Selasa, 24 Maret 2020

Sejarah Bukittinggi (7): Sejarah Lima Puluh Kota, Benteng Pajacoemboeh dan Benteng van den Bosch; Dokter Proehoeman (1886)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bukittinggi dalam blog ini Klik Disini

Nama Payakumbuh adalah nama penting di batas Provinsi Sumatra Barat dan Provinsi Riau (jarak 50 Km dari Kota Bukittinggi). Nama Payakumbuh (Pajakoemboeh) sudah dikenal sejak lama. Pada era Perang Padri (yang berakhir 1937), nama Pajakoemboeh telah dijadikan sebagai nama benteng Belanda. Benteng terdekat dari Fort Pajacoemboe adalah Fort Raaff (di selatan), Fort van den Bosh (di utara), Fort Veldman (di timur) dan Fort Tandjoeng Alam (di barat).

Benteng Fort Pajacoemboeh (1831)
Sejaman dengan keberadaan benteng-benteng tersebut, nama-nama wilayah yang diidentifikasi penting adalah: Agam, Bangsoe, Batipoeh, Lintouw, VII Soerau, XX Kota, VII Kota, VIII Kota, X Kota dan XIII Kota. Nama wilayah L Kota (Lima Puluh Kota) belum diidentifikasi tetapi yang diidentifikasi adalah Bongsoe (Boengsoe?). Apakah Bongsoe kini bernama Lima Puluh Kota? Benteng Fort Pajacoemboeh berada di wilayah Bongsoe. Pada masa ini Lima Puluh Kota dijadikan nama kabupaten, dan kota Payakumbuh menjadi Kota.

Lantas bagaimana sejarah Payakumbuh (Lima Puluh Kota)? Sejauh yang bisa ditelusuri di internet, sejarah Payakumbuh belum pernah ditulis. Lalu apa pentingnya sejarah Payakumbuh? Oleh karena jarak yang begitu dekat, sebagai bagian dalam penulisan Sejarah Bukittinggi, sejarah Payakumbuh menjadi penting. Satu hal yang terbilang penting, dokter hewan pertama pribumi (Radja Proehoeman, 1886) ditempatkan di Pajakoemboeh. Untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kota Payakumbuh dan Labupaten Lima Puluh Kota (Now)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Fort Pajacoemboeh Menjadi Ibu Kota Afdeeling Lima Poeloeh Kota

Nama Lima Puluh Kota sebagai suatu wilayah sudah diidentifikasi pada Peta 1724. Satu kota di wilayah L Kota (Lima Puluh kota) juga sudah diidentifikasi di era Hindia Belanda pada Peta 1830 (Perang Padri) yang kemudian dikenal sebagai Pajakoemboeh. Dalam hal ini kota Pajakoemboeh diduga kota (nagari) terpenting (utama) di wilayah L Kota.

Antara Fort de Kock dan Pajakoemboeh (Peta 1850)
Kota Pajakoemboeh berada di sisi utara sungai Batang Agam ke arah muaranya di sungai Batang Sinamar. Sungai Batang Sinamar berhulu di Alahan Pandjang (dan hilirnya menjadi sungai Koeantan ke Indragiri. Kota Pajakoemboeh yang dekat dengan muara di sungai Sinamar diduga menjadi asal-usul nama Pajakoemboeh (paja=rawa-rawa). Wilayah aliran sungai Batang Sinamar dan sungai Batang Agam besar dugaan jalur perdagangan kuno mengarah ke Indragiri atau sungai Siak (timur) dan kota Tikoe dan danau Manindjau di barat. Kota Indragiri dan kota Tikoe adalah kota-kota kuno sejak era Hindoe dan sudah diidentifikasi pada peta Portugis (lihat Historische beschrijvinghe der seer wijt beroemde coop-stadt Amsterdam, 1614).

