Senin, 21 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (431): Pahlawan Indonesia Sunario Sastrowardoyo, Lulus Mr di Leiden 1925; Kakek Dian Sastrowardoyo

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelum ini telah dideskripsikan dokter Soemarno Sosroatmodjo yang pernah menjabat sebagai Gubernur Djakarta (kakek dari Bimbim, grup musik Slank). Artikel ini mendeskripsikan Mr Soenario Sastrowardojo, sarjana hukum (Mr) lulus di Universiteit te Ledien 1925 (kakek dari Artis Dian Sastrowardoyo). Banyak pahlawan Indonesia yang memiliki cucu-cucu yang terkenal. Artis lainnya antara lain Risty Tagor dan Inez Tagor (cucu dari Dr Sorip Tagor Harahap).

Prof. Mr. Sunario Sastrowardoyo (28 Agustus 1902-18 Mei 1997) adalah tokoh masa pergerakan kemerdekaan Indonesia. Sunario yang beragama Islam berasal dari Madiun menikah dengan gadis Minahasa beragama Protestan yang dikenalnya saat Kongres Pemuda 1928. Sunario lahir di Madiun, anak dari Sutejo Sastrowardoyo wedana di Uteran, Geger, Madiun. Soenario anak pertama dari 14 bersaudara. Setelah lulus ELS tahun 1916 dilanjutkan ke MULO Madiun. Pada tahun 1917 pindah ke Rechtschool Batavia. Di Batavia, menjadi anggota Jong Java. Setelah lulus Rechtschool, studi ke Belanda, di Universitas Leiden. Pada tahun 1925 meraih gelar Mr dengan ijazah tanggal 15 Desember ditandatangani oleh Prof C van Vollenhoven dan Prof NJ Krom. Selama di Belanda, ia menjadi anggota Perhimpunan Indonesia (PI). Sunario adalah salah satu tokoh yang berperan aktif dalam Manifesto 1925 dan Konggres Pemuda II (1928). Dalam Manifesto Politik ia menjadi pengurus PI bersama Hatta dimana Sunario menjadi Sekretaris II sementara Hatta menjadi bendahara I. Setelah meraih Mr pulang ke tanah air sebagai pengacara. Ia menjadi penasihat panitia Kongres Pemuda II/1928. Setelah Indonesia merdeka, Sunario menjadi anggota Badan Pekerja KNIP. Ia menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 1953-1955 dan Duta Besar RI untuk Inggris 1956-1961 dan kemudian sebagai guru besar politik dan hukum internasional lalu menjadi Rektor Universitas Diponegoro, Semarang (1963-1966). Pada 1968, Sunario berprakarsa mengumpulkan pelaku sejarah Sumpah Pemuda, dan mengembalikan gedung di Kramat Raya 106 milik Sie Kong Liang kepada bentuknya semula. Tempat ini disepakati menjadi Gedung Sumpah Pemuda. Soenaria merupakan kakek artis Dian Sastrowardoyo.
(Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soenario Sastrowardojo? Seperti disebut di atas, Soenario Sastrowardojo studi hukum di Belanda dan menjadi pengurus Perhimpoenan Indonesia. Soenario pernah menjadi Menteri Luar Negeri. Lalu bagaimana sejarah Soenario Sastrowardojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (430): Pahlawan Indonesia – Tadashi Maeda, Perwira Laut Jepang di Belanda dan Indonesia;Siapa Dia?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Tadashi Maeda cukup dikenal dalam sejarah Indonesia. Dalam buku-buku sejarah di sekolah namanya selalu disebut. Laksamana Muda Tadashi Maeda beperan penting pada seputar kemerdekaan Indonesia. Mengapa sejarahnya perlu ditulis lagi. Sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah Tadashi Maeda perlu dilengkapi.

Laksamana Muda Tadashi Maeda (3 Maret 1898–13 Desember 1977) adalah seorang perwira Angkatan Laut Jepang di Hindia Belanda. Selama pendudukan Jepang di Indonesia, ia menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Jepang. Maeda memiliki peran yang cukup penting dalam kemerdekaan Indonesia dengan mempersilakan kediamannya di Djakarta sebagai tempat penyusunan naskah proklamasi oleh Soekarno, Mohammad Hatta dan Achmad Soebardjo, ditambah sang juru ketik Sayuti Melik. Maeda lahir di kota Kajiki, prefektur Kagoshima, Jepang. Maeda masuk Akademi Angkatan Laut Jepang mengambil spesialisasi navigasi, dan pada tahun 1930 ia telah berpangkat letnan satu. Maeda awalnya merupakan staf khusus seksi urusan Eropa selama satu setengah tahun, sebelum ditugaskan ke Markas AL Ōminato [en] antara tahun 1932 dan 1934. Maeda berspesialisasi terkait dengan Jerman. Maeda ditunjuk menjadi ajudan Laksamana Muda Sonosuke Kobayashi, dan menemaninya ke Britania Raya sebagai bagian kontingen perwakilan Jepang ke koronasi Raja George VI. Pada tahun 1940, Maeda ditunjuk menjadi atase AL untuk Belanda, dan setelah Jerman Nazi menyerbu Norwegia dan Denmark, Maeda memperingatkan pemerintah Belanda bahwa Jerman akan menyerbu Belanda selanjutnya. Pada bulan Oktober 1940, Maeda ditugaskan ke Indonesia (Hindia Belanda) untuk menegosiasikan perjanjian dagang dengan pemerintah kolonial, untuk membeli minyak. Selain itu Maeda juga ditugaskan membangun jaringan mata-mata di Indonesia, dengan bantuan warga Jepang sipil seperti Shigetada Nishijima. Maeda dipanggil kembali ke Jepang pertengahan 1941, dimana ia kembali bekerja di seksi urusan Eropa. Saat Jepang menyerbu Hindia Belanda, Maeda ditugaskan untuk mengatur operasi-operasi AL di wilayah Papua. Setelah invasi usai dan pemerintah kolonial Belanda jatuh, Maeda ditugaskan di ke Batavia/Djakarta sebagai penghubung antara AL Jepang dan Angkatan Darat ke-16 Jepang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Tadashi Maeda? Seperti disebut di atas, Tadashi Maeda adalah perwira angkatan laut Jepang, yang memiliki peran strategis ketika ditugaskan di Belanda dan di Indonesia. Tadashi Maeda cukup dekat dengan para pejuang Republik. Lalu bagaimana sejarah Tadashi Maeda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 20 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (429): Pahlawan Indonesia–Pahlawan Belanda; Belanda Perlu Minta Maaf? Indonesia Harus Memaafkan?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Sejarah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda kembali terevaluasi. Belanda kembali, melalui Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyampaikan permintaan maaf penuh kepada Indonesia, setelah tinjauan sejarah menemukan bahwa Belanda menggunakan "kekerasan berlebihan" dalam upaya sia-sia untuk mendapatkan kembali kendali atas bekas wilayah penjajahan mereka setelah Perang Dunia II. Pada Maret 2020, saat berkunjung ke Indonesia, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf atas kekerasan yang dilakukan Belanda. Pada tahun 1969 pemerintah Belanda menyimpulkan bahwa pasukannya secara keseluruhan telah berperilaku benar selama konflik, tetapi mengakui pada tahun 2005 bahwa mereka "berada di sisi sejarah yang salah". Apakah permintaan maaf PM Rutte ini menjadi final dari evaluasi sejarah Indonesia-Belanda?

PM Mark Rutte menanggapi temuan studi tersebut, yang mengatakan militer Belanda telah terlibat dalam kekerasan sistematis, berlebihan dan tidak etis selama perjuangan kemerdekaan Indonesia tahun 1945-1949. Kajian tersebut juga menemukan bahwa kekerasan tersebut dimaafkan oleh pemerintah dan masyarakat Belanda pada saat itu. "Kami harus menerima fakta yang memalukan," kata Rutte pada konferensi pers setelah temuan itu dipublikasikan pada hari Kamis. "Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia hari ini atas nama pemerintah Belanda." Temuan tinjauan, yang didanai oleh pemerintah Belanda pada tahun 2017 dan dilakukan oleh akademisi dan pakar dari kedua negara, dipresentasikan pada hari Kamis 17 Februari di Amsterdam. Kekerasan oleh militer Belanda, termasuk tindakan seperti penyiksaan yang sekarang akan dianggap sebagai kejahatan perang, "sering dan meluas", kata sejarawan dan peserta studi Ben Schoenmaker dari Institut Sejarah Militer Belanda. "Politikus yang bertanggung jawab menutup mata terhadap kekerasan ini, seperti halnya otoritas militer, sipil dan hukum: mereka membantunya, mereka menyembunyikannya, dan mereka menghukumnya hampir atau tidak sama sekali," katanya. Sekitar 100.000 orang Indonesia tewas sebagai akibat langsung dari perang, dan meskipun persepsi konflik telah berubah di Belanda, pemerintah Belanda tidak pernah sepenuhnya memeriksa atau mengakui ruang lingkup tanggung jawabnya [Yahoo.com-Liputan6.com. Jumat, 18 Februari 2022].

Lantas bagaimana sejarah hubungan antara Indonesia dan Belanda? Ini sehubungan dengan PM Belanda Mark Rutte harus kembali meminta maaf setelah sebelumnya Raja Willem-Alexander menyatakan permintaan maaf? Lalu bagaimana sejarah hubungan antara Indonesia dan Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (428): Pahlawan Indonesia dan RM Soesalit, Putra Tunggal Kartini; Perhimpoenan Indonesia di Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Satu-satunya putra alm RA Kartini adalah Raden Mas Soesalit Djojoadiningrat. Setelah lulus sekolah menengah HBS di Semarang, apakah melanjutkan studi ke Belanda? Pertanyaan ini seakan tugas suci bagi Soesalit untuk memenuhi keinginan ibunya studi ke Eropa pada tahun 1902. Saat itu, RA Kartini cukup bersahabat dengan orang-orang Belanda, tetapi saudara Soesalit RM Abdoel Madjid Djojoadingrat di dalam Perhimponenan Indonesia di Belanda menjadi salah satu revolusioner muda dalam memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat (13 September 1904 – 17 Maret 1962), putra tunggal pahlawan nasional RA Kartini. Kartini meninggal dunia empat hari sesudah melahirkan Soesalit. Soesalit merupakan saudara seayah dengan Abdulmadjid Djojoadhiningrat tokoh Perhimpunan Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia yang pernah menjabat Menteri Muda Urusan Sosial pada Kabinet Sjahrir III. Soesalit membantu membiayai sekolah kedokteran Soetanti yang kelak menjadi istri DN Aidit. Soesalit merupakan saudara sepupu Raden Mas Moedigdo yang merupakan ayah dari Soetanti, Moedigdo tewas dalam peristiwa Madiun. Soesalit adalah lulusan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren. Soesalit menjadi tentara PETA (Pembela Tanah Air) pada masa pendudukan Jepang. Dalam karier militernya ia berhasil mencapai pangkat Mayor Jenderal tetapi karena Re-Ra (Reorganisasi - Rasionalisasi) Angkatan Perang Republik Indonesia pada 1948 pangkatnya menjadi Kolonel. Pada program Re-Ra ini ia juga ditunjuk menjadi salah satu anggota komisi 3 jenderal dimana ia dianggap mewakili kalangan bekas PETA dan Laskar, sementara Mayor Jenderal Suwardi mewakili kalangan bekas KNIL dan Abdul Haris Nasution mewakili kalangan perwira-perwira muda. Soesalit antara lain pernah menjabat sebagai: Komandan Brigade V Divisi II Cirebon (sampai dengan Oktober 1946). Panglima Divisi III Diponegoro (Yogyakarta — Magelang) (Oktober 1946—1948). Panglima Komando Pertempuran Daerah Kedu dan sekitarnya (1948). Perwira diperbantukan pada Staf Angkatan Darat/Kementerian Pertahanan. Soesalit meninggal dunia pada 1962 dan dimakamkan di kompleks makam RA Kartini dan keluarganya di Desa Bulu Kecamatan Bulu Kabupaten Rembang. Ia Mempunyai seorang putra bernama RM Boedhy Setia Soesalit (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Raden Mas Soesalit, putra semata wayang RA Kartini? Seperti disebut di atas, RA Soesalit diharapkan dapat memenuhi cita-cita ibunya untuk studi ke Belanda. Apakah itu tercapai? Yang jelas saudara Soesalit adalah seorang revolusioner muda di Belanda dengan citat-cita kemerdekaan Indonesia. Lalu bagaimana sejarah RM Soesalit? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 19 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (427): Pahlawan Indonesia – Li Tjwan Tien, Lulus Notaris di Belanda; Sejarah Awal Notaris di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Hindia Belanda, biasanya yang menjadi notaris adalah orang-orang Belanda. Hal itu karena pendidikan untuk mendapatkan akta notaris dilakukan di Belanda. Dalam hal ini, Li Tjwan Tien, lulusan notariat di Belanda dapat dikatakan notaris pertama di Indonesia (baca: Hindia Belanda) yang berasal dari non golongan Belanda. Di Belanda Li Tjwan Tien menjadi pengurus Chung Hwa Hui. Setelah kembali ke tanah air, Lie Tjwan Tien awalnya bekerja untuk pemerintah dan kemudian bekerja secara mandiri.

Hingga tahun 1941 di Indonesia (baca: semasa Pemerintah Hindia Belanda) hanya terdapat sebanyak 49 notaris. Sebanyak enam orang pribumi dan satu orang Tionghoa. Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, tujuh orang notaris inilah yang tersedia di seluruh Indonesia. Mereka ini kemudian menjadi tulang punggung dalam pembuatan akte pendirian berbagai perusahaan, jajasan dan bentuk-bentuk perjanjian lainnya. Notaris Soewandi adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Indonesia di Djakarta tahun 1951 dan Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Sumatra Utara di Medan tahun 1951. Kegiatan praktek notariat di Indonesia (baca: Hindia Belanda) secara resmi diberlakukan pada tahun 1860 (Stbl.1860 No.3). Undang-undang kolonial ini masih menjadi rujukan bahkan hingga tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Ini mengindikasikan bahwa para pionir notaris Indonesia tersebut bekerja berdasarkan Stbl.1860 No.3 (Reglement op Het Notaris Arnbt in Nederlands Indie).

Lantas bagaimana sejarah Li Tjwan Tien? Seperti disebut di atas, Li Tjwan Tien adalah notaris pertama non Belanda semasa Pemerintah Hindia Belanda. Li Tjwan Tien lulus ujian mendapat akta notaris di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Li Tjwan Tien? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (426): Pahlawan Indonesia – Teng Sioe Hie dan Chung Hwa Hui di Belanda; Gedung Setan di Surabaya

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Teng Sioe Hie cukup dikenal di Soerabaja, bahkan sejak doeloe. Teng Sioe Hie adalah seorang dokter lulusan Belanda, yang pernah memiliki bangunan eks VOC di Soerabaja. Gedung milik Dr Teng Sioe Hie itu, entah mengapa dan sejak kapan, adakalanya disebut gedung setan. Ada-ada saja. Tentu saja Dr Teng Sioe Hie tidak suka gedung miliknya disebut gedung setan, apalagi setiap penyebutan nama gedung itu dikaitkan dengan namanya.

Gedung Setan adalah gedung bekas Kantor Gubernur VOC di daerah Jawa Timur yang telah berdiri sejak tahun 1809. Kemudian, setelah VOC meninggalkan Indonesia Gedung Setan dimiliki oleh Dokter Teng Sioe Hie atau Teng Khoen Gwan. Gedung ini pernah dijadikan tempat pengungsian orang-orang Tionghoa pada tahun 1948. Gedung setan berdiri pada lahan seluas 400 meter persegi, terdiri atas 40 ruang yang dijadikan sebagai kamar dan juga gedung ini memiliki tembok dengan ketebalan hampir 50 cm dengan usia mencapai dua abad. Gedung Setan termasuk dalam kategori bangunan cagar budaya, namun tidak dapat direvitalisasi Pemerintah Kota Surabaya karena pernah menjadi milik pribadi. Sejarah perolehan nama gedung tersebut menjadi Gedung Setan berawal dari area di sekitar gedung bekas Kantor Gubernur VOC tersebut yang dijadikan tempat pemakaman Tionghoa dan gedungnya dipakai untuk tempat sembahyang bagi keluarga orang-orang yang dimakamkan di area tersebut. Karena area pemakaman Tionghoa yang ada disana cukup luas, dan gedung itu adalah satu-satunya gedung yang ada di daerah tersebut, sehingga masyarakat beranggapan bahwa gedung tersebut adalah gedungnya setan. Pada tahun 1948, Gedung Setan dijadikan tempat pengungsian bagi orang-orang Tionghoa yang berada di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah karena keadaan mereka yang dirasa belum aman. Setelah merasa kondisi cukup aman, orang-orang Tionghoa tadi pergi kembali ke daerahnya, tapi juga ada yang memilih untuk menetap di Gedung Setan. Sehingga, orang-orang Tionghoa yang tinggal di Gedung Setan saat ini adalah generasi keempat dari pengungsi Tionghoa tahun 1948.

Lantas bagaimana sejarah Teng Siioe Hie? Seperti disebut di atas, Teng Sioe Hie adalah anak Soerabaja, seorang dokter lulusan Belanda. Bekas gedung miliknya di Soerabaja pernah dijadikan sebagai tempat pengungsian pada era perang. Lalu bagaimana sejarah Teng Sioe Hie? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.