Sabtu, 28 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (4): Sejarah Pendidikan di Air Bangis; Saleh gelar Dja Endar Moeda, Pemilik Sekolah Swasta di Padang (1895)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Sejarah pendidikan modern (aksara Latin) di Air Bangis sejatinya lebih awal jika dibandingkan di Fort van der Capellen (ibu kota Afdeeling Pagaroejoeng, kini Batu Sangkat) dan Fort de Kock (ibu kota Agam, kini Bukittinggi). Introduksi pendidikan modern juga lebih awal di Air Bangis daripada di Fort Elout (ibu kota Afdeeling Mandailing en Ankola, kini Panyabungan). Air Bangis sejak 1839 menjadi ibu kota Residentie Air Bangis. Residen pertama Air Bangis adalah CPJ Steinmetz (lihat Dagblad van 's Gravenhage, 01-03-1839).

Introduksi pendidikan modern (aksara Latin), 1826
Pada era Hindia Belanda, pendidikan modern di pantai barat Sumatra adalah satu kesatuan wilayah pendidikan (pada masa ini disebut satu Kanwil). Pada tahun 1821 diplot seorang pejabat pendidikan setingkat komisi yang ditempatkan di Padang. Namun muncul ketegangan antara Belanda dan Inggris sehingga ibu kota Pantai Barat Sumatra dipindahkan ke (kota) Tapanoeli, Setelah Traktat London 1824 (tukar guling Bengkulu dengan Malaka) ibu kota Pantai Barat Sumatra dipindahkan ke Padang. Dalam penataan dan pembentukan cabang-cabang Pemerintahan Hindia Belanda di Pantai Barat Sumatra, pada tahun 1826 diangkat seorang guru (onderwijzer) untuk pribumi dengan gaji f600 per tahun (lihat  Bataviasche courant, 29-11-1826). Seorang guru Belanda yang menguasai bahasa Melayu. Pemerintahan sipil yang sudah berjalan di Pantai Barat Sumatra baru sekadar di kota-kota pantai (Padang, Indrapoera, Bengkoelen, Pariaman, Air Bangis, Natal, Linggabajo dan Tapanoeli). Seorang guru untuk semua kota-kota tersebut. Untuk orang Eropa/Belanda seorang guru Belanda (hanya) dipusatkan di Padang.

Bagaimana sejarah umum pendidikan di (wilayah) Pantai Barat Sumatra dan sejarah pendidikan secara khusus di Air Bangis? Secara umum sudah ada yang menulis tetapi kurang didukung data (hanya sekadar karangan belaka). Lantas apa pentingnya sejarah pendidikan di Air Bangis? Nah, itu dia! Sejarah pendidikan di Air Bangis yang pasti termasuk yang awal di wilayah Pantai Barat Sumatra. Introduksi pendidikan di Fort de Kock (Agam) dan Fort van der Capellen (Tanah Datar) baru diintroduksi tahun 1846. Yang mengintroduksinya Residen Padangsche Bovenlanden, CPJ Steinmetz (Residen pertama Air Bangis). Lsngkah Steinmetz kemudian diikuti oleh Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon (1850). Nah. Lho! Untuk menambah pengetahuan, juga untuk mengoreksi karangan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 27 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (3): Riwayat Kopi Air Bangis; Kopi Mandailing ke Pelabuhan Natal, Kopi Angkola ke Pelabuhan Lumut


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Air Bangis tidak hanya soal ikan. Tempo dulu ada kopi dengan merek dagang Air Bangis. Kopi Air Bangis mahal harganya. Harga kopi Air Bangis hampir menyamai harga kopi Mandailing. Namun kini mengapa kopi merek dagang Air Bangis tidak dikenal? Dalam dunia perkopian masa kini, hanya kopi merek dagang Mandailing yang tetap eksis.

Kopi Air Bangis (1884)
Sejarah kopi di Indonesia bermula di Jawa, tepatnya di Kedaung, Tangerang. Abraham van Riebeeck mengintroduksi kopi di sekitar Batavia tahun 1711. Abraham van Riebeeck membawa bibit kopi dari Malabar (India). Sukses budidaya kopi di Batavia/Buitenzorg (antara sungai Tjitaroem di timur dan sungai Tjisadane di barat) diperluas ke Preanger, lalu kemudian kopi diintroduksi lebih lanjut di Semarang. Sukses kopi di Jawa, akhirnya persebaran penananamn kopi menemukan jalan ke Palembang dan pantai barat Sumatra (Belanda di Padangsche Bovenlanden dan Inggris di Bengkolen en Tapanoeli). Abraham van Riebeeck dan Cornelis Chastelein dua pejabat VOC yang sangat peduli pertanian yang mengawali ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dan sungai Tjitaroem. Sepulang dari Malabar sebagai Gubenur, Abraham van Riebeeck membawa bibit kopi ke Batavia. Cornelis Chastelein sukses membuka lahan pertanian di Serengseng dan Depok, sementara Abraham van Riebeeck dipromosikan menjadi Gubernur Jenderal VOC (1709-1713). Residen VOC ditempatkan di Air Bangis antara tahun 1766 dan tahun 1774. Pada tahun 1772 ahli botani Inggris melakukan ekspedisi ke Tapanoeli (dari Pulau Pntjan Kecil hingga ke Batang Onang).

Lantas bagaimana sejarah kopi Air Bangis? Itulah pertanyaan yang mungkin tidak pernah ditanyakan, mungkin tidak terpikirkan. Padahal kopi di pnatai barat Sumatra sudah diintroduksi sejak era VOC (Belanda dan Inggris). Faktanya kemudian kopi Air Bangis cukup dikenal pada masa lampau. Tidak hanya dikirim ke Eropa/Belanda tetapi juga kapal-kapal Amerika menemukan jalan ke pantai barat Sumatra untuk membeli kopi (lihat Daghregister). Oleh karena itu, untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 25 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (2): Residen Air Bangis, Pendahulu Residen Tapanoeli; Senja Pantai Teluk Air Bangis, Antara Padang - Sibolga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Air Bangis sejatinya memiliki pesona. Namun seringkali terlupakan atau dilupakan. Sejarah Air Bangis haruslah dilihat sebagaimana aslinya, keindahannya tempo doeloe (ibarat pepatah: First Love Never Die). Oleh karenanya, sejarah Air Bangis jangan pula hanya dianggap sebagai (sekadar) awal sejarah Tapanoeli dan juga jangan pula sejarah Air Bangis hanya dianggap sebagai (sekadar) akhir sejarah Sumatra Barat. Sejarah Air Bangis di Sumatra Barat haruslah dilihat sebagai senja terindah di pantai antara Padang (ibu kota Residentie West Sumatra) dan Sibolga (ibu kota Residentie Tapanoeli).

Air Bangis (Peta 1724 dan Peta 1835)
Memahami sejarah (masa lampau) seringkali berbeda dengan apa yang terlihat sekarang. Apa yang terlihat sekarang tidak menjadi alasan untuk menghilangkan (fakta) sejarah dan kemudian membentuk (mengarang) sejarah baru. Para ahli sejarah seringkali tergoda oleh order politik (rezim tertentu). Para ahli sejarah kerap memotong waktu sejarah (cut of date) untuk menghilangkan sejarah yang mendahuluinya. Persoalan ini kerap terjadi di area abu-abu, seperti di Laut Cina Selatan, Negara Bagian Texas atau area tertentu lainnya yang kemudian menjadi sengketa. Persoalan ini juga, meski tidak ada konflik, pada area yang lebih kecil atau area sempit terutama di wilayah pantai atau di wilayah perbatasan misalnya Padang, Medan, Jakarta dan Surabaya adakalanya para ahli sejarah adakanya terbawa pada cara mengalisis dan sudut pandang. Para ahli sejarah seharusnya bersifat akademik (netral) dan tidak hanya dari satu sudut pandang. Situasi dan kondisi (lampau) tidak selalu kongruen dengan situasi dan kondisi terbaru (kini). Tetapi sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data.

Sejarah administrasi (wilayah) Air Bangis dimulai pada era Hindia Belanda (ketika Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia telah membentuk pemerintahan di Zuid Sumatra yang beribu kota Palembang. Dalam hal ini, pembentukan residentie baru dengan ibu kota di Air Bangis dilakukan terkait perluasan pengadministrasian wilayah di pantai barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Tiga residentie yang sudah dibentuk di pantai barat Sumatra adalah Padangsche Benelanden, Bengkoelen dan Padangsche Bovenlanden. Lantas mengapa nama residentienya disebut Air Bangis? Itulah pertanyaannya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 24 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (7): Sejarah Lima Puluh Kota, Benteng Pajacoemboeh dan Benteng van den Bosch; Dokter Proehoeman (1886)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Nama Payakumbuh adalah nama penting di batas Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Riau (jarak 50 Km dari Kota Bukittinggi). Nama Payakumbuh (Pajakoemboeh) sudah dikenal sejak lama. Pada era Perang Padri (yang berakhir 1937), nama Pajakoemboeh telah dijadikan sebagai nama benteng Belanda. Benteng terdekat dari Fort Pajacoemboe adalah Fort Raaff (di selatan), Fort van den Bosh (di utara), Fort Veldman (di timur) dan Fort Tandjoeng Alam (di barat).

Benteng Fort Pajacoemboeh (1831)
Sejaman dengan keberadaan benteng-benteng tersebut, nama-nama wilayah yang diidentifikasi penting adalah: Agam, Bangsoe, Batipoeh, Lintouw, VII Soerau, XX Kota, VII Kota, VIII Kota, X Kota dan XIII Kota. Nama wilayah L Kota (Lima Puluh Kota) belum diidentifikasi tetapi yang diidentifikasi adalah Bongsoe (Boengsoe?). Apakah Bongsoe kini bernama Lima Puluh Kota? Benteng Fort Pajacoemboeh berada di wilayah Bongsoe. Pada masa ini Lima Puluh Kota dijadikan nama kabupaten, dan kota Payakumbuh menjadi Kota.

Lantas bagaimana sejarah Payakumbuh (Lima Puluh Kota)? Sejauh yang bisa ditelusuri di internet, sejarah Payakumbuh belum pernah ditulis. Lalu apa pentingnya sejarah Payakumbuh? Oleh karena jarak yang begitu dekat, sebagai bagian dalam penulisan Sejarah Bukittinggi, sejarah Payakumbuh menjadi penting. Satu hal yang terbilang penting, dokter hewan pertama pribumi (Radja Proehoeman, 1886) ditempatkan di Pajakoemboeh. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 22 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (6): Benteng Matoea, Timur Danau Maninjau di Agam Akses dari Pelabuhan Tiku; Matur, Lebih Tua Matua


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Benteng Matoea adalah salah satu benteng yang dibangun Belanda pada era Perang Padri. Benteng ini lebih muda dari benteng Fort de Kock. Nama benteng diambil dari nama kampong tua di timur danau Manindjaoe, negorij (nagari) Matoea. Benteng yang berada diantara benteng Tikoe dan benteng Fort de Kock dibangun sebagai benteng penghubung (antara Tikoe dan Fort de Kock). Kampong Matoea diduga kuat sudah ada sejak kuno.

Benteng Matoea (Peta 1837)
Negorij, nagari (desa) Matua kemudian terbagi dua: Matoea Moediak (hulu) dan Matoea Hilia (hilir). Dua nagari ini kini termasuk wilayah administratif Kecamatan Matur, Kabupaten Agam. Sementara itu, Matoer awalnya adalah nama laras. Di era Hindia Belanda nama Matoea dan Matoer adakalanya saling tertukar. Laras Matoer ditambahkan ke district Danau sehingga nama onderafdeeling disebut Onderfadeeling Danaudistricten en Matoer, Afdeeling Agam, Residentie Padangsche Bovenlanden.

Lantas seperti apa sejarah Matoea? Satu yang pasti belum pernah ditulis. Lalu apa pentingnya sejarah Matoea ditulis? Satu yang pasti nama Matoea sudah dikenal sejak lama, tidak hanya nama negorij, tetapi juga nama benteng (fort). Benteng Matoea cukup berperan dalam paruh terakhir Perang Padri (dalam pengepungan benteng Bondjol). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 21 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (5): Kweekschool Fort de Kock dan Tanobato; JAW van Ophuijsen, Willem Iskander, Charles A van Ophuijsen


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Tumbuh bekermbangnya pendidikan tidak selalu dimulai dari kota besar. Tempo doeloe pertumbuhan dan perkembangan pendidikan justru dimulai dari wilayah-wilayah terpencil di pedalaman. Bukan di Batavia, bukan di Semarang dan juga bukan di Padang, tetapi si Soeracarta, Fort de Kock dan Tanobato (Afdeeling Mandailin en Angkola). Pendidikan menjadi ‘mesin’ dalam memacu kemajuan peradaban penduduk pribumi. Itulah sebab mengapa dari tiga wilayah ini muncul orang-orang yang hebat.

Kweekschool dan Europschool di Fort de Kock
Sekolah tinggi untuk pribumi, sekolah guru (kweekschool) yang pertama didirikan di Hindia Belanda adalah di Soeracarta pada tahun 1851. Sekolah guru ini atas inisiatif Residen Soeracarta. Pada tahun 1856 atas saran seorang pegiat pendidikan Belanda (Buddings) karena kurangnya ketersediaan guru, Asisten Residen yang berkedudkan di Fort de Kock JAW van Ophuijsen mulai mendirikan sekolah guru kweekschool di Fort de Kock. JAW van Ophuijsen memulai karir sebagai Controleur di Natal (Tapenoeli). Setahun setelah Kweekschool Fort de Kock didirikan, seorang lulusan sekolah dasar di Mandailing melanjutkan studi ke Belanda untuk mendapatkan akte guru. Pada tahun 1860 putra Mandailing yang menamakan dirinya sebagai Willem Iskander (kombinasi Radja Belanda Willem III dan penyair besar Rusia di London Iskander Herzien) lulus di Haarlem. Pada tahun 1861 Willem Iskanden kembali ke tanah air dan pada tahun 1862 menirikan sekolah guru kweekschool tidak jauh dari kampongnya di Tanobato (jalan antara Panjaboengan dan Natal). Kweekschool Tanobato adalah sekolah guru ketiga di Hindia Belanda.

Bagaimana sejarah pendidikan dan sejarah sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock? Apakah sudah ada yang menulisnya? Artikel ini dimaksudkan untuk menambahkan yang belum terinformasi dan juga meluruskan interpretasi (analisi) yang keliru. Satu yang terpenting peran sekolah guru ini pernah meluluskan seorang putri bernama Alimatoe’ Saadiah (jauh sebelum RA Kartini bersekolah). Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.