*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Dalam tulisan-tulisan sejarah awal Bogor pada masa ini selalu dihubungkan dengan nama Captein Adolf Winkler. Hampir tidak ada yang menyebut nama Majoor Saint Martin (komandan Adolf Winkler). Mengapa demikian? Adolf Winkler dianggap berperan penting dalam mendeskripsikan situs kuno eks kerajaan Pakwan-Padjadjaran (1690). Namun kenyataannya, David Anreas Stier yang justru sangat berperan penting dalam menulis risalah eks kerajaan Pakwan-Padjadjaran (1730). Adolf Winkler ternyata bukan yang pertama, yang pertama justru Sersan Scipio dan Luitenant Patingi (1687). Dua laporan ini ditindaklanjuti oleh Michiel Ram dan Cornelis Coops (1701).
Dalam tulisan-tulisan sejarah awal Bogor pada masa ini selalu dihubungkan dengan nama Captein Adolf Winkler. Hampir tidak ada yang menyebut nama Majoor Saint Martin (komandan Adolf Winkler). Mengapa demikian? Adolf Winkler dianggap berperan penting dalam mendeskripsikan situs kuno eks kerajaan Pakwan-Padjadjaran (1690). Namun kenyataannya, David Anreas Stier yang justru sangat berperan penting dalam menulis risalah eks kerajaan Pakwan-Padjadjaran (1730). Adolf Winkler ternyata bukan yang pertama, yang pertama justru Sersan Scipio dan Luitenant Patingi (1687). Dua laporan ini ditindaklanjuti oleh Michiel Ram dan Cornelis Coops (1701).
Bogor tempo doeloe (Peta 1745) |
Ketika Cornelis de Houtman melakukan pelayaran
Belanda menuju Hindia Timur, semua orang yang berada di bawah kendalinya adalah
pelaut dengan memiliki keahlian yang berbeda-beda. Adiknya, yang ikut dalam
pelayaran, Frederik de Houtman adalah ahli bahasa (yang menyusun kamus bahasa
Melayu, yang mulai disusun di Madagaskar). Ketika Pemerintahan VOC dimulai di
Batavia pada tahun 1619 (Jan Pieterszoon Coen), setiap Gubernur Jenderal harus
memiliki kemampuan militer. Satu-satunya Gubernur Jenderal yang benar-benar
berpangkat jenderal adalah Jacques Specx (Gubernur Jenderal VOC 1629-1632).
Mengapa? Ingat serangan Mataram
1628. Ketika
Jacques Specx kembali ke Belanda dia bertindak sebagai pimpinan pelayaran (saar
itu kapal berlayar masih konvoi). Setelah Generaal Specx, Pemerintah VOC mulai
merekrut tentara profesional untuk mengisi jabatan-jabatan komandan di dalam
satuan militer. Uniknya para tentara profesional tersebut, umumnya adalah tentara
asal Prancis dan Jerman. Para komandan militer yang meniti karir dari bawah ini
umumnya menjadi pejabat tinggi di dalam pemerintahan VOC, termasuk Majoor Saint
Martin dan Adolf Winkler (yang juga berhasil mencapai pangkat Majoor, pangkat
tertinggi militer di Hindia pada era VOC).
Okelah, itu
satu hal. Hal lain yang juga penting dipahami adalah siapa Adolf Winkler dan
bagaimana perjalanan karirnya?
Tentu saja tidak ada yang pernah menulisnya. Jika memang nama Adolf Winkler penting dalam sejarah
awal Bogor, sudah semestinya nama Adolf Winkler diketahui lebih banyak. Untuk
menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita
telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah
disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih
menekankan saja*.
Situs
Kuno Eks Kerajaan Pakwan-Padjadjaran
Sebelum Adolf
Winkler, Luitenant Patingi dan Sersan Scipio sudah melakukan eksplorasi wilayah
hulu sungai Tjiliwong di sekitar titik singgung terdekat antara sungai
Tjiliwong dan sungai Tjisadane (masing-masing membuat laporan). Tiga situs
penting yang ditandai di dalam peta yang mereka buat adalah sungai Sipako
[Tjipakoe], sungai Caliko [Tjibalok] dan Fort Padjadjaran. Sungai Tjipakoe
bermuara ke sungai Tjisadane (di sekitar Batu Tulis yang sekarang). Sementara
itu benteng Fort Padjadjaran adalah benteng yang dibangun oleh pasukan
Luitenant Patingi (letaknya di Istana Bogor yang sekarang).
Peta 1687 |
Dalam peta yang dibuat Sersan Scipio ini nama sungai
Tjiawi tidak diidentifikasi (karena mungkin sungai yang lebih kecil). Sungai
Tjiawi berada diantara sungai Tjipakoe dan sungai Tjibakok. Sungai Tjibalok ini
adalah sungai buatan di sepanjang jalan utama yang disodet dari snngai
Tjiseuseupan (yang jatuh ke sungai Tjiliwong). Satu lagi sungai yang tidak
diidentifikasi di arah hilir adalah sungai Tjipakantjilan (karena berada di
arah hilir area). Sebagian aliran sungai Tjibalok yang jatuh ke sungai
Tjiliwong dialirkan ke sungai Tjipakantjilan (yang jatuh ke sungai Tjisadane di
sekitar Empang yang sekarang). Dalam dua laporan ini tidak terungkap secara
eksplisit apakah ditemukan batu bertulis dan patung-patung kuno. Meski para
anggota pasukan Luitenant Patingi telah melakukan penyembahan dengan dupa tidak
dapat dipastikan apakah mereka menyembah patung-patung tersebut.
Area situs kuno, dua abad kemudian (Peta 1900) |
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak diketahui kapan Adolf Winkler berada di Hindia
Timur. Keberadaannya di Hindia Timur pada tahun 1683 sebagai Luitenant [Adolf
Winckelaar] untuk mendampingi Capiteyn Joan Ruysch ke Cheribon (lihat
Daghregister 19 Oktober 1683). Pada tahun 1686 Luitenant van den capiteyn [Adolph
Winkelaar] dengan pasukannya berangkat ke Tangerang untuk menemui Majoor Saint
Martin. Majoor adalah pangkat tertinggi militer di Hindia pada era VOC.
Terjadi perang saudara di Banten, sang
anak mengkudeta sang bapak (Tirtajasa), Sejak itu suhu politik semakin memanas
di Tangerang. Sang ayah menyingkir dan telah mengambil tanah Tanara, Pontang
dan (sisi barat sungai) Tangerang di bawah pemerintahannya (lihat Daghregister
tanggal 1 Juni 1680).
Pada tanggal 7 Maret 1682 Majoor Saint
Martin melakukan persiapan terakhir menuju Banten. Pada tanggal 8 Maret 1682
Majoor Martin tiba di Banten dengan 120 orang Bali.
Pada tanggal 19 Maret 1682 sejumlah
besar orang (sisi barat sungai) Tangerang melewati batas Batavia (sungai
Tangerang). Pada tanggal 21 Maret 1682 Schermutsel ditahan oleh orang
Tangerang. Pada tanggal 3 Mei 1682 orang Tangerang melukai orang-orang VOC.
Pada tanggal 17 Mei 1682 orang-orang Tangerang benar-benar menyerang dan 300
dari pekerja VOC tewas dan tenggelam di sungai. Pada tanggal 14 Juni 1682
sejumlah orang (sisi timur sungai) Tangerang mendatangi VOC di Batavia.
Pada tanggal 6 Januari 1683 militer VOC
berangkat ke sungai Tangerang di bawah pimpinan Kapten Joan Ruysch dan dibantu Sergeant Anthonij Eygel. Sejak inilah Tangerang dijaga oleh militer VOC.
Majoor Saint Martin berhasil mengatasi situasi di Banten
dan perjanjian. Situasi di sisi barat sungai Tangerang juga sudah terkendali.
Tahunn 1686 adalah berakhirnya ketegangan yang terjadi di Banten dan Tangerang.
Sepulang dari Banten (dan Tangerang) Majoor Saint Martin diberi hadiah oleh
Pemerintah VOC berupa lahan subur di Tjinere dan Pondok Terong (Tjitajam).
Saint Martin sebelumnya sudah memiliki lahan di Batavia (kelak disebut
Kemajoran). Sementara Adolph Winkelaar mendapat kenaikan pangkat menjadi
Capitein. Struktur kepangkatan militer era VOC: Majoor, Capitein, Luitenznt,
Sergeant dan soldaten (prajurit).
Pada bulan Februari 1687 Kapten Adolph
Winkelaar dan Raad diketahui menerima kedatangan prajurit dari dataran tinggi Tangerang
(hulu sungai Tjisadane). Kapten Winkelaar dengan 100 orang polisi bergerak ke hulu
sungai Tjisadane (lihat Daghregister 7 Maret 1687). Laporan dari Kapten Adolph
Winkelaar di Parombenking [?] (Daghregister 8 Maret 1687). Pasukan
Jawa mengamankan dataran tinggi Tangerang (hulu sungai Tjisadane) atas perintah
Kapten Nobel Adolph Winkelaar dan Dewan (lihat Daghregister 11 Maret 1687). Kapten
Adolph Winkelaar dan dewan mengirim laporan melalui kopral Jan Regte ke Batavia
(lihat Raghregister 17 Maret 1687). Kapten Adolph Winkelaar dan dewan dari
Tangerang mengirim laporan ke Batavia melalui tiga tentara Makassar (lihat
Daghregister 26 Maret 1687). Kapten Adolph Winkelaar dan dewan menerima surat
melalui prajurit dari Parambouling [?] (lihat Daghregister 13 April 1687). Kapten Adolph Winkeler meminta mengamankan
dataran tinggi Tangerang (lihat Daghregister 15 April 1687). Pos kembali dapat
diambil alih (lihat Daghregister 23 April 1687). Situasi dapat terkendali di
hulu sungai Tangerang (Tjisadane).
Dalam perkembangannya, Majoor Isaac Saint Martin menerima surat dari Luitenant Patingi
dari Chirebon (lihat Daghregister 7 Juli 1689). Seberlumnya Luitenant Patingi dengan
33 prajurit melakukan patroli ke dataran tinggi (lihat Daghregister 26 Mei 1689).
Sementara itu Kapten Adolph Winkeler menghadapi situasi yang dilematis, terjadi
tragedi di Bantam (Tangerang) atas kekacauan yang dibuat Kapitein Jonker. Majoor
St. Martin melihat tingkah laku komplotan Jonker dapat merugikan negara (VOC).
Pemerintah lalu mengirim satu detasemen untuk melakukan ekspedisi ke Bantam di
bawah pimpinan St. Martin untuk mengendalikan situasi. Detasemen tersebut
dipimpin oleh Kapten Adolph Winckelaar.
Kapten Adolph Winckelaar dengan
sebanyak 100 tentara Eropa-Belanda dan sebanyak 150 pasukan pribumi bergerak ke
sungai Tangerang untuk menghancurkan niat buruk Kapten Jonker (lihat
Daghregister 29 Agustus 1689). Laporan Kapten Adolph Winckelaar dikirim ke
Batavia melalui prajurit (lihat Daghregister 4 September 1689 dan 7 September
1689). Kapten Adolph Winckelaar dengan pasukan Eropa-Belanda kembali bergerak (lihat Daghregister 11 September 1689). Kapten
Adolph Winckelaar dengan pasukan tentara Eropa dan pribumi menuju Tanjongpriock
untuk menyelidiki pemberontak (lihat Daghregister 14 September 1689). Kapten
Adolph Winckelaar tiba di Poulo Mandalika dan mengirim 40 atau 50 tentara
Eropa-Belanda dan beberapa penduduk asli (lihat Daghregister 20 September 1689).
Kapten Adolph Winckelaar juga meminta pasukan dari dataran tinggi timur
Batavia. Kapten Adolph Winckelaar beberapa kali bertempur dan merangsek ke Poulo
Mandalika untuk melumpuhkan pemberontak Capiteyn Jonker (lihat Daghregister 22
September 1689). Kapten Adolph Winckelaar kembali dari Poulo Mandalika (lihat
Daghregister 30 September 1689). Kapten Adolph Winckelaar kembali dari dataran
tinggi Batavia (lihat Daghregister 5 Oktober 1689).
Kapten Adolph
Winckelaar tampaknya menjadi sangat penting dan berperan. Kapten Adolph
Winckelaar menjadi andalan Majoor Saint Martin. Daghregister
tanggal 7 Juni 1690 mencatat bahwa Capitain Adolph Winckeler dan bersama lantmeter
Bartel van der Valck en adsistent Lucas Meur yang diampingi oleh satu pasukan
mulai melakukan pemetaan ke wilayah hulu di selatan sepanjang sungai Tjiliwong
dan sebelah barat Tangerang yang disebut sungai Tjidane hingga ke wilayah yang
disebut Pakoean.
Kapitain
Adolph Winckeler kembali ke pegunungan selatan (hulu sungai Tjiliwong) (lihat
Daghregister 22 Juni 1690). Kapitain Adolph Winckeler berangkat ke Banten (lihat
Daghregister 26 Oktober 1690). Kapitain Adolph Winckeler kembali berangkat ke
Banten (lihat Daghregister 29 Oktober 1690). Besar dugaan ke Banten ini untuk
urusan perbatasan. Setelah itu Kapitain Adolph Winckeler kembali ke Batavia.
Pada bulan Februari, di Batavia untuk sementara posisi Kapitain Adolph
Winckeler digantikan oleh Luitenant Willem Kuffelaer (Dagh 3 Februari
1691). Kemana Kapitain
Adolph Winckeler? Mungkin ke tempat yang jauh dimana juga terdapat
kekuasaan VOC seperti di Malabar-India. Pada bulan November Kapitain Adolph Winckeler
kembali bertugas di Batavia (Dagh 23 November 1691). Kapitain Adolph
Winckeler berangkat ke pulau-pulau Jacatra dan telah kembali (Dagh 7
Januari 1692).
Pada tahun 1694 Kapitain Adolph Winckeler ke wilayah timur di sungai Bekasi dan sungai Karawang (sungai Tjitaroem) dan kembali ke ibu kota (Batavia) pada bulan Juni dari Tanjongpoera (lihat Daghregister 16 Juni 1694). Kapitain Adolph Winckeler menyampaikan laporan tertulis tentang orang-orangnya di Bacassy dan Tanjongpoera (lihat Dagh 21 Juni 1694). Kapitain Adolph Winckeler menyiapkan pembangunan benteng dengan pelayaran dari Batavia (Dagh 7 Juli 1694). Tidak dijelaskan benteng dimana, tetapi kemungkinan di Bekasi dan Tandjoengpoera.
Majoor Saint Martin mulai menua dan lelah. Penggantinya
telah muncul, seorang capitein cemerlang Captein Adolph Winckeler. Majoor Saint Martin
pensiun dari jabatan militer. Pemerintah VOC pada tahun 1694 membebaskannya
dari tugas.
Majoor
Saint Martin mengalami sakit. Untuk penyembuhan sakitnya Saint Martin memilih
istirahat di pulau Ceylon. Akan tetapi tidak lama kemudian Saint Martin
dikabarkan meninggal pada tanggal 14 April 1696. Majoor Isaac Saint Martin meninggal
dalam status lajang dan tidak memiliki keturunan.
Saint
Martin di Hindia bergabung dengan VOC berkarir di militer dari bawah. Setelah usai
perang Banten dan telah mengabdi selama delapan tahun, Saint Martin mendapat
cuti selama dua tahun ke Vaderland (Belanda). Setelah dua tahun kemudian, Saint
Martin kembali ke Hindia Timur. Ketika Pada tahun 1689 Kapitein Jonker membuat
ulah, Pemerintah VOC kembali menugaskan Saint Martin kembali mengenakan
seragam. Majoor Saint Martin meminta komandan kesayangannya, Kapitain Adolph
Winckeler untuk mengejar Kapitein Jonker.
Seperti halnya, Majoor Saint Martin yang juga mendapat
tugas-tugas non-militer (sebelum sakit), pada bulan Mei 1696 Captein Adolph
Winckeler ditunjuk pemerintah sebagai commissie over de Inlanders (suatu
tugas yang pernah dijabat oleh Saint Martin). Penunjukan ini bersamaan dengan
pengangkatan raad extraordinaris Joannes Cops menjadi Resident van Heemraden
(wilayah Batavia di luar kasteel). Captein Adolph Winckeler kemudian mendapat kenaikan
pangkat menjadi Majoor (pangkat tertinggi dalam karir militer VOC).
Pada bulan
Noveber 1696 Majoor Adolph Winckeler ditunjuk pemerintah sebagai ketua Dewan Kehakiman
di Kasteel Batavia untuk menggantikan posisi E. Andries Cleyer (lihat
Daghregister 9 November 1696). Pada bulan Desember, Majoor Adolph Winkler
berakhir masa tugasnya dan kemudian digantikan oleh Joannes Cops sebagai
Presiden Raad Justice (lihat Daghregister 4 Desember 1699).
Mayor Adolph Winckelee telah mencapai sukses yang pernah
diraih oleh Majoor Saint Martin. Namun Majoor Adolph Winckeler tidak secerdas Majoor
Saint Martin. Sebab Majoor Saint Martin yang memiliki minat yang kuat pada
botani, juga sebagai ilmuwan (saat itu). Majoor Saint Martin dalam tugas
sosialnya juga adalah asisten dan yang meneruskan tugas Georg Eberhard Rumphius
di Ambon dalam penyusunan tujuh volume (buku) batani di Hindia. Setelah Saint
Martin meninggal 1696, tugas ini ditransfer kepada Cornelis Chastelein yang
telah membuka lahan baru di Seringsing (Serengseng).
Beberapa
isi surat dari saudara-saudara Majoor Adolf Winkler yang ditujukan kepadanya
dicatat (Daghregister 1 Mei 1700). Juga hal yang sama dilakukan pada bulan
November 1700 (lihat Dagh 8 November 1700). Lalu kemudian juga dilakukan pada
bulan Agustus 1701 (lihat Dagh 10 Agu 1701). Beberapa hari kemudian, surat
diterima untuk Majoor Adolf Winkler yang ditulis oleh Radja Tambora dari Caab
of Good Hope (lihat Daghregister 19 Agustus 1701). Pada bulan November catatan
yang ditulis oleh Majoor Adolf Winkler yang ditujukan kepada Deman[g] Marta
Singa di Timbangang [Limbangan?].
Seperti yang pernah diperoleh Saint Martin setelah usai
perang Banten mendapat cuti dua tahun ke Eropa, Majoor Adolf Winkler pada akhir
tahun 1703 mendapat keputusan dari pemerintah untuk cuti ke Eropa. Sebagaimana lazimnya,
sejak era Jacques Specx (Gubernur Jenderal VOC 1629-1632) setiap orang yang
berpangkat tertinggi di dalam pelayaran menjadi komandan pelayaran ke Belanda. Ini
juga menjadi giliran Majoor Adolf Winkler.
Majoor
Adolph Winckler ditunjuk sebagai komandan dari sebelas kapal yang akan kembali
ke Belanda (lihat Daghregister 20 November 1703). Surat dari komandan armada
yang kembali. Adolph Winckler (Daghregister 18 Desember 1703). Surat dari
komandan Adolph Winckler untuk dewan dan Heer Edelens (lihat Daghregister 8
Januari 1704).
Tidak diketahui apakah Majoor Adolf Winkler kembali ke
Hindia setelah cuti dua tahun di Eropa. Saint Martin masih kembali. Kabar
berita Majoor Adolf Winkler tidak pernah ada lagi. Boleh jadi karena pengganti Majoor
Adolf Winkler sudah muncul untuk meneruskan estafet para komandan. Nama
komandan militer VOC pada saat memulai ekspedisi ke daerah aliran sungai
Tjikaniki (barat dari hulu sungai Tjisadane) adalah Majoor Joan van Jasinga
(yang namanya kemudian ditabalkan sebagai benteng Djasinga, asal usul nama kota
Jasinga di Bogor Barat pada masa ini).
Luitenant
Patingi yang pernah menjadi anak buah Majoor Saint Martin diizinkan pemerintah
untuk membuka lahan di sisi timur sungai Tjiliwong. Land yang dibuka Luitenant
Patingi ini kemudian disebut land Tjimpaeun atau land Patingie, yang dalam
perkembangannya nama land tersebut dikenal dengan nama Land Tapos (pada masa
ini menjadi kecamatan Tapos, Depok).
Majoor Saint Martin (berdarah Prancis), Majoor Adolf
Winkler (berdarah Jerman) dan Majoor Joan van Jasinga (berdarah Belanda) adalah
tiga petinggi militer terkenal di era VOC. Masih ada satu lagi komandan militer
yang patut dicatat yakni Majoor Jan Andries Duurkoop. Karirnya mulai
diberitakan ketika masih berpangkat Luitenant yang menjadi komandan benteng
Fort Padjadjaran. Pada tahun 1752 mereka diserang Banten dan villa mantan
Gubernur Jenderal van Imhoff terbakar habis. Jan Andries Duurkoop lahir tahun
1722. Setelah pensiun dari militer dengan pangkat Majoor membeli land (perternakan)
Tandjong West.
Saat
Jan Andries Duurkoop memiliki Land Tandjong West terdapat sebanyak 5.000 ekor
sapi perah untuk memproduksi susu. Johs Rach seorang pelukis terkenal yang
berkunjung ke land Tandjong West (1772) peternakan
milik Jan Andries Duurkoop dalam situasi dan kondisi puncaknya. Johs Rach melukiskan
Land Tandjong West bagaikan Frisia Timur (Oostvriesland) yang mengacu pada
wilayah Frisia di perbatasan wilayah pesisir Belanda dan Jerman. Pada tahun
1780 Jan Andries Duurkoop diketahui tidak mampu lagi membayar kepada tenaga
kerjanya (lihat Soerabaijasch handelsblad, 17-08-1893). Pada tahun 1791 Jan
Andries Duurkoop diketahui telah meninggal dunia dengan meninggalkan seorang
istri dan seorang anak yang masih kecil. Tampaknya sang istri yang ditinggal
mewarisi sepenuhnya peninggalan almarhum suaminya. Jan Andries Duurkoop
(1722-1792) meninggal dan dimakamkan di land miliknya, Land Tandjong West.
Makam Jan Andries Duurkoop diketahui dengan nisan ditemukan di halaman rumput
dekat Landhuis Tandjong-Barat (De Indische courant, 22-07-1937)
Tunggu deskripsi lengkapnya
Benteng
VOC dan Tanah Partikelir
Pada tahun 1705 dibuat sebuah resolutie tanggal 3
April 1705 tentang pembangunan benteng-benteng baru yang lebih kuat di luar
Batavia seperti di muara sungai Bekasi, di Tandjoengpoera (pertemuan sungai
Tjibeet dengan sungai Tjitaroem), di Tangerang (sisi timur sungai Tjisadane), Tegal,
Semarang dan Soerabaja. Benteng-benteng terdahulu yang sudah dibangun permanen
di sekitar Batavia adalah Kasteel Batavia (1619), benteng (pulau) Onrust (1630),
fort Jacatra (1650), fort Risjwojk (1650) dan fort Noordwijk (1650) dan fort
Angke (1657).
Pembangunan
benteng Tangerang dalam kurun yang sama dengan benteng-benteng di Antjol,
Bacassie, Tandjoeng Poera dan benteng Tandjoeng (kini Pasar Rebo) serta peningkatan
benteng Padjadjaran (kini Istana Bogor).
Setelah selesai semua benteng ini pada tahun 1709
kondisi keamanan [dari timur dari Tjimanoek hingga sisi barat di sungai
Tangerang] semakin kuat. Juga dengan dibangunnya benteng-benteng lainnya yang
berdekatan kondisi keamaan di seputar daerah aliran sungai semakin kondusif
untuk membangun pertanian. Daerah aliran sungai tersebut adalah sungai
Tjiliwong, sungai Tjisadane, sungai Bekasi (sungai Tjilengsi) dan sungai Tjitaroem.
Babak baru pengembangan wilayah dimulai.
Para
investor Eropa/Belanda yang notabene dalam hal ini para pedagang (koopman) VOC
mulai bertambah. Para investor ini membeli lahan-lahan atau mengakuisisi
lahan-lahan yang sebelumnya telah diusahakan oleh eks pasukan pendukung VOC.
Generasi kepemilikan lahan dimulai.
Sebagaimana
disebut di atas, pemetaan lahan-lahan dimulai pada tahun 1890 di bawah komandan
Captein Adolf Winkler (lihat kembali Daghregister tanggal 7 Juni 1690). Sejak
itu, Cornelis Chastelein memperluas lahannya di land Antonij dengan membuka
lahan baru di Seringsing pada tahun 1696. Cornelis Chastelein menyusul Saint
Martin yang telah lebih dahulu mumbuka lahan di Tjinere dan Pondok Terong
(Tjitajam). Pada tahun 1703 Abraham van Riebeeck diberi izin pemerintah untuk
mengusahakan lahan di Bodjongmanggis (kini Badjonggede).
Tunggu deskripsi lengkapnya
Artikelnya sangat menarik
BalasHapus