditandatangani pada tanggal 20 Juli 1687. Plakat ini bukan perjanjian
antara Pemerintah VOC dengan Sersan Pieter Scipio dan Luitenant Patingi, tetapi
perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Luitenant Tanoe Djiwa yang akan
ditempatkan di hulu sungai Tjiliwong sebagai orang yang ditinggikan posisinya
sebagai pemimpin wilayah.
Sejak
1666 kebijakan Pemerintah VOC dimulai dengan kebijakan baru dimana penduduk
dijadikan sebagai subjek. Perjanjian Placaat 20 Juli 1687 dibuat merujuk pada
perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Mataram (Tractaat van 1677) dan
perjanjian antara Pemerintah VOC dengan Bupati Soemedang. Dengan demikian,
ekspedisi pertama ke hulu sungai Tjiliwong tidak sekadar eksplorasi wilayah
(yang belum pernah dimasuki oleh orang Eropa-Belanda) tetapi juga untuk
okupasi, penempatan pemimpin lokal yang akan menjadi partner Pemerintah VOC.
Sebagaimana biasanya, kehadiran Pemerintah VOC di suatu wilayah selalu dimulai
dengan dasar hukum tetap (placaat) yang menjadi dasar legitimasi kehadiran para
pedagang-pedagang VOC.
Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van NI, 1878 |
Luitenant
Tanoejiwa dan Luitenant Patingi
Patingi dinaikkan
pangkatnya menjadi Luitenant (lihat Daghregister 19 November 1686). Tugas
Luitenant Patinggi adalah untuk pengawasan (patroli). Luitenant berada di bawah
komando Majoor Saint Martin (komandan militer VOC). Kenaikan pangkat ini diduga
kuat karena Patingi telah berpartisipasi aktif dalam perang Banten (1682-1684)
di Tangerang.
Awalnya Capitein Jonker yang dikirim ke
Banten. Namun hasilnya sangat buruk dan sejumlah tentara Eropa-Belanda
ditangkap dan ditahan. Untuk mengatasi situasi di Banten dan untuk membebaskan
para tahanan kemudian dikirim Majoor Saint Martin. Hasil dibuat suatu
perjanjian dan para tahanan dibebaskan pada tahun 1682. Prestasi Majoor Saint
Martin ini kemudian diberikan hadiah oleh Pemerintah VOC berupa lahan subur di
Tjinere dan Pondok Terong (Tjitajam) pada tahun 1684. Dalam hal ini, ketika
dilakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dan menjadikan penduduk sebagai
subjek, Majoor Martin sudah membuka lahan di sisi barat sungai Tjiliwong (Pondok
Terong). Majoor Saint Martin adalah tentara profesional yag terpelajar dan
memiliki minat yang kuat adalam botani. Majoor Saint Martin menguasai bahasa
pribumi (paling tidak bahasa Melayu). Nanti pada berikutnya, pada tahun 1695
Cornelis Chastelein membuka lahan di antara land Tjinere dan land Pondok Terong
di Seringsing (Serengseng).
Dalam ekspedisi
pertama ke hulu sungai Tjiliwong tiga pasukan yang dikerahkan mewakili fungsi
yang berbeda-bedan. Pasukan Luitenant Patinggi untuk membuka ruang, pasukan
Luitenan Tanoedjiwa untuk tugas keamanan wilayah. Sedangkan Sersan Pieter
Scipio sebagai perpanjangan tangan Pemerintah VOC.
Luitenant Patinggi sebagai fungsi
patroli adalah komandan pasukan pribumi yang bersifat mobile (semacam Kostrad
pada masa kini). Sedangkan Luitenant Tanoedjiwa sebagai komandan pasukan
pribumi untuk fungsi teritorial (semacam Pangdam masa ini). Dalam tugas ini
hanya pasukan Luitenant Tanoedjiwa yang akan menetapa. Pasukan Luitenant
Patinggi selesai bertugas pada tanggal 3 September 1687. Total hari bertugas
Luitenan Patinggi dan pasukannya di hulu sungai Tjiliwong selama 43 hari (sejak
21 Juli 1687).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar