Sabtu, 15 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (37): Detik-Detik Akhir Militer Jepang di Bali; AA Made Djelantik di Belanda dan IG Ngoerah Rai di Indonesia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini 

Ada satu masa yang singkat Jepang di Bali (1942-1946). Hal serupa juga di wilayah lain di Indonesia. Sementara itu ada dua pemuda Bali, yang satu berada di Belanda dan satu lagi di Indonesia. Yang berada di Belanda bernama Anak Agoeng Made Djelantik dan yang berada di Indonesia adalah I Goesti Ngoerah Rai. Lantas apa kaitan dua pemuda ini dengan Jepang? Sudah barang tentu pertanyaan ini tidak pernah ditanyakan.

I Goesti Ngoerah Rai lahir di Badung, 30 Januari 1917. Setelah lulus ujian HIS di Denpasar, pada tahun 1931, I Gusti Ngurah Rai melanjutkan pendidikan MULO di Malang (lulus 1933). I Gusti Ngurah Rai kembali pulang kampong ke Bali dan mengikuti pendidikan militer Hindia Belanda Prajoda di Bali. Pada tahun 1941 sersan Prajoda I Goesti Ngoerah Rai mendapat kenaikan pangkat menjadi letnan dua yang kemudian dari Singaradja dipindahkan ke Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 26-11-1941). Sementara itu, Anak Agoeng Made Djelantik lahir di Karangasem, 21 Juli 1919. Setelah menyelesaikan pendidikan HIS di Singaradja melanjutkan pendidikan MULO di Malang tahun 1935 dan melanjutkan pendidikan AMS Afdeeeling B di Djogjakarta dan lulus tahun 1938. Anak Agoeng Made Djelantik segera berangkat studi ke Belanda. Pada tahun 1941 Anak Agung Made Djelantik lulus ujian kandidat di Gemeente Universiteit te Amsterdam (lihat Christelijk sociaal dagblad voor Nederland De Amsterdammer, 06-06-1941).

Saat menulis artikel ini pada tanggal 15 Agustus 1945 Kerajaan Jepang menyerah kepada Sekutu. Itu berarti akhir pendudukan Jepang di Indonesia. Dua pemuda Bali yang disebut di atas termasuk orang Indonesia yang anti fasis (anti Jepang). Disinilah pentingnya pertanyaan di atas menjadi penting, yakni bagaimana dua pemuda Bali tersebut bereaksi terhadap Jepang. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Derik-Detik Berakhirnya Belanda di Indonesia

Setelah berabad-abad Belanda berjaya di Eropa dan berkuasa di Indonesia, akhirnya Belanda harus menanggung beban berat (kualat). Kerajaan Belanda di Eropa diduduki oleh Jerman (NAZI) pada bulan Mei 1940; juga negara (dominion) Belanda di Indonesia diduduki oleh militer Jepang (Dai Nippon) tahun 1942. Habis sudah supremasi Belanda. Lantas bagaimana dengan rakyat dan pemimpin Indonesia? Wait en See.

Pemuda (dan pemudi) Indonesia banyak yang tengah studi di Belanda, termasuk satu pemuda asal Bali bernama Anak Agoeng Made Djelantik (fakultas kedokteran di Amsterdam). Di Belanda, sudah sejak lama terbentuk organisasi mahasisw, yang mana organisasi ini digagas oleh Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan pada tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging (yang tahun 1924 namanya diubah menjadi Perhimpoenan Indonesia). Ketua Perhimpoenan Indonesia di Belanda sejak 1938 adalah Dr. Parlindoengan Lubis (alumni fakultas kedokteran di Amsterdam). Organisasi mahasiswa inilah yang menjadi payung orang-orang Indonesia di Belanda ketika Jerman melakukan invasi pada tahun 1940. Celakanya, para pentolan Perhimpoenan Indonesia termasuk bendaharnya Mohamad Ildrem Siregar anti fasis. Ketika Jerman menduduki Belanda, Parlindungan Lubis, Sidartawan (sekretaris) dan Mohamad Ildrem Siregar ditangkap tentara Jerman dan kemudian dijebloskan ke penjara. Sidartawan pemuda asal Madura meninggal dalam tahanan, Ildrem dilepas, sementara Parlindungan Lubis diinternir ke kamp NAZI Jerman.

Perkuliahan sempat terganggu di Belanda pada awal masuknya Jerman, namun secara perlahan kampus-kampus dibuka dan para mahasiswa Indonesia kuliah lagi. Seperti disebut di atas, tidak lama kemudian, orang Belanda di Indonesia yang telah kehilangan induk (dimangsa Jerman), menyerah kepada Jepang yang melakukan pendudukan militer di Indonesia bulan Maret 1942. Para pemuda Indonesia, khususnya di Jawa bersifat pro dan kontra terhadap kehadiran Jepang. Salah satu tokoh politik terkenal yang menentang Jepang adalah Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap. Di barisan pemuda yang juga ada yang menentang Jepang salah satu diantaranya I Goesti Ngoerah Rai. Satu orang lagi yang ikut menentang Jepang adalah anak Bali, seorang keturunan Amerika yang mengubah namanya menjadi Ktoet Tantri.

Namun kekuatan Jerman (NAZI) harus berakhir oleh perlawanan yang dilakukan Sekutu. Belanda terbebas dari Jerman pada bulan Mei 1945. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Belanda sedikit lega, karena perlawanan terhadap Jepang di Indonesia semakin terbuka (selama ini diawasi oleh intel dan tentara NAZI). Jerman dan Jepang adalah sama-sama fasis (dua kekuatan melawan Sekutu) yang saling bekerjasama. Mahasiswa Indonesia di Belanda kembali mengibarkan bendera Indonesia merah putih dan bendera Perhimponan Indonesia yang dipimpin oleh anak Depok FKN Harahap (menggantikan Setjadjit). Sementara itu mantan ketua Dr Palindoengan Lubis masih berada di kamp NAZI.

Saat mana Indonesia masih tetap berada di bawah pendudukan militer Jepang, para pemuda Indonesia di Belanda melalui organisasi Perhimpoenan Indonesia yang dipimpin oleh FKN Harahap mulai menentang Jepang dan menuntut kemerdekaan penuh Indonesia. Ini dilakukan pada suatu rapat akbar yang diadakan pada awal Juni 1945 di lapangan terbuka di depan kantor Wali Kota Amsterdam. FKN Harahap yang mahasiwa masih skripsi tersebut naik ke podium membacakan manifesto (menentang Jepang dan menuntut kemerdekaan penuh Indonesia).

Dalam rapat massa ini, uniknya dihadari oleh banyak orang-orang Belanda yang memberikan dukungan kepada pemuda Indonesia di Belanda. Boleh jadi ini karena orang-orang Belanda juga sedang euforia karena belum lama terbebas dari Jerman. Selain tokoh-tokoh Indonesia di Belanda yang juga memberikan pidato setelah sang ketua, beberapa tokoh Belanda juga naik panggung untuk berpidato untuk memberikan dukungan kepada Indonesia. Tentu saja pemuda asal Bali Anak Agoeng Made Djelantik, satu-satunya dari Bali turut hadir dalam rapat umum ini.

Beberapa waktu kemudian, Menteri Luar Negeri Belanda berkunjung ke markas Perhimpoenan Indonesia. FKN Harahap mempersilahkan para senior Indonesia. Tiga senior yang berbicara dengan Menteri Luar Negeri tersebut salah satu diantaranya adalah Mr. Masdoelhak Hamonangon Nasoetion, Ph.D (yang belum lama meraih gelar Ph.D di bidang hukum di Universiteit Utrecht). Tampaknya Menteri Luar Negeri ingin PDKT terhadap orang-orang Indonesia di Belanda. Perhimpoenan Indonesia sendiri telah menerbitkan majalah sebagai media komunikasi diantara orang-orang Indonesia. Dari berbagai edisi isinya tentang penentangan terhadap Jepang dan tuntutan kemerdekaan penuh Indonesia. Salah satu editornya adalah FKN Harahap.

Pada waktu yang relatif  bersamaan di Australia, Mr. HJ van Mook, Ph.D menggalang kekuatan diantara orang-orang Belanda dan Australia. HJ van Mook juga melakukan PDKT terhadap tokoh-tokoh Indonesia yang belum lama dievakuasi dari Digoel (Papoea). Salah satu tokoh yang sudah berada di Australia adalah Jahja Malik Nasoetion (tokoh binaan Adam Malik). Jahja Malik Nasoetion kelak dikenal sebagai mertua dari Bob Tutupoly. Namun tentu saja PDKT Menteri Luar Negeri Belanda di Belanda dan tokoh pergerakan Belanda HJ van Mook di Australia tidak mempan, karena orang-orang Indonesia di manca negara hanya memiliki satu tujuan: kemerdekaan penuh Indonesia. Tentu saja antara pemuda Indonesia di Belanda dengan para tokoh politik Indonesia di Australia sudah terhubungan melalui telepon dan telegraf (antara Indonesia dan Belanda hubungan komuniasi masih tertutup). Catatan: HJ van Mook adalah kelahiran Semarang yang pada tahun 1917 ikut dalam Kongres Hindia Belanda yang pertama di Amsterdam. Kongres ini diwakili oleh organiasai mahasiswa Indonesia Indische Vereeniging, organisasi mahasiswa Tionghoa dan organisasi mahasiswa Belanda asal Hindia. Dalam kongres ini dari Indische Vereeniging diwakili oleh Sorip Tagor (mahasiswa Veeartsenschool di Utrecht) dan Dahlan Abdoellah. Saat kongres inilah nama Indonesia kali pertama diapungkan. Sorip Tagor kelak dikenal sebagai ompung (kakek buyut) Inez/Risty Tagor). Dahlan Abdoellah sendiri pada saat era pendudukan Jepang ini adalah Wali Kota Batavia. Hanya ada dua kota dimana pemimpin Jepang mengangkat orang pribumi sebagai wali kota yakni di Djakarta (Batavia) dan Soerabaja. Pada awkatu yang sama Wali Kota di Soerabaja adalah Dr. Radjamin Nasoetion. Sementara Mr Amir Sjarifoeddin Harahap dan anak Bali Ktoet Tantri masih meringkuk di tahanan militer Jepang di Malang. Catatan: Sorip Tagor juga adalah pendiri Sumatranen Bond fi Belanda tahun 1917 dengan sekretatris Dahlan Abdoellah dan sebagai bendahara Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia. Dahlan Abdoellah pada tahun 1919 adalah ketua Indische Vereeniging. Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D saudara sepupu Mr Amir Sjarifoeddin Harahap sebagai Menteri Pendidikan RI yang kedua (menggantikan Ki HadjarDewantara) pada tahun 1945-1946. Mr Amir Sjarifoeddin Harahap pada tahun 1947 menjadi Perdana Menteri RI (menggantikan Soetan Sjahrir).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Derik-Detik Jepang di Indonesia

Akhirnya pendudukan militer Jepang di Indonesia harus berakhir saat mana pada tangga 15 Agustus 1945 menyatakan menyerah kepada Sekutu. Pernyataan itu juga disiarkan melalui radio. Pada saat Kaisar Jepang berpidato sebelumnya listrik seluruh dimatikan. Namun kapal-kapal yang bersandar di Tanjung Priok yang memiliki sistem listrik dan radio sendiri mendengar langsung pidato itu. Kabar penyerahan Jepang kepada sekutu segera berhembus ke darat (Batavia) sehingga para pemuda revolusioner bergerak yang kemudian kemerdekaan Indoneesia diproklamirkan oleh Ir Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945.

Semua militer Jepang di Indonesia mati langkah, hanya bersikap wait en see. Dalam perkembanganya terjadi diskusi dan kesepakatan antara pemipin sekutu-Inggris dan pemerintah Indonesia (Ir Soekarno) soal pelucutan senjata militer Jepang dan pembebasan interniran Eropa-Belanda di Indonesia.

Saat kegiatan pelucutan senjata militer Jepang dan pembebasan interniran Eropa-Belanda oleh Sekutu-Inggris di Indonesia menyusul di belakangnya pasukan NICA-Belanda untuk menguasai kembali Indonesia. NICA-Belanda ini segera menguat di sejumlah kota-kota di Jawa. Sehubungan dengan terbukanya Indonesia, diaspora Indonesia apakah yang berada di Australia maupun Belanda juga pulang ke tanah air.

Telex, 16-10-1945: ‘Di Depok (antara Batavia dan Buitenzorg) kelompok bersenjata Nasionalis melakukan penggerebekan, warga cukup banyak terbunuh, rumah dirusak dan semua isinya telah diambil. Orang-orang telah meninggalkan desa. Kapal Australia telah berlayar dari Australia membawa sebanyak 687 tahanan politik (yang dipindahkan dari Digoel) menuju Indonesia (Tandjong Priok). Kemarin sore terjasdi pertempuran di Zuid Batavia di mana dua hari lalu pasukan Inggris telah mengambil kontrol di lapangan usara Tjililitjan (kini Halim) Tentara kontingen Nederland telah dikirim kesana untuk memperkuat’.

Setelah NICA-Belanda menguasai sepenuhnya kota-kota penting di Jawa seperti Djakarta, Semarang dan Soeranaja, pemerintah NICA-Belanda kemudian melebarkan penguasaan ke Bali dan Lombok. Kehadiran Sekutu-Inggris yang kemudian diikuti NICA Belanda di Bali dan Lombok dilakukan pada awal Maret 1946.

Untuk membendung kedatangan NICA-Belanda di Bali, Pemerintah Republik Indonesia via Menteri Pertahanan Mr Amir Sjarifoddin Harahap agar I Goesti Ngorah Rai segera ke Bali dan mengkonsolidasikan TRI di Bali. Sejumlah anggota pasukan militer Jepang tidak bersedia dilucuti dan dievakuasi dan memilih bergabung dengan pasukan I Gosti Ngoerah Rai. Dari eks pasukan Jepang inilah sebagian masuk senjata dan peluru masuk ke pihak TRI.

Semua paukan militer Jepang telah dilucuti senjatanya oleh pasukan sekutu-Inggris dan telah dievakuasi ke Singapoera. Namun beberapa anggota militer Jepang memilih tinggal di Indonesia dan bergabung dengan TRI. NICA-Belanda kemudian semakin menguat di Bali. Perlawanan pasukan I Goesti Ngoerah Rai yang juga dibantu eks militer Jepang terus melakukan perlawanan.

Perairan Bali semakin dijaga ketat patroli NICA-Belanda agar pasukan bantuan dari Jawa tidak masuk. Pada bulan April dua kapal dari Jawa berhasil dikejar patroli di perairan Bali dan kemudian menangkapnya. Jawa dan Bali terputus. Meski demikian pada tanggal 8 Juli pasukan I Goesti Ngoerah Rai memenangkan pertempuran di Karangasem (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 18-07-1946). Disebutkan tiga pasukan NICA-Belanda tewas yang berpangkat letnan, sersan dan prajurit.

Oleh karena lebih aman di Bali selatan, pemerintah NICA-Belanda di Bali sejak awal Agustus 1946 memindahkan ibu kota dari Singaradja ke Denpasar. Pasukan I Goesti Ngoerah Rai mulai memusatkan perhatian ke selatan yang mengambil posisi di sekitar Tabanan. Pemerintah NICA-Belanda dimana para pasukan militer menjaga dan mengawasi keamanan, juga terus mengembangkan pemerintah yang baru di Bali yang berpusat di Denpasar.

Seiring dengan meningkatkan kinerja pemerintahan NICA-Belanda di Denpasar, pemerintah NICA-Belanda di Bali kemudian secara bertahap melarang identitas Jepang di Bali. Dalam perkembangan juga pemerintah NICA-Belanda di Bali melarang pemilikan dan penggunaan uang Jepang (lihat Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 29-08-1946). Disebutkan untuk Bali dan Lombok, telah diadopsi peraturan yang melarang kepemilikan, pengangkutan, atau penggunaan alat pembayaran yang diedarkan oleh musuh Jepang.

Anak Agung Made Djelantik yang tahun 1938 berangkat studi ke Belanda telah menyelesaikan studinya dan mendapat gelar dokter di Amsterdam. Setelah dinyatakan lulus dan karena sudah ada hubungan komunikasi antara Belanda dan Indonesia, Anak Agung Made Djelantik juga segera pulang kampong (membawa istri orang Belanda). Anak Agung Made Djelantik dengan kapal Belanda dari Batavia tiba di pelaboehan Koeta pada tangga 11 Septeber 1946.

Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 18-09-1946: ‘Dr. AA Made Djelantik. Pada tanggal 11 ini tiba di Koeta AA Made Djelantik, putra kedua pemimpin Karangasem, didampingi istri muda Hollandsche.. Dr. Djelantik baru saja lulus di Belanda dan sekarang, setelah absen selama delapan tahun, dengan cuti sekitar dua bulan di Bali, kemudian Dr. Djelantik akan kembali ke Belanda untuk mengikuti program doktoral dua tahun lagi dengan mengambil topik bedah dan penyakit dalam, setelah itu ia berniat menetap di Bali dan khususnya arus politik yang berkaitan dengan hubungan politik antara Belanda dan Indonesia’

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar