Sabtu, 12 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (467): Pahlawan Indonesia - Mr Amir Sjarifoeddin Harahap; Daftar Pahlawan Indonesia Gelar Nasional

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tidak lama setelah (kerajaan) Jepang menyerah kepada Sekutu (pimpinan) Amerika Serikat, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Saat ini, pemimpin Indonesia dengan portofolio tertinggio adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Mengapa? Ir Soekarnio dan Drs Mohamad Hatta berkolaborasi dengan Jepang, sedangkan Amir Sjarifoeddin Harahap anti Jepang dan masih berada di kamp tahanan Jepang di Malang.

Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap (27 April 1907 – 19 Desember 1948) adalah seorang politikus dan jurnalis berkebangsaan Indonesia. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri ketika Revolusi Nasional Indonesia sedang berlangsung. Berasal dari keluarga Angkola Muslim, Amir menjadi pemimpin sayap kiri terdepan pada masa Revolusi. Lahir di kota Medan. Ia dididik di Haarlem dan Leiden di Belanda sebelum memperoleh gelar sarjana hukum di Batavia. Selama waktunya di Belanda ia belajar filsafat Timur dan Barat di bawah pengawasan Theosophical Society. Ayahnya, Djamin gelar Baginda Soripada (1885–1949), seorang jaksa di Medan. Ibunya, Basunu Siregar (1890–1931), dari keluarga Batak yang telah membaur dengan masyarakat Melayu-Islam di Deli. Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden sejak 1911, Amir pun berangkat ke Leiden. Ia tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia menumpang. Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir kembali ke kampung halaman karena masalah keluarga, walaupun teman-teman dekatnya mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Kemudian Amir masuk Rechtshoogeschool te Batavia dengan bantuan beasiswa pemerintah kolonial. Amir pernah divonis penjara karena dituduh bersalah dalam kasus delik pers pada tahun 1933. Ia nyaris dibuang ke Boven Digoel namun diselamatkan oleh Gunung Mulia dan salah satu gurunya. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap? Seperti disebut di atas, Amir Sjarifoeddin Harahap adalah pemilik portofolio tertinggi pada saat kerajaan Jepangf menyerah kepada Sekutu yang tidak lama kemudian kemerdekaan Indonesia diproklmasikan. Lalu bagaimana sejarah Amir Sjarifoeddin Harahap? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (466): Pahlawan Indonesia-Tan Malaka 1963; Para Pahlawan Indonesia yang Berstatus Pahlawan Nasional

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tan Malaka berhasil mendapat akta guru. Tan Malaka, guru tetaplah guru.Tan Malaka adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Seperti guru Soetan Casajangan dan guru Djamaloeddin, Tan Malaka yang belum lama lulus dari sekolah guru (kweekschool) di Fort de Kock, malanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1913. Tan Malaka berhasil mendapat akta guru. Tan Malaka, guru tetaplah guru. Tan Malaka tidak berumur panjang meninggal tahun 1949. Pada tahun 1963, Tan Malaka ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.

Tan Malaka atau Ibrahim gelar Datuk Sutan Malaka (2 Juni 1897 – 21 Februari 1949) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia, juga pendiri Partai Murba, dan merupakan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia. Lahir di Suliki, Ayah dan Ibunya bernama HM. Rasad, seorang karyawan pertanian, dan Rangkayo Sinah, putri orang yang disegani di desa. Pada tahun 1908, ia didaftarkan ke Kweekschool di Fort de Kock. Setelah lulus dari sekolah itu pada tahun 1913, mrelanjutkan studi di Rijkskweekschool. Setelah Revolusi Rusia pada Oktober 1917, ia mulai tertarik mempelajari paham Sosialisme dan Komunisme. Sejak saat itu, ia sering membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin. Friedrich Nietzsche juga menjadi salah satu panutannya. Saat itulah ia mulai membenci budaya Belanda dan terkesan oleh masyarakat Jerman dan Amerika. Karena banyaknya pengetahuan yang ia dapat tentang Jerman, ia terobsesi menjadi salah satu angkatan perang Jerman. Dia kemudian mendaftar ke militer Jerman, namun ia ditolak karena Angkatan Darat Jerman tidak menerima orang asing. Setelah beberapa waktu kemudian, ia bertemu Henk Sneevliet, salah satu pendiri Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV, yakni organisasi yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia). Ia lalu tertarik dengan tawaran Sneevliet yang mengajaknya bergabung dengan Sociaal Democratische-Onderwijzers Vereeniging (SDOV, atau Asosiasi Demokratik Sosial Guru). Lalu pada bulan November 1919, ia lulus dan menerima ijazahnya yang disebut hulpactie. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Tan Malaka? Seperti disebut di atas, Tan Malaka adalah guru lulusan sekolah guru (kweekschool) Fort de Kock yang kemudian melanjutkan studi di bidang keguruan di Belanda. Lalu bagaimana sejarah Tan Malaka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 11 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (465): Pahlawan Indonesia-Putra-Putra Jogjakartahadiningrat Studi di Belanda; Hamengkoeboewono IX

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu bagian sejarah Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Salah satu putra terkenal dari Kesultanan Jogjakarta adalah Gusti Raden Mas Dorodjatun yang kelak dikenal sebagai Sultan Hamengkoeboewono IX.

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 Wikisource-logo.svg (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk, maka pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat yang mana salah satu diantaranya Gusti Raden Mas Dorodjatun melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat adalah putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan di Jogjakarta. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Kesultanan Jogjakarta Hadiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (464): Pahlawan Indonesia dan Raden Mas Ario Notowirojo; Daftar Meninggal Pribumi Studi di Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Tidak semua para pionir studi ke Belanda dapat kembali pulang ke tanah air. Ada beberapa nama yang meninggal di Belanda karena sakit. Empat guru generasi pertama yang berangkat tahun 1874 ke Belanda meninggal satu persatu. Guru mudu Raden Adi Sasasmita dan Barnas Lubis meninggal tahun 1875. Guru muda Raden Soerono yang karena sakit dalam pelayaran pulang meninggal di tengah perjalanan. Lalu Willem Iskander guru senior yang menjadi pembimbing mereka juga meninggal pada tahun 1876. Masih ada lagi guru-guru muda yang meninggal setelah generasi mereka hingga meninggalnya Dr W Tehupelori tahun 1909 dan RMA Notowirojo tanggal 16 April 1913.

Riau1.com menulis artikel singkat dengan judul ‘Raden Mas Ario Notowirojo, Bangsawan Pertama Yang Tewas Karena Menuntut Ilmu Di Belanda’. Siapa mengira Raden Mas Ario Notowirojo menjadi orang berdarah biru pertama yang tewas saat menuntut ilmu di Belanda. Dia meninggal pada April 1913 dalam usia 22 tahun saat mengikuti pendidikan di sekolah dagang. Kematiannya itu membuat pria yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo ini menjadi salah satu dari lima bangsawan Indonesia yang meninggal di negeri Kincir Angin dinukil dari historia.id, Selasa, 18 Februari 2020. Sebelum meninggal ia sempat mendapat perawatan di Swiss. Namun sayang usaha medis itu tidak dapat menyelamatkan nyawanya.

Lantas bagaimana sejarah RMA Notowirojo? Seperti disebut di atas, RMA Notowirojo meninggal tahun 1913 saat tengah menjalani studi. Lalu bagaimana sejarah RMA Notowirojo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 10 Maret 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (463): Pahlawan Indonesia - Putra-Putra Pakualaman; Noto Koesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Seperti pada artikel sebelumnya, ada satu bagian sejarah Pakualaman di wilayah Jogjakarta, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Putra-putra dari Pakualaman antara lain adalah adalah Notokoesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat.

Paku Alam adalah gelar bagi Adipati Pakualaman. Nama ini pertama kali disandang Pangeran Harya Natakusuma, adik tiri Hamengkubuwana II, ketika dinobatkan sebagai penguasa Pakualaman dengan gelar Paku Alam I oleh Pemerintah Hindia Inggris pada 29 Juni 1813. Sebelumnya, yaitu pada 17 Maret 1813, kedua pihak sepakat untuk mendirikan suatu pemerintahan baru di Yogyakarta yang bernama Kadipaten Pakualaman. Pemerintahan ini menduduki sebagian wilayah Yogyakarta yang diserahkan Hamengkubuwana II kepada Natakusuma. Hamengkubuwana II sendiri digulingkan oleh Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal Hindia Inggris waktu itu) dalam Geger Sepehi. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Pakualaman Notokoesworo, Gondowinoto dan Notodiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Pakulaman adalah putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan Pakualaman. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Pakualaman melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (462): Pahlawan Indonesia dan Putra-Putra dari Kesunanan Surakarta di Belanda; Hirawan dan Soemeh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Ada satu bagian sejarah Kesunanan Surakarta Hadiningrat, yakni ketika putra-putra dari kerajaan tersebut berada di Belanda dalam rangka studi. Mungkin hal itu tidak dianggap penting-penting amat, tetapi yang menarik adalah mengapa mereka melanjutkan studi ke Belanda. Di satu sisi bukankah mereka sudah berkecukupan? Dan di sisi lain lantas apa yang dicari? Dua putra dari Kesunanan Surakarta adalah Hirawan dan Soemeh.

Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Pulau Jawa bagian tengah yang berdiri pada tahun 1745. Selanjutnya, sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari 1755 antara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, disepakati bahwa wilayah Mataram dibagi menjadi dua pemerintahan, yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Berlakunya Perjanjian Giyanti dan Perjanjian Jatisari sejak tahun 1755 menyebabkan Surakarta menjadi pusat pemerintahan Kasunanan Surakarta, dengan rajanya Sunan Pakubuwana III; sedangkan Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta, dengan rajanya Sultan Hamengkubuwana I. Keraton dan kota Yogyakarta mulai dibangun pada 1755, dengan pola tata kota yang sama dengan Surakarta yang lebih dulu dibangun. Adanya Perjanjian Salatiga tanggal 17 Maret 1757 turut memperkecil wilayah Kasunanan, dengan diberikannya wilayah sebelah utara keraton kepada pihak Pangeran Sambernyawa (Adipati Mangkunegara I. Kasunanan Surakarta dianggap sebagai pengganti dan penerus Kesultanan Mataram bersama dengan Kesultanan Yogyakarta, karena raja-rajanya merupakan keturunan raja-raja Mataram. Setiap raja Kasunanan Surakarta bergelar susuhunan atau sunan, sedangkan raja Kesultanan Yogyakarta bergelar sultan (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat Hirawan dan Soemeh melanjutkan studi ke Belanda? Seperti disebut di atas, putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat adalh putra-putra di  dalam lingkaran dalam kerajaan di Solo. Lalu bagaimana sejarah putra-putra Kesunanan Surakarta Hadiningrat melanjutkan studi ke Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.