Sabtu, 19 Februari 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (427): Pahlawan Indonesia – Li Tjwan Tien, Lulus Notaris di Belanda; Sejarah Awal Notaris di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Pada era Hindia Belanda, biasanya yang menjadi notaris adalah orang-orang Belanda. Hal itu karena pendidikan untuk mendapatkan akta notaris dilakukan di Belanda. Dalam hal ini, Li Tjwan Tien, lulusan notariat di Belanda dapat dikatakan notaris pertama di Indonesia (baca: Hindia Belanda) yang berasal dari non golongan Belanda. Di Belanda Li Tjwan Tien menjadi pengurus Chung Hwa Hui. Setelah kembali ke tanah air, Lie Tjwan Tien awalnya bekerja untuk pemerintah dan kemudian bekerja secara mandiri.

Hingga tahun 1941 di Indonesia (baca: semasa Pemerintah Hindia Belanda) hanya terdapat sebanyak 49 notaris. Sebanyak enam orang pribumi dan satu orang Tionghoa. Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, tujuh orang notaris inilah yang tersedia di seluruh Indonesia. Mereka ini kemudian menjadi tulang punggung dalam pembuatan akte pendirian berbagai perusahaan, jajasan dan bentuk-bentuk perjanjian lainnya. Notaris Soewandi adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Indonesia di Djakarta tahun 1951 dan Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Sumatra Utara di Medan tahun 1951. Kegiatan praktek notariat di Indonesia (baca: Hindia Belanda) secara resmi diberlakukan pada tahun 1860 (Stbl.1860 No.3). Undang-undang kolonial ini masih menjadi rujukan bahkan hingga tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Ini mengindikasikan bahwa para pionir notaris Indonesia tersebut bekerja berdasarkan Stbl.1860 No.3 (Reglement op Het Notaris Arnbt in Nederlands Indie).

Lantas bagaimana sejarah Li Tjwan Tien? Seperti disebut di atas, Li Tjwan Tien adalah notaris pertama non Belanda semasa Pemerintah Hindia Belanda. Li Tjwan Tien lulus ujian mendapat akta notaris di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Li Tjwan Tien? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pahlawan Indonesia dan Li Tjwan Tien: Lulus Notaris di Belanda

Setelah lulus sekolah dasar berbahasa Belanda, Li Tjwan Tien melanjutkan studi ke sekolah menengah (HBS). Pada tahun 1905 Lie Tjwan Tien lulus ujian transisi dari kelas satu ke kelas dua di HBS Soerabaja (lihat Soerabaijasch handelsblad, 02-05-1905). Pada kelas tertinggi lulus ujian dari kelas empat ke kelas lima antara lain Raden Soejono. Juga disebutkan hasil ujian transisi di sekolah BAS Soerabaja.


Sekolah menengah umum HBS lama studi lima tahun. Siswa yang diterima lulusan sekolah dasar berbahasa Belanda (ELS). Lulusan HBS dapat melanjutkan studi ke fakultas/universitas (di Belanda). Setelah diizinkan terbatas anak usia sekolah non Eropa/Belanda tahun 1880an masuk ELS pada tahun 1890an giliran yang diizinkan masuk HBS. Salah satu siswa non Eropa/Belanda yang lulus HBS (di Semarang) adalah Raden Kartono (abang dari RA Kartini) tahun 1896 yang kemudian melanjutkan studi ke Belanda. Dalam perkembangannya, untuk mengakomodir siswa yang tidak tertampung di HBS diadakan sekolah menengah malam Burgelijk Avond School (BAS). Lama studi di sekolah malam adalah empat tahun. Sekolah BAS juga ada jurusan teknik. Lulusan sekolah BAS sejauh ini tidak dapat melanjutkan studi ke fakultas (kecuali lulus ujian penyetaraan). Pada tahun 1905 ini, setelah RM Kartono, mahasiswa kedua pribumi di Belanda adalah Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan (lulusan sekolah guru, Kweekschool Padang Sidempoean).

Kapan Li Tjwan Tien lulus HBS di Soerabaja tidak terinformasikan. Kapan Li Tjwan Tien berangkat ke Belanda juga tidak terinformasikan. Yang jelas Li Tjwan Tien pada tahun 1911 sudah diketahui berada di Belanda (lihat De avondpost, 17-10-1911). Disebutkan, selali komite studiefond, sebuah komite pers juga dibentuk di organisasi mahasiswa Cina di Belanda Chung Hwa Hui yang mana sebagai pemimpinnya adalah Teng Sioe Hie, beralamat Regentesselaan 27, Den Haag, Lie Tjwan Tien, beralamat di Oude Delft 154, Delft dan sekretaris kedua, Ko Houg Liang, yang mengundurkan diri karena akan segera berangkat ke luar negeri (ke luar Belanda), P Sim Zecha di Amsterdam telah ditunjuk untuk posisi ini. Sekretariat komisi berada di Amsterdam (Verhulststraat 180).


Li Tjwan Tien tahun 1905 naik dari kelas satu ke kelas dua HBS di Soerabaja. Jika lancar studi, Li Tjwan Tien lulus tahun 1909. Dalam hal ini, paling tidak Li Tjwan Tien berangkat dan sudah berada di Belanda tahun 1909. Namun berdasarkan surat kabar Soerabaijasch handelsblad, 13-05-1907 disebutkan Li Tjwan Tien berangkat dari Soerabaja ke Batavia dengan menumpang kapal Riemsdijk. Apakah dari Batavia kemudian Li Tjwan Tie berangkat ke Belanda sehingga sudah berada di Belanda tahun 1907? Jika itu yang terjadi, Li Tjwan Tien belum menyelesaikan studi di HBS Soerabaja (baru naik kelas empat). Lantas apakah Li Tjwan Tien melanjutkan studi HBS di Batavia atau Belanda? Di Belanda tahun 1911 didirikan organisasi mahasiswa Cina, Chung Hwa Hui yang mana sebagai ketuanya Yap Hong Tjoen. Sebelumnya tahun 1908 organisasi mahasiswa pribumi asal Hindia didirikan tahun 1908 di Leiden oleh 15 orang yang diberi nama Indische Vereeniging yang mana sebagai ketua pertama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Li Tjwan Tien: Sejarah Awal Notaris di Indonesia

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar