Rabu, 13 Januari 2021

Sejarah Banten (16): Kisah Karangantu Kota Banten [di Kota Serang]; Pulau dan Gunung Karang, Kanal dan Benteng Karangantoe

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Karangantu kini hanyalah suatu pelabuhan perikanan. Karangantu namanya hanya sekadar nama suatu area (kampong) di desa Banten, kecamatn Kaseman, Kota Serang. Tempo doeloe nama Karangantu begitu penting. Pada era VOC semasa Kesultanan Banten di Karangantu terdapat suatu benteng (fort), benteng untuk mendampingi bengeng Speelwijk. Seperti halnya benteng Speelwijk, benteng Karangantu juga berada tepat di bibir pantai,

Nama tempat yang menggunakan nama Karang tentulah sangat banyak. Di Jawa banyak nama tempat yang disebut Karangsembung. Juga ada nama Karang Anyar ditemukan di Jakarta dan di Jawa (Karang Anyar). Tentu saja ada naa Karang Tengah (Tangerang dan Sukabumi) dan nama Cikarang di Bekasi. Jangan lupa bahwa di Lampung juga ada nama Tanjung Karang. Sudah barang tentu nama tempat yang menggunakan nama Karang ada di wilayah lainnya di Banten seperti Karangbolong nama kecamatan Karang Tanjung (kabupaten Pandeglang). Untuk sekadar mengindikasikan nama tepat juga ada yang disebut Karang Bolong. Nama-nama geografis lainnya digunakan untuk penamaan nama sungai (seperti di Deli dan Pahang) dan nama gunung. Nama gunung Karang di Banten adalah hulu sungai Tjibanten dimana pada hilirnya di muara terdapat Karangantu. Nama Karangantu terbilang unik(tunggal).

Bagaimana sejarah Karangantu? Nah, itu dia yang ingin kita ketahui. Lantas apa menariknya? Sungai Tjibanten berhulu di Gunung Karang dan bermuara di Karangantu. Nah, lho! Itu satu hal. Hal lainnya yang juga penting, seperti disebut di atas, di Karangatu tempo doeloe dibangun satu benteng. Tentu saja tidak hanya itu, sungai Cibanten di muara dulunya disebut sungai Karangantu yang sejatinya adalah suatu kanal yang dibangun untuk mengurangi dampik banjir di Kraton Kesultanan Banten. Konon, Karangantoe di zaman kuno adalah suatu pulau (karang) yang kemudian menyatu dengan daratan di kanal (kini muara sungai Cibanten). Oo, begitu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (15): Kisah Pulau Karakatau, ‘Jembatan Selatan’ Antara Sumatra Jawa di Selat Sunda; Meletus dan Tsunami 1883

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Pulau gunung Karakatau tidak di pulau Sumatra dan juga tidak di pulau Jawa. Pulau Karakatau terletak diantaranya. Pulau ini seakan menjadi ‘jembatan selatan’ lalu lintas penduduk diantara kedua pulau. Di pulau Karakatau ini, terdapat gunung tertinggi yang namanya sesuai dengan nama pulau. Menurut catatan yang ada, gunung Karakatau pernah meletus pada tahun 1883 yang menyebabkan tsunami. Tidak hanya gempa dan debu vulkanik, juga semburan air laut yang tinggio muncul dengan gelombang cepat menuju pantai (tsunami) menghancurkan wilayah barat Jawa dan selatan Sumatra.

Banyak pulau-pulau di antara pulau Sumatra dan pulau Jawa di selat Sunda. Namun dua pulau yang penting adalah pulau Karakatau dan pulau Sangiang. Jika pulau Karakatau dapat dianggap ‘jembatan selatan’ lalu lintas penduduk di selat dari pantai barat pulau Sumatra, pulau Sangiang dapat dikatakan sebagai ‘jembatan utara’ lalu lintas penduduk di selat dafri pantai timur pulau Sumatra ke pulau Jawa. Jembatan utara ini dari pulau Sumatra menuju kota (pelabuhan) Anyer. Pelabuhan Anyer adalah pintu gerbang (gateway) menuju pedalaman Jawa di Banten. Sementara pulau Karakatau sebagai jembatan selatan menuju kota pelabuhan Caringin (sebagai gateway menuju pedalaman Banten). Anyer dan Caringan adalah dua kota kuno (era Hindoe) di pantai barat pulau Jawa. Nama Anyer dan Caringan diduga kuat merujuk pada nama India yakni Anier dan Charingia. Nama-nama Karakatau dan Sangiang juga merujuk pada nama-nama India. Carakata dan Sangia.

Bagaimana sejarah pulau dan gunung Karakatau? Seperti halnya nama Anier (Anyer), nama Karakatau sudah diidentifikasi pada peta-peta Portugis. Yang jelas bahwa gunung tertinggi di pulau (Karakatau) meletus pada tahun 1883 yang mengakibatkan tsunami besar dan menyapu habis kota Anyer dan kota Caringin. Lalu bagaimana sejarah keseluruhan tentang Karakatau? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 12 Januari 2021

Sejarah Banten (14): Sejarah Asal Usul Kota Serang, Nama Baru Kota Kecil Menjadi Kota Besar; Kini Ibu Kota Provinsi Banten

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kota Banten adalah kota kuno di masa lampau, Kota Banten adalah kota baru di masa depan. Nama Banten diduga kuat sudah eksis sejak era Hindoe dengan nama Banta (kemudian menjadi Bantan atau Bantam lalu terakhir menjadi Banten). Lantas bagaimana dengan nama Serang? Nama Serang sebagai suatu nama tempat di Banten (yang kini menjadi kota besar, ibu kota Provinsi Banten). Nama Serang diduga kuat bukan nama kuno, tetapi suatu nama baru.

Pada tahun 1813 di era pendudukan Inggris, status Kesultanan Banten dihapuskan. Tamat sudah kesultanan Banten, kesultanan yang di masa lampau begitu berjaya dan selalu menyusahkan Belanda (VOC). Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, era Gubernur Jenderal Daendels, untuk mendukung perdagangan dan pengembangan pertanian, dibangun jalan utama Trans-Java dari Batavia ke Panaroekan via Buitenzorg dan dari Batavia ke Anjer via Tangerang. Para bupati di Batavia dan Preanger mendukung program tersebut, tetapi tidak dengan Sultan Banten. Pemerintah Hindia Belanda menganeksasi Kesultanan Banten. Pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris yang yang dipimpin Letnan Gubernur Rafless. Pada tahun 1812 terjadi perlawanan di Kesultanan Jogjakarta.

Lantas bagaimana sejarah (kota) Serang? Apakah sudah ada yang menulisnya? Lepas dari itu, apa pentingnya Sejarah Serang? Sudah barang tentu karena pada era Pemerintah Hindia Belanda, ibu kota Residentie Banten berkedudukan di Serang (dan kini menjadi ibu kota Provinsi Banten). Lalu bagaimana sejarah (kota) Serang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (13): Kesultanan Banten dan Kerajaan Landak di Barat Borneo Era VOC; Kesultanan Pontianak dan Kerajaan Jakarta

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kesultanan Banten tidak hanya terhubung di timur (kerajaan Jacatra), kesultanan Banten juga terhubung ke barat (Lampung). Kesultanan Banten juga diketahui terhubung dengan pantai barat Borneo. Bagaimana bisa sejauh itu? Apakah kesultanan Banten juga pelaut, memiliki armada maritim? Pada masa lampau yang terbilang pelaut adalah kerajaan Demak, Pedagang-pedagang Demak beragang hingga mencapai kota (pelabuhan) Malaka.

Kerajaan Banten terkenal infanteri, Iti terbukti karena kedigdayaannya mampu menjatuhkan kerajaan Pakwan-Padjadjaran di hulu sungai Tjiliwong. Sebelum itu, jarak yang jauh dengan (kerajaan) Demak, kerajaan Jacatra (Sunda Kalapa) didelegasikan di bawah kendali (kerajaan) Banten. Pada awal kehadiran Belanda, kerajaan Banten berperang dengan Portugis di teluk. Teluk jelas bukan lautan. Ketika Belanda (VOC) membuat koloni di Jacatra (Batavia), beberapa kali kerajaan (kesultanan) Banten menyerang kepentingan VOC. Kecuali perang dengan Portugis di teluk, kerajaan Banten melancarkan perang selalu di darat.

Lantas bagaimana sejarah relasi (kerajaan) Banten dengan pantai barat Borneo? Yang kerajaan Landak di pantai barat Borneo lambat laut makin khawatir dengan semakin menguatnya (kesahbandaran) Pontianak dan karena jarak antara Banten dan Landak begitu jauh, kesultanan Banten menyerahkan perlindungannya kepada pemerintah VOC. Dalam perkembangannya diketahui bahwa kerajaan Pontianak membuat kontrak dengan VOC pada tahun 1779 yang dengan demikian kerajaan Landak terdegradasi dan kerajaan Pontianak mengalami promosi. Lalu bagaimana sejarah relasi (kerajaan) Banten dengan kerajaan Landak di pantai barat Borneo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 11 Januari 2021

Sejarah Banten (12): Sejarah Kota Anyer Kota Kuno; Trans-Java Anyer Panarukan dan Gunung Krakatau Meletus Tahun 1883

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kota Anyer, bukanlah kota yang baru (nu anyar), kota Anyer adalah kota kuno yang berada di pantai barat pulau Jawa. Kota Anyer diduga kuat sudah eksis sejak era Boedha-Hindoe. Dari sudut geografis, kota Anyer tempo doeloe seakan bagian dari (pulau) Sumatra di (pulau) Jawa (bukan sebaliknya). Hal ini karena nama tepat Anyer menjadi pintu masuk (gateway) penduduk Sumatra ke Jawa (sebelum terbentuknya kerajaan Banten). Nah, lho!

Sebagaimana diketahui kota (pelabuhan) Banten direbut oleh (kerajaan) Deak pada tahun 1526. Dua tahun sebelumnya Sunan Gunung Jati bersama anaknya, Maulana Hasanuddin mulai menyebarkan agama Islam untuk penduduk (asli) Banten, Proses Islamisasi di Banten menyebabkan pengaruh Hindoe secara perlahan menghilang di Banten. Pengaruh Islam yang kuat di Banten, seiring dengan tumbuh berkembangkanya kota Banten di muara sungai sebagai pelabuhan perdagangan kemudian wilayah Hindoe yang berpusat di hulu sungai Tjiliwong diokupasi. Era Hindoe di bagian barat Jawa dapat dikatakan berakhir pada tahun 1579 (setelah jatuhnya kerajaan Pakwan-Padjadjaran). Pada masa ini nama Anyer dijadikan sebagai nama kecamatan di kabupaten Serang (Provinsi Banten).

Lantas bagaimana sejarah Anyer? Seperti disebut di atas, nama tempat Anyer sudah eksis jauh sebelum terbentuknya kerajaan (kesultanan) Banten. Oleh karena itu sejarah Anyer haruslah diulai dari era Hindoe. Namun bagaimana memulainya? Mulailah dari namanya sebagai Anyer. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banten (11): Pulau-Pulau di Utara Tangerang, Lokasi Jatuh Pesawat Sriwijaya Air; Antara Pulau Lancang dan Pulau Laki

 

*Untuk melihat seluruh artikel Sejarah Banten, klik Disini

Kemarin terjadi kecelakaan pesawat (Sriwijaya Air) di pantai utara Banten, di sekitar pantai Tangerang. Posisi jatuhnya pesawat hari ini diidentifikasi di sekitar peraiaran antara pulau Laki dan pulau Lancang. Posisi GPS kecelakaan tidak jauh dari titik awal jalur navigasi di bandara Soekarno-Hatta. Sambil menunggu proses pencarian dan penyelamatan para korban dan mengupulkan serpihan-serpihan pesawat maupun barang-barang penumpang ada baiknya kita merecall kembali sejarah kawasan perairan tersebut.

Pada zaman lampau (awal era VOC), muara sungai Tjisadane tepat berada di Teluknaga yang sekarang. Perairan di depan muara sungai Tjisadane (sungai Tangerang) karena proses sedimentasi jangka panjang mernjadi daratan (seluruh wilayah kecaatan Teluknaga di masa lampau adalah perairan-laut). Oleh karena itu kini muara sungai Tjisadane-Tangerang berada di Tanjung Pasir. Pada era VOC, tidak jauh dari muara sungai ini terdapat pulau yang disebut pulau Ontong Java, yang kemudian oleh VOC disebut pulau Amsterdam (kini pulau Rabut) dan pulau Middleberg (kini pulau Bokor). Pada gugus pulau-pulau ini di sebelah barat terdapat pulau-pulau yang belum bernama yang kini dikenal sebagai pulau Lancang (Besar dan Kecil) dan pulau Laki. Seperti disebut di atas, perairan di antara pulau Lancang dan pulau Laki inilah terjadi kecelakaan pesawat Sriwijaya Air. Jaraknya tentu saja belum begitu jauh dari bandara Soekarno-Hatta.

Lantas bagaimana sejarah perairan di area tersebut? Tentu saja hal ini tidak penting-penting amat, Namun setelah adanya berita kecelakaan jatuhnya pesawat, kawasan perairan ini menjadi penting. Hal itulah mengapa penting untuk menarasaikan sejarah perairan tersebut. Lalu bagaimana sejarahnya berlangsung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.