*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini
Di Bogor tidak hanya Pasar Bogor, juga ada pasar yang lebih baru disebut Pasar Anyar. Namun ada satu pasar lagi yang sudah terkenal sejak tempo doeloe. Pasar tersebut adalah Pasar Merdeka. Pasar ini dapat dikatakan sudah tua, pasar kedua setelah Pasar Bogor. Pada era kolonial Belanda Pasar Bogor disebut Pasar (Pemerintah) Buitenzorg yang sudah ada sejak era VOC, sedangkan Pasar Merdeka yang mulai diadakan pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Pasar Mardika. Pada era Pemerintah RI dipertegas namanya menjadi Pasar Merdeka.
Di Bogor tidak hanya Pasar Bogor, juga ada pasar yang lebih baru disebut Pasar Anyar. Namun ada satu pasar lagi yang sudah terkenal sejak tempo doeloe. Pasar tersebut adalah Pasar Merdeka. Pasar ini dapat dikatakan sudah tua, pasar kedua setelah Pasar Bogor. Pada era kolonial Belanda Pasar Bogor disebut Pasar (Pemerintah) Buitenzorg yang sudah ada sejak era VOC, sedangkan Pasar Merdeka yang mulai diadakan pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Pasar Mardika. Pada era Pemerintah RI dipertegas namanya menjadi Pasar Merdeka.
Pasar Mardika (Peta 1900), Pasar Merdeka (Now) |
Pasar Merdeka ini tempo doeloe saya kenal baik. Di
sekitar pasar ini juga terdapat terminal (Terminal Merdeka). Juga ada bioskop,
lupa namanya. Area ini adalah perbatasan tiga kelurahan (Ciwaringin, Menteng
dan Kebon Kelapa).Satu yang masih ingat betul di sekitar pasar ini juga
terdapat satu gedung yakni Gedung Olahraga (GOR) Merdeka. Di salah satu ruang
besar gedung ini pada pertengahan tahun 1980an berada perpustakaan umum daerah.
Saya sering meminjam buku di perpustakaan ini terutama buku-buku karangan Dr.
Karl May. Buku-buku karangan tentang petualangan para cowboy di Amerika Barat
(Wild West) sekitar tahun 1880an (satu abad yang lampau). Mau ingat para tokoh
utamanya? Old Shatterhand dan Winnetou. Di area ini
juga pernah tinggal tokoh kemerdekaan yang terkenal yakni Kolonel Zulkifli
Lubis yang pernah saya bertemu pada tahun 1984 di perumahan jalan Semboja.
Lantas mengapa tidak ada
yang menulis sejarah Pasar Merdeka? Boleh jadi dikira Pasar
Merdeka adalah pasar anyar yang baru dibangun setelah kemerdekaan Indonesia.
Namun anggapan itu ternyata keliru. Kanyataannya di area tersebut sudah ada
pasar sejak tempo doeloe yang disebut Pasar Mardika. Pasar ini diadakan jauh
sebelum Wild West di pantai barat Amerikan dikunjungi oleh para cowboy. Di
dekat pasar ini tempo doeloe terkenal kampong Tjikeumeuh. Namanya tidak abadi
karena kampong Tjikeumeh sudah menjadi nama tiga kelurahan (Menteng, Ciwaringan
dan Kebon Kelapa). Namun jangan khawatir, kanal yang melalui kampong Tjiekeumeh
tempo doeloe kini dikenal sebagai sungai Tjikeumeh. Hawdy! Untuk menambah
pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’
seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan
sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil
kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini
tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang
lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut
di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Nama
Pasar Mardika di Buitenzorg
Pada era VOC sejumlah pedagang (pemilik land) membangun
pasar di dalam land. Pasar yang terbentuk pertama adalah pasar di land (tanah
partikelir) Antonij yang dibangun oleh Justinus Vinck. Land Antonij ini adalah
pemilik sebelumnya adalah Cornelis Chastelein (pemilik land Depok). Pasar ini
kemudian disebut Pasar Vinck (karena dibuka pada hari Senin, masyarakat
menyebutnya Pasar Snees atau Pasar Senen. Justinus Vinck juga mambangun pasar
di Tanah Abang. Dua pasar ini terbilang pasar pertama di Batavia.
Semakin
meluasnya tanah partikelit, khususnya hingga hulu sungai Tjiliwong dan hulu
sungai Tjisadane bermunculan pasar-pasar yang baru, seperti pasar Meester
Cornelis, pasar Tandjoeng (kini Pasar Rebo), pasar Simplitas (Pondok Laboe),
Pasar Tjiampea, Pasar Paroeng, Pasar Tjimanggis dan Pasar Buitenzorg (kini
Pasar Bogor).
Setelah VOC bubar (1799) dan diakuisisi oleh Kerajaan
Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda, pada era Gubenur Jenderal
Daendel (1809-1811) land Bloeboer dan sejumlah persil lahan dibeli oleh
Daendels untuk dijadikan kota pemerintah, termasuk dalam membentuk kota
(pemerintah) Buitenzorg. Lahan-lahan yang dibeli oleh Daendels tersebut menjadi
wilayah kota Buitenzorg, yang meliputi sekitar Istana, Kampong Baroe, land
Bloeboer yang meliputi Paledang, Pasar dan Bondongan. Pasar Buitenzorg yang
berada di persil lahan Pasar kemudian menjadi pasar pemerintah (seperti halnya
Pasar Weltevreden, yang di era VOC disebut Pasar Vinck atau Pasar Senen). Pada
era Pemerintah Hindia Belanda (plus pendudukan Inggris 1811-1816) sejumlah
pasar didirikan oleh para pemilik land.
Pemilik
land memiliki hak untuk mendirikan pasar di lahannya dengan seizin pemerintah.
Para pemilik land (juga termasuk kongsie) yang membangun pasar memungut
retribusi dari pedagang. Total pendapatan ini akan disetor kepada pemerintah
dalam persentase (lima persen). Pengaturan perpasaran ini kemudian dipertegas
pemerintah dengan menerbit satu resolutie (lihat Javasche courant, 16-03-1836).
Reslusi ini ditandatangani Gubernur Jenderal JC Baud di Buitenzorg.
Resolusi yang dikeluarkan Pemerintah dalam pengaturan
perpasaran tahun 1836 juga di dalamnya kemungkinan, selali pasar pemerintah
yang sudah ada, dan pendirian pasar-pasar yang baru oleh swasta (terutama
pemilik land) dimungkinkan pribumi membangun pasar. Pengaturan pendirian pasar
pribumi ini diatur oleh pemimpin lokal. Tentu saja di seluruh Residentie
Batavia mulai dari sungai Tjimanoek hingga sungai Tjikandie tidak mungkin
membangun pasar karena semua lahan dalam status tanah partikelir (land). Di Priangan
(Residentie Preanger Regentschappen) hal ini mudah dilakukan. Di Residentie
Batavia kemungkinan tersebut dapat dilakukan di tanah-tanah pemerintah. Di
Batavia dan Buitenzorg sudah sejak era Daendels kepemilikan lahan dikuasai
pemerintah. Inilah yang menjadi celah munculnya pasar pribumi (non tanah
partikelir) di kota Buitenzorg. Pasar ini kemudian disebut Pasar Mardika.
Pada
tahun 1854 pengaturan perpasaran mengikuti aturan baru yang dibuat sesuai
dengan pengaturan pendirian pasar Tjikarang. Pasar Tjiawi yang dibentuk setelah
tahun 1854 mengikuti aturan perpasaran sesuai aturan pendirian pasar Tjikarang.
Mengapa disebut Pasar Mardika? Yang jelas pasar tersebut tidak berada di lahan
tanah partikelir. Di lahan partikelir tidak ada penduduk yang merdeka, semua
mengikuti aturan pemilik land yang telah diratifikasi oleh pemerintah seperti
kerja wajib (sekarang disebut kerja rodi). Meski disebut pasar mardika
(merdeka), yang memungut retribusi di Pasar Mardika adalah pemerintah (pemilik
lahan). Namun untuk urusan pembangunan pasar dilakukan oleh penduduk secara
swadaya dengan dukung pemerintah lokal (pemimpin pribumi). Lokasi Pasar Mardika
di Buitenzorg ini berada di sisi barat sungai Tjipakantjilan (kini jalan
Merdeka).
Jembatan di atas sungai Tjipakantjilan belum ada.
Jembatan yang ada adalah jembatan bambu. Jembatan permanen (yang lebih kuat)
baru dibangun kemudian. Jembatan ini disebut jembatan Roode Brug (paling tidak
sudah diketahui tahun 1855). Jembatan ini kini dikenal sebagai Jembatan Merah.
Beberapa dekade setelah Roode Brug menyusul dibangun baru tahun 1889 jembatan
di atas sungai Tjisadane (jembatan kayu) yang sebelumnya hanya terbuat dari
bambu. Jembatan ini kini dikenal sebagai jembatan (ke arah) Gunung Batu.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Riwayat
Kampong Tjikeumeuh
Kampong Tjikeumeuh bukanlah kampong biasa. Kampong
Tjikeumeuh adalah satu-satunya kampong di sisi barat sungai Tjipakantjilan yang
masuk dalam kota (pemerintah) Buitenzorg, Namanya mengacu pada nama sungai yang
mengalir di kampong tersebut: sungai Tjikeumeh. Pada era Pemerintahan Hindia
Belanda sungai Tjikeumeh ini di vermak menjadi kanal irigaasi untuk mengairi
lahan pemerintah untuk lahan pembibitan (Tjimanggoe).
Pada tahun 1821, sungai Tjipakantjilan (yang mnegairi
lahan persawahan di Bondongan) yang ‘jatuh’ ke sungai Tjisadane kemudian ‘diangkat’
dengan membangun kanal melalui Paledang untuk dialirkan dalam pengembangan
lahan pertanian di Kedong Badak dan Tjiliebout (menjadi sungai terusan
Tjipakantjilan diintegrasikan dengan sungai Tjileboet). Kanal ini dapat dilihat
berada di bawah Jembatan Merah. Adanya jembatan Roode Brug paling tidak sudah
diketahui tahun 1855. Sehubungan dengan pembangunan kanal Tjipakantjilan ini,
kemudian di kampong Panaragan kanal Tjipakantjilan disodet dengan membangun
kanal sekunder untuk mengairi persawahan di kampong Panaragan hingga ke tanah
partikelir (land) Tjilendek (kanal ini kini lebih dikenal sebagai sungai
Tjidepit). Pada fase inilah kanal [Tjidepit] disodet untuk memperbesar debit
air di sungai Tjikeumeuh (sungai Tjikeumeuh di vermak menjadi kanal Tjikeumeeh).
Kebun percobaan pertanian Tjikeumeuh (Peta 1900) |
Adanya kanal Tjipakantjilan via Paledang mendapat berkah
bagi kampong Tjikeumeh menjadi perkampongan yang makmur dan bergengsi. Kampong
Tjiekeeumeh makmur karena memiliki irigasi yang stabil sepanjang tahun; kampong
Tjikeumeuh bergengsi karena pemerintah membangun pusat pembibitan perkebunan di
kampong Tjikeumeuh. Kampong Tjikeumeuh menjadi kebun percobaan pertama
pemerintah di Hindia Belanda. Nama kampong Tjikeumeuh meroket setinggi langit.
Kebun pertanian Tjikeumeuh adalah kebun pengujian
(percobaan) tanaman-tanaman yang bibit atau benihnya didatangkan dari luar
negeri. Upaya ini awalnya bagian dari kegiatan Kebun Raya, tetapi kemudian dipisahkan
dengan membentuk kebun percobaan di kampong Tjikeumeuh sejak tahun 1873 pada
era Teysmann (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 22-05-1903). Dalam pembebasan lahan
di kampong Tjikeumeuh untuk pertanian tidak begitu sulit karena kampong
Tjikeumeuh adalah lahan pemerintah yang menjadi bagian dari land Bloeboer yang
dibebaskan oleh Daendels tempo dulu (lihat De locomotief : Samarangsch handels-
en advertentie-blad, 23-03-1874). Pada waktu pembangunan kebun percobaan ini
jalan akses dirintis dari Pasar Mardika yang kini menjadi jalan Merdeka. Kanal
yang berada di sisi barat jalan rintisan menuju kebun percobaan tersebut airnya
disodet dari kanal Tjikeumeuh. Sedangkan jalan menuju land Tjilendek sendiri
sudah lama adanya ketika tanah partikelir tersebut terbentuk pada era VOC (kini
dikenal sebagai jalan Sumeru). Sehubungan dengan kebun percobaan Tjikeumeuh, dalam
perkembangannya muncul gagasan baru untuk mendirikan sekolah pertanian
(landbouwschool) di Buitenzorg. Sekolah pertanian ini didirikan pada tahun
1876. Kebun percobaan di Tjikeumeuh diintegrasikan dengan pendirian sekolah
pertanian tersebut.
Kampong Tjikeemeh lambat laun menjadi wilayah perluasan
pemukiman Eropa-Belanda (terutama di sekitar jembatan Roode Brug). Hal ini
karena pemukiman Eropa-Belanda di (wijk) Paledang sudah semakin padat. Di
kampong Tjikeumeuh ini juga banyak terdapat rumah atau kamar kost untuk orang
Eropa-Belanda yang melancong atau yang bekerja di Buitenzorg. Perkembangan
perumahan di kampong Tjikeumeuh ini mulai terasa sejak jalur kereta api
Batavia-Buitenzorg terhubung pada tahun 1873. Area perumahan Eropa-Belanda yang
berada di antara kampong Tjikeumeuh dengan jembatan Roode Brug sejak masa
lampau (sejak era VOC) adalah tempat pekuburan (tempat dimana kemudian dibangun
Pasar Mardika).
Pada
tahun 1876 di perkebunan percobaan Tjikeumeuh dilakukan uji tanaman sorghum (gandum)
selain di Tjibodas. Beberapa planter juga melakukan yang sama seperti de
Sturler di land Tjiomas (4200 kaki dpl) yang lebih tinggi dan CJ van Motman di
land Dramaga yang lebih rendah (lihat Algemeen Handelsblad, 06-07-1876).
Menurut pengamatan dari berbagai uji coba di beberapa titik itu disimpulkan
bahwa dari semua tanaman sereal Eropa, gandum tampaknya cukup cocok untuk iklim
tropis. Uji coba di Tjikeumeuh tahun ini, dan jika berhasil, tanaman yang
sangat baik telah ditemukan, yang dapat ditanam di sawah setelah memanen padi
untuk pemupukan hijau. Panen berlangsung dalam waktu sekitar 2 bulan dan karena
itu cukup cepat sehingga produk sorghum tidak menghalangi pemrosesan sawah padi
tepat waktu. Selain itu, sejumlah tanaman baru diuji coba di Tjiekeumeuh. Ada
yang gagal dan ada yang berhasil. Het vaderland, 29-10-1880 memberitakan bahwa
kebun pertanian (cultuurtuin) di Tjikeumeu[h] akan segera menghasilkan bibit kopi
Liberia yang akan disebarkan ke publik yang diperkirakan sebanyak 400.000
batang.
Tunggu deskripsi lengkapnya
Krankzgesticht:
Rumah Sakit Jiwa
Tunggu deskripsi lengkapnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar