*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Nama Katulampa adalah nama kuno? Di (kampong) Katoelampa terdapat suatu bendungan kuno yang mengairi areal persawahan di sisi timur-utara sungai Tjiliwong. Kanal kuno ini lambat laun disebut (sungai) Tjiloear. Bendungan kuno Katoelampa ditingkatkan menjadi bendungan modern pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era VOC pos pantau ketinggian air sungai Tjiliwong berada di Kedongbadak (jembatan Warung Jambu yang sekarang).
Nama Katulampa adalah nama kuno? Di (kampong) Katoelampa terdapat suatu bendungan kuno yang mengairi areal persawahan di sisi timur-utara sungai Tjiliwong. Kanal kuno ini lambat laun disebut (sungai) Tjiloear. Bendungan kuno Katoelampa ditingkatkan menjadi bendungan modern pada era Pemerintah Hindia Belanda. Pada era VOC pos pantau ketinggian air sungai Tjiliwong berada di Kedongbadak (jembatan Warung Jambu yang sekarang).
Katoelampa (Peta 1900), Katulampa Jagorawi (Now) |
Kini, Katulampa sangat terkenal. Warga Jakarta ketika
musim hujan ingat Katulampa tetapi bukan ingat Sejarah Katulampa. Akan tetapi
seberapa tinggi air sungai Ciliwung di (bendungan) Katulampa. Tinggi rendahnya
air permukaan sungai Ciliwung menjadi indikator untuk mengantisipasi dampak
banjir di Jakarta. Warga Bogor boleh jadi lebih merindukan Sejarah Katulampa
daripada memperhatikan catatan ketinggian air di bendungan Katulampa. Okelah,
untuk memenuhi dua kebutuhan itu dan untuk meningkatkan pengetahuan serta
wawasan nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Nama Katoelampa:
Bendungan dan Kanal
Katulampa
adalah nama kampong lama di sisi sungai Tjiliwong. Nama kampong Katoelampa
paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1701. Pemetaan ini dilakukan
sehubungan dengan terjadinya letusan gunung Salak dan gempa besar pada tanggal
4 Januari malam tahun 1699 yang menghancurkan termasuk pendangkalan muara
sungai Tjiliwong. Dalam Peta 1701 letak Katoelampa berada di sisi selatan
sungai Tjiliwong sebagai tempat penyeberangan.
Katoelampa dan Paroengbanteng (Peta 1701) |
Untuk melakukan
pemetaan ke hulu sungai Tjiliwong dilakukan ekspedisi yang dipimpin oleh Landdrost
Michiel Ram dan Chief Officer Cornelis Coops. Tim ekspedisi ini berhasil
mencapai lereng gunung Pangrango (hulu dari sungai Tjiliwong). Tim ekspedisi
ini juga telah menyelidiki eks tempat tinggal Radja di Padjadjaran suatu sisa-sisa
kuno yang masih ada.
Area
penyeberangan sungai bukan karena adanya jembatan, tetapi karena daerah aliran
sungai Tjiliwong di area ini paling lebar. Lebar sungai di area datar menyebabkan
arus air menyebar, dangkal yang menyebabkan mudah dilalui oleh orang dan kuda
beban atau kendaraan lain seperti pedati. Kampong Katoelampa ini tampaknya
suatu area interchange di masa lampau dari berbagai arah; dari arah timur gunung
Pangrango (daerah Puncak yang sekarang); dari selatan Rantjamaja, Tjibadak dan
daerah aliran sungai Tjimandiri (Palaboehan Ratoe); dari arah barat
Kedongwaringin (Kedongbadak).
Kalibanteng (Peta 1687) |
Sebelum ekspedisi ini sudah pernah dilakukan ekspedisi ke
hulu sungai Tjiliwong yang dilakukan pada tahun 1687 yang dipimpin oleh Sersan
Pieter Scipio dan Luitenant Ambon Patingi. Hasil ekspedisi ini telah dipetakan
oleh Isaac de Graaff yang dipublikasikan pada tahun 1695. Pada Peta 1695 rute
yang dilalui dari Batavia (Meester Cornelis, Tjiloear, Kedong Halang) hingga muara
sungai Tjimandiri melalui Kelimenteng, melewati sungai Tjiliwong, Tjipakoe, Tjitjoeroek
dan Tjikembar.
Kampong Katoelampa sebagai tempat penyeberangan sungai
Tjiliwong dari sisi utara sungai ke sisi selatan (atau sebaliknya) menjadi
penanda navigasi penting. Sebagai salah satu (yang utama) tempat penyeberangan
sungai Tjiliwong yang terdapat di Katoelampa diduga telah digunakan sejak lama
dan bahkan sejak era kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Katoelampa adalah hulu sungai
Tjiloear (bekas kanal).
Jika memperhatikan peta wilayah di
Katoelampa (Peta 1900), di kampong Katoelampa sungai Tjiliwong disodet yang
menjadi muara sungai Tjiloear. Dengan memperhatikan Peta 1697 dan Peta 1701
sudah diidentifikasi nama sungai dan nama tempat Tjilioear, diduga kuat bahwa
sungai Tjiloear adalah sungai buatan yang sudah bermur lama. Satu-satunya
kekuatan yang mampu melakukan penyodetan sungai Tjiliwong dan membangun kanal
(yang kemudian disebut sungai Tjiloear) adalah kerajaan Pakwan-Padjadjaran dua
abad sebelum ekspedisi VOC ini.
Bendungan kuno
Katoelampa (sebenarnya Batoelampa) dibangun untuk mengairi persawahan di sisi
timur sungai Tjiliwong dengan membangun kanal irigasi. Pada era VOC (boleh jadi
didasarkan hasil ekspedisi tahun 1687 dan 1701) kembali dikirim ekspedisi ke
hulu sungai Tjiliwong dan menyelidiki reruntuhan kerajaan Pakwan-Padjadjaran yang
dipimpin oleh David Andreas Stier pada pada 1730. Penyelidikan kerajaan
Pakwan-Padjadjaran menjadi starting point dalam pengembangan wilayah hulu
sungai Tjiliwong yang dimulai sejak era Gubernur Jenderal Gustaaf Willem baron
van Imhoff (1743-1750).
Gubernur Jenderal van Imhoff diduga
telah memanfaatkan informasi-informasi terdahulu tentang pemetaan hulu sungai
Tjiliwong dan situasi dan kondisi eks kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Sebagaimana
diketahui van Imhoff pada tahun 1845 membangun villa di dekat benteng Fort
Padjadjaran (muncul nama Buitenzorg). Sehubungan dengan keberadaan villa, van
Imhoff mulai membangun pertanian di sekitar yakni dengan meningkatkan bendungan
Katoelampa dan mengembangkan kanal irigasi termasuk kanal lama (sungai
Tjilioear). Proyek bendungan dan kanal ini diintegrasikan dengan pembangunan
jalan utama antara Batavia-Buitenzorg. Dalam pembangunan jalan utama ini akses
menuju benteng Fort Padjadjaran dan villa Buitenzorg dibangun jembatan baru di
Kedong Badak (kini jembatan Warung Jambu). Jembatan ini untuk menggantikan
jembatan akses terdahulu di jembtan Otista yang sekarang.
Kampong Katoelampa
tidak hanya sekadar penemuan bendungan dan kanal, Katoelampa adalah awal
dimulainya era baru di daerah hulu sungai Tjiliwong yang berpusat di villa
Gubernur Jenderal van Imhoff. Dalam hal ini, bendungan Katulampa yang sudah
menjadi memori kolektif warga Jakarta, bendungan Katoelampa juga harus menjadi
memori kolektif warga Bogor. Sebab bendungan Katoelampa adalah starting point pembangunan
kota Bogor di masa lampau. Ingat Katoelampa, ingat bagaimana kota Bogor
dibangun dari awal (era VOC-Buitenzorg).
Proyek pembangunan di hulu sungai
Tjiliwong yang berada di Buitenzorg (sejak era van Imhoff) adalah peningkatan
kanal sungai Tjipakantjilan. Proyek ini diintegrasikan dengan pembangunan
bendungan baru untuk mengangkat air sungai Tjipakantjilan untuk mengairi
persawahan di sekitar sungai. Bendungan-bendungan ini diduga menjadi asal-usul
daerahn Bondongan (areal persawahan yang luas di era VOC). Dengan memperhatikan
wujud sungai Tjipakantjilan, diduga sungai Tjipakantjilan ini dulunya (di era
kerajaan Pakwan-Padjadjaran) adalah kanal buatan untuk pengembangan irigasi.
Dalam hal ini Pemerintah VOC membangun bendungan (Bondongan) hanyalah
merevitalisasi karya-karya kerajaan Pakwan-Padjadjaran. Namun demikian,
Pemerintah VOC juga memiliki andil dalam pembangunan kanal lanjutan dengan cara
menaikkan air sungai Tjipakantjilan yang jatuh ke sungai Tjisadane (yang
menjadi asal-usul kampong Empang) dengan membangun kanal baru melalui Paledang
dan jembatan merah untuk pencetakan sawah baru di dilir Buitenzorg di
Kedongwaringin (Kedongbadak) dan Tjileboet.
Bendungan Katoelampa dan Ketinggian Air
Sungai
Terimakasih pak Akhir, ulasan yang menarik, hanya saja kelihatannya lebih banyak mengulas tentang Katulampa, dan tidak banyak tentang Sukaraja dan Cimahpar, padahal sebagai putra daerah Sukaraja saya tertarik untuk tahu lebih banyak mengenai sejarah sukaraja menurut sumber-sumber Belanda. Oh ya saya sempat baca di bagian lain tulisan Bapak, bahwa desa di Bogor banyak yang terbentuk setelah sensus penduduk 1930(?), apakah kasus ini juga yang terjadi dengan desa sukaraja, jadi pertama kali ada lurah di sukaraja itu tahun 1930-an, sebelumnya hanya ada kampung Sukaraja? Mohon jawaban Bapak, terimakasih banyak!
BalasHapusTerimakasih telah memberi respon. Pada dasarnya blog Poestaha Depok menarasikan sejarah tempat-tempat penting di Indonesia. Seperti halnya sejarah Jakarta (Batavia), sejarah Bogor (Buitenzorg) sangat kaya data sejarah, Upaya ini dilakukan agar generasi nanti memahami sejarah dengan baik dan benar. Upaya ini masih berlangsung sebab pencarian data terus berlangsung sehingga pada waktunya setiap artikel menjadi lebih lengkap. Namun dalam blog ini tidak setiap artikel diupload secara utuh, karena keterbatasan waktu untuk finishing-nya.
HapusTentang sejarah Sukaraja pada artikel No. 35 memang belum dinarasikan secara penuh tetapi pada nomor-nomor artikel lain sejarah Sukaraja dihubungkan.
Pada dasarnya sejarah Sukaraja hampir seumur dengan sejarah Kampong Baroe-Kedoeng Halang. Sebelum van Imhoff bangun villa tahun 1745, seorang Aria membeli lahan Soekaradja dari Pemerintah VOC. Aria inilah yang mengembangkan wilayah Sukaraja. Gubernur Jenderal van Imhoff membantu Aria Soekaradja membangun kanal Katoelampa untuk mengairi persawahan di Sukaradja. Air kanal ke Sukaradja ini sebagian airnya diintegrasikan ke sungai Tjiloear. Pada tahun 1776 Aria Sukaradja membangun kanal baru dari sungai Tjikeas. Pada akhir era VOC wilayah Sukaraja adalah salah satu wilayah termakmur.
Wilayah Sukaradja kemudian dimekarkan enjadi land Tjiloear dan kemudian dimekarkan lagi dengan mebentuk land Tjimahpar dan kemudian diemekarkan kembali menjadi land Tanah Baroe. Jadi dalam hal ini land Soekaraja adalah land induk yang sejaman dengan land Kammpong Baroe-Kedonghalang dan land Bloeboer. Secara historis ibu kota land Soekaradja tetap berada di kampong Soekaradja (lahannya semakin mengecil karena penjualan).
Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Gubernur Jenderal Daendels membeli sejumlah land. Yang jelas pebelian ini termasuk land Kanmpong Baroe-Kedonghalang dan land Bloeboer. Namun saya belum menemukan apakah land Sokaradja termasuk yang dibeli. Sebab nama land Sokaradja menghilang dan yang muncul hanya satu nama Land Kampong Baroe (yang dalam perkembangannya berubah nama menjadi Land Kedonghalang). Sejak era Pemerintah Hindia Belanda ini pada tahun 1826 tiga land ini yang diringkas menjadi dua land dibentuk menjadi satu district (District Buitenzorg). Di land Kedong Halang terdiri dari puluhan kampong termasuk kampong Soekaradja.
Pada awal tahun 1900an kembali Pemerintah menata wilayah pemerintahan yang awalnya satuan wilayah terkecil land diubah menjadi desa (di Jawa). Dalam pembentukan desa-desa menjelang sensus tahun 1930 sudah dibentuk beberapa desa di land Kedonghalang. Desa dalam hal ini terdiri dari beberapa kampong yang berdekatan.Beberapa desa yang terbentuk di land Kedonghalang adalah Tjiboeloeh, Tjikeas, Tjiloear dan Tjimahpar. Sementara nama Kedonghalang ditabalkan sebagai nama onderdistrict.
District Buitenzorg terdiri dari beberapa onderdistrict seperti od Buitenzorg, od Kedonghalang, od Tjiomas dan od Semplak.
Regentschap (Afdeeeling) Buitenzorg terdiri dari district Buitenzorg, d Djasinga, d Paroeng, d Tjiawi, Leuwiliang. d Tjibaroesa dan d Tjibinong.
Struktur kepemimpinan sebagai berikut: District dipimpin oleh seorang demang, onderdistrict oleh seorang asisten demang dan desa dipimmpin oleh seorang kepala desa (Loerah).
Demikian
Mantaab luar biasa pisan pencerahan yang visioner...!!!👍👍👍👏👏👏
BalasHapusSaya Deden Suhaemi salah 1 asli orang keturunan Kampung Sukaraja dari Mbah Cijulang yang makamnya berada di Kampung Cijulang bersebelahan dengan desa Sukaraja. Beliau datang ke Sukaraja pada Abad 1700 Masehi dan beliau adalah salah 1 keturunan Langsung dari Kesultanan Banten dan istrinya keturuan dari Pangeran Sake Citeureup. Putra beliau satu-satunya adalah Raden HM. Ubaidillah (Mbah Ubed/Bapak Penghulu) yang wafat pada Tahun 1928 M dan makam beliau dekat mesjid Kuba Sukaraja Kaum 1 Komplek dengan Makam Bupati Bogor Pertama Tumenggung Arya Wiradireja, bersebelahan dengan Makam Raden Abdullah Bin Raden Nuh Bin Idris keturunan Mbah Dalem Cikundul Arwiranudatar. Istri beliau adalah Ny.R. Khuraesin Binti Raden Idris.
BalasHapusSaat ini saya tinggal di Desa Cijujung Jembatan Hitam bersebelahan dengan Kandang Roda, Desa Pasir Laja dan Pasar Ciluwer.