*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Daerah hulu sungai Tjiliwong dan daerah Priangan menjadi magnet tersendiri bagi Pemerintah dan para pedagang VOC (di Batavia). Meski letaknya yang sangat dekat dari pusat VOC di Batavia, tetapi sempat terabaikan (tidak menjadi prioritas). Sehubungan dengan kebijakan VOC yang bergeser dari kebijakan perdagangan yang longgar dengan kota-kota pantai, menjadika kebijakan yang mana penduduk menjadi subjek, wilayah hulu sungai Tjiliwong menjadi prioritas (yang juga meratakan jalan menuju Priangan). Sejumlah ekspedisi dilakukan.
Daerah hulu sungai Tjiliwong dan daerah Priangan menjadi magnet tersendiri bagi Pemerintah dan para pedagang VOC (di Batavia). Meski letaknya yang sangat dekat dari pusat VOC di Batavia, tetapi sempat terabaikan (tidak menjadi prioritas). Sehubungan dengan kebijakan VOC yang bergeser dari kebijakan perdagangan yang longgar dengan kota-kota pantai, menjadika kebijakan yang mana penduduk menjadi subjek, wilayah hulu sungai Tjiliwong menjadi prioritas (yang juga meratakan jalan menuju Priangan). Sejumlah ekspedisi dilakukan.
Area tujuan ekspedisi David Andreas Stier, 1730 (Peta 1687) |
Salah satu
ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong yang terbilang unik (dan hampir tidak
terkait dengan misi utama VOC: produksi dan perdagangan) adalah menyelidiki
situs kuno peninggalan kerajaan Pakwan di Padjadjaran. Eskpedisi ini dipimpin
oleh David Andreas Stier pada tahun 1730. Apa yang menjadi tujuan ekspedisi ini
sangat kabur. Namun tentu saja, setiap ekspedisi VOC tidak ada yang tanpa
motif. Bagaimana ekspedisi Padjadjaran ini berlangsung? Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan
wawasan nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Kontak
VOC dengan Pemimpin Priangan (Preanger)
Adanya eks kerajaan besar di hulu sungai Tjiliwong sudah
barang tentu telah diketahui oleh orang-orang Belanda ketika mendirikan pusat
VOC pada tahun 1619 di (kasteel) Batavia (sisi timur muara sungai Tjiliwong). Eksistensi
kerajaan (Daio) sudah lama berlalu (di era Portugis). Letak situs eks kerajaan
tersebut begitu dekat dengan Batavia. Interupsi serangan Mataram ke Batavia
pada tahun 1628 diduga menjadi satu faktor mengapa Pemerintah VOC tidak segera
melakukan penyelidikan ke pedalaman (yang hanya berjarak sejengkal dari
Batavia).
Daio, ibu kota kerajaan Pakwan-Padjadjaran (Peta Portugis) |
Ekspedisi ke
area situs kerajaan (Pakwan-Padjadjaran) baru dilakukan pada tahun 1687. Eskpedisi
yang dipimpin Luitenant Patingi Lalarong dengan timnya yang berangkat dari
Batavia pada tanggal 21 Juli 1687 mulai mengeksplorasi
wilayah. Tim ini terdiri dari anggota pasukan Patingi dan sejumlah pemandu dan
pembantu. Pemandu ini sudah barang tentu orang-orang yang mengenal wilayah hulu
sungai Tjiliwong dan daerah Priangan lainnya. Tugas kedua tim ekspedisi ini
adalah membangun benteng pertahanan di titik singgung terdekatan sungai
Tjiliwong dan sungai Tjisadane dengan menamainya benteng Fort Padjadjaran.
Ekspedisi Patingi ini berakhir pada tanggal 3 September 1687.
Setelah adanya benteng Fort Padjadjaran,
beberapa waktu kemudian baru menyusul tim ekspedisi kedua yang dipimpin oleh
Sersan Scipio dengan dua tentara Eropa-Belanda (plus pasukan pribumi dan para
pemandu dan pembantu). Tim Scipio datang menjelang berakhirnya tugas Luitenant
Patingi. Masing-masing pimpinan ekspedisi ini membuat laporan yang ditujukan
kepada Gubernur Jenderal Johannes Camphujs (1684-1691). Laporan Luitenant
Patingi dibuat dalam bahasa Melayu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda
oleh Lierbert de Jager.
Pada ekspedisi tahun
1703 yang dipimpin oleh direktur Abraham van Riebeeck mulai melakukan kontak
dengan para pemimpin lokal, terutama para pemimmpin lokal do Priangan
(Preanger) untuk menjalin komunikasi VOC dengan pemimpin dan penduduk setempat.
Dalam ekspedisi ini Abraham van Riebeeck diketahui telah bertemu dengan regent
(bupati) Tjiandjoer. Sejak inilah komunikasi antara dua belah pihak mulai
intens.
Sementara VOC/Belanda memperluas
ekspedisi di hulu sungai Tangerang/sungai Tjisadane di Tjiampea yang mana benteng
Tsjiaroetan (Ciaruteun) dipindahkan ke Panjoewangan (lihat Daghregister tanggal
28 Mei 1713), dilakukan suatu persiapan dengan membangun pesanggrahan
sehubungan dengan kunjungan Gubernur Jenderal ke Tjiandjoer dan Bandoeng (lihat
Daghregister 7 Juli 1713). Pertemuan dengan bupati Tjiandjoer (dan bupati
Bandoeng) diduga disatukan di Tjiandjoer. Pada bulan Mei 1715 Anga Nata pemimpin di Djampang mengirim surat ke Batavia (lihat
Daghregister 21 Mei 1715). Lalu Capitain (lieutenant) VOC Soeta Djaja dikirim
ke Djampang. Besar dugaan Anga Nata telah melakukan perlawanan, atau paling
tidak melakukan protes terhadap VOC. Daerah Djampang di selatan Jawa adalah
intersection antara Mataram dan Banten. Djampang (Koelon) sebagai nama suatu
district di daerah aliran sungai Tjimandiri paling tidak sudah dilaporkan pada
tahun 1706 (lihat Dgahregister 1 April 1706). Dalam perkembangannya diketahui bahwa
Anga Nata pemimpin Djampang berhasil dilumpuhkan di rumahnya di Djampang. Anga
Nata masih sebagai pemimpin, hoofd van Djampang hingga tahun 1715 (lihat
Daghregister 2 April 1715). Dalam surat Soeta Djaja menceritakan perilaku Anga
Nata (lihat Daghregister, 2 Agustus 1715). Beberapa hari kemudian sebuah surat dari bupati Tjiandjioer
diterima di Batavia yang kemudian diterjemahkan (lihat Daghregister 9 Agustus
1715). Beberapa bulan kemudian menyusul
surat dari bupati Kampong Baroe (di hulu sungai Tjiliwong) diterima di Batavia
(lihat Daghregister 21 Desember 1715).
Pada tahun 1722 beberapa kali surat
dari pemimpin benteng di Tandjoengpoera dan di Tjiseroa. Pada tahun 1723
terdapat komunikasi antara Goenoeng Parang dengan (benteng) Tandjoeng Poera (lihat
Daghregister 26 Mei 1723. Komunikasi ini diduga terkait dengan benteng VOC di
Goenoeng Parang (kini Soekaboemi). Benteng di Goenoeng Parang dipimpin oleh
Capitain Soetawangsa. Berdasarkan keterangan-keterangan benteng-benteng VOC
sudah ada di sejumlah tempat (Padjadjaran, Tandjoeng Poera, Tjisaroea, Tjiampea
dan Goenoeng Parang). Dalam hal ini, bupati Tjiandjoer yang ditinggikan
kedudukannya di antara para bupati tampaknya sudah siap untuk meningkatkan
komunikasi dengan para pemimpin lokal dengan para pejabat VOC. Pada tahun 1624 suatu
ekspesi dilakukan dari Batavia ke hulu sungai Tjiliwong dan suatu pembicaraan akte
perjanjian dengan bupati Tjiandjoer (lihat Daghregister 28 Februari 1724).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Eskpedisi
David Andreas Stier ke Situs Kuno di Padjadjaran
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar