Rabu, 25 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (2): Residen Air Bangis, Pendahulu Residen Tapanoeli; Senja Pantai Teluk Air Bangis, Antara Padang - Sibolga


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Air Bangis sejatinya memiliki pesona. Namun seringkali terlupakan atau dilupakan. Sejarah Air Bangis haruslah dilihat sebagaimana aslinya, keindahannya tempo doeloe (ibarat pepatah: First Love Never Die). Oleh karenanya, sejarah Air Bangis jangan pula hanya dianggap sebagai (sekadar) awal sejarah Tapanoeli dan juga jangan pula sejarah Air Bangis hanya dianggap sebagai (sekadar) akhir sejarah Sumatra Barat. Sejarah Air Bangis di Sumatra Barat haruslah dilihat sebagai senja terindah di pantai antara Padang (ibu kota Residentie West Sumatra) dan Sibolga (ibu kota Residentie Tapanoeli).

Air Bangis (Peta 1724 dan Peta 1835)
Memahami sejarah (masa lampau) seringkali berbeda dengan apa yang terlihat sekarang. Apa yang terlihat sekarang tidak menjadi alasan untuk menghilangkan (fakta) sejarah dan kemudian membentuk (mengarang) sejarah baru. Para ahli sejarah seringkali tergoda oleh order politik (rezim tertentu). Para ahli sejarah kerap memotong waktu sejarah (cut of date) untuk menghilangkan sejarah yang mendahuluinya. Persoalan ini kerap terjadi di area abu-abu, seperti di Laut Cina Selatan, Negara Bagian Texas atau area tertentu lainnya yang kemudian menjadi sengketa. Persoalan ini juga, meski tidak ada konflik, pada area yang lebih kecil atau area sempit terutama di wilayah pantai atau di wilayah perbatasan misalnya Padang, Medan, Jakarta dan Surabaya adakalanya para ahli sejarah adakanya terbawa pada cara mengalisis dan sudut pandang. Para ahli sejarah seharusnya bersifat akademik (netral) dan tidak hanya dari satu sudut pandang. Situasi dan kondisi (lampau) tidak selalu kongruen dengan situasi dan kondisi terbaru (kini). Tetapi sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data.

Sejarah administrasi (wilayah) Air Bangis dimulai pada era Hindia Belanda (ketika Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia telah membentuk pemerintahan di Zuid Sumatra yang beribu kota Palembang. Dalam hal ini, pembentukan residentie baru dengan ibu kota di Air Bangis dilakukan terkait perluasan pengadministrasian wilayah di pantai barat Sumatra (Sumatra’s Westkust). Tiga residentie yang sudah dibentuk di pantai barat Sumatra adalah Padangsche Benelanden, Bengkoelen dan Padangsche Bovenlanden. Lantas mengapa nama residentienya disebut Air Bangis? Itulah pertanyaannya. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Residentie Air Bangis: Antara Padang dan Sibolga

Seusai politik tukar guling (Bengkulu dan Malaka) antara Inggris dan Belanda pada tahun 1824, Pemerintah Hindia sejak 1826 mulai menata dan membentuk pemerintahan di seluruh Hindia Belanda termasuk di pantai barat Sumatra (Sumatr’s Westkust). Pembentukan pemerintahan di pantai barat Sumatra ini mulai dari Bengkulu (Krui) hingga Tapanoeli (lihat Bataviasche courant, 29-11-1826). Jumlah lanskap Hiinida Belanda diantara garis pantai tersebut paling tidak sebanyak tujuh: Tapanoeiie, Natal, Aijer Bangies, Priaman, Padang, Poeloe Chinco dan Benkoelen (lihat Javasche courant, 14-01-1830). Dalam hal ini, Air Bangis adalah satu entitas sendiri. Bengkoelen dimasukkan baru setelah tahun 1824.

Almanak, 1822
Sebelum terjadinya tukar guling (Bengkulu dan Malaka), pemerintahan di pantai barat Sumatra (Sumatra’s Westku) pada tahun 1819 (du Puij) masih tahap penjajakan (secara de facto). Sehubungan dengan adanya resistensi dari Padri, lalu pada tahun 1821 pemerintahan (secara de jure) dibentuk dengan mengangkat Asisten Residen Sumatra’s Westkust (WJ Waterloo) yang berkedudukan di Tapanoeli. Asisten Residen dibantu oleh Majoor Rochmaler di Natal dan Kapitein Bauer di Padangsche Bovenlanden. Dua komandan militer ini dibantu oleh para letnan yang ditempatkan di Agam, Samawang, Psdang Ganting dan Pariaman, Di Padang hanya ditempatkan seorang Havenmeester dan Pakhuismeester.

Bataviasche courant, 29-11-1826
Eskalasi suhu politik yang terus meningkat terutama di pedalaman (Minangkabau), untuk mendukung pengembangan pemerintahan sipil, Pemerintah Hindia Belanda di Batavia mengirim pasukan militer yang dipimpin oleh Luitenant Colenel Raaff yang tiba Desember 1821. Luitenant Colenel Raaff dan pasukannya mendapat banyak perlawanan. Pada tahun 1824 ibu kota Sumatra’s Westkust dipindahkan dari Tapanoeli ke Padang sehubungan dengan wilayah Bengkulu dimasukkan sebagai Pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1826 keluar keputusan pemerintah untuk menata dan membentuk cabang pemerintahan di pantai barat Sumatra.

Berdasarkan keputusan tahun 1826, dibentuk dua residentie di pantai barat Sumatra: Residentie Padang dan Residentie Bengkoelen. Residentie Padang mencakup wilayah Padangsche Benelanden, wilayah Padangsche Bovenlanden dan wilayah Tapanoeli (serta pulau-pulau). Residentie Padang terdiri dari empat afdeeling: Padangsche Benelanden, Padangsche Bovenlanden (Regentschap Tanah Datar dan Regentschap Agam), Zuidelijke Afdeeling van den Residentie Padang dan Noordelijke Afdeeling van den Residentie Padang. Residen Padang adalah Colonel HJJL de Stuers.

Afdeeling Noordelijke Afdeeling van den Residentie Padang terdiri beberapa wilayah (lanschap): Air Bangis, Natal, Tapanoeli, Baros dan (kepulauan) Nias. Di Tapanoeli ditempatkan seorang Kommies dengan gaji f5.000 per tahun; di Natal ditempatkan seorang komandan berpangkat Majoor dengan gaji f2.400 per tahun; Masing-masing di Air Bangis, Baros dan Nias ditempatkan seorang posthouder dengan gaji f600 per tahun.

Pemerintahan lokal di Natal terdiri dari Toeankoe Besar di Natal dengan gaji f600 per tahun dan Toeankoe Sambali di Linggabajo dengan gaji f360. Penghoeloe yang masing-masing dengan gaji f120 per tahun: Datoe Sinaro, Datoe Poeti, Datoe Magomaharadja, Datoe Moeda, Datoe Makoela Alam, Datoe Soetan, Datoe Soetan Larangan, Datoe Kabidin, Datoe Sakidi dan Datoe Salem. Di Tapanoeli terdiri dari Radja Mamoelo kepala di Sibolga dan Radja Samang di Tapanoeli dengan masing-masing gaji f120 per tahun. Di Tapanoeli sendiri juga terdiri dari penghoelo: Datoe Moeda Enda, Datoe Radja Alam, Datoe Radja Agoah, Daroe Radja Boenda dan Datoe Radja Goentong Alam masing-masing dengan gaji f120; Datoe Radja Ambatjang dan Datoe Radja Si Allang masing-masing dengan gaji f100; Datoe Radja Pansah dan Datoe Radja Si Joagoh masing-masing dengan gaji f60 per tahun, Di Air Bangis Toeankoe Moeda dengan gaji f400 per tahun, Radja Poeto, kepala para penghoeloe dengan gaji f120 per tahun, para penghoeloe yang masing-masing denga gaji f100 (Datoe Simpona, Datoe Bilangan, Datoe Ammah dan Datoe Todoeng). Di Nias hanya satu penghoeloe dengan gaji f560 per tahun, sementara di Baros belum ada pemimpin lokal (hanya pejabat Belanda).

Di Noordelijke Afdeeling van den Residentie Padang selain sudah ditempatkan sejumlah pejabat juga sudah ditetapkan para pemimpin lokal. Tanggungjawab yang berada pada pemimpin lokal di Natal, Nias, Air Bangis dan Linggabajo. Pada tahun 1828 di Air Bangis ditambahkan pejabat Belanda sebagai Civiel en Militaire Kommandant. Pada Peta 1830 Air Bangis secara geografis adalah bagian dari wilayah (district) Mandailing.

Peta 1830
Penempatan pejabat militer di Air Bangis diduga terkait dengan eskalasi suhu politik yang semakin meningkat di Padangsche Bovenlanden. Hal ini juga ditunjukkan dengan penambahan komandan militer di Pariaman (sebelumnya hanya setingkat posthouder). Pada tahun 1830 di Padang ditambahkan pemimpin lokal untuk mendampingi Residen yakni Toeankoe Soetan Mansoer Alam Shah yang mengepalai para bupati (lihat Almanak 1830). Pada tahun 1826 bupati (regent) yang diangkat terdapat di Tanah Datar, Agam dan Pariaman. Bupati Tanah Datar adalah Soetan Alam Bagagar Shah (lihat Almanak 1830). Pada tahun 1830 pejabat di Natal dan Tapanoeli hanya setingkat posthouder. Tampaknya ada pergeseran (wilayah kerja) sehubungan dengan perlawanan Padri di Padangsche Bovenlanden. Pada tahun 1831 mulai ditempatkan jabatan Asisten Residen di Padangsche Bovenlanden, sementara bupati hanya tersisa di Pagaroejoeng dan ditambahkan bupati di Indrapoera. Residen yang baru adalah Luitenant Colonel Mr. CPJ Elout. Pada tahun 1932 Asisten Residen di Padangsche Bovenladen ditiadakan dan Asisten Residen ditematkan di Padang. Di Padang untuk mendampingi Asisten Residen diangkat Toeankoe Panglima (Mara Indra) dan Toangkoe Bandahara (Soetan Iskandar). Di Natal diaktifkan kembali komandan militer (seperti halnya di Air Bangis).

Pada tahun 1836 terjadi perubahan struktur pemerintahan di Noordelijke Afdeeling. Seperti halnya di Padang, diadakan jabatan Asisten Residen yang ditempatkan di Natal (JA Moser) yang dibantu oleh dua asisten di Mandailing (F Bonnet) dan di Rao (W Ivats). Di Air Bangis tetap dengan jabatan komandan militer (berpangkat letnan dua).

Peta 1831-1837
Struktur pemerintahan baru sesuai dengan konsentrasi militer yang semaking meningkat di sejumlah titik dalam rangka pengepungan pusat Padri di Bondjol. Berdasarkan jalur militer utama pada tahun 1836 dari arah utara Mandailing dan Rao, dari arah barat Pasaman dan Kallingan, dari arah selatan Tikoe, Matoea dan Fort de Kock, dan dari arah timur Pakajoemboe dan Poeardatar. Pada tahun 1837 benteng Bondjol, pusat pertahanan Padri berhasil dilumpuhkan oleh militer Belanda. Penaklukan benteng Bondjol dan menyerahnya Tuanku Imam Bondjol mengakhiri Perang Padri di Padangsche Bovenlanden. Setahun berikutnya tahun 1838 pengaruh Padri di wilayah Mandailing, Angkola dan Padang Lawas berhasil dibebaskan dengan mengempung benteng Daloe-Daloe yang dipimpin oleh Tuanku Tambusai.

Seusai Perang Padri (1838) lalu pada tahun 1839 dibentuk Residentie Air Bangis. Sebagai pejabat Residen Air Bangis (yang pertama) adalah CPJ Steinmetz (lihat Dagblad van 's Gravenhage, 01-03-1839). Beberapa bulan kemudian secara definitif Residen Air Bangis diankat PBJ de Perez yang sebelumnya Residen Bengkoelen (lihat Nederlandsche staatscourant, 17-12-1839). Wilayah yang termasuk Residentie Air Bangis ini adalah wilayah-lanschap yang sebelumnya bernama Noordelijke Afdeeling. Ibu kota Residentie Air Bangis berada di Air Bangis. Pentetapan Air Bangis sebagai ibu kota resodentie, karena secara geografis lebih dekat dengan pusat pemerintahan Hindia Belanda di pantai barat Sumatra yang berkedudukan di Padang. Disamping itu tingkat keamanan sudah lebih memadai di sekitar Air Bangis.

Di Residentie Air Bangis dibentuk beberapa afdeeling: Air Bangis, Mandailing en Angkola, Natal, Tapanoeli dan Baros. Di Afdeeling Mandauiling en Angkola ditempatkan Asisten Residen (di Panjaboengan); di Natal ditempatkan Controleur. Di Tapanoeli tetap dijabat oleh posthouder dan di Baros ditempatkan pejabat sipil. Dalam hal ini, Rao dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden, sedangkan Pariaman dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelandan. Residentie Bengkoelen sudah beberapa tahun dipisahkan dari pantai barat Sumatra (Sumatra’s Westkust).

Pengelompokkan wilayah yang berada di dalam satu kesatuan spasial (regional) yang awalnya belum diberi nama (Noordelijke Afdeeling, di utara kota Padang) yang sejak tahun 1840 disebut Residentie Air Bangis, tentunya hal itu didasarkan pada pertimbangan para ahli Belanda yang kompeten di bidang geologis, geografis (populasi, pola bertempat tinggal dan kesatua ekonomi-perdagangan) dan sosio-budaya (termasuk politik). Pertimbangan ini juga yang diduga sebagai faktor penting mengapa Rao dan Pariaman tidak dimasukkan ke Noordelijke Afdeeling tetapi Rao sejak tahun 1840 dimasukkan ke Padangsche Bovenlanden dan Pariaman sejak dari awal sudah menjadi bagian dari Padangsche Benelanden.

Penetapan Air Bangis sebagai ibu kota Noordelijke Afdeeling (kemudian menjadi nama residentie) besar dugaan hanya semata-mata karea faktor untuk mempermudah komunikasi antara pusat (di Padang) dan cabang pemerintahan di (Air Bangis). Urutan ini juga bersesuaian dengan kesiapan dua (populasi) afdeeling dalam memulai pemerintahan yakni di Afdeeling Natal dan Afdeeling Mandailing en Angkola. Oleh karena Afdeeling Mandailing en Angkola memiliki populasi dan kegiatan ekonomi yang besar maka di Afdeeling Mandailing en Angkola ditempatkan pejabat setingkat Asisten Residen yang berkedudukan di Panjaboengan, sementara di Afdeeling Natal hanya setingkat Controleur. Seperti diketahui sebelumnya, ketika Pemerintah Hindia Belanda di pantai barat Sumatra (yang dimulai tahun 1819), penetapan ibu kota Sumatra’s Westkust justru di Tapanoeli (bukan di Padang). Yang mana komandant berpangkat tertinggi (Mojoor) di Natal dan di Padang sendiri baru setingkat posthouder. Lalu setelah Traktat London 1824 (tukar guling Bengkulu dan Malaka) ibu kota dipindahkan dari Tapanoeli ke Padang. Lalu dalam perkembangannya seiring dengan peningkatan eskalasi suhu politik di Padangsche Bovenlanden (Perang Padri) ibu kota Noordelijke Afdeeling bergeser yang awalnya di Tapanoeli bergeser ke Natal dan terakhir ke Air Bangis (hingga usainya Perang Padri, 1838) dengan penempatan Asisten Residen di Air Bangis (pembantu Asisten Residen di Kotanopan-Mandailing dan di Rao. Pada tahun 1839 populasi penduduk di Natal dan di Mandailing en Angkola menyatakan kesiapannya dalam administrasi pemerintahan Hindia Belanda dan dengan itu kemudian Noordelijke Afdeeling dibentuk menjadi satu residentie: Residentie Air Bangis (Rao dipisahkan dan dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden).

Air Bangis sebagai ibu kota Residentie Air Bangis dalam hal ini dijadikan sebagai titik tolak dalam pembentukan suatu residentie. Tiga afdeeling sudah siap menjalankan pemerintah (Afdeeling Air Bangis, Agdeeling Natal dan Afdeeling Mandailing en Angkola). Tiga afdeeling lainnya di Residentie Air Bangis masih menunggu proses pengadministrasian dan kesiapan pembentukan pemerintahan setempat. Tiga afdeeling yang berproses ini adalah afdeeling Tapanoeli, afdeeling Baros dan afdeeling kepulauan (Nias). Afdeeling Air Bangis dalam hal ini mencakup wilayah Pasaman dan wilayah district Ophir. District Ophir berpusat di Taloe dan (district) Pasaman berpusat di Odjoeng Gading. Catatan: pada masa kini tiga wilayah ini (Air Bangis, Pasaman dan Ophir) menjadi kabupaten Pasaman Barat yang beribukota di Simpang Ampat.

Kabupaten Pasaman Barat (Now)
Sejak era VOC hingga Hindia Belanda, pemerintah mengawali pembentukan pemerintahan atas dasar kesepakatan penduduk asli (pribumi) dengan pejabat Belanda. Kesepakatan itu dinyatakan dalam keputusan perjanjian yang saling menguntungkan (plakat) yang pada masa ini mirip dengan undang-undang (mirip pemekaran daerah dengan pembentukan provinsi, kabupaten-kota yang baru). Perjanjian (plakat) ini menjadi dasar hukum dan menjadi fungsi legitimasi Pemerintah Hindia Belanda dalam penerapan peraturan perundang-undangan secara nasional (Hindia Belanda). Dalam penetapan nama Air Bangis sebagai nama residentie dan juga sebagai ibu kota residentie merujuk pada kesepakatan antara pejabat Pemerintah Hindia Belanda dengan pemimpin lokal baik kesepakatan diantara pemimpin lokal yang akan disatukan maupun dengan pemimpin lokal yang akan dipisahkan. Dalam hal ini pemimpin lokal di Afdeeling Air Bangis sepakat sebagai bagian dari Residentie Air Bangis, sementara pemimpin lokal di afdeeling Rao lebih memilih bergabung dengan Residentie Padangsche Bovenlanden. Pemimpin lokal di (afdeeling) Air Bangis tentu saja atas dasar pertimbangan (kedekatan) historis baik secara geografis maupun sosio-ekonomi-politik).

Namun dalam perkembangannya yang sangat cepat, proses penataan pemerintahan masih terus berkembang. Perkembangan yang terjadi tidak lagi atas pertimbangan historis tetapi lebih pada situasi dan kondisi yang ada sehubungan dengan upaya menyongsong arah perubahan baru (efektivitas pemerintahan dan efisiensi dalam pembangunan, khususnya di bidang ekonomi-perdagangan dan pertanian). Dalam hal ini, wilayah Rao yang sebelumnya dimasukkan ke dalam Residentie Padangsche Bovenlanden (secara geografi sosial) kemudian dipertimbangkan kembali berdasarkan efisiensi dan efektivitas pembangunan sebagai satu kesatuan pemerintahan di Province Sumatra’s Westkust.

Program pembangunan jalan dan jembatan adalah prioritas pemerintahan yang sudah terbentuk dan berjalan. Jalan dan jembatan tidak hanya menguntungkan populasi juga mendukung (misi) Pemerintahan Hindia Belanda (dalam hal perdagangan ekspor-impor). Pembangunan jalan dan jembatan digerakkkan oleh pemimpin lokal karena para pemimpin lokal sudah menerima gaji (sebagai bagian dari pemerintahan). Subsidi pembangunan diberikan pemerintah baik untuk membayar tenaga kerja maupun mendatangkan peralatan yang tidak dimiliki penduduk.

Pada tahun 1842 wilayah Afdeeling Tapanoeli dan afdeeling (kepulauan) Nias dipisahkan dari Residentie Air Bangis sehubungan dengan pembentukan Residentie Tapanoeli. Sebaliknya Afdeeling Rao dimasukkan ke wilayah Residentie Air Bangis (balik kucing). Dengan demikian di Residentie Air Bangis terdapat dua asisten residen (di Panjaboengan dan Rao). Di Afdeeling Mandailing en Angkola diangkat Controelur di Angkola dan Controleur di Oeloe en Pakantan. Sehubungan dengan pembentukan Residentie Tapanoeli ditempatkan seorang Asisten Residen dan masing-masing Controleur di Baros dan Singkel.

Di Residentie Tapanoeli belum secara definititf diangkat Asisten Residen atau Residen, tetapi seorang pejabat pelaksana yang bertugas untuk menyusun dan menata pemerintahan di residentie yang baru. Dalam pembentukan Residentie Tapanoeli ini seluruh Tapanoeli, Baros dan Nias disatukan dalam satu afdeeling. Dalam pemetaaan baru ini Afdeeling Tapanoeli sudah memasukkan wilayah Singkel (di luar Atjeh). Catatan: Atjeh masih bersifat independen.

Dalam pembentukan Residentie Tapanoeli ini, afdeeling yang dibentuk baru Afdeeling Pertibie (baca: Portibi) digabungkan dengan Residentie Tapanoeli. Afdeeling Pertibie ini meliputi wilayah yang sangat luas Padang Lawas, Tambusai, Pane en Bila. Pejabat pemerintah ditempatkan di Pertibie dan seorang pejabat setingkat Controeleur ditempatkan di Bila (muara sungai Baroemoen). Ini mengindikasikan Residentie Tapanoeli dari pantai barat hingga pantai timur Sumatra (coast to coast). Gambaran ini mengingatkan sejarah lama yang mana Kerajaan Aroe (Battak Kingsom) seperti yang dilaporkan penulis-penulis Portugis seperti Barbosa (1513) dan Mendes Pinto (1535) bahwa Kerajaan Aroe termasuk Baros.

Kerajaan Aroe, Minangkabu dan Indrapoera (Peta 1724)
Berdasarkan Peta 1724 (lihat peta di atas) di (pulau) Sumatra diidentifikasi sejumlah kerajaan besar. Kerajaan-kerajaan tersebut adalah Atjeh, Pasi (Pasai). Dilli (Deli), Singkel, Aroe, Maningcabo (Minangkabau), Campara (Kampar). Andragiri (Indragiri), Indrapoera, Djambi, Palimbang (Pelembang), Bangkoelo (Bengkulu), Panarikan, Silebar (Selebar) dan Dampin. Sementara itu di wilayah Semenanjung kerajaan yang ada antara lain Djohor, Keidah dan Pahang. Kerajaan-kerajaan yang memiliki kraton berada di pantai barat adalah Singkel, Indrapoera, Bengkoeloe, Panarikan dan Selebar. Antara Kerajaan Singkel di utara dan Kerajaan Indrapoera tidak terdapat kerajaan besar, tetapi hanya kerajaan-kerajaan kecil yang dalam hal ini termasuk kerajaan-kerajaan Baros, Batahan, Tikoe, Natal dan Air Bangis.

Pada tahun 1844 Afdeeling Rao yang sempat dimasukkan ke Residentie Air Bangis dipisahkan dan kembali dimasukkan ke Residentie Tapanoeli. Ini mengindikasikan wilayah Afdeeling Rao yang berada di wilayah remote area yang gonta-ganti induknya seakan menunjukkan afdeeling Rao sebagai afdeeling yang berada di bawah angin (mudah bergeser arah) apakah karena dalam hubungannya soal sosio-budaya atau soal geografis ekonomi.

Air Bangis (Mandailing), Tikoe (Agam)
Pada Peta 1830 district Rao adalah district yang dibedakan dengan district Mandailing. Dalam peta tersebut district Mandailing juga mencakup kota-kota Natal, Batahan dan Air Bangis. Ini bersesuaian jika dibandingkan dengan Peta 1724 yang mana wilayah yang berada di utara equator (khatulistiwa) cenderung lebih dekat dengan Kerajaan Aroe jika dibandingkan dengan Kerajaan Minangkabau. Dalam Peta 1724 ini kerajaan-kerajaan kecil di pantai barat Kerajaan Aroe adalah Air Bangis, Batahan (Natal), Taboejoeng dan seterusnya ke arah utara. Kerajaan Natal sendiri adalah kerajaan baru (melting pot) yang terbentuk diantara kerajaan Batahan (Mandailing) dan kerajaan Linggabajo (Mandailing). Kerajaan Natal dalam perkembangannya menjadi lebih besar (lebih maju). Fakta ini juga diperkuat bahwa sejak era VOC kerajaan Air Bangis (melting pot) merujuk ke kerajaan Natal yang mana gelar Radja Natal adalah Toeankoe Besar dan gelar Radja Air Bangis adalah Toankoe Moeda. Sedangkan gelar Radja Linggabajo adalah Toeankoe Sambali. Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (1826) tiga kerajaan ini adalah tiga kerajaan pertama yang meratifikasi perjanjian dalam pembentukan pemerintahan Hindia Belanda.

Residentie Air Bangis kembali dengan formasi tiga afdeeling: Air Bangis, Natal dan Mandailing en Angkola. Sehubungan dengan perubahan baru ini status Resident di Air Bangis diturunkan menjadi Asisten Residen. Dalam hal ini di Residentie Air Bangis terdapat dua asisten residen plus satu controleur (tidak ada Residen). Ini menjadi indikasi bahwa Residentie Air Bangis akan dilikuidasi.

Pada tahun 1845 nama Air Bangis tidak lagi menjadi nama Residentie, hanya sebuah afdeeling. Hal ini karena Asisten Residen di Air Bangis hanya membawahi dua Controleur (Controleur Ommenlanden  Air Bangie en Ophir dan Controleur Natal). Afdeeling Mandailing en Angkola telah dimasukkan ke wilayah Residentie Tapanoeli. Pada saat ini (1845) status Asisten Residen di Residentie Tapanoeli telah ditingkatkan menjadi Residen (Alexander van der Hart). Dalam hal ini Resident Tapanoeli selain membawahi Asisten Residen Mandailing en Angkola juga membawahi Controleur di Baros dan Controleur di Singkel. Asisten Residen Mandailing en Angkola membawahi dua Controleur (di Angkola dan di Oeloe en Pakantan). Di Nias yang sebelumnya hanya pejabat setingkat posthouder telah ditingkat statusnya (belum setingkat Controleur).

Pada tahun 1846 Residentie Air Bangis benar-benar dilikuidasi. Afdeeling Natal telah dimasukkan ke Residentie Tapanoeli. Jika sebelumnya afdeeling Rao dimasukkan ke Residentie Padangsche Bovenlanden. Maka sisa Residentie Air Bangis (afdeeling Air Bangis en Ophir) dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden. Tamat sudah Residentie Air Bangis. Apa yang menyebabkan afdeeling Air Bangis yang secara geografis dan secara sosio budaya lebih dekat ke Residentie Tapanoeli tetapi secara administrasi wilayah yang baru dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden? Dalam hal ini bukan karena lebih dekat ke Padang (ibu kota Residentie Padangsche Benelanden) dan juga bukan karena lebih jauh ke Sibolga (ibu kota Residentie Tapanoeli).

Air Bangis, antara Padang dan Sibolga (Now)
Sebab ada argumentasi yang lain. Bukankah Afdeeling Natal jauh dari Sibolga dan Afdeeling Air Bangis jauh dari Padang? Tampaknya jawaban yang masuk akal adalah bahwa antara afdeeling Mandailig en Angkola dan afdeeling Natal (Residentie Tapanoeli) dengan afdeeling Air Bangis dan afdeeling Rao terdapat barier yang secara geografis sulit disatukan dalam pengembangan wilayah (transportasi dan pembangunan). Barier tersebut adalah pegunungan (gunung Malintang dan gunung Kulabu). Catatan: sejak tahun 1845 ibu kota Residentie Tapanoeli telah direlokasi dari )kampong) Tapanoeli ke (kampong) Sibolga.

Perkembangan Lanjut Wilayah Administrasi Air Bangis

Province Sumatra’s Westkust sejak 1845 terdiri dari tiga residentie: Residentie Padangsche Benelanden, Residentie Padangsche Bovenlanden dan Residentie Tapanoeli. Nama Air Bangis telah menjadi nama district kemudian dijadikan nama residentie. Pada tahun 1845 Residentie Air Bangis telah dilikuidasi, nama Air Bangis kembali menjadi hanya sekadar nama district, suatu district yang dimasukkan ke Residentie Padangsche Benelanden (yang beribukota di Padang).

Air Bangis (Peta 1830)
Pembagian wilayah Province Sumatra’s Westkust sejak 1845 yang juga sesuai dengan Peta 1850, district-district yang masuk wilayah Residentie Padangsche Benelanden adalah Air Bangis, Tjoebadak, III Kota, III Loerah, Pasaman, Rao, Loender, Mapat Toenggoel, L Sikaping, S Kasekan, Tikoe, III Kota, XII Kota, L Basoeng, XII Kota, III Kota, VII Kota, V Kota, VII Kota, Oelakan, Kajoetanam, Hoofdplaats Padang, Troesan, Poeloet=Poeloet, Bajang, Loempat, Salida, Tambang, Painan, B Kapas, Taloe, Tarata, Sebanti, Ampingpara, Kambang, Lakitan, Palangai, Poengkasan, Aer Adji, Indrapoera, Tapan, Si Laut, Loenang. Sementara district-district yang masuk Residentie Padangsche Bovenlanden yang bersinggungan dengan district-disrtict lain di sebelah utara adalah district Bondjol, Kampar Nen Sembilan, Mahi, III Kota dan VIII Loerah. Sedangkan district-district yang masuk Residentie Tapanoeli yang bersinggungan dengan Air Bangis, Tjoebadak, Loender dan Rao adalah district Natal, district Klein Mandailing, district Oeloe dan district Pakantan.

Residentie Padangsche Benelanden berada di wilayah yang bersentuhan langsung dengan lautan, sedangkan Residentie Padangsche Bovenlanden berada di pedalaman (tidak memiliki akses ke laut). Sebab di arah timur sudah dibatasi oleh wilayah pemerintahan baru sejak tahun pertengahan tahun 1850an dengan terbentuknya Residentie Sumatra’s Oostkust yang beribukota di Siak Indrapoera. Namun pada akhirnya pada tahun 1890 Residentie Padangsche Bovenlanden memiliki akses ke laut setelah dilakukan perubahan batas yang membedakan antara Residentie Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden. Akses ke laut itu melalui district Air Bangis dan district Pasaman (wilayah kabupaten Pasaman Barat yang sekarang).

Pada tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Residentie Tapanoeli menjadi berdiri sendiri. Hal serupa juga sudah pernah terjadi pada akhir tahun 1830an ketika dibentuk Residentie Air Bangis, Residentie Bengkoeloe dipisahkan dari wilayah Sumatra’s Westkust dan berdiri sendiri (yang setara dengan Zuid Sumatra dan Lampong). Kini, Residentie Tapanoeli menyusul pemisahan dari (province) Sumatra’s Westkust. Oleh karena itu Province Sumatra’s Westkust hanya terdiri dari Residentie Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden. Perubahan wilayah kembali terjadi. Pada tahun 1915 Residentie Sumatra’s Oostkust yang beribukota di Medan ditingkatkan statusnya menjadi province. Implikasinya, Province Sumatra’s Westkust yang terdiri dari dua residentie dilikuidasi. Masing-masing Residentie Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden menjadi berdiri sendiri (seperti halnya Bengkoeloe dan Tapanoeli).

Peta 1917
Dalam perubahan tersebut batas baru antara dua residentie ini terjadi pengurangan wilayah Residentie Padangsche Benelanden dan wilayah yang dikurangi tersebut ditambahkan ke wilayah Residentie Padangsche Bovenlanden, Wilayah yang direposisi tersebut meliputi district-district Air Bangis, Tjoebadak, III Kota, III Loerah. Rao, Loender, Mapat Toenggoel dan Loeboek Sikaping. Mangapa district-district ini digabungkan menjadi bagian dari Residentie Padangsche Bovelanden? Satu faktor penting diduga karena untuk menyatukan (populasi) Mandailing, lebih-lebih setelah transportasi darat semakin membaik antara Kotanopan dan Loeboeksikaping. Dengan demikian Residentie Padangsche Bovenlanden menemukan jalan ke laut.

Perubahan tidak hanya berhenti ketika Residentie Padangsche Bovenlanden mendapat akses ke laut, pada tahun 1930 Residentie Padangsche Benelanden dan Residentie Padangsche Bovenlanden disatukan dengan hanya membentuk satu residentie. Nama residentie baru ini disebut Residentie West Sumatra. Ada perbedaan antara nama Sumatra’s Westkust (pantai barat Sumatra dengan West Sumatra (Sumatra Barat). District Air Bangis berada di Afdeeling Agam, Residentie West Sumatra.

Residentie West Sumatra terdiri dari lima afdeeling yang masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten Residen. Kelima afdeeling tersebut adalah Zuid Benelanden (ibukota di Padang); Tanah Datar (ibukota di Padang Pandjang); Agam (ibukota di Fort de Kock); Lima Poeloeh Kota (ibu kota di Pajakoemboeh); dan Solok (ibu kota di Sawahloento).

District Air Bangis adalah district Air Bangis. District Air Bangis tidak pernah berubah, bahkan sejak era VOC. Air Bangis tetap sebagai sebuah district. Yang berubah adalah struktur wilayah di atasnya (Residentie dan Province). Namun dalam perkembangannya, Air Bangis kalah bersaing dengan Taloe. Semakin berkembangnya Taloe di pedalaman, seakan Air Bangis surut ke belakang ke pantai. Itulah nasib Air Bangis. Nasibnya semakin menjadi-jadi di era Republik Indonesia.

Pembagian wilayah Residentie West Sumatra (1930)
Afdeeling Agam dibagi ke dalam empat afdeeling, yakni: Oud Agam, Maninjau, Loeboeksikaping dan Ophir. Onderafdeeling Ophir yang beribukota di Taloe terdiri dari dua district yakni district Talamau dan district Air Bangis. Pada era Republik Indonesia (1950) district Loeboekskaping dan district Ophir disatukan dengan membentuk kabupaten Pasaman (yang beribukota di Loeboeksikaping). Pada tahun 2003 kabupaten Pasaman dimekarkan dengan membentuk kabupaten baru Pasaman Barat. Celakanya, ibu kota kabupaten Pasaman Barat tidak di Taloe dan juga tidak di Air Bangis. Ibu kota yang dipilih berada di Simpang Ampek. Suatu simpang ke empat arah: Padang, Taloe, Air Bangis dan kota kuno Pasaman (di pantai muara sungai Pasaman). Penetapan ibu kota Pasaman Barat ini seakan menjauhkan dari Air Bangis. Kota Air Bangis yang tempo doeloe yang menjadi segalanya (di pintu gerbang), kini hanya berada terpencil di belakang.

Itulah sejarah district Air Bangis yang kini hanya menjadi kecamatan di kabupaten Pasaman Barat. Air Bangis dalam situasi senja, namun senja di Air Bangis adalah senja yang indah di pantai antara Kota Padang dan Kota Sibolga. Anda ingin wisata ke wilayah Pantai Barat Sumatra (Sumatra’s Westkust)? Jangan lupa berkunjung ke Air Bangis. Senja yang indah yang masih eksis sejak dari doeloe hingga ini hari.


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar