Selasa, 25 Oktober 2022

Sejarah Lampung (14): Teluk Lampung, Dulu Telok Batang; Kapal GG Loudon dan Tsunami Gunung Krakatau Meletus 1883


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Nama Lampung sudah dikenal lama. Namun nama teluk dengan nama teluk Lampong paling tidak sudah diidentifikasi pada Peta 1724. Di dalam teluk diidentifikasi nama kampong Dampin. Dimana posisi GPS (kampong) Lampong? Yang jelas teluk ini menjadi penting sejak pelaut-pelaut Portugis menemukan selat yang kemudian diberi nama selat Zunda (kini selat Sunda). Nama teluk Lampong sendiri diduga baru muncul pada era VOC/Belanda. Satu peristiwa terpenting di teluk pada era Pemerintah Hindia Belanda adalah meletusnya gunung Krakatau tahun 1883. Kapal yang pertama memasuki Kawasan teluk saat bencana tsunami itu adalah kapal uap (ss) Gouverneur Generaal Loudon.


Teluk Lampung adalah sebuah teluk di perairan Selat Sunda yang terletak di selatan Lampung. Di teluk ini, bermuara 2 sungai yang membelah Kota Bandar Lampung. Teluk ini berada di antara Kota Bandar Lampung, Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Pesawaran. Pelabuhan Panjang juga terdapat di teluk ini. Teluk Lampung yang luasnya sekitar 1.888 km2 ini merupakan wilayah perairan dangkal dengan kedalaman rata-rata mencapai 20 meter. Pulau Pasaran, Pulau Sebesi, Pulau Sebuku, Pulau Legundi, Pulau Kelagian, Pulau Condong Laut, Pulau Tangkil, Pulau Tegal dan pulau kecil lainnya adalah gugusan kepulauan yang berada di Teluk Lampung. Kini, nama Teluk Lampung ditabalkan sebagai nama kapal Republik Indonesia, KRI Teluk Lampung (540), kapal kesepuluh dari kapal perang jenis kapal pendarat milik TNI AL. KRI Teluk Lampung dibangun oleh VEB Peenewerft, Wolgast, Jerman Timur pada tahun 1979 untuk Angkatan Laut Jerman Timur dengan nomor lambung 636. Kapal berjenis Frosch-I/Type 108 ini kemudian dibeli pemerintah untuk TNI Angkatan Laut dan masuk armada pada tahun 1994. KRI ini termasuk dalam paket pembelian sejumlah kapal perang eks Jerman Timur pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. KRI Teluk Lampung bertugas sebagai armada pendarat bagi pasukan Marinir TNI AL dan juga sebagai kapal pengangkut logistic (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah teluk Lampung, dulu telok Batang? Seperti disebut di atas, nama Lampung sudah dikenal lama yang kemudian menjadi nama teluk. Pada tahun 1883 kapal uap (ss) Gouverneur Generaal Loudon memasuki teluk pasca tsunami setelah gunung Krakatau Meletus. Lanlu bagaimana sejarah teluk Lampung, dulu telok Batang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 24 Oktober 2022

Sejarah Lampung (13): Pulau Lagundi di Lampung; Pantai Lagundri di Nias, Pantai Lagundi di Banten dan Kampong Sialagundi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Pulau Lagundi berada dekat di ujung pulau Sumatra, di sisi barat teluk Lampung. Pulau Lagundi menjadi semacam pos pulau dalam navigasi pelayaran untuk mendekati kota Telok Betoeng di sisi dalam teluk. Namun kini, namanya kurang popular, kalah penting dari nama pulau Pahawang atau dan pulau Tegal Mas. Di ujung pulau Sumatra, selain teluk Lampong ada juga teluk Semangka. Pulau Lagundi juga seakan batas antara kedua teluk. Nama Lagundi mirip dengan nama di tempat lain.


Pulau Legundi adalah sebuah pulau yang terletak di wilayah administratif kecamatan Punduh Pidada, tidak begitu jauh dari daratan Sumatra, penduduk sedikit, sekitar 80 penduduk per kilometer persegi dan berprofesi sebagai petani dan nelayan (Wikipedia), Desa Legundi terletak di Pulau Legundi. Akses Menuju ke desa/pulau legundi melalui jalur laut membutuhkan waktu tempuh kurang lebih 1.5 jam dari dermaga Ketapang. Masyarakatnya berharap pulau legundi bisa menjadi salah satu destinasi wisata unggulan seperti pulau Pahawang. Potensi wisata pantai yang indah serta masih sangat alami di pulau ini terletak hampir di sekeliling pulau, masyarakatnya ramah dan sangat antusias dengan pengunjung atau wisatawan yang datang menjadi nilai tambah tersendiri (https://potensi.pesawarankab.go.id/). Pulau Lagundi berada di gugusan pulau-pulau indah di kawasan Teluk Lampung, memiliki panorama darat dan bawah laut yang sangat mempesona. Terumbu karang dan ikan kecil. Namanya memang tak sementereng Pulau Pahawang atau juga Pulau Tegal Mas. Dari Kota Bandar Lampung jaraknya sekitar 47 km dengan waktu tempuh sekitar tiga sampai empat jam perjalanan. Untuk sampai ke pulau nan cantik ini, pengunjung harus menempuh rute perjalanan darat dan laut. Juga bisa dipilih pengunjung melaui dermaga Canti Lampung Selatan. Pasir putih dan jejeran pepohonan yang sejuk akan menyambut anda. Dari darat, pengunjung bisa menikmati keindahan alam yang ada di pulau, kemudian pengunjung bisa menikmati keindahan bawah laut. Ombak lautnya tenang dan aman (https://www.lampung.co/)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Lagundi di Lampung? Seperti disebut di atas, pulau Lagundi berada di teluk Lampung yang merupakan pulau dekat ujung daratan pulau Sumatra. Namanya sudah dikenal sejak lama. Nama Lagundi mirip nama pulau Lagundri di Nias, nama pantai Lagundi di Banten dan nama kampong Siala Gundi di Angkola Mandailing, Tapanuli. Lalu bagaimana sejarah Pulau Lagundi di Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (12):Danau Ranau, Antara Residentie Palembang, Residentie Bengkulu dan Residentie Lampung; Danau di Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Danau adalah ranau? Ranau adalah danau. Nama danau Ranau tidak hanya di (pulau) Sumatra, juga ada di pulau Mindanao. Ada danau terbentuk di dataran rendah, ada juga di dataran tinggi, dan tentu saja ada danau du puncak gunung. Ada juga danau yang hilang, karena proses sedmientasi menjadi daratan dan ada juga hilang karena jebol. Danau Ranau berada di dataran tinggi pulau Sumatra. Satu yang penting, danau-danau di Sumatra adalah pusat-pusat peradaban awal di Sumatra. Danau terbesar di Siumatra adalah danau Toba di Sumatra Utara. Bagaimana dengan danau di Sumatra Selatan.


Danau Ranau adalah danau terbesar kedua di Sumatra setelah danau Toba. Danau ini terletak di perbatasan Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Provinsi Sumatra Selatan dan Kabupaten Lampung Barat Provinsi Lampung. Danau ini tercipta dari gempa besar dan letusan vulkanik dari gunung berapi yang membuat cekungan besar. Secara geografis topografi danau Ranau adalah perbukitan yang berlembah hal ini praktis menjadikan danau Ranau memiliki cuaca yang sejuk. Danau terkenal sering para nelayan untuk mencari ikan seperti mujair, kepor, kepiat, dan harongan. Tepat di tengah danau terdapat pulau yang bernama Pulau Marisa. Disana terdapat sumber air panas yang sering digunakan para penduduk setempat ataupun para wisatawan yang datang ke pulau tersebut, terdapat air terjun, dan penginapan. Danau ini juga menjadi objek wisata andalan dari Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan. Ada tiga tempat tujuan utama bagi para pengunjung Danau Ranau, Pantai Sinangkalan (Sumatera Selatan), Pantai Pelangi (Sumatera Selatan) Pantai Bidadari (Sumatera Selatan) Wisata Air Panas (Sumatera Selatan) Icon Ranau (Sumatera Selatan) dan Wisata Lombok (Lampung). Beberapa gangguan ekosistem yang terjadi di danau Ranau, salah satunya matinya ikan yang disebabkan pelepasan belerang H2S ke dalam air. Hal tersebut terjadi pada tahun 1962, 1993, 1998, dan pada 2011 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah danau Ranau, diantara Residentie Palembang, Residentie Bengkulu dan Residentie Lampung? Seperti disebut di atas, danau Ranau adalah salah satu danau pegunungan di (pulau) Sumatra. Danau Ranau milik dua atau tiga provinsi? Lalu bagaimana sejarah danau Ranau, diantara Residentie Palembang, Residentie Bengkulu dan Residentie Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 23 Oktober 2022

Sejarah Lampung (11): Marga di Lampung, Kuria di Batak dan Laras di Minangkabau; Sistem Federasi Pemerintahan Basis Marga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Marga di Tanah Batak berbeda dengan marga di Tanah Lampung. Marga di Tanah Batak antara lain Harahap, Nasution, Siregar dan Lubis. Sistem (pemerintahan adat) marga di Lampung kurang lebih sama dengan system (pemerintahan adat) kuria di Angkola Mandailing (Tapanuli Bagian Selatan). Sistem pemerintahan adat (wilayah) Minangkabau disebut laras dan di wilayah lainnya kurang lebih sama dengan nama yang berbeda seperti negeri. Sistem pemerintahan adat ini yang kemudian menjadi basise penyusunanan pemerintahan lokal pada era Pemerintah Hindia Belanda.


Masyarakat adat Lampung terdiri atas dua sistem pemerintahan adat yakni Masyarakat Komunitas Adat Budaya Lampung Saibatin (Peminggir/Pesisir) dan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang (Pepadun/Pedalaman). Masyarakat Komunitas Adat Budaya Saibatin dari dahulu hingga saat ini dinamakan Masyarakat Adat Lampung Peminggir (Pesisir). Karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat Lampung. Beberapa kepaksian serta kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan adat Saibatin antara lain: Bandar Lima Way Lima, Bandar Enom Semaka, untuk di Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong, Kepaksian Nyerupa, Paksi Buay Belunguh, Paksi Buay Bejalan Diway. Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Penyimbang atau yang sering kali juga dinamakan Masyarakat Komunitas Budaya Lampung Pepadun berdiam didaerah pedalaman Lampung. Beberapa kemargaan yang menggunakan sistem pemerintahan budaya Penyimbang antara lain: Abung Siwo Mego, Mego Pak Tulangbawang, Pubian Telu Suku, Buway Lima Way Kanan dan Bunga Mayang Sungkay, Marga Melinting peminggir, Marga Teluk Peminggir, Marga Pemanggilan Peminggir, Marga Rebang Semendo. Secara keseluruhan masyarakat Lampung terdiri atas beberapa kepaksian dan 83 kemargaan yang terhimpun dalam kemargaan dan kebuwayan (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah marga di Lampung, kuria di Angkola Mandailing Tanah Batak? Seperti disebut di atas, sistem pemerintahan adat (marga. Kurian, laras dan lainnya) dijadikan Pemerintah Hindia Belanda sebagai basis penyusunan pemerintahan lokal. Tidak seperti di Jawa, di zaman sebelumnya, sistem monarki tidak dikenal di Sumatra (seperti di Jawa) tetapi yang ada adalah sistem federasi (basis pemerintahan adat). Lalu bagaimana sejarah marga di Lampung, kuria di Angkola Mandailing Tanah Batak? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Lampung (10): Batu Berak Situs Kuno di Wilayah Pedalaman, Batu Sejajar? Situs Megalitik Zaman Prasejarah Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini  

Situs megalitik adalah penanda sejarah dimana terdapat awal peradaban. Adanya situs megalitik mengindikasikan terbentuknya populasi pendudk pada zaman kuno. Zaman serupa ini kerap disebut era prasejarah. Situs megalitik di Indonesia ditemukan di banyak tempat seperti Sulawesi Tengah (Lembah Napu, Lembah Besoa, Lembah Bada, Danau Lindu), Sumatra Utara (danau Toba) dan Lampung. Situs megalitik Gunung Padang di Jawa Barat (Cianjur) kini dalam tahap penyelidikan.


Situs Batu Berak merupakan salah satu peninggalan yang berasal dari masa prasejarah. Situs Batu Berak ini terletak di desa Pekon Purawiwitan, kecamatan Kebun Tebu, Lampung Barat. Situs ini juga disebut situs megalitik Kebon Tebu. Situs ini juga telah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh pemerintah Indonesia (SK: 3 Maret 2004). Sejarah Singkat, Lengkap dengan Strukturnya Dilansir dari laman Kemdikbud, Rabu (10/8/2022), peninggalan situs ini berupa dolemn berjumlah 30 buah yang terbuat dari batu monolit. Batu itu dalam posisi berjejer arah utara-selatan. Konon ini merupakan suatu formasi berbentuk orientasi tersendiri sepanjang kurang lebih 300m. Dua dolmen terbesar berukuran 315 x 210 x 66 cm dan 310 x 225 x 50 cm. Kaki dolmen rata-rata berjumlah tiga dan empat, ada juga yang enam. Berak merupakan istilah dari bahasa Lampung yang artinya sejajar. Jika diartikan, Batu Berak berarti batu sejajar. Batu Berak pertama kali ditemukan oleh Badan Rekonstruksi Nasional (BRN) pada tahun 1951. Tak lama ditemukan, situs ini diteliti oleh seorang arkeolog bernama Prof. Dr. Aris Soekandar sekitar tahun 1980. Luas seluruh komplek situs megalitik Batu Berak ini diperkirakan mencapai 3 hektare. Hasil penelitian ternyata Batu Berak dulunya ternyata merupakan tempat pemujaan. Bahkan, ada yang menyebut pemakaman pada zaman animisme. Penelitian tersebut juga menemukan beberapa jenis peninggalan berupa dolmen, menhir, batu datar, manik-manik kaca dan juga batu umpak, dan batu lumpang yang dibangun di bukit kecil dan dikelilingi sungai, sawah, dan empang. Sebelum dibuka untuk umum, situs ini sudah pugar empat kali. Pemugaran dilakukan pada tahun 1984 hingga 1989. Usai dipugar, pada tahun 1989, komplek situs Batu Berak dibuka untuk umum (https://lampung.inews.id/).

Lantas bagaimana sejarah Batu Berak, Batu Sejajar di wilayah pedalaman Lampung? Seperti disebut di atas, situs megalitik menandai peradaban awal di zaman kuno. Situs megalitik aaman kuno prasejarah Lampung ditemukan di desa Pekon Purawiwitan, kecamatan Kebun Tebu, kabupaten Lampung Barat. Lantas bagaimana sejarah Batu Berak, Batu Sejajar di wilayah pedalaman Lampung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 22 Oktober 2022

Sejarah Lampung (9): Populasi Penduduk di Lampung Masa ke Masa; Zaman Kuno, Era VOC dan Transmigrasi Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Penduduk asli Lampung adalah orang Lampung sendiri. Sejak zaman kuno sudah ada pendatang yang datang ke (wilayah) Lampung. Para pendatang semakin massif pada era VOC/Belanda, terumata orang Malayu, orang Jawa dan orang Bugis. Tentu saja orang Banten. Populasi penduduk di wilayah (district/residetenti) Lampong pada era Pemerintah Hindia Belanda semakin drastic bertambag seiring dengan program transmigrasi (yang terus berlangsung pada era Republik Indonesia). Pada masa ini populasi penduduk (provinsi) Lampung sebanyak 7.5 juta dengan komposisi hanya 13.6 persen orang Lampung.

 

Provinsi Lampung menjadi salah satu provinsi di Indonesia di luar Pulau Jawa, tempat mayoritas penduduknya adalah suku Jawa. Pada tahun 2010 total populasi sebanyak 64,17% yang kebanyakkan berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, dan sebagian Jawa Barat. Sementara penduduk asli yakni suku Lampung berjumlah 13,56%. Diposisi ketiga ada Sunda berjumlah 11,88% (sudah gabungan suku Sunda asal Jawa Barat dan juga Sunda asal Banten). Banyaknya etnis pendatang dari pulau Jawa ke provinsi Lampung disebabkan pulau Jawa yang tidak begitu besar tetapi penduduknya cukup ramai dan padat maka diadakan transmigrasi besar-besaran ke pulau lain khususnya pulau Sumatra di provinsi Lampung. Diposisi keempat dan kelima ada suku Melayu dengan persentase 5,64% dan juga Bali 1,38%. Suku Melayu sudah termasuk semua sub-suku Melayu asal Sumatra Selatan yang ada di provinsi Lampung seperti: Ogan, Semendo, Mesuji, dan Palembang. Masyarakat Melayu asal Sumatra Selatan seperti Ogan, Semendo, Mesuji, dan Palembang dapat ditemukan signifikan karena wilayah Sumatra Selatan dan Lampung berdekatan bahkan berbatasan langsung, mereka juga sudah lama bermigrasi ke provinsi Lampung (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah prasasti-prasasti di Lampung? Apakah sejarah Lampung terkait dengan sejarah Sriwijaya? Lalu apakah keberadaan prasasti di Lampung memiliki peninggalan zaman kuno yang lain seperti candi? Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak penting-penting amat, tetapi jika digabungkan untuk menjawab satu pertanyaan tunggal  bisa memiliki makna: Apakah sejarah Lampung bermula di danau Ranau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.