Sebagai kota terpenting di Limapoeloeh Kota, kota Pajakoemboeh dijadikan militer Belanda sebagai salah benteng pertahanan (pada Perang Padri). Pembangunan benteng Fort Pajakoemboeh tampaknya juga dimaksudkan untuk menjadi pusat perdagangan dan pusat pemerintah (setelah Fort van der Capellen dan Fort de Kock).

Javasche courant, 31-10-1835
Perang tidaklah terjadi setiap hari. Perang adalah urusan pasukan dan pengikut Padri dengan militer Belanda plus pendukungnya, Di wilayah dimana tidak ada gangguan dan dimana terdapat pertahan militer Belanda, penduduk tetap melakukan aktivitas dan kegiatan perdagangan terus berjalan. Produksi dan kegiatan perdagangan adalah sumber penghasilan penduduk dan komoditi perdaganagn menjadi kegiatan bisnis pemerintah Hindia Belanda. Satu komoditi yang besar nilainya selama Perang Padri adalah beras. Pada tahun 1835 di luar daerah konflik (di luar DOM) yang berpusat di Bondjol  tergambar seberapa besar potensi ketersediaan beras yang dapat diangkut dan diditribusikan ke berbagai wilayah lain di luar pantai barat Sumatra (misalnya dikirim ke Jawa khusunya Batavia). Ketersediaan beras paling tinggi terdapat di Fort de Kock sebanyak 976.000 pon, sementara di Pajakoemboe sebanyak  97.200 pon. Pengangkutan beras ini dikontrakkak kepada jasa pengangkutan yang bersedia dengan cara ditenderkan sebagaiman diiklankan oleh pemerintas pada surat kabar Javasche courant, 31-10-1835.

Setelah berakhir Perang Padri (1837) mulai diterapkan pemerintahan sipil. Wilayah daerah aliran sungai Agam ini dibentuk dua distrik: Distrixt Agam dan District Soeliki dan Limapoeloeh. District dikepalai oleh seorang Controleur. Di Fort de Kock Residen Padangsche Bovenlanden berkedudukan. Residen dibantu oleh beberapa Asisten Residen yakni di Fort van der Capellen. Dalam perkembangannya, District Soeliki dan Limapoeloeh dibentuk menjadi satu afdeeling dengan mengangkat Asisten Residen yang berkedudukan di Pajakoemboeh. Sementara di Soeliki tetap dipimpin oleh seorang Controleur.  Asisten Residen yang pertama adalah PHAB van Hengst. Pada tahun 1848 PHAB van Hengst dipromosikan menjadi Residen Tapanoeli yang berkedudukan di Sibolga (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant : staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad, 27-05-1848). Sebagai pengganti van Hengst adalah PT Couperus.

PHAB van Hengst menggantikan Residen Tapanoeli yang pertama, Luitenan Colenel A van der Hart (1844-1847). Kapitein Alexander van der Hart adalah anak buah terbaik Colenel AV Michiels yang memimpin detasement berhasil memasuki jantung pertahan Padri di benteng Bondjoel pada tahun 1837. A van der Hart yang telah mendapat kenaikan pangkat menjadi Colonel kemudian dipromosikan menjadi Gubernur Groot Oost (baca: Indonesia Timur) yang berkedudukan di Makassar. Catatan: Province Sumatra’s Westkust terdiri dari tiga Residentie: Padangsche Benelanden (di Padang); Padangsche Bovenlanden (di Fort de Kock_ dan Tapanoeli (di Sibolga).

Sebagai pengganti PT Coperus sebagai Asisten Residen Limapoelieh Kota diangkat AJ Warmolts. Setelah beberapa tahun kemudian AJ Warmolts diberikan cuti dua tahun ke Eropa (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-11-1854). Pada tahun 1862 A. Pruijs van der Hoeven, Assistent-Resident Lima Poeloeh Kota mendapat bintang Ridder der Militaire Wiilems 4e klasse (lihat De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 18-10-1862).

Pengganti A. Pruijs van der Hoeven yang pernah menjabat sebagai Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola, adalah HD Canne. Pada tahun 1865 HD Canne dipindahkan ke Batipoe (lihat De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 24-06-1865). Sebagai pengganti HD Canne adalah Asisten Residen Agam, J Cramer. Catatan: Setelah dari Batipoe, HD Canne dipromosikan menjadi Residen Tapanoeli (1869-1873).

Pada tahun 1868 terjadi wabah penyakit ternak di Residentie Padangsche Bovenlanden, Ini adalah laporan pertama tentang wabah penyakit ternak di Hindia Belanda. Pemerintah segera merespon dengan cepat karena ternak besar adalah resources masyarakat yang paling berguna selain untuk transposrtasi juga ternak besar untuk membajak sawah. Berdasar laporan yang diterima wabah berjangkit di Afdeeling XIII en IX, Afdeeling Tanah-Datar dan Afdeeling Lima-poeloeh, serta di District Palembajan dan District Manindjoe. Sejak wabah penyakit ternak sebanyak 79.385 karbon dan 52.784 sapi mati (lihat Bataviaasch handelsblad, 18-03-1868).

Bagaimana penanganan penyakit ternak ini di Residentie Padangsche Bovenlanden tidak diketahui jelas. Namun angka ternah yang mati sia-sia bukanlah jumlah sedikit. Pada tahun 1860 sudah ada pelatihan dokter hewan untuk pribumi di Soerabaja. Besar dugaan para lulusan pelatihan kesokteran hewan di Soerabaja ini tidak mencukupi dan boleh jadi dokter hewan belum ada yang ditempatkan di Sumatra.

Surat dari Angkola untuk Penduduk Pajakoemboeh (1872)

Pada tahun 1872 Asisten Residen Lima Poeloeh Kota yang baru adalah Vosmaer. Sebelum dipindahkan ke Afdeeling Lima Poeloeh Kota, Vosmaer adalah Asisten Residen di Afdeeling Mandailing en Angkola (Residentie Tapanoeli) yang berkedudukan di Padang Sidempoean. Tampaknya Vosmaer adalah sosok pemimpin yang baik. Hal ini ketika Vosmaer dipromosikan dan dipindahkan ke Lima Poeloeh Kota para pemimpin lokal di Onderafdeeling Angkola memberikan ucapan terimakasih yang tulus dan juga menyampaikan pesan kepada penduduk di Afdeeling Lima Poloeh Kota dengan ucapat selamat dengan kehadiran Vosmaer di Afdeeling Lima Poeloeh Kota.

Sumatra-courant, 4-02-1872
Ucapan terimakasih kepada Vosmaer dan ucapan selamat bagi penduduk Afdeeling Lima Poeloeh Kota ditulis oleh Maharadja (MR) Soetan sebagai surat pembaca yang dikirimkan ke surat kabar yang diterbitkan Sumatra-courant : nieuws- en advertentieblad, 4-02-1872. Surat pembaca ini ditulis dalam bahasa Melayu dengan disertai satu bait pantun (puisi). Maharadja Soetan adalah kepala Koeria Batoenadoea di onderafdeeling Angkola, Kepala Koeria adalah setara dengan kepala Laras. Maharadja Soetan adalah salah satu murid pertama Willem Iskander, yang mendirikan sekolah guru (kweekschool) di Tanobato (Afdeeling Mandailing en Angkola) pada tahun 1862. Catatan: kelak, anak Maharadja Soetan bernama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan, alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean melanjutkan studi ke Belanda. Pada tahun 1908 Soetan Casajangan menggagas dibentuknya organisasi mahasiswa pribumi di Belanda yang diberi nam Indische Vereeniging (pada tahun 1924, Mohamad Hatta dkk mengubah namanya menjadi Perhimpoenan Indonesia)..

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar