Kamis, 30 April 2020

Sejarah Bogor (37): Ekspedisi Michiel Ram dan Cornelis Coops ke Gunung Pangrango 1701; Gempa dan Letusan Gunung Salak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Getaran gempa bumi dan letusan gunung berapi adalah dua hal yang berbeda tetapi dapat terjadi bersamaan. Kedua kejadian dapat menimbulkan dampak yang besar: kehancuran material dan korban jiwa. Dampaknya tidak hanya di seputar episentrum atau kawah letusan tetapi juga sangat jauh ke muara-muara sungai di pantai. Pada tahun 1699 sempat terjadi kebingungan di Batavia dan di Tangerang. Apa sesungguhnya yang terjadi di daerah pedalaman (hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjsadane?

Laporan Michiel Ram-Cornelis Coops, Batavia 6 Agustus 1701
Lumpur yang banyak dan material seperti batang-batang pohon memenuhi muara sungai Tangerang (hilir sungai Tjisadane) yang menghambat navigasi membuat orang Inggris mengirim peninjau segera setelah kejadian ke hulu sungai Tjisadane (ke dekat gunung Salak). Laporan ekspedisi menyebutkan tim ekspedisi ini membutuhkan 19 hari pergi-pulang dan menyatakan bahwa semua permukaan tanah tertutup lumpur di wilayah hulu sungai. Sementara di sisi Belanda (VOC) di Batavia berdasarkan catatan Kasteel Batavia (Daghregister) pada hari kejadian menyebutkan ada suara gemuruh besar di selatan dan tanah bergoyang keras sehingga orang di jalanan yang tengah jalan berjatuhan. sungai Tjiliwong begitu terlihat kotoran membawa sampah dari pedalaman. Keterangan-keterangan tentang letusan gunung Salak ini tampaknya satu setengah abad kemudian bersesuaian dengan kondisi lahan yang ditemukan di land Tjiomas oleh pemilik land, tanah berlempung, banyak batu krikil di atas permukaan, sungai-singai yang banyak yang berbatu dan berpasir.

Gempa yang sangat dahsyat yang meluluhlantakkan Batavia pada tanggal 4 Januari malam 1699 juga menjadi sangat heboh di Eropa. Sebelumnya, Gubernur Jenderal dan Raden van Indie pada tanggal 20 Januari 1699 telah mengirim utusan menemui De Heeren van Zeventienen di Belanda. Para investor XVII ini yang  juga merasa gelisah dengan investasi mereka di Hindia khususnya di Batavia dan sekitar, lalu memerintahkan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn untuk menyelidikinya secara tuntas. Willem van Outhoorn menugaskan dua bawahannya untuk melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong, yakni Landdrost Michiel Ram dan Opperstuurman Cornelis Coops. Eskpedisi ke hulu sungai Tjiliwong ini dimulai pada tangga 23 Juli dan laporan Michiel Ram Cornelis Coops diserahkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia pada tanggal 6 Agustus 1701. Apa isi laporannya? Dalam artikel ini isinya disarikan, berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Pengantar: Arsip dan Dokumen

Ada jarak waktu tanggal kejadian (4 Januari 1699) dan utusan ke Belanda (20 Januari 1699) dengan dimulainya ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong (23 Juli-6 Agustus 1701). Perbedaan waktu ini karena jarak pelayaran yang jauh Batavia-Belanda yang masih melalui Afrika Selatan dan masa inkubasi keputusan Heeren XVII (selama heboh di Eropa).

Orang-orang Inggris yang berbasis di Banten, oleh para pedagangnya di Tangerang segera mengutus peninjau ke hulu sungai Tjisadane untuk menyelidiki apa yang terhadi di pedalaman. Laporan ekspedisi Inggris ini dipublikasikan di jurnal Inggris beberapa tahun kemudian.

Sebagai sumber sejarah, dokumen arsip (narasi dan peta) tersebut baru ditemukan pada dua abad kemudian (lihat Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indiƫ, 1878). Sebelumnya, para penulis Belanda hanya mengandalkan dokumen sekunder, seperti catatan Kasteel Batavia (Daghregister), surat kabar dan majalah. Arsip ini adalah dokumen usang (kuno) namun tetap dicari oleh para peneliti Belanda (sehingga kemudian ditemukan). Bagi kita pada masa kini, arsip ini tentu saja sangat kuno, namun tetap menarik untuk menjadi bahan analisis.

Hingga masa ini kejadi gempa besar pada Januari 1701 apakah disertai oleh letusan gunung Salak masih menjadi locus perdebatan. Hal ini karena kejadiannya sudah jauh di masa lampau, dan juga karena tidak terhimpunnya semua data (dokumen dan arsip) tentang kejadian tersebut secara menyeluruh. Laporan Inggris dan laporan Belanda tampaknya belum dianggap cukup.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sari Laporan Ekspedisi ke Hulu Sungai Tjiliwong di Gunung Pangrango 1701

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar