Jumat, 27 Maret 2020

Sejarah Air Bangis (3): Riwayat Kopi Air Bangis; Kopi Mandailing ke Pelabuhan Natal, Kopi Angkola ke Pelabuhan Lumut


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Air Bangis dalam blog ini Klik Disini

Air Bangis tidak hanya soal ikan. Tempo dulu ada kopi dengan merek dagang Air Bangis. Kopi Air Bangis mahal harganya. Harga kopi Air Bangis hampir menyamai harga kopi Mandailing. Namun kini mengapa kopi merek dagang Air Bangis tidak dikenal? Dalam dunia perkopian masa kini, hanya kopi merek dagang Mandailing yang tetap eksis.

Kopi Air Bangis (1884)
Sejarah kopi di Indonesia bermula di Jawa, tepatnya di Kedaung, Tangerang. Abraham van Riebeeck mengintroduksi kopi di sekitar Batavia tahun 1711. Abraham van Riebeeck membawa bibit kopi dari Malabar (India). Sukses budidaya kopi di Batavia/Buitenzorg (antara sungai Tjitaroem di timur dan sungai Tjisadane di barat) diperluas ke Preanger, lalu kemudian kopi diintroduksi lebih lanjut di Semarang. Sukses kopi di Jawa, akhirnya persebaran penananamn kopi menemukan jalan ke Palembang dan pantai barat Sumatra (Belanda di Padangsche Bovenlanden dan Inggris di Bengkolen en Tapanoeli). Abraham van Riebeeck dan Cornelis Chastelein dua pejabat VOC yang sangat peduli pertanian yang mengawali ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dan sungai Tjitaroem. Sepulang dari Malabar sebagai Gubenur, Abraham van Riebeeck membawa bibit kopi ke Batavia. Cornelis Chastelein sukses membuka lahan pertanian di Serengseng dan Depok, sementara Abraham van Riebeeck dipromosikan menjadi Gubernur Jenderal VOC (1709-1713). Residen VOC ditempatkan di Air Bangis antara tahun 1766 dan tahun 1774. Pada tahun 1772 ahli botani Inggris melakukan ekspedisi ke Tapanoeli (dari Pulau Pntjan Kecil hingga ke Batang Onang).

Lantas bagaimana sejarah kopi Air Bangis? Itulah pertanyaan yang mungkin tidak pernah ditanyakan, mungkin tidak terpikirkan. Padahal kopi di pnatai barat Sumatra sudah diintroduksi sejak era VOC (Belanda dan Inggris). Faktanya kemudian kopi Air Bangis cukup dikenal pada masa lampau. Tidak hanya dikirim ke Eropa/Belanda tetapi juga kapal-kapal Amerika menemukan jalan ke pantai barat Sumatra untuk membeli kopi (lihat Daghregister). Oleh karena itu, untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*

Kopi Air Bangis: Pelabuhan Natal dan Pelabuhan Lumut

Volume perdagangan kopi di Air Bangis tidak semasif di Jawa. Volume perdagangan kopi Air Bangis hanya bagian terkecil dari volume pedagangan kopi di pantai barat Sumatra. Produksi dan perdagangan kopi di pantai barat Sumatra mengalir ke pusat perdagangan di Padang. Harga kopi Air Bangis bersaing dengan harga kopi Mandailing dan Angkola di level harga tinggi. Kopi Air Bangis sebelum diteruskan ke pusat perdagangan regional Padang (sebelum diekspor ke manca negara), dikumpulkan di gudang-gudang di pelabuhan Air Bangis.

Kopi yang diproduksi di (onderfadeeling) Mandailing dikumpulkan di gudang Tanobato lalu dipikul ke gudang di Tapoes yang kemudian diteruskan ke pelabuhan Natal. Sementara kopi yang diproduksi di (onderfadeeling) Angkola dikumpulkan di gudang Padang Sidempoean yang kemudian dipikul ke pelabuhan (sungai) Loemoet. Dalam hal ini, Air Bangis, Natal dan Loemoet adalah tiga pelabuhan dari sentra kopi menuju pusat perdagangan kopi di Padang. Sedangkan semua perdagangan kopi dari Padangsche Bovenlanden diangkut langsung menuju Padang.

Volume perdagangan kopi semakin meningkat dari waktu ke waktu, bermula ketika kebijakan budidaya kopi (koffiecultuur) diterapkan di pantai barat Sumatra (usai Perang Padri, 1838). Kebijakan koffiecultuur di pantai barat Sumatra ini diberlakukan setelah Pemerintah Hindia Belanda pada era Gubernur Jenderal van den Bosch (1830-1833) sukses menerapkan koffiestelsel di Jawa (Batavia, Buitenzorg, Preanger dan Semarang).

Kebijakan koffiecultuur/koffiestelsel tidak semua penduduk di pantai barat Sumatra menerimanya. Terjadi pemberontakan di Batipoe (1841) dan Mandailing/Angkola (1842). Implikasinya banyak penduduk yang eksodus ke Sumatra’s Oostkut (yang masih independen) bahkan ke Semenanjung (wilayah Inggris).

Kapan mulai perdagangan kopi melalui pelabuhan Air Bangis tidak diketahui secara jelas. Sejauh data yang bisa ditelusuri, paling tidak perdagangan kopi melalui pelabuhan Air Bangis sudah tercatat pada tahun 1867 (lihat Java bode, 23-10-1867). Laporan tahun 1867 menunjukkan harga kopi Air Bangis lebih tinggi dari harga kopi Mandailing. Mengapa?

Java bode, 23-10-1867
Pada tahun 1848 produksi kopi di Mandailing en Angkola sangat banyak, namun tidak semua tersalurkan ke pelabuhan-pelabuha. Asisten Residen Mandailing en Angkola AP Godon mulai merintis jalan dari Mandailing ke pelabuhan Natal (agar bisa dilewati pedati). Banyaknya korban jiwa meninggal dalam pengangkutan dipikul ke Natal (Tapoes) menjadi faktor penduduk enggan memikul dengan ongkos angkut yang kurang memadai (tidak seimbang). Akhirnya kran baru aliran kopi ke Padang semakin deras lagi. Pada tahun 1850an Controleur Angkola, untuk mengurangi beban pengangkutan via Natal, mulai merintis jalan dengan membangun jalan (jalur pedati) dari Padang Sidempoean ke Loemoet. Kopi dari sentra produksi Mandailing en Angkola semakin deras lagi ke Padang.

Kopi telah menjadi komoditi utama perdagangan ekspor di pantai barat Sumatra. Meski komoditi lama masih eksis, nilai perdagangan kopi telah melampaui nilai gabungan dari berbagai komoditi lama (seperti kamper, kemenyan, puli, gading, kulit manis, lada). Nilai perdagangan kopi tahunan telah menyamai nilai perdagangan domestik (beras). Kopi dan beras menjadi komoditi unggulan pantai barat Sumatra (dalam perdagangan nasional: Hindia Belanda).

Kopi Air Bangis Sama Dengan Kopi Mandailing?

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar