*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini
Ada satu masa yang singkat Jepang di Bali
(1942-1946). Hal serupa juga di wilayah lain di Indonesia. Sementara itu ada
dua pemuda Bali, yang satu berada di Belanda dan satu lagi di Indonesia. Yang
berada di Belanda bernama Anak Agoeng Made Djelantik dan yang berada di
Indonesia adalah I Goesti Ngoerah Rai. Lantas apa kaitan dua pemuda ini dengan
Jepang? Sudah barang tentu
pertanyaan ini tidak pernah ditanyakan.
I
Goesti Ngoerah Rai lahir di Badung, 30 Januari 1917. Setelah lulus ujian HIS di
Denpasar, pada tahun 1931, I Gusti Ngurah Rai melanjutkan pendidikan MULO di
Malang (lulus 1933). I Gusti Ngurah Rai kembali pulang kampong ke Bali dan
mengikuti pendidikan militer Hindia Belanda Prajoda di Bali. Pada tahun 1941
sersan Prajoda I Goesti Ngoerah Rai mendapat kenaikan pangkat menjadi letnan
dua yang kemudian dari Singaradja dipindahkan ke Soerabaja (lihat Soerabaijasch
handelsblad, 26-11-1941). Sementara itu, Anak Agoeng Made Djelantik lahir di Karangasem,
21 Juli 1919. Setelah menyelesaikan pendidikan HIS di Singaradja melanjutkan
pendidikan MULO di Malang tahun 1935 dan melanjutkan pendidikan AMS Afdeeeling
B di Djogjakarta dan lulus tahun 1938. Anak Agoeng Made Djelantik segera
berangkat studi ke Belanda. Pada tahun 1941 Anak Agung Made Djelantik lulus
ujian kandidat di Gemeente Universiteit te Amsterdam (lihat Christelijk sociaal
dagblad voor Nederland De Amsterdammer, 06-06-1941).
Saat menulis artikel ini pada tanggal 15 Agustus
1945 Kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu. Itu berarti akhir pendudukan
Jepang di Indonesia. Dua pemuda Bali yang disebut di atas termasuk orang
Indonesia yang anti fasis (anti Jepang). Disinilah pentingnya pertanyaan di
atas menjadi penting, yakni bagaimana dua pemuda Bali tersebut bereaksi
terhadap Jepang. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada
permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah
nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.