Sabtu, 24 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (7): Kota Pangkal Pinang Pulau Bangka, Geomorfologis Kota; Kota Tanjung Pinang Ada di Pulau Bintan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Nama pinang banyak dijadikan nama kota. Ada Kota Pinang di Sumatra Timur, Pangkal Pinang di Sumatra Selatan (Palembang) dan Tanjung Pinang di kepulauan Riau. Lalu apakah nama Pinang merujuk pada nama pohon/buah pinang? Itu satu hal. Hal lain yang lebih penting adalah bagaimana sejarah kota Pangkal Pinang di pulau Bangka? Kota Pangkal Pinang terbentuk di pangkal (hulu) daerah aliran sungai Pangkal Pinang (gabungan sungai Padindang dan sungai Rangkawe). Kota/kampong yang sudah terbentuk di sekitar adalah tiga perkampungan awal: Gabek, Semabong dan Air Itam. Kota Pangkal Pinang, di pangkal sungai Pinang.


Kota Pangkalpinang adalah ibu kota Provinsi Bangka Belitung. Kota ini terletak di bagian timur Pulau Bangka. Secara administratif, kota Pangkalpinang ditetapkan sebagai ibukota provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 9 februari 2001. Secara etimologi, kata "Pangkalpinang" berasal dari dua kata yaitu Pangkal dan Pinang. Kata Pengkal dalam bahasa Melayu Bangka sebagai pusat atau awal mulanya. Sebagai pusat pengumpulan timah, kemudian berkembang. Sedangkan kata Pinang, berasal dari pohon Pinang. Dalam rangka untuk mengontrol kaya tambang timah deposit di Timur Bangka, kolonial Belanda memindahkan ibu kota Belitung Bangka dari Muntok ke Pangkalpinang pada tahun 1913. Kota Pangkalpinang berkembang dari status sebagai kota kecil pada tahun 1956 (UU Darurat No. 6 Tahun 1956) kemudian menjadi kotapraja, kotamadya, hingga menjadi kotamadya daerah tingkat II Pangkalpinang. Lahirnya Pangkalpinang dengan status Kota Kecil meliputi dua gemeente yaitu gemeente Pangkalpinang dan gemeentee Gabek. Sebagai pejabat Wali Kota yang pertama adalah R. Supardi Suwardjo (alm), Patih di Kantor Residen Bangka Belitung. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1959 status kota kecil ditingkatkan menjadi Kotapraja pada tanggal 24 Juli 1958. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 1965 status Kotapraja diubah menjadi Kotamdya. Dengan berlakunya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, status Kotamadya menjadi Kotamadya daerah Tingkat II Pangkalpinang. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kota Pangkal Pinang di pulau Bangka dan gemorfologis wilayah? Seperti disebut di atas, nama Pangkal Pinang adalah nama baru yang kemudian nama kota yang menggantikan Kota Muntok. Apakah dalam hal ini ada kaitannya dengan Kota Tanjung Pinang di Pulau Bintan? Lalu bagaimana sejarah Kota Pangkal Pinang di pulau Bangka dan gemorfologis wilayah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (6): Kota Muntok Pelabuhan Tua Pantai Barat Pulau Bangka; Navigasi Pelayaran Perdagangan Era VOC


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini  

Muntok adalah salah satu kota tua di pulau Bangka (bahkan jauh sebelum Pangkal Pinang menjadi kota). Pada masa lampau, sebelum nama Muntok, dikenal sebagai nama Monopin, suatu nama tempat di pulau kecil di utara pulau Bangka. Dalam perkembangannya pulau Monopin ini menyatu dengan daratan pulau Bangka dimana terbentuk kampong/kota Muntok. Sebagai kota tua, sejak era VOC/Belanda kota Muntok terus berkembang, terutama pada era Hindia Belanda. Sungai Pangkal Pinang ini di hilir bermuara ke sungai Batoeroesa.


Muntok adalah ibukota Kabupaten Bangka Barat. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kota Muntok salah satu kecamatan di kabupaten Bangka Barat. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, Kota Muntok pernah menjadi ibukota Karesidenan Bangka, sekaligus sebagai pusat administrasi penambangan Timah (Hoofdbureau Bankatinwinning) (1816-1907). Kota Mentok berdiri sejak 7 September 1734 Masehi atas perintah Sultan Mahmud Badaruddin Jayawikrama (1721-1756) kepada Wan Akup yang kemudian membangun 7 bubung rumah di daratan sebuah tanjung di kaki bukit Menumbing. Pada masa itulah, Kota Muntok ditetapkan sebagai pusat Pemerintahan sekaligus pusat urusan penambangan timah di Pulau Bangka, yang berlanjut ketika Pemerintah Hindia Belanda menguasai wilayah ini, dan juga menjadikan Kota Muntok sebagai pusat pemerintahan di Bangka sekaligus pusat administrasi penambangan timah. Kota ini kemudian semakin tumbuh berkembang menjadi kota bandar utama pusat perdagangan timah dan lada putih (Muntok White Pepper), dimana timah dan lada putih diangkut lalu dikirim ke negara-negara Eropa melalui Pelabuhan Muntok. Pelabuhan ini pun semakin ramai dengan arus pendatang yang hilir mudik datang dan pergi, apalagi mengingat hasil penambangan yang sangat menjanjikan, semakin banyak didatangkan orang-orang dari Cina, Siam, Kamboja, dan Siantan yang berada di Johor yang ahli dalam urusan timah. Muntok adalah kota tua yang didirikan oleh Abang Pahang, mertua Sultan Palembang Darusssalam Mahmud Badaruddin I (1720-1755) pada tahun 1722 dan menjadi ibukota Karesidenan Bangka, sebelum dipindahkan oleh Residen J. Englenberg ke Pangkal Pinang pada tahun 1907. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kota Muntok pelabuhan utama di pantai barat pulau Bangka? Seperti disebut di atas, nama Muntok adalah kota tua yang eksis hingga sekarang. Kota Muntok diduga bekermbang sejak era navigasi pelayaran perdagangan zaman VOC/Belanda. Lalu bagaimana sejarah Kota Muntok pelabuhan utama di pantai barat pulau Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 23 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (5): Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangka; Prasasti-Prasasti Berasal Abad ke-7 di Pantai Timur Sumatra


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Banyak sumber sejarah berasal dari zaman kuno di pulau Bangka, seperti geomorfologi pulau Bangka dan keberadaan timah di pulau. Sumber sejarah lainnya secara tertulis antara lain prasasti Kota Kapur yang ditemukan di suatu pulau kecil di pulau Bangka yang sekarang (daerah aliran sungai Mendoe). Pulau kecil dimana berada prasasti di zaman kuni, kini telajh menyatu dengan daratan pulau Bangka.


Prasasti Kota Kapur adalah prasasti berupa tiang batu bersurat yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka, di desa Kota Kapur, Mendo Barat, Kabupaten Bangka. Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuno, serta merupakan salah satu dokumen tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini dilaporkan penemuannya oleh JK van der Meulen pada bulan Desember 1892, dan merupakan prasasti pertama yang ditemukan mengenai Kedatuan Sriwijaya. Orang pertama yang menganalisis prasasti ini adalah H Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap "Śrīwijaya" adalah nama seorang raja. George Coédes-lah yang kemudian mengungkapkan bahwa Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera pada abad ke-7 M, suatu kerajaan yang kuat dan pernah menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaya, dan Thailand bagian selatan. Hingga tahun 2012, prasasti Kota Kapur berada di Rijksmuseum (Museum Kerajaan) Amsterdam, negeri Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah prasasti Kota Kapur di pulau Bangka? Seperti disebut di atas, prasasti Kota Kapur adalah salah satu dari sejumlah praasasti sejaman berasal abad ke-7 di pulau Sumatra. Lalu bagaimana sejarah prasasti Kota Kapur di pulau Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (4): Timah dan Pertambangan Timah di Bangka - Belitung; Geomorfologi Wilayah Kepulauan Bangka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini

Timah dan pertambangan timah di Indonesia diasosiasikan dengan pulau Bangka. Sejarah awal pertambangan timah di Indonesia (baca: Hindia Belanda) juga bermula di pulau Bangka, tepatnya di wilayah Jeboes. Namun mengapa di pulau Bangka tidak ditemukan di pulau Bangka, sementara batubara ditemukan di pantai timur Sumatra khususnya di daerah aliran sungai Musi dan sungai Batanghari? Secara geomorfologis, pulau Bangka dan daratan Sumatra kini terbilang dekat hanya dipisahkan oleh selat Bangka. Bagaimana situasi dan kondisinya pada masa lampau?


Indonesia adalah negara penghasil timah terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok. Sebanyak 20% - 30% pasokan timah dunia berasal dari Indonesia dan hampir 95% timah yang ditambang dan diproses di Indonesia berasal dari Provinsi  Bangka-Belitung (Babel). Penambangan timah di Babel memiliki linimasa sejarah yang tidak singkat. Sejarah mencatat bahwa timah bangka setidaknya sudah menjadi komoditas ekspor sejak masa pendudukan Inggris di wilayah Kesultanan Palembang Darussalam—yang pada masa itu menguasai Kepulauan Babel—pada awal abad ke-19. Pada masa itu, timah Babel ditambang dengan teknik tradisional oleh masyarakat setempat menggunakan peralatan seadanya, seperti dulang, pacul, sekop dan cangkul. Meski demikian, ada banyak bukti sejarah lain yang mengungkapkan bahwa timah Babel sudah digali dan dimanfaatkan sejak jauh sebelum itu. Jika benar demikian, lantas siapakah orang-orang yang pertama kali menambang timah di Babel, dan bagaimana dinamika tambang timah di Babel selama ini? (duniatambang.co.id)..

Lantas bagaimana sejarah timah dan pertambangan di Bangka dan Belitung? Seperti disebut di atas, Bangka adalah salah satu pulau penghasil timah Indonesia yang mendunia. Timah juga ditemukan di kepulauan Riau hingga ke Semenanjung Malaya. Namun tambang timah kurang dikenal di Jawa dan Sumatra. Mengapa? Hanya ditemukan banyak batubara. Mengapa? Keberadaan timah di Bangka dan batubara di pantai timur Sumatra dapat dipelajari secara geomorfologi. Lalu bagaimana sejarah timah dan pertambangan di Bangka dan Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 22 September 2022

Sejarah Bangka Belitung (3): Nama Bangka dan Nama Belitung; Nama Kuno Toponimi Bangka Nama Pulau dan Pulau Belitung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini

Apalah arti sebuah nama? Kita tidak sedang membicarakan karya William Shakespeare, nama provinsi: Bangka Belitiung. Nama pulau Bangka menjadi penting karena diduga nama kuno yang menjadi penanda navigasi pelayaran perdagangan zaman kuno. Demikian juga dengan nama Belitung. Dalam hal ini nama Bangka dan nama Belitung dapat dijadikan sebagai sumber sejarah. Nama Bangka dan nama Belitung adalah warisan sejarah yang tetap eksis.


Dalam berbagai publikasi dipertengahan abad 20, pulau ini ditulis dengan ejaan "Banka". Kemudian, seorang ahli tambang senior Cornelis de Groot mengusulkan untuk menulis nama dengan ejaan "Bangka". Berikut adalah penamaan pulau Bangka. Asal-muasal nama Bangka oleh I-Tsing disebut Mo-Ho-Hsin, lokasinya di Kota Kapur, tetangga Sriwijaya. Kota Kapur berada di pantai Selat Bangka, berhadapan dengan delta sungai Musi. Moho berasal dari kata Sansekrta yaitu moha yang berarti "bingung" atau "lingung". Berdasarkan pengertian itu Nia Kurnia (1983) menghubungkan kata bangka dengan istilah tua bangka yang berarti orang yang sudah tua dan linglung. Pulau Bangka berasal dari kata wangka (vanca) yang berarti "timah" dalam bahasa Sanksekerta, karena wilayah ini memang kaya barang tambang timah. Nama "Wangka" muncul pertama kali bersama dengan nama "Swarnabhumi" dalam buku sastra India Milindrapantha yang ditulis abad ke 1 SM, Swarnabhumi diidentifikasikan sebagai pulau Sumatra, maka kuat dugaan bahwa yang disebut "Wangka" adalah pulau Bangka. Loius-Charles Damais, dalam bukunya Epigrafi dan Sejarah Nusantara, mempertegas bahwa Bangka berasal dari kata wangka (vanca). Pulau Bangka dalam sejarah Dinasti Ming (1368-1643) disebut Ma-Yi-dong atau Ma-yi-Tung. Ma-yi-dong konon terletak disebelah barat Pulau Gao-lan atau pulau Belitung. Istilah ma-yin-dong merupakan julukan para pedagang Arab untuk pulau Bangka. Kata itu berasal dari kata mayit, bahasa halus dari kata bangkai. Menurut pendapat umum, "bangkai" yang dimaksud adalah bangkai kapal yang banyak kendas atau pecah karena karang yang memenuhi bagian timur pulau ini. Pendapat lain mengatakan nama pulau Bangka berasal dari kata waka atau wangkang yang berarti jung kapal Tiongkok, yang banyak pecah dan tengelam disekitar pulau bangka. (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah nama Bangka dan nama Belitung? Seperti disebut di atas, kedua Namanya ini menjadi nama provinsi masa kini: Bangka dan Belitung atau disingkat Bangka Belitung. Lalu bagaimana sejarah nama Bangka dan nama Belitung? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bangka Belitung (2): Maras, Suku Tertua di Bangka dan Gunung Tertinggi di Bangka; Kegiatan Adat Maras Taun Belitung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bangka Belitung dalam blog ini Klik Disini 

Di pulau Bangka terdapat suku Maras. Konon, disebutkan Orang Maras adalah suku tertua di pulau Bangka. Bagaimana nama Maras dihubungkan dengan populasi penduduk asli di pulau Bangka, tidak terinformasikan, Yang jelas di pulau Bangka gunung tertinggi disebut gunung Maras. Sementara itu di pulau Belitung ada adat Orang Melayu yang disebut Maras Taun. Apakah nama Maras ini tekait satu sama lain?


Gunung Maras adalah gunung yang terletak di Pulau Bangka, tepatnya di Desa Rambang, Kecamatan Riau Silip', Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jarak Gunung Maras dengan Kota Sungailiat sekitar 70 km, sedangkan dari Kota Belinyu sekitar 33 km. Gunung Maras merupakan satu-satunya gunung yang berada di Pulau Bangka. Sementara itu, di pulaiu Belitung penduduk asli adalah Melayu. Berdasarkan ciri-ciri bahasa, asal usul dan adat istiadatnya, orang Belitung dapat digolongkan dalam kelompok besar suku bangsa Melayu, sehingga identitas mereka lebih tepat disebut sebagai Melayu Belitung. Orang Melayu Belitung sendiri menyebut diri mereka Urang Belitong. Salah satu tradisi menarik yang sampai saat ini masih eksis di Kabupaten Belitung, yaitu tradisi upacara adat maras taun. Maras taun adalah ucapan syukur atas limpahan rezeki dari hasil panen bagi para petani padi ladang di Pulau Belitung dengan cara se-dekah pada kekuatan alam ketika masyarakat masih menganut kepercayaan animisme. Maras, mempunyai pengertian kegiatan membersihkan duri kecil yang terdapat pada tanaman. Sedangkan, Taun mempunyai arti Tahun. Jadi, secara sederhana maras taun berarti pemotongan tahun, dari tahun yang lama ke tahun yang baru, dan atau disebut juga Selamatan Kampung yang dipimpin oleh dukun kampung bersama masyarakat (lihat Pemaknaan dan Nilai dalam Upacara Adat Maras Taun di Kabupaten Belitung. 2022. Tri Rahma Juniarti dkk).

Lantas bagaimana sejarah Maras, suku tertua di Bangka, Maras gunung tertinggi di Bangka? Seperti disebut di atas nama Maras tidak hanya nama suku, juga nama gunung di Bangkan dan maras juga digunakan di pulau Belitung sebagai kegiatan adat yang disebut Maras Taun. Lalu bagaimana sejarah Maras, suku tertua di Bangka, Maras gunung tertinggi di Bangka? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